Anda di halaman 1dari 52

EVALUASI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PPh ORANG PRIBADI (Studi Kasus pada KPP Pratama Batu)

Oleh : IDEA ANANGGAWIDUTA PURNAWESTRI 0510232008

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Derajat Sarjana Ekonomi

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

EVALUASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PPh ORANG PRIBADI (Studi kasus pada KPP Pratama Batu)

Oleh : Idea Ananggawiduta Purnawestri 0510232008 Dosen Pembimbing : Kuspandi, SE., Ak.

ABSTRAKSI

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan orang pribadi (PPh OP) selama kurun waktu 2004-2006 dan juga memberikan solusi mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkannya. Metode analisis yang digunakan adalah teknik deskriptif dengan model interaktif. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PPh OP adalah tarif yang terlalu tinggi, Surat Pemberitahuan (SPT) yang rumit dan tidak praktis serta citra aparat pajak yang terlanjur berkembang buruk di masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu diadakan penyuluhan dan sosialisasi perpajakan secara intensif dengan tujuan agar wajib pajak mengerti dan memahami kebijakan yang diterapkan pemerintah atas tarif dan SPT serta untuk menghapus citra buruk aparat pajak yang berkembang di masyarakat sehingga penerimaan atas PPh OP dapat tercapai secara maksimal.

Kata kunci: Penerimaan, PPh OP, Tarif, SPT, Aparat.

FACTORS EVALUATION INFLUENCING ACCEPTANCE OF PERSONAL INCOME TAX (Case Study at KPP Pratama Batu)

By : Idea Ananggawiduta Purnawestri 0510232021 Advisory Lecturer : Kuspandi, SE., Ak.

ABSTRACT

The purpose of this study is to evaluate factors influencing acceptance of personal people income tax ( PPH OP) during range of time 2004-2006 as well as giving solution concerning efforts able to be done to increase. The analysis method that used is descriptive technique with model of interaktif. From result of data analysis indicate that factors influencing acceptance of PPH OP is too high tariff, Notice ( impractical and complicated SPT) and also tax officer image which have come too far unintentionally expand ugly in society. To overcome the problems, require to performed a taxation socialization and counselling intensively with a purpose so that taxpayer understand and comprehend applied governments policy about tariff and SPT and also to vanish ugly image of tax officer expanding in society so that acceptance of PPH OP can reach maximally.

Keywords: Acceptance, PPH OP, tariff, SPT, tax officer

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan, pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit, sedangkan penerimaan negara dari devisa yang berasal dari ekspor dan berbagai jenis bantuan dari luar negeri masih dirasa tidak cukup jika dibanding dengan besarnya pengeluaran untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan tersebut, sehingga pemerintah berupaya menggali sumber-sumber dana khususnya yang berasal dari kemampuan bangsa sendiri, salah satunya berasal dari iuran masyarakat yaitu pajak. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Batu merupakan instansi pemerintah yang mengurusi penerimaan negara khusus di bidang penerimaan pajak yang bernaung di bawah Departemen Keuangan. Komponen penerimaan pajak penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Batu terdiri dari 2 macam, yaitu pajak penghasilan migas dan pajak penghasilan non migas. Salah satu komponen pajak penghasilan non migas adalah pajak penghasilan (PPh) pasal 25/29 Orang Pribadi. Jumlah penerimaan PPh Orang Pribadi pada KPP Batu tidak sebesar PPh yang lain, tetapi jumlahnya tetap menunjukkan kestabilan dalam peningkatan penerimaan. Untuk mengetahui lebih lanjut penerimaan pajak penghasilan orang pribadi di KPP Batu, berikut ini disajikan data mengenai jumlah penerimaan pajak penghasilan orang pribadi KPP Batu periode 2004-2006.

Tabel 1.1 Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi KPP Batu Tahun 2004-2006
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember JUMLAH 2004 56,384,426 81,170,944 402,289,669 69,547,839 54,093,566 76,578,885 56,792,913 72,306,778 64,395,333 72,583,342 59,530,873 211,750,560 1,277,425,128 2005 59,496,187 95,193,421 197,186,874 422,042,856 99,924,154 116,955,603 133,895,487 130,998,661 79,889,962 121,977,118 48,647,849 284,820,512 1,791,028,684 2006 60,683,481 497,995,280 319,317,681 85,660,991 64,996,763 344,972,367 81,442,176 84,510,688 75,870,437 85,079,632 95,398,419 144,765,652 1,940,693,567

Sumber: Laporan penerimaan pajak KPP Batu 2004-2006 Seksi Pengolahan Data dan Informasi KPP Pratama Batu

Data diatas menunjukkan adanya perubahan penerimaan PPh OP setiap tahunnya. Perubahan ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena meningkatnya kepatuhan wajib pajak dalam rangka melaksanakan kewajiban perpajakan, seperti melakukan penghitungan dan penentuan jumlah pajak yang harus dipenuhi wajib pajak dalam satu masa pajak melalui pengisian SPT oleh pemotong/pemungut pajak penghasilan secara benar dan jujur, perubahan kebijaksanaan seperti peningkatan efisiensi administrasi perpajakan,

kebijaksanaan dalam hal tarif, pelaksanaan pemungutan pajak yang lebih terarah dan mempunyai tingkat kepastian hukum yang tinggi serta berkembangnya perekonomian nasional karena adanya usaha-usaha pemungutan pajak yang dilakukan dengan lebih intensif dan efisien. Seiring dengan permasalahan di atas, dimana pentingnya peranan pajak bagi negara khususnya pajak penghasilan, maka Indonesia yang saat ini sedang

berada pada masa pembangunan membutuhkan segenap potensi dan kemampuan sumber daya yang dapat dimanfaatkan. Peran dan partisipasi masyarakat khususnya wajib pajak sangat dibutuhkan demi menunjang kelancaran pembangunan nasional. KPP Batu sebagai salah satu pengemban tanggung jawab penerimaan pajak tersebut dituntut untuk bekerja lebih keras lagi, sehingga diperlukan langkah-langkah kebijakan seperti ekstensifikasi perpajakan, intensifikasi

perpajakan, penyempurnaan sistem perpajakan, penyuluhan perpajakan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat, serta pembenahan aparatur perpajakan untuk mencapai target yang sudah ditetapkan. Dengan dasar pemikiran diatas, maka penulis memiliki ketertarikan untuk meneliti dan mengambil topik tentang Evaluasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak

Penghasilan, dengan mengambil studi kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu.

1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan data yang diperoleh, khususnya pajak penghasilan orang pribadi di wilayah kerja KPP Batu, adapun permasalahan yang dapat dirumuskan adalah : a. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerimaan PPh OP di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Batu? b. Upaya upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan penerimaan PPh OP di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Batu?

1.3 Pembatasan Masalah Untuk menghindari kerancuan dan ketidakfokusan atas penulisan permasalahan diatas maka data penelitian yang diambil adalah pajak penghasilan orang pribadi mulai tahun 2004 sampai 2006.

1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PPh Orang Pribadi pada KPP Batu. 2. Untuk memberikan solusi mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan KPP Batu untuk meningkatkan penerimaan PPh Orang Pribadi.

