Anda di halaman 1dari 21

KASUS BESAR

Laporan Portofolio

SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 1 TAHUN 4 BULAN DENGAN


KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Oleh:
dr. Reschita Adityanti

Pembimbing:

dr. Suparni Anik

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK PERIODE 1 JUNI 2014-31 JANUARI 2015
DEMAK
2015

LAPORAN KASUS
SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 1 TAHUN 4 BULAN DENGAN
KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Yang dipersiapkan dan disusun oleh


dr. Reschita Adityanti

Telah diajukan, dikoreksi, dan


dinyatakan telah memenuhi syarat laporan internsip

Demak,

Januari 2015

Dokter Pembimbing Internsip RSUD Sunan Kalijaga Demak

dr. Suparni Anik

LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS PASIEN

Nama

: An. D

Umur

: 1 tahun 4 bulan

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Getas 04/03, Demak

No RM

: 07.63.86

Dirawat Diruang

: DAHLIA

Tanggal Masuk

: 20 Agustus 2014

II. ANAMNESIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 20 Agustus 2014 di
bangsal Dahlia.
A. Keluhan Utama
Kejang.
B. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan kejang dua kali sebelum masuk rumah sakit. Saat
kejang kedua kaki dan tangan kaku, mata melirik ke atas. lama kejang kurang dari 5
menit. Setelah kejang pasien sadar. Sebelum kejang pasien demam. Demam dirasakan
sejak satu hari sebelum masuk RS. Batuk (+), pilek (+). Selain itu pasien muntah 1x,
nafsu makan minum baik. BAK normal, BAB normal.
.
C. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kejang didahului demam: (+) saat usia 6 bulan 1x
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah

: sehat

Ibu

: sehat

E. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal

Pemeriksaan di

: Bidan

Frekuensi

: Trimester I

: 1x/ 1 bulan

Trimester II

: 2x/ 1 bulan

Trimester III

: 2x/ 1 minggu

Keluhan selama kehamilan: tidak ada


Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah darah.
F. Riwayat Kelahiran :
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 2500 gram dan panjang badan ibu
lupa, lahir spontan, langsung menangis kuat segera setelah lahir, usia kehamilan 36
minggu.
G. Riwayat Postnatal
Rutin ke puskesmas setiap bulan untuk menimbang badan dan mendapat imunisasi.
H. Imunisasi
Jenis

II

III

IV

1 bulan

1.

BCG

2 bulan

3 bulan

2.

DPT

2 hari

2 bulan

3.

Polio

9 bulan

4.

Campak

Lahir

5.

Hepatitis
B

2 bulan

4
bulan
3
bulan
-

4
bulan
-

3
bulan

Kesimpulan : imunisasi dasar lengkap berdasarkan informasi dari ibu pasien tanpa
disertai bukti dari KMS (Kartu Menuju Sehat).
I. Riwayat Petumbuhan dan Perkembangan
Motorik Kasar
Mengangkat kepala

: 3 bulan

Tengkurap kepala tegak

: 4 bulan

Duduk sendiri

: 6 bulan

Berdiri sendiri

: 11 bulan

Berjalan

: 13 bulan

Berlari

: 15 bulan

Bahasa
Bersuara aah/ooh

: 2,5 bulan

Berkata (tidak spesifik)

: 8,5 bulan

Bicara 6 kata

: 12 bulan

Motorik halus
Memegang benda

: 3,5 bulan

Mencorat-coret

: 14 bulan

Personal sosial
Tersenyum

: 2 bulan

Mulai makan

: 6 bulan

Tepuk tangan

: 9 bulan

Menirukan kegiatan

: 12 bulan

Memegang cangkir

: 14 bulan

Kesan

: pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

L. Riwayat Makan Minum Anak


1. 0 4 bulan

: ASI

2. 4 bulan 7 bulan :

ASI

susu SGM 1 (2 4x/ hari, 3 sendok takar @120 cc)

bubur susu 3x/ hari, usia 5 bulan @ mangkok kecil (habis)

3. 7 bulan 16 bulan

ASI

susu SGM 2 (3 4x/hari) 3 sendok takar @ 120 cc habis

nasi tim, sayur, dan lauk (tempe / tahu / telur) 3x /hari @1/2 piring (habis).
Kesan :

Kualitas baik.

Kuantitas baik

M. Riwayat Keluarga Berencana :


Ibu penderita tidak mengikuti program KB.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 20 Agustus 2014.
1.
2.

Keadaan umum
Tanda vital :

: compos mentis, gizi kesan lebih

Frekuensi napas

: 38x/ menit

Nadi

: Frekuensi 120x/ menit, reguler,


isi dan tegangan cukup
: 37, 9 0C per axiller

Suhu
3. Status Gizi

: BB
TB

10, 5 kg
73 cm

Berdasarkan chart Z-score BB/PB> nilai median (8, 8 kg)


kesan overweight
4. Kulit

: Ikterik (-), ekhimosis di kaki (-), turgor (N), kulit


kering di kedua tungkai (-), hematoma di tangan (-).
: Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah
rontok(-), mudah dicabut (-), luka (-)
: Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan

5. Kepala
6. Mata

diameter 2mm/2mm, reflek cahaya (+/+) normal


7. Telinga: Sekret (-/-), darah (-/-)
8. Hidung
: Napas cuping hidung (-), sekret (-),
9. Mulut
: Sianosis (-), pharyng hiperemis (-), tonsil (T1/T1).
10. Leher
: KGB tidak membesar
11. Thoraks
: Bentuk normochest, simetris, retraksi interkostalis (-), retraksi
supraklavikula (-)
Jantung: BJ I-II normal, reguler
Pulmo: SDV (+/+), RBK (-/-), Wheezing (-/-)
12. Abdomen
Inspeksi

