Anda di halaman 1dari 4

8.4.

Bidang Keuangan Negara Kemudian dari sisi keuangan negara kebijakan yang dilakukan yaitu meningkatkan ketahanan fiskal dan mewujudkan kesinambungan fiskal. Permasalahan keuangan negara secara umum yaitu terbatasnya sumber-sumber pembiayaan dan besarnya kebutuhan dana untuk mengatasi permasalahan yang terus meningkat terutama untuk mengatasi berbagai macam bencana nasional seperti gempa bumi dan tsunami di NAD dan Sumut serta gempa DIY dan Jateng. Untuk mewujudkan ketahanan fiskal dan kesinambungan fiskal dalam jangka menengah pada sisi penerimaan negara dilakukan beberapa langkah sebagai berikut: 1. Melanjutkan modernisasi administrasi pajak dan kepabeanan dengan penerapan fiturfitur LTO pada Kantor Pajak Madya (KPP MTO) dan Kantor Pajak Pratama (KPP STO) 2. Melanjutkan intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan dalam rangka memperluas basis pajak, serta meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak untuk mendorong kepatuhan sukarela, melalui perluasan sistem e-registration, e-payment dan pembentukan pusat pemrosesan data. 3. Mengembangkan complain center 4. Mempercepat upaya penyelesaian Undang-undang Perpajakan 5. Untuk mengantisipasi perkembangan praktek-praktek perdagangan ilegal, dikembangkan manajemen risiko dalam penetapan jalur pelayanan, pengoptimalan hasil intelijen sebagai sebagai salah satu parameter dalam penerapan jalur pelayanan impor, mengembangkan pangkalan data intelijen dan penerapan Post Seizures Analysis secara efektif dan menerapkan National Single Windows dan ASEAN Single Windows. Untuk meningkatkan ketahuan fiskal negara juga dilakukan melalui peningkatan penerimaan bukan pajak. Kebijakan yang dilakukan untuk meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pungutan PNBP yaitu : 1. Optimalisasi penerimaan SDA minyak bumi dan gas alam terutama dengan meningkatkan lifting/ produksi minyak tanah. 2. Menyempurnakan administrasi dan Monitoring penerimaan bagian pemerintahan atas laba BUMN

3. Meningkatkan optimalisasi dan efektivitas pemungutan PNBP sektor SDA non-migas 4. Peninjauan dan penyempurnaan peraturan PNBP pada masing-masing Kementrian/ Lembaga 5. Peningkatan pengawasan dan penyetoran PNBP yang dikelola Kementrian/ Lembaga Kebijakan untuk meningkatkan ketahanan fiskal dan kemandirian fiskal juga ditempuh melalui upaya meningkatkan efektivitas belanja negara seperti peningkatan kesejahteraan aparatur negara, mempertajam prioritas anggaran yang dikelola pemerintah pusat dan daerah, mempertajam prioritas subsidi, menyediakan harga satuan (unit cost) untuk pengadaan barang dan jasa yang menjadi beban APBN, menyusun dan merumuskan peraturan perundang-undangan di bawah UU no. 32 tahun 2004 dan UU no. 33 tahun 2004, menyusun dan merumuskan kebijakan pendapatan daerah, menyusun dan merumuskan kebijakan dalam penetapan alokasi dana transfer, menyusun dan merumuskan kebijakan pendapatan daerah dan harmonisasi.