1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Untuk menerapkan ilmu yang selama ini diperoleh di bangku kuliah dan untuk mempraktekannya sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. 2. Bagi Instansi Memberikan masukan sekaligus pertimbangan bagi pihak-pihak yang berwenang dalam menentukan kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak penghasilan khususnya pajak penghasilan orang pribadi. 3. Bagi Fakultas Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan tentang pajak penghasilan orang pribadi sekaligus sebagai

pembanding bagi peneliti serupa di masa yang akan datang dalam rangka pengembangan ilmu perpajakan.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pajak 2.1.1 Definisi pajak Beberapa ahli memberikan pengertian yang sedikit beragam tentang definisi pajak, diantaranya adalah sebagai berikut : Adriani (dalam Brotodiharjo, 1991) mengatakan bahwa: Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang dapat terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan 2.1.2 Asas Pemungutan Terdapat tiga asas pemungutan pajak di negara kita. Menurut Mardiasmo (2002), asas pemungutan pajak tersebut adalah sebagai berikut: a. Asas Domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. b. Asas sumber Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. c. Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara, misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan

berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri. 2.1.3 Sistem Pemungutan Pajak Seperti dikatakan Waluyo dan Ilyas (1999), sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi berikut: 1. Self Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang,

kepercayaan, tanggung jawab, kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Sistem ini memiliki ciri-ciri: a. Wajib Pajak mempunyai wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang b. Wajib Pajak bersifat aktif, mulai dari menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutang. 2. Official Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Karakteristik yang dimiliki sistem adalah: a. Fiskus mempunyai wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang b. Wajib Pajak bersifat aktif c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.

3. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak 2.1.4 Pembagian Pajak Pembagian pajak menurut Tjahjono dan Husein (2000) dapat digolongkan menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutnya. Lebih rincinya adalah sebagai berikut: 1. Menurut golongan a. Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Dalam pengertian administratif, pajak langsung adalah pajak yang dipungut secara berkala. Contoh: Pajak Penghasilan b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain ketiga atau konsumen. Dalam pengertian administratif, pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut setiap terjadi peristiwa atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang, pembuatan akte. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai, bea materai, bea balik nama. 2. Menurut sifatnya a. Pajak Subjektif adalah pajak yang pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak. Dalam menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan-alasan yang objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya, yaitu yang disebut gaya pikul. Menurut Sinninghe Damste,

gaya pikul adalah suatu akibat dari beberapa komponen, terutama pendapatan, kekayaan, susunan keluarga dari Wajib Pajak, dengan mengingat faktor-faktor yang mempengaruhi keduanya. b. Pajak Objektif adalah pajak yang pertama-tama melihat kepada objeknya baik itu berupa benda, dapat pula berupa keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar,

kemudian barulah dicari subjeknya (orang atau badan hukum) yang bersangkutan langsung, dengan tidak mempersoalkan apakah subjek pajak ini berkediaman di Indonesia ataupun tidak 3. Menurut lembaga pemungut a. Pajak Negara (Pajak Pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Departemen

Keuangan dan hasilnya akan digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya. b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah seperti Propinsi, Kabupaten maupun kotamadya berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah masing-masing dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. 2.1.5 Fungsi Pajak Mardiasmo (2002) mengatakan terdapat dua fungsi pajak, yaitu: a) Fungsi penerimaan ( budgetair ) Pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah yang diperuntukkan membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

10

b) Fungsi mengatur ( reguler ) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

kebijaksanaan pemerintah di bidang sosial dan ekonomi, misalnya pajak yang tinggi pada barang mewah. 2.1.6 Cara Pemungutan Pajak Tjahjono dan Husein (2000) mengatakan bahwa cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel, yaitu: 1) Stelsel nyata (riil stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. 2) Stelsel anggapan (fictive stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh UndangUndang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. 3) Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. 2.1.7 Pembagian Hukum Pajak Undang-undang pajak mengandung ketentuan-ketentuan hukum formal dan ketentuan-ketentuan hukum material.

11

1. Hukum Pajak Material (material tax law) Adalah hukum yang memuat norma-norma yang menerangkan keadaankeadaan dan perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa-siapa yang harus dikenakan pajak, berapa besarnya pajak, dengan perkataan segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya, dan hapusnya utang pajak dan pula hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Juga termasuk didalamya peraturran-peraturan yang memuat kenaikan-kenaikan, denda-denda,dan hukuman-hukuman serta cara-cara tentang pembebasan-pembebasan dan pengembalian pajak, juga ketentuanketentuan yang memberi hak tagihan utama kepada fiskus dan sebagaimana diliputinya. 2. Hukum pajak formal (formal tax law). Adalah hukum pajak yang memuat ketentuan-ketentuan bagaimana mewujudkan hukum pajak material menjadi kenyataan (bagaimana). Hukum pajak formal memuat norma-norma atau ketentuan-ketentuan yang berisi bagaimana melaksanakan hukum pajak meteriil tersebut. Umumnya hukum pajak formal mengatur tentang hak dan kewajiban, prosedur dan sanksi. Maksud hukum formal adalah untuk melindungi baik fiskus maupun wajib pajak, jadi untuk memberi jaminan bahwa hukum materialnya akan dapat diselenggarakan setepat-tepatnya. 2.2 Pajak Penghasilan 2.2.1 Pengertian Penghasilan Definisi penghasilan menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 adalah : Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh

12

Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. 2.2.2 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui adanya ciri-ciri tertentu pajak penghasilan, yaitu : 1. Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh karena suatu hal dimana tambahan kemampuan ekonomis tersebut dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan. 2. Penghasilan yang terkena pajak adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. 3. Penghasilan yang terkena pajak adalah penghasilan yang diperoleh seseorang baik dari dalam negeri atau luar negeri serta penghasilan yang berasal dari Indonesia yang diperoleh orang luar negeri. 2.2.3 Jenis Pajak Penghasilan Jenis-jenis pajak penghasilan dapat dibagi seperti dibawah ini : 1. PPh pasal 21 Pajak Penghasilan pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. Pajak Penghasilan pasal 21 dipotong, disetor dan dilaporkan oleh

13

pemotong pajak, yaitu pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan. 2. PPh pasal 22 Pajak Penghasilan pasal 22 adalah pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya. 3. PPh pasal 23 Pajak Penghasilan pasal 23 adalah pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. 4. PPh pasal 24 Pajak Penghasilan pasal 24 adalah penghitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri. Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun

digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia.

14

5. PPh pasal 25 Pajak Penghasilan pasal 25 adalah pajak penghasilan yang mengatur penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan. Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan : a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, pasal 22, serta pasal 23. b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 24. c. Dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. 6. PPh pasal 26 Pajak Penghasilan pasal 26 adalah pemotongan pajak atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri (baik orang pribadi maupun badan) selain Bentuk Usaha Tetap. 7. Fiskal Luar Negeri Fiskal luar negeri adalah pembayaran pajak penghasilan dalam tahun berjalan bagi orang pribadi yang bertolak ke luar negeri. Besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar orang pribadi yang bertolak ke luar negeri adalah: Rp.1.000.000,00 bagi setiap orang untuk setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan pesawat udara. Rp.500.000,00 bagi setiap orang untuk setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan kapal laut.

15

Rp.250.000,00 bagi setiap orang untuk setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan angkutan darat.