: Dinding perut = dinding dada, distensi (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Perkusi

: Timpani

Palpasi

: hepar dan lien tidak teraba, bruit (-)

13. Punggung
14. Genitourinaria
15. Ekstremitas
Akral dingin

: Kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)


: tidak dilakukan pemeriksaan
:
Oedema

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium Darah
6/7/2014

Nilai
Rujukan

Satuan

Hb

10.8

gr/dl

Hct

32

AL

9.4

AT

288

Lk : 13.518.0
Pr : 12.0-16.0
33-45

10 /Ul

4.5-11

103/Ul

150-440

B. RESUME
Pasien datang dengan keluhan kejang dua kali sebelum masuk rumah sakit. Saat
kejang kedua kaki dan tangan kaku, mata melirik ke atas. Lama kejang kurang dari 5
menit. Setelah kejang pasien sadar. Sebelum kejang pasien demam. Demam dirasakan
sejak satu hari sebelum masuk RS. Batuk (+), pilek (+). Selain itu pasien muntah 1x,
nafsu makan minum baik. BAK normal, BAB normal.
Pasien memiliki riwayat kejang saat usia 6 bulan. Riwayat kelahiran, riwayat
imunisasi, riwayat tumbuh kembang, dan riwayat makan minum baik. Pemeriksaan
fisik dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.
V. DIAGNOSIS
Kejang Demam Kompleks
VI. PENATALAKSANAAN
Infus RL 10 tpm makro
Inj. Diazepam 3 mg iv (jika kejang)
Paracetamol syrup 3x1 cth
Ambroxol syr 3x1/3 cth

PROGRESS NOTE

Tanggal
Subyektif
Obyektif

21 Agustus 2014
demam (-), kejang (-), batuk (+)
KU: compos mentis
T : 110/80
Rr : 40x/menit
N : 120x/menit
Suhu : 36 C
Mata: CA (-/-), SI(-/-)
Leher: KGB tidak membesar.
Cor: BJ I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo: SDV(+/+), RBK(+/+), wheezing (-/-)
Abdomen: DP//DD, bising usus (+) normal, undulasi (+) tympani,
supel, hepar dan lien tidak teraba,
Akral dingin:
_ _
_

Oedem:
Pemeriksaan
Penunjang

Assesment

Kejang Demam Kompleks

Planning
Terapi

Pasien boleh pulang


Paracetamol syrup 3x1 cth
Ambroxol syr 3x1/3 cth

10

KASUS BESAR
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEJANG DEMAM
1.)

DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 1Kejang
demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39 oC per
rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi
pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial
atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. 1,3 Kejang disertai demam pada
bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang demam. 1,3 Kejang
demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam.2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti
meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai
prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya
mengenai susunan saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari
5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya
infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 2

2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika
Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus
merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun
kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki. 3
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5 tahun. 1Menurut
IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 5%.2,10

3. KLASIFIKASI

a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)


Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang
demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.)

Kejang lama > 15 menit

2.)

Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang
parsial

3.)

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus,
dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak
akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3
kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia
dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,
temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat
keluarga epilepsi. 5,6
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga,
lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam
kompleks. 5,6
5. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan
suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak
yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen
disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses

24

oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang
terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.9
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran
sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah
kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang
baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan
bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang
rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu
berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak

25

berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur
dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas
adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan
pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi
serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.9
6. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis,
furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama
sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan
otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik
(kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama
1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan
pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1,9,10
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang
berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat
menimbulkan kerusakan permanen dari otak.4

26

7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat
kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan
saraf pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam
keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6
c. Pemeriksaan Penunjang
1.) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya
darah perifer, elektrolit dan gula darah.5
2.)

Pemeriksaan
menegakkan

atau

cairan

serebrospinal

dilakukan

untuk

menyingkirkan

kemungkinan

meningitis.

Resiko

terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil


seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan,
bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin
bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 5
3.)

Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam
tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal.5

4.) Pencitraan

27

Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan


(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,
tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang
menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5
8. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis
meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan
meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan
pungsi lumbal. 2
9. PENATALAKSANAAN
a.

Penatalaksanaan saat kejang


Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3
-0,5 mg/kg perlahan lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu
3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat
diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam
rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan
berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg.
Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun
atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan
ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan
dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1
mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila
dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang
rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung

28

dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor resikonya.5
b. Pemberian obat pada saat demam
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat
bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang
digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih
dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun
jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama
pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat
tidak dianjurkan.2,3,5
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus,
begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada
suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital,
karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam.
c. Pemberian Obat Rumat
1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau
lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan,
kejang demam 4 kali per tahun.5 Pengobatan rumat diberikan bila kejang
demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrocephalus.
- Kejang fokal

29

2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah
bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat
menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan
terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital
setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar
pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada
sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam
valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat
15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari
dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas
kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5
10. EDUKASI PADA ORANG TUA
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat
kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.4,5
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a.

Tetap tenang dan tidak panik.

b.

Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.

c.

Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.


Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.


b. Tetap bersama pasien selama kejang.
c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

30

d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih .
5

11. VAKSINASI
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak
yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi jarang.
Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih
besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi
kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Angka
kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi,
Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya. 5,7 Sedangkan setelah
vaksinasi MMR 25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14 setelah
imunisasi.7 Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak
demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.5
12. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi
pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.5,9

31

PENGHENTIAN KEJANG DEMAM

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,.

1992.

Nelson

Texbook

of

Pediatrics.

WB

Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak.Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI.
Jakarta.

33

Anda mungkin juga menyukai