HUTANG LUAR NEGERI


Keberadaan hutang luar negeri hampir tidak bisa dilepaskan dari proses pembangunan negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia untuk mengatasi kesenjangan tabungan yaitu lebih kecilnya nilai tabungan dibandingkan dengan nilai investasi. Perubahan orientasi politik dari orde lama yang menempatkan politik sebagai panglima kepemerintahan orde baru yang berorientasi pada pembangunan ekonomi membawa perubahan strategi pembangunan ekonomi. Secara teoritis hutang luar negeri dapat dibenarkan untuk menutup kelangkaan dan pembangunan domestik yang diharapkan dengan pengelolaan dana secara hati-hati dan terarah dapat digunakan untuk membangun proyekproyek pembangunan yang hasilnya untuk membayar cicilan hutang dan bunganya. Persoalan hutang luar negeri kemudian menjadi persoalan serius setelah secara akumulatif jumlahnya semakin membengkak dan memberatkan anggan negara. Beban pembayaran pokok dan bunga hutang luar negeri yang semakin menyurutkan peran pemerintah untuk lebih mengarahkan anggaran negara bagi pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Hutang luar negeri yang skenario awalnya hanya sekedar sebagai pelengkap dana pembangunan sekarang menjadi pembangunan itu sendiri. 9.1. Pasang Surut Hutang Luar Negeri Indonesia Peralihan pemerintahan dari orde lama ke orde baru menyisakan persoalan ekonomi yang cukup berat yaitu tingginya tingkat inflasi, pengangguran, rusaknya infrastruktur, ekonomi, krisis pangan dan defisit neraca perdagangan. Untuk memulihkan keadaan ekonomi diperlukan dana dalam negeri yang bersumber dari ekspor masih sangat kecil, sehingga dibutuhkan suntikan dana dari luar langkah strategis dilakukan pemerintah melalui kebijakan konsolidasi, rehabilitasi dan stabilisasi dengan melakukan pendekatan kepada pihak luar negeri untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan : 1. Penjadwalan kembali hutang luar negeri yang lama. 2. Mencari bantuan keuangan yang baru untuk memperbaiki posisi neraca pembayaran. 3. Menarik investor asing Realisasi dari langkah yang diambil pemerintah mendapat respons dari pemerintah Jepang dengan meniadakan pertemuan multilateral pertama di Tokyo yang diikuti oleh negara-negara kreditur yang dikenal dengan Tokyo Club bulan September 1966 untuk membicarakan masalah ekonomi dan keuangan serta masalah hutang luar negeri

Indonesia. Forum Tokyo Club kemudian dilanjutkan dengan Paris Meeting tahun 1967 yang merupakan pertemuan multilateral kedua dengan negara-negara kreditur yang berhasil merumuskan kesepakatan untuk melakukan rescheduling hutang-hutang lama dan dilanjutkan dengan pertemuan di Den Haag bulan Februari 1967 untuk membicarakan bantuan baru yang diperlukan Indonesia. Pertemuan di Den Haag itulah yang merupakan embrio berdirinya Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI). Pertemuan pertama IGGI dihadiri 7 negara anggota yaitu AS, Belanda, Indonesia, Italia, Jerman Barat, Jepang dan Inggris. Negara non anggota yang hadir sebagai peninjau adalah Austria, Kanada, Norwegia, Selandia Baru dan Swiss. Lembaga-lembaga internasional yang berperan penting dalam pembicaraan menyangkut hutang luar negeri Indonesia yaitu IMF, World Bank/ IBRD, ADB dan UNDP. Sebagai peninjau adalah Organization of Economic Corporation and Development (OECD) yaitu satu organisasi yang merupakan wadah perkumpulan negara-negara industri untuk menyalurkan bantuan pembangunan kepada negara-negara berkembang. Pemerintah telah menentukan kriteria pokok dalam permasalahan hutang luar negeri dengan menyelaraskan dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif sesuai GBHN, yaitu : 1. Bantuan luar negeri tidak boleh dikaitkan dengan ikatan politik 2. Syarat pembayaran harus dalam batas-batas kemampuan untuk membayar kembali 3. Penggunaan bantuan luar negeri haruslah untuk pembiayaan proyek -proyek yang produktif dan bermanfaat Persoalan hutang luar negeri bergeser pada aspek peningkatan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan pinjaman luar negeri yang menunjukkan semakin sulitnya mendapatkan pinjaman-pinjaman baru yang bersifat lunak. Efektivitas dan efisiensi pinjaman luar negeri dalam pembangunan infrastruktur misalnya menyangkut seberapa jauh alokasi pinjaman luar negeri mampu memberikan manfaat yang nyata serta seberapa

Anda mungkin juga menyukai