8. Pajak Penghasilan Pasal 28 (Kredit Pajak) Pajak Penghasilan pasal 28 adalah pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh wajib pajak ataupun yang telah dipotong serta dipungut oleh pihak lain dan dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang pada akhir tahun pajak yang bersangkutan. 9. Pajak Penghasilan Pasal 29 Pajak Penghasilan pasal 29 adalah pelunasan kekurangan pembayaran pajak. Pajak penghasilan pasal 29 mewajibkan wajib pajak untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang sebelum Surat Pemberitahuan pajak penghasilan disampaikan. 2.3 Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi Pada prinsipnya, orang pribadi yang menjadi subyek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia dipertimbangkan menurut keadaan. Keberadaan seseorang pribadi di Indonesia diperhitungkan apabila orang tersebut lebih dari 183 hari, tidak harus berturut-turut tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu dua belas bulan sejak kedatangannya di Indonesia. Sebagai subjek pajak seseorang dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia atau di luar negeri (Djuanda, 2001).

16

2.3.1 Prinsip UU PPh Menentukan Orang Pribadi Sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri Dalam bukunya, Markus dan Yujana (2002) mengatakan bahwa, UU PPh menentukan bahwa setiap orang pribadi yang berdomisili di Indonesia adalah Subjek Pajak orang pribadi dalam negeri (asas domisili bukan asas

kewarganegaraan). Orang pribadi yang tidak berdomisili di Indonesia bukan Subjek Pajak, karena mereka tidak tunduk pada hukum pajak yang berlaku di Indonesia. Mereka yang tidak berdomisili di Indonesia baru tunduk pada hukum pajak Indonesia dan menjadi Subjek Pajak luar negeri, jika mereka memenuhi salah satu syarat berikut : 1. Jika orang pribadi yang tidak berdomisili di Indonesia tersebut melakukan kegiatan atau menjalankan usaha di Indonesia melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, maka orang pribadi tersebut menjadi Subjek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri BUT, atau 2. Jika orang pribadi yang tidak berdomisili di Indonesia tersebut menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia tanpa melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, maka orang pribadi tersebut menjadi Subjek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri selain BUT. 2.3.2 Kewajiban Pajak Subjektif Orang Pribadi Menurut Rusjdi (2004), Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban perpajakan tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada subjek pajak lainnya. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi

17

penting. Kewajiban pajak subjektif untuk orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, dimulai sejak hari pertama orang pribadi tersebut berada atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya. Sedangkan kewajiban pajak subjektif bagi orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia dimulai pada saat ia lahir di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. 2.3.3 Penghasilan Tidak Kena Pajak Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah besarnya pengurang yang boleh dilakukan terhadap penghasilan neto, untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak (PKP) atau pajak yang terutang. Untuk menghitung besarnya PKP dari wajib pajak orang pribadi dalam negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan Jumlah PTKP. Disamping untuk dirinya kepada wajib pajak yang sudah kawin diberikan tambahan PTKP. Tabel 2.1 Daftar PTKP Tahun 2004 2006
Keterangan Untuk diri wajib pajak pribadi Tambahan untuk WP Kawin Tambahan untuk istri yang Rp. 2.880.000 anggota keluarga Rp. 1.440.000 Rp. 1.200.000 Rp. 1.200.000 Rp. 12.000.000 Rp. 13.200.000 2004 Rp. 2.880.000 Rp. 1.440.000 2005 Rp. 12.000.000 Rp. 1.200.000 2006 Rp. 13.200.000 Rp. 1.200.000

penghasilannya digabung Tambahan keluarga untuk sedarah setiap dan

semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, paling banyak tiga orang.

Sumber : Peraturan Menteri Keuangan RI (Data diolah)

18

2.4

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Penghasilan

2.4.1 Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi Sesuai dengan pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan, besarnya tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri menggunakan tarif progresif. Tarif Progresif adalah persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Untuk lebih jelasnya, lapisan tarif Pajak Penghasilan orang pribadi disajikan dalam tabel berikut: Tabel 2.2 Tarif PPh Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp.25.000.000,00 Di atas Rp.25.000.000,00 s.d Rp. 50.000.000,00 Di atas Rp.50.000.000,00 s.d Rp.100.000.000,00 Di atas Rp.100.000.000 s.d Rp.200.000.000,00 Di atas Rp.200.000.000,00
Sumber : Abut, Hilarius (2005)

5% 10% 15% 25% 35%

Bagi wajib pajak orang pribadi, tarif pajak penghasilan diterapkan terhadap seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak. 2.4.2 Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Fungsi SPT menurut Penjelasan Pasal 3 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2000 bagi wajib pajak Pajak Penghasilan adalah : a. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.

19

b. Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak. c. Melaporkan penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak, harta dan kewajiban. Tata Cara Penyelesaian SPT : 1. WP harus mengambil sendiri SPT di tempat yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak (kantor-kantor di lingkungan DJP dan tempat-tempat lain yang ditentukan oleh DJP yang diperkirakan mudah terjangkau oleh WP 2. WP wajib mengisi SPT dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Pengisian SPT yang tidak benar yang mengakibatkan pajak yang terutang kurang dibayar, akan dikenakan sanksi sesuai peraturan perindang-undangan perpajakan. 3. WP harus menandatangani serta menyampaikannya kembali ke kantor DJP dalam batas waktu yang telah ditentukan. Apabila SPT disampaikan melalui Pos secara tercatat atau dengan cara lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, maka tanda bukti dan tanggal pengiriman SPT yang telah lengkap dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan. 4. Bukti-bukti yang dilampirkan dalam SPT : a. PPh WPOP yang melakukan pembukuan : Neraca dan laporan laba rugi tahun pajak yang bersangkutan dari wajib pajak itu sendiri beserta rekonsiliasi laba rugi fiskal. Daftar penghitungan penyusutan dan atau amortisasi fiskal.

20

Penghitungan kompensasi kerugian dalam hal terdapat sisa kerugian tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan.

SSP pasal 29 yang seharusnya dalam hal terdapat kekurangan pajak yang terutang, kecuali ada izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran PPh pasal 29.

Surat kuasa khusus dalam hal SPT Tahunan ditandatangani oleh bukan WP, atau Surat Keterangan Kematian dari Instansi yang berwenang dalam hal ditandatangani oleh ahli waris.

Foto kopi formulir 1721-A dan atau 1721-A2, dalam hal WP menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang sudah dipotong pajaknya oleh pemberi kerja.

Penghitungan PPh yang terutang oleh masing-masing pihak bagi WP tang kawin dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.

Daftar susunan keluarga yang menjadi tanggungan WP. Bukti setoran zakat atas penghasilan yang dibayar oleh WPOP pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disahkan oleh Pemerintah.

Lampiran-lampiran lain yang dianggap perlu untuk menjelaskan penghitungan besarnya penghasilan kena pajak atau besarnya PPh pasal 25.

b. PPh WPOP yang melakukan pencatatan : Jumlah peredaran atau penerimaan bruto setiap bulan selama setahun

21

Keterangan dan atau dokumen yang disertakan oleh WPOP yang menyelenggarakan pembukuan seperti (ket diatas) dokumen keempat sampai kesepuluh.

5. Bagi

WP

yang

telah

mendapat

izin

Menteri

Keuangan

untuk

menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain rupiah yang diizinkan. Pembetulan SPT : Wajib pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaaan. Apabila WP membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT ini. Sekalipun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi sepanjang belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan oleh WP, terhadap ketidakbenaran tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila WP dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran

perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali jumlah pajak yang kurang dibayar.

22

Meskipun dalam jangka waktu pembetulan SPT (2 tahun) telah berakhir, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, WP dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan, yang

mengakibatkan : Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar; atau Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil; atau Jumlah harta menjadi lebih besar; atau Jumlah modal menjadi lebih besar Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tersebut, beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50 % dati pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi sendiri oleh WP sebelum laporan tersendiri tersebut disampaikan. Wajib Pajak tertentu yang dikecualikan dari Kewajiban SPT adalah 1. WPOP yang penghasilan netonya tidak melebihi jumlah PTKP. Wajib Pajak ini dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan PPh. 2. WPOP yang tidak menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas. Wajib Pajak ini dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25. 2.4.3 Personil Manusia sebagai unsur pelaksana merupakan aset organisasi yang terpenting, sebab manusialah yang menjalankan pekerjaan dan bekerjasama dalam organisasi. Manusia sebagai unsur pelaksana kegiatan organisasi akan membawa

23

kegiatan organisasi ke arah pencapaian tujuan secara berdaya guna dan berhasil guna bila penempatan personil sesuai dengan keahlian yang dimilikinya dan dalam jumlah yang memadai serta memiliki disiplin yang tinggi. Penempatan seseorang pada suatu posisi harus disesuaikan dengan keahlian yang dimiliki, sebab sesuatu yang dikerjakan oleh seorang ahli hasilnya akan lebih baik dan lebih cepat daripada seseorang yang tidak memiliki keahlian. Untuk mencapai penerimaan pajak yang maksimal, perlu adanya personil yang bertanggungjawab terhadap pajak yang telah dilaporkan dan dibayarkan wajib pajak kepada negara. Aparat pajak sebagai pihak yang bertugas untuk memungut pajak kepada masyarakat diharapkan terdiri dari personil yang benar-benar dapat memberikan pelayanan yang baik dan bertanggungjawab untuk melaporkan pajak yang telah dibayar masyarakat kepada negara.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survei. Singarimbun, Masri (1989:3) mengartikan penelitian survei sebagai penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Jenis penelitian survei yang digunakan adalah penelitian deskriptif karena tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesa tertentu tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan (Arikunto, 1995:310). Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus dan lapangan (case and field study) yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif mengenai subyek tertentu dan untuk memberikan gambaran lengkap mengenai subyek tertentu. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batu yang berlokasi di Jl. Letjen S. Parman 100 Malang yang dilakukan pada tanggal 7 sampai 31 Januari 2008. 3.3 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data primer Merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer secara khusus digunakan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan

24

penelitian. Cara yang digunakan untuk memperoleh data primer ini adalah kuisioner dan wawancara. 2. Data sekunder Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh atau dicatat pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang dipublikasikan maupun yang tidak

dipublikasikan. Cara yang digunakan untuk memperoleh data sekunder ini adalah dengan studi pustaka.. 3.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam usaha untuk memperoleh dan mengumpulkan data-data yang diperlukan berasal dari: Dokumentasi, adalah metode pengumpulan data dengan menggunakan dan mempelajari catatan-catatan insansi yang diteliti. Wawancara, adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung dengan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian. Kuisioner, adalah pengumpulan data dengan menggunakan pertanyaan secara tertulis yang berkaitan dengan objek yang diteliti dan disebarkan kepada para responden 3.5 Metode Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling (penarikan sampel secara tidak acak). Menurut Sugiyono (1999:77), nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota

25

untuk dipilih menjadi anggota sampel. Bagian dari nonprobability sampling yang digunakan adalah purposive sampling (sampel bertujuan) dan accidental sampling. Dalam Ridwan (2003:19), accidental sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan faktor spontanitas, artinya siapa saja yang tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristiknya, maka orang tersebut akan digunakan sebagai sampel (responden). Naresh K. Maholtra (1993:226) mengatakan bahwa jumlah sampel paling sedikit empat atau lima kali variabel yang dianalisis. Berdasarkan hal tersebut, maka jumlah sampel dalam penelitian ini harus sama atau lebih dari perhitungan tersebut yaitu sebesar : 5 x 3 variabel = 15 sampel

Dalam penelitian ini peneliti membulatkan jumlah sampel sebanyak 30 sampel agar data yang diolah dan dikumpulkan menjadi lebih valid. Pengambilan sampel dilakukan pada salah satu wilayah administrasi KPP Batu yaitu Kecamatan Pakisaji dan pengambilan sampelnya berdasarkan spontanitas yaitu wajib pajak yang terdaftar pada KPP Batu. 3.6 Metode Analisa Data Teknik yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif atau lebih spesifik menggunakan model interaktif. Model interaktif diartikan oleh Miles dan Huberman (1992:19) : Dalam pandangan model interaktif, tiga jenis kegiatan analisis (reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan) dan pengumpulan data itu sendiri merupakan proses siklus dan interaktif

26

Gambar 3.1 Model Interaktif


Pengumpulan Data Penyajian Data

Reduksi Data

Kesimpulankesimpulan: Penarikan/Verikasi

Sumber : Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman, Qualitative Data Analysis, 1992 :20

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Pada penelitian ini data kasar yang dimaksud berasal dari hasil wawancara dan kuisioner pada responden mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan orang pribadi. Alur kedua adalah penyajian data yang merupakan sekumpulan informasi yang tersusun dari reduksi data yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Alur yang terakhir adalah menarik kesimpulan mengenai faktor apa yang paling mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan orang pribadi dan solusi yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Sejarah KPP Pratama Batu Awal terbentuknya KPP Batu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 443/KM.1/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kanwil Direktorat Jenderal Pajak, KPP, Karikpa, dan KP4. Dimana dalam hal ini KPP Batu merupakan pecahan dari KPP Malang dan untuk KPP Batu wilayah administrasinya meliputi 19 kecamatan yaitu : 1. Kecamatan Dau 2. Kecamatan Karang Ploso 3. Kecamatan Singosari 4. Kecamatan Wagir 5. Kecamatan Pakisaji 6. Kecamatan Kepanjen 7. Kecamatan Ngajum 8. Kecamatan Sumber Pucung 9. Kecamatan Kalipare 10. Kecamatan Donomulyo Kepala KPP Batu yang pertama adalah Drs. Cepi D. Sutman yang dilantik oleh Kakanwil XII Dirjen Pajak Jawa Bagian Timur II tanggal 2 Februari 2002 dan sejak tanggal tersebut KPP Batu mulai beroperasi. 11. Kecamatan Pagak 12. Kecamatan Pujon 13. Kecamatan Ngantang 14. Kecamatan Kasembon 15. Kecamatan Lawang 16. Kecamatan Wonosari 17. Kecamatan Kromengan 18. Kecamatan Bumiaji 19. Kecamatan Junrejo

29

Lokasi awalnya beralamat di Jl. Diponegoro 8 Batu dengan status sewa kontrak kepada KPP Batu selama dua tahun mulai tanggal 10 Desember 2001 sampai dengan 10 Desember 2003, kemudian kontrak diperpanjang sampai akhir 2004. Pada tanggal 3 Januari KPP Batu resmi menempati kantor baru yang beralamat di Jl. Letjen S. Parman 100 Malang dan berada satu lokasi dengan Kantor DirJen Pajak Jawa Bagian Timur III. Sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak - KEP - 158/PJ./2007, Tanggal 5 Nopember 2007 tentang Penerapan Organisasi, Tata Kerja, Dan Saat Mulai Beroperasinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan Dan Konsultasi Perpajakan Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur II, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur III, Dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Bali, KPP Batu berganti nama menjadi KPP Pratama Batu dimana KPP Pratama ini adalah penggabungan dari Kantor Pemeriksaan Pajak (Karikpa) dan juga Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP-PBB). Perbedaan dari KPP Pratama dan non Pratama terletak pada struktur organisasinya dimana dalam KPP non Pratama sesuai dengan jenis pajak, sedangkan pada KPP Pratama sesuai dengan fungsinya. Dimana KPP non Pratama hanya melayani Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sedangkan KPP Pratama melayani PPh, PPN, PBB, dan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan). Dua perbedaan lainnya adalah pada KPP non Pratama terjadi fungsi ganda yaitu selain melakukan pemeriksaan juga menyelesaikan keberatan sedangkan pada KPP Pratama hanya melakukan pemeriksaan karena penyelesaian keberatan hanya ada pada tingkat Kanwil. Jika

30

dulunya KPP non Pratama tidak memiliki account representative (AR) maka sekarang KPP Pratama memiliki AR yang bertugas memantau keadaan wajib pajak dan menjadi penghubung wajib pajak untuk konsultasi. 4.1.2 Visi dan Misi Visi : Menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem

dan manajemen perpajakan kelas dunia yang dipercaya dan dibanggakan masyarakat. Misi : Menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang mampu

menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan Undang-undang Perpajakan dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi. 4.1.3 Struktur Organisasi Gambar 4.1 Struktur Organisasi KPP Pratama

31

4.1.4 Deskripsi Jabatan 1. Bagian Umum Melakukan urusan kepegawaian, keuangan, dan tata usaha kantor. 2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi Melaksanakan analisis data Wajib Pajak, bimbingan dan pemantauan pelaksanaan kebijaksanaan teknis pemenuhan kewajiban perpajakan, teknis intensifikasi, penatausahaan penerimaan pajak serta memberikan dukungan teknis operasional komputer. 3. Seksi Pengawasan dan Konsultasi Mengawasi kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak Membimbing dan memberikan konsultasi teknis perpajakan Menganalisis kinerja wajib pajak Merekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka intensifikasi Memberikan informasi perpajakan secara jelas dan tidak memihak

4. Seksi Ekstensifikasi Melaksanakan kerjasama perpajakan, melaksanakan bimbingan

ekstensifikasi, pendataan dan penilaian serta bimbingan pengenaan. 5. Seksi Pemeriksaan Melaksanakan bimbingan teknis administrasi pemeriksaan, pemantauan pemeriksaan, permulaan). 6. Seksi Penagihan Melaksanakan penagihan pajak, peer review, dan bantuan penagihan. dan urusan administrasi penyidikan (termasuk bukti

32

7. Seksi Pelayanan Melaksanakan bimbingan pelayanan Wajib Pajak, bimbingan pengawasan dan penyuluhan, kerjasama perpajakan, registrasi dan pemantauan identitas Wajib Pajak. 8. Kelompok Jabatan Fungsional Melaksanakan pemeriksaaan pajak termasuk pemeriksaan bukti permulaan dan melaksanakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

4.2 Gambaran Umum Responden Setelah dilakukan penelitian dengan penyebaran kuisioner, maka dilakukan pengklasifikasian responden berdasarkan pada beberapa karakteristik yaitu jenis kelamin, usia, pendidikan dan pendapatan yang diterima per bulan. 1. Jenis Kelamin Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah Prosentase Pria 23 76,6 Wanita 7 23,4 Jumlah 30 100
Sumber : Data primer diolah

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebanyak 23 orang responden atau 76,6% adalah pria dan sisanya sebanyak 7 orang atau 23,4% adalah wanita. Hal ini menunjukkan bahwa pria adalah kepala keluarga yang menjadi sumber penghasilan dan menanggung pajak atas penghasilan.

33

2. Usia Tabel 4.2 Karakteristik respoden berdasarkan usia Usia Kurang dari 30 tahun 30 s/d 40 tahun 41 s/d 50 tahun Lebih dari 50 tahun Jumlah
Sumber : Data primer diolah, 2008

Jumlah 3 10 13 4 30

Prosentase 10 33,3 43,3 13,3 100

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebanyak 3 orang responden atau 10% berusia kurang dari 30 tahun, 10 orang responden atau 33,3% berusia 30 s/d 40 tahun, 13 orang responden atau 43,3% berusia 40 s/d 50 tahun dan sisanya 4 orang responden atau 13,3% berusia lebih dari 50 tahun . Hal ini menunjukkan bahwa usia antara 41 s/d 50 tahun merupakan usia produktif dalam bekerja dan mendapatkan penghasilan. 3. Pendidikan Tabel 4.3 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan Pendidikan Diploma III (D3) Strata I (S1) Strata II (S2) Strata III (S3) Jumlah
Sumber : Data primer diolah, 2008

Jumlah 0 8 18 4 30

Prosentase 0 26,7 60 13,3 100

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebanyak 8 orang responden atau 26,7% berpendidikan S1, 18 orang responden atau 60% berpendidikan S2 dan sisanya 4 orang responden atau 13,3% berpendidikan S3. Hal ini menunjukkan responden memiliki pendidikan dan kemampuan yang memadai untuk memahami hak dan kewajiban perpajakan.

34

4. Penghasilan Tabel 4.4 Karakteristik respoden berdasarkan penghasilan Pendidikan 1.000.000 s/d 2.500.000 2.500.001 s/d 4.000.000 4.000.001 s/d 5.500.000 Lebih dari 5.500.000 Jumlah
Sumber : Data primer diolah, 2008

Jumlah 9 20 1 0 30

Prosentase 30 66,6 3,3 0 100

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebanyak 9 orang responden atau 30% mendapatkan penghasilan antara Rp.1.000.000 s/d Rp.2.500.000, 20 orang responden atau 66,6% mendapatkan penghasilan antara Rp.2.500.001 s/d Rp.4.000.000, dan sisanya 1 orang responden atau 3,3% mendapatkan penghasilan antara Rp.4.000.001 s/d Rp.5.500.000. Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki tingkat penghasilan yang wajib dikenakan pajak.

4.3 Deskripsi Jawaban Responden Deskripsi jawaban responden digunakan untuk mengetahui frekuensi dan variasi jawaban terhadap item-item pernyataan dan pertanyaan didalam kuisioner. 4.3.1 Tarif Pada variabel tarif terdapat tiga item pernyataan, dan berikut adalah jawaban responden terhadap pernyataan tersebut :

35

Tabel 4.5 Jawaban responden terhadap variabel tarif


Item Pernyataan Jawaban S R TS f % f % f % 17 56,7 4 13,3 2 6,7

SS f % Tarif pajak yang diterapkan 6 20 saat ini terlalu tinggi Penurunan tarif pajak Perubahan batasan penghasilan yang dikenai pajak
Sumber : Data primer diolah, 2008

STS f % 1 3,3

8 3

26,6 15 10

50

5 7

16,7 23,3

2 4

6,7 13,3

0 0

0 0

16 53,4

Item pertama dari variabel tarif adalah adalah tarif pajak yang diterapkan saat ini terlalu tinggi. Hasil penelitian terhadap 30 responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju yaitu sebanyak 17 responden atau 56,7%, responden lainnya menyatakan sangat setuju sebanyak 6 responden atau 20%, ragu-ragu sebanyak 4 responden atau 13,3%, tidak setuju 2 responden atau 6,7% dan sangat tidak setuju 1 orang atau 3,3%. Dari hasil jawaban responden tersebut dapat disimpulkan bahwa tarif pajak yang diterapkan pemerintah saat ini dinilai terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan tingkat perekonomian masyarakat. Item kedua dari variabel tarif adalah penurunan tarif pajak. Hasil penelitian terhadap 30 responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju yaitu sebanyak 15 responden atau 50%, responden lainnya menyatakan sangat setuju sebanyak 8 responden atau 20%, ragu-ragu sebanyak 5 responden atau 16,7%, tidak setuju 2 responden atau 6,7% dan tidak ada yang menyatakan sangat tidak setuju Dari hasil jawaban responden tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat menginginkan adanya penurunan tarif pajak yang diterapkan pemerintah.

36

Hasil penelitian terhadap item ketiga dari variabel tarif yaitu perubahan batasan penghasilan yang dikenai pajak menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan setuju yaitu sebanyak 16 responden atau 53,4%, responden lainnya menyatakan sangat setuju sebanyak 3 responden atau 10%, ragu-ragu sebanyak 7 responden atau 23,3%, tidak setuju 4 responden atau 13,3% dan tidak ada yang menyatakan sangat tidak setuju. Dengan demikian kesimpulan dari item ini adalah bahwa masyarakat mengharapkan adanya kebijakan dari pemerintah untuk merubah batasan penghasilan yang dikenai pajak. 4.3.2 Surat Pemberitahuan (SPT) PPh OP Pada variabel SPT PPh OP terdapat empat pernyataan, dan berikut adalah jawaban responden terhadap pernyataan tersebut : Tabel 4.6 Jawaban responden terhadap variabel SPT PPH OP
Item Pernyataan Formulir sederhana SPT Jawaban R % f % 40 7 23,3

SS f % yang 11 36,6

S f 12

f 0

TS % 0

f 0

STS % 0

Kemudahan pengisian SPT 12 Pemahaman akan tata cara pengisian SPT Sosialisasi pengisian SPT
Sumber : Data primer diolah, 2008

40 20

13 18

43,3 60

4 4

13,3 13,3

1 2

3,3 6,6

0 0

0 0

12

40

17

56,6

3,3

Item pertama dari variabel SPT PPh OP adalah adalah formulir yang sederhana. Hasil penelitian terhadap 30 responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju yaitu sebanyak 12 responden atau 40% dan sangat setuju sebanyak 11 responden atau 36,6%, responden lainnya menyatakan ragu-ragu sebanyak 7 responden atau 23,3% dan tidak ada responden yang

37

menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju. Dari hasil jawaban responden tersebut dapat disimpulkan bahwa formulir SPT PPh OP yang dibuat pemerintah saat ini dinilai terlalu rumit dan tidak praktis. Item kedua dari variabel SPT PPh OP adalah kemudahan pengisian SPT. Hasil penelitian terhadap 30 responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju yaitu sebanyak 13 responden atau 43,3% dan sangat setuju sebanyak 12 responden atau 40%, responden lainnya menyatakan ragu-ragu sebanyak 4 responden atau 13,3%, tidak setuju 1 responden atau 3,3% dan tidak ada yang menyatakan sangat tidak setuju. Dari hasil jawaban responden tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat menginginkan adanya kemudahan pengisian SPT untuk memperlancar mereka dalam melaporkan penghasilannya. Hasil penelitian terhadap item ketiga dari variabel SPT yaitu pemahaman akan tata cara pengisian SPT PPh OP menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan setuju yaitu sebanyak 18 responden atau 60%, responden lainnya menyatakan sangat setuju sebanyak 6 responden atau 20%, ragu-ragu sebanyak 4 responden atau 13,3%, tidak setuju 2 responden atau 6,6% dan tidak ada yang menyatakan sangat tidak setuju. Dengan demikian kesimpulan dari item ini adalah bahwa pemahaman akan tata cara pengisian SPT PPh OP sangat mempengaruhi mereka dalam melaporkan penghasilannya. Item yang terakhir adalah sosialisasi pengisian SPT PPh OP. Hasilnya adalah sebanyak 17 responden atau 56,6% menyatakan setuju, 16 responden atau 40% menyatakan sangat setuju, 1 orang atau 3,3% menyatakan ragu-ragu dan tidak ada yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju. Kesimpulan dari

38

item ini adalah bahwa sosialisasi pengisian SPT PPh OP sangat diharapkan untuk membantu masyarakat memahami akan form yang harus mereka isi. 4.3.3 Personil Pada variabel personil terdapat empat pernyataan, dan berikut adalah jawaban responden terhadap pernyataan tersebut : Tabel 4.7 Jawaban responden terhadap variabel personil
Item Pernyataan Citra aparat pajak Pelayanan aparat pajak f 3 1 Jawaban S R TS f % f % f % 14 46,6 8 26,6 3 10 13 43,3 7 36,7 1 23,3 6 3,3 1 20 3,3

SS % 10 3,3

f 2 3 1

STS % 6,7 10 3,3

Kejujuran aparat pajak 16 53,3 11 dalam menghimpun pajak masyarakat Kemampuan aparat pajak 0 dalam membantu kesulitan-kesulitan wajib pajak
Sumber : Data primer diolah, 2008

13

43,3 11 36,6 6

20

Item pertama dari variabel personil adalah adalah citra aparat pajak. Hasil penelitian terhadap 30 responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju yaitu sebanyak 14 responden atau 46,6% dan sangat setuju sebanyak 3 responden atau 10%, responden lainnya menyatakan ragu-ragu sebanyak 8 responden atau 26,6% tidak setuju sebanyak 3 responden atau 10% dan sangat tidak setuju sebanyak 2 responden atau 6,7%. Dari hasil jawaban responden tersebut dapat disimpulkan bahwa citra aparat pajak yang berkembang di masyarakat mempengaruhi interpretasi masyarakat terhadap pajak. Item kedua dari variabel personil adalah pelayanan aparat pajak. Hasil penelitian terhadap 30 responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden

39

menyatakan setuju yaitu sebanyak 13 responden atau 43,3% dan sangat setuju sebanyak 1 responden atau 43,3%, ragu-ragu sebanyak 7 responden atau 23,3%, tidak setuju 6 responden atau 20% dan sangat tidak setuju 3 responden atau 10%. Dari hasil jawaban responden tersebut dapat disimpulkan bahwa pelayanan yang diberikan aparat pajak kepada masyarakat memengaruhi masyarakat dalam membayar pajak. Hasil penelitian terhadap item ketiga dari variabel personil yaitu

kejujuran aparat dalam menghimpun pajak dari masyarakat menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan sangat setuju yaitu sebanyak 16 responden atau 53,3%, setuju sebanyak 11 responden atau 36,7%, sedangkan ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju masing-masing 1 responden atau 3,3%. Dengan demikian kesimpulan dari item ini adalah bahwa kejujuran aparat sangat mempengaruhi mereka dalam membayar pajak. Item yang terakhir adalah kemampuan aparat pajak dalam membantu kesulitan-kesulitan wajib pajak. Hasilnya adalah sebanyak 13 responden atau 43,3% menyatakan setuju, 11 orang atau 36,6% menyatakan ragu-ragu dan 6 responden atau 20% menyatakan tidak setuju dan tidak ada yang menyakan sangat setuju dan sangat tidak setuju. Kesimpulan dari item ini adalah bahwa kemampuan aparat pajak dalam membantu kesulitan-kesulitan wajib pajak mempengaruhi mereka dalam membayar pajak. Dari uraian ketiga variabel menunjukkan bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa mereka setuju pada pernyataan yang diberikan sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tarif, SPT dan personil mempengaruhi masyarakat dalam melakukan kewajiban perpajakannya yaitu membayar pajak dan secara

40

langsung mempengaruhi penerimaan pajak pada KPP Batu khususnya PPh Orang Pribadi.

4.4 Pembahasan 4.4.1 Evaluasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PPh Orang Pribadi 1. Tarif PPh Orang Pribadi Tarif pajak penghasilan orang pribadi yang diterapkan pemerintah adalah tarif progresif, yaitu tarif yang meningkat dimana prosentase dan dasar pengenaan pajaknya ikut meningkat juga. Tarif pajak progresif sering pula disebut sebagai tarif berlapis karena terdiri atas beberapa tarif yang meliputi : Tarif progresif proporsional, yaitu prosentase pemungutan pajak yang semakin naik dengan semakin besarnya jumlah yang harus dikenai pajak dan dengan kenaikan marjinal tetap. Tarif pajak progresif progresif yaitu tarif pemungutan pajak dengan prosentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak dan kenaikan marjinalnya semakin meningkat. Tarif pajak progresif degresif yaitu tarif pemungutan pajak dengan prosentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan marginalnya semakin menurun.

41

Besarnya tarif pajak adalah : Sampai dengan Rp.25.000.000,00 Rp.25.000.000,00 s.d Rp. 50.000.000,00 Rp.50.000.000,00 s.d Rp.100.000.000,00 Rp.100.000.000 s.d Rp.200.000.000,00 Di atas Rp.200.000.000,00 5% 10% 15% 25% 35%

Menurut sistem pemungutan pajak yang self assessment, wajib pajak diberikan kebebasan untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Dengan diterapkannya tarif progresif masyarakat merasa kesulitan untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang harus dibayar, apalagi besarnya tarif pajak yang mencapai angka 35% dinilai terlalu tinggi oleh wajib pajak. Kedua permasalahan diatas menimbulkan berbagai macam akibat yang secara langsung juga merugikan pemerintah. Kasus yang sering terjadi adalah banyak wajib pajak yang menugaskan pihak lain untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayar tetapi dengan sedikit manipulasi agar besarnya pajak yang harus dibayar tidak sesuai dengan penghasilan yang diterimanya, caranya adalah dengan menurunkan jumlah penghasilan yang diterimanya dalam surat pemberitahuan. Masalah yang lain adalah batasan penghasilan yang dikenai pajak, dimana tarif yang sama dikenakan untuk penghasilan yang jumlahnya terlampau jauh, contohnya adalah penghasilan Rp. 2.000.000,00 dan penghasilan Rp. 15.000.000,00 dikenai tarif yang sama. Perlakuan tersebut akan berakibat adanya ketidakadilan karena tingkat kebutuhan yang ditanggung oleh masing-masing wajib pajak juga berbeda, sehingga hal ini akan menjadi beban bagi wajib pajak.

42

Dari hasil penelitian terhadap 30 responden, sebagian besar menyatakan bahwa mereka menyatakan setuju apabila pemerintah memberikan kebijakan baru terhadap tarif dan juga besarnya penghasilan yang dikenai pajak, karena menurut mereka tarif pajak adalah faktor penting yang mempengaruhi mereka dalam membayar pajak. Dan secara langsung, hal ini termasuk masalah pokok yang mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan orang pribadi. 2. Surat Pemberitahuan (SPT) PPh OP SPT merupakan surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan self assessment system, SPT PPh OP wajib diisi sendiri oleh wajib pajak dengan data yang sebenar-benarnya. Sistem ini di satu sisi bernilai positif, yaitu mencerdaskan wajib pajak. Namun, di lain sisi juga ada kelemahannya, yaitu tidak semua wajib pajak paham dengan form yang harus mereka isi. Dari hasil penelitian terhadap 30 responden, sebagian besar menyatakan setuju bahwa permasalahan mereka adalah rumitnya form dan tata cara pengisian SPT PPH OP, dimana mereka berpendapat bahwa form SPT PPh OP yang digunakan sekarang terlalu banyak dan berbelit- belit, apalagi bila wajib pajak masih diharuskan untuk melampirkan form pajak penghasilan yang telah dipungut sebelumnya oleh pihak lain. Menurut mereka hal tersebut hanya menghambat proses pelaporan yang mereka lakukan, selain itu dengan adanya form yang rumit tersebut akan berakibat banyak wajib pajak yang tidak mengisi sendiri SPTnya, dan hal itu akan menambah beban yang dikeluarkan wajib pajak karena secara otomatis wajib pajak akan menambah

43

biaya yang harus dikeluarkan untuk memberi tugas kepada orang lain untuk mengisi SPTnya. Akibat lain yang ditimbulkan adalah keterlambatan penyampaian laporan SPT oleh wajib pajak yang bersangkutan. Lain halnya jika pemerintah membuat form yang mudah dimengerti oleh semua wajib pajak, selain wajib pajak tidak perlu mengeluarkan biaya ekstra, SPT juga akan disampaikan tepat waktu dan otomatis akan mempengaruhi penerimaan pajak PPh OP. 3. Personil Personil yang dalam kasus ini adalah aparat pajak merupakan faktor ketiga dari penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan PPh OP yang digunakan kepada 30 responden. Dari 30 responden, mayoritas menyatakan bahwa pelayanan, kejujuran dan kemampuan aparat pajak dalam memberikan pelayanan kepada wajib pajak sangat berpengaruh terhadap pajak yang mereka bayar, apalagi citra aparat yang berkembang di masyarakat sebagai aparat yang arogan, tidak ramah, tidak transparan, dan tidak konsisten selama ini menurut mereka turut mempengaruhi interpretasi mereka terhadap pajak. Akibat yang ditimbulkan dari masalah ini adalah kurang percayanya masyarakat terhadap aparat yang bertugas untuk menghimpun pajak dari masyarakat sebelum akhirnya diserahkan kepada pemerintah untuk dikelola. Apabila masyarakat sudah tidak percaya lagi terhadap aparat pajak, mereka juga akan setengah hati untuk membayar pajak, sehingga sama dengan faktor yang telah dibahas sebelumnya, wajib pajak akan berusaha untuk merendahkan pajak yang harus dibayarnya dan hal itu akan berakibat pada rendahnya tingkat penerimaan pajak. Untuk mencapai penerimaan pajak yang maksimal, perlu adanya personil

44

yang bertanggungjawab terhadap pajak yang telah dilaporkan dan dibayarkan wajib pajak kepada negara. Aparat pajak sebagai pihak yang bertugas untuk memungut pajak kepada masyarakat diharapkan terdiri dari personil yang benarbenar dapat memberikan pelayanan yang baik dan bertanggungjawab untuk menyetorkan pajak yang telah dibayar masyarakat kepada negara. 4.4.2 Upaya-upaya yang dapat dilakukan KPP Batu untuk meningkatkan penerimaan PPh OP Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh KPP Batu untuk meningkatkan penerimaan PPh OP adalah dengan melakukan penyuluhan kepada seluruh lapisan masyarakat agar semua masyarakat menyadari pentingnya peran pajak bagi pembangunan negara. Sehubungan dengan tarif yang ada saat ini, perlu adanya kegiatan sosialisasi yang difokuskan untuk memberikan pengertian bahwa tarif yang diterapkan saat ini sudah disesuaikan dengan keadaan perekonomian masyarakat, karena pemerintah sudah memberikan kemudahan bagi wajib pajak orang pribadi untuk dapat mengangsur pembayaran pajaknya dalam satu tahun pajak (PPh pasal 25), sehingga wajib pajak tidak diwajibkan untuk membayar sekaligus pada satu waktu, atau sebagai pengemban amanat dari masyarakat, KPP dapat memberikan usulan kepada pemerintah tentang kemungkinan adanya perubahan tarif PPh OP untuk tidak lagi menerapkan tarif pajak progresif tetapi menjadi tarif flat seperti tarif yang diterapkan di negara-negara lain karena telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa pajak progresif tidak baik dan menghambat pencapaian pemungutan pajak secara optimal. Begitu juga dengan SPT PPh OP, KPP dapat memberikan usulan tentang adanya penyederhanaan bentuk SPT PPh OP yang lebih simpel dan lebih mudah untuk dipahami, atau

45

yang lebih jauh lagi, KPP mengusulkan adanya peninjauan kembali mengenai sistem self assesment yang diterapkan saat ini kembali menjadi official assessment, karena disatu sisi walaupun sistem ini mencerdaskan wajib pajak, tetapi disisi lain juga menyulitkan petugas untuk mengetahui kebenaran dari SPT yang disampaikan oleh wajib pajak. Selain itu petugas juga kesulitan mendapatkan rekap akses dan rekap data dari wajib pajak. Bahkan, tim peneliti dari KPP pun akan merasa kesulitan mendapatkan bukti-bukti tentang kekayaan atau pendapatan wajib pajak. Cara yang paling cepat adalah melakukan sosialisasi pengisian SPT seperti yang diinginkan sebagian besar responden dalam penelitian ini, sehingga diharapkan pengembalian SPT dapat tepat waktu dan bebas dari kesalahan. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada aparat pajak, pemerintah telah melakukan modernisasi yang secara komprehensif dan simultan menyentuh instrumen perpajakan lain seperti sistem, institusi, pelayanan kepada masyarakat wajib pajak, pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan serta moral, etika serta integritas pertugas pajak melalui perubahan KPP biasa menjadi KPP Pratama. Dalam modernisasi tersebut, KPP memiliki seorang account representative (AR) yang menjadi ujung tombak pelayanan dan perantara antara DJP dan wajib pajak yang mengemban tugas melayani setiap wajib pajak. Keseriusan Pemerintah dalam hal ini adalah dengan menyeimbangkan reward and punishment serta menegakkan ketertiban etika, moral serta integritas petugas pajak. DJP pun telah menyusun kode etik pegawai DJP tentang 9 (sembilan) kewajiban pegawai dan 8 (delapan) larangan pegawai baik kepada masyarakat wajib pajak, sesama pegawai, atau pihak lain dengan sanksi setinggi-tingginya

46

pemberhentian dengan tidak hormat dan serendah-rendahnya pernyataan tidak puas secara tertulis. Sayangnya pihak KPP Batu kurang mengadakan sosialiasasi mengenai modernisasi tersebut yang menyebabkan masyarakat kurang informasi tentang adanya modernisasi dalam Kantor Pajak sehingga citra buruk aparat

masih melekat di masyarakat. Dengan adanya modernisasi di KPP, diharapkan tidak ada lagi suara-suara sumbang dari wajib pajak yang dirugikan oleh oknum di KPP. Pihak KPP hendaknya lebih ketat dalam melakukan pengawasan agar sistem baru yang diterapkan dapat menguntungkan kedua pihak sehingga tercipta suatu ketertiban yang berkesinambungan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Mengacu dari uraian pada bab-bab sebelumnya dan berdasarkan pengamatan data secara langsung yang berkaitan dengan penerimaan pajak penghasilan orang pribadi di wilayah kerja KPP Batu, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain : 1. Besarnya penerimaan pajak penghasilan orang pribadi pada KPP Batu selama kurun waktu 2004 sampai dengan 2006 belum menunjukkan pencapaian yang maksimal. 2. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan orang pribadi pada KPP Batu adalah tarif, Surat Pemberitahuan (SPT) dan

personil (aparat). 3. Tarif pajak penghasilan orang pribadi yang diterapkan pemerintah dirasakan terlalu tinggi sehingga membebani wajib pajak dalam membayar pajak. 4. Formulir SPT PPh OP yang dibuat pemerintah dinilai terlalu rumit dan tidak praktis sehingga menyulitkan wajib pajak dalam melaporkan

penghasilannya. 5. Citra aparat yang berkembang di masyarakat sebagai aparat yang arogan, tidak ramah, tidak transparan, dan tidak konsisten mempengaruhi interpretasi wajib pajak sehingga menimbulkan rasa tidak percaya

47

masyarakat terhadap aparat yang bertugas untuk menghimpun pajak dari masyarakat. 6. KPP Batu kurang mengadakan sosialisasi dan penyuluhan perpajakan yang menyebabkan kurangnya informasi yang diterima wajib pajak.

5.2. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas dan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disampaikan beberapa saran yang sekiranya dapat memberikan manfaat sebagai upaya dalam meningkatkan penerimaan Pajak Penghasilan orang pribadi di wilayah kerja KPP Batu. 1. Pihak Direktorat Jenderal Pajak dapat memberikan usulan kepada pemerintah tentang kemungkinan adanya perubahan tarif PPh OP untuk tidak lagi menerapkan tarif pajak progresif tetapi menjadi tarif flat seperti tarif yang diterapkan di negara-negara lain karena telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa pajak progresif tidak baik dan menghambat pencapaian pemungutan pajak secara optimal 2. Jajaran Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak sebagai instansi yang mengemban tanggung jawab pemungutan pajak diharapkan bisa meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai aparat pajak. Sehingga, dengan kualitas SDM yang bermutu dan jujur diharapkan dapat meningkatkan citra aparat pajak yang bisa dipercaya dalam mengelola pajak hingga tepat guna. Hal tersebut akan dapat memotivasi wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya, sehingga diharapkan penerimaan pajak

48

penghasilan khususnya PPh OP dapat memberikan kontribusi yang lebih besar lagi terhadap penerimaan negara. 3. Untuk lebih meningkatkan kesadaran wajib pajak akan kewajibannya, hendaknya pihak Direktorat Jenderal Pajak lebih sering mengadakan pembinaan atau penyuluhan mengenai pentingnya pajak, tata cara pembayaran atau penyetoran pajak, pengisian SPT Tahunan serta penerapan UndangUndang Perpajakan kepada masyarakat umum khususnya wajib pajak. Selain itu, apabila terdapat peraturan perpajakan baru atau bentuk SPT Tahunan yang baru, pihak Direktorat Jenderal Pajak perlu mensosialisasikannya kepada wajib pajak sehingga diharapkan bisa meningkatkan pengetahuan dan wawasan wajib pajak dalam bidang perpajakan.

Anda mungkin juga menyukai