Anda di halaman 1dari 40

TEORI STIMULUS RESPON

TEORI STIMULUS RESPON JOHN DOLLARD DAN N.E. MILLER


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah PSIKOLOGI KEPRIBADIAN II Oleh: SITI KHOIRIYAH B07206060 Dosen Pembimbing: Drs. HAMIM ROSYIDI, M.Si NIP. 150 231 821

PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2008

BAB I

PENDAHULUAN John Dollard dan Neil E. Miller keduanya mengabdi di Institute Of Human Relation, antara Dollard dan Neil E. Miller berbeda dalam mengambil suatu gagasan namun dengan pendekatan psikoanalisis antropologi dan sosial keduanya melakukan sebuah gagasan teori yang nantinya sangat berpengaruh di bidang psikologi yang dikenal dengan stimulus response theori yang berkaitan dengan teori belajar. Dari teori yang diketemukan oleh Dollard dan Miller bahwa mereka beranggapan bahwa Habit atau kebiasaan merupakan salah satu elemen dalam struktur kepribadian, kemudian bagaimana Dollard dan Miller menjelaskan dinamika kepribadian perkembangan kepribadian serta tingkah laku abnormal. Dari paparan di atas pemakalah juga menyajikan Teori Dollard-Miller dalam Prespektif Islam. Pemakalah memberi judul Teori Stimulus Respon Dollard Miller.

BAB II PEMBAHASAN A. Biografi Dollard dan Neil E. Miller 2.1. Biografi John Dollard John Dollard dilahirkan di Menasha, Wisconsin, pada tanggal 29 Agustus 1900. Ia menerima gelar A.B. dari Universitas Wisconsin pada tahun 1922 dan berturut-turut meraih M.A. (1930) dan Ph.D.-nya (1931) dalam bidang sosiologi di Universitas Chicago. Dari tahun 1926 sampai dengan 1929 la menjadi salah seorang pembantu rektor Universitas Chicago. Pada tahun 1932 ia menerima jabatan rektor di bidang antropologi di Universitas Yale dan pada tahun berikutnya menjadi lektor di bidang sosiologi pada Institut of Human Relations yang baru saja didirikan. Pada tahun 1935, ia menjadi peneliti pada institut tersebut dan pada tahun 1948 menjadi peneliti dan profesor di

bidang psikologi. Ia dipensiunkan sebagai profesor pada tahun 1969. Ia memperoleh pendidikan dalam psikoanalisis dari Institut Berlin dan menjadi anggota dari Western New England Psychoanalytic Society. Keyakinan Dollard dan dedikasi pribadinya terhadap penyatuan ilmu-ilmu pengetahuan sosial tercermin tidak hanya dalam tulisan-tulisannya tetapi juga dalam fakta bahwa ia pernah mengemban tugas-tugas akademik di bidang antropologi, sosiologi, dan psikologi pada satu universitas. Perlu dicatat bahwa kegiatan interdisiplinernya ini berlangsung di masa masing-masing disiplin kurang begitu menyukai integrasi dibandingkan dengan masa sekarang. Dollard telah menulis banyak artikel teknis dalam ilmu-ilmu pengetahuan sosial mulai dari etnologi sampai psikoterapi. Ia telah mengarang sejumlah buku yang juga mencerminkan minatnya yang luas itu. Caste and class in a Southern town (1937) adalah suatu penelitian lapangan yang sangat dihargai mengenai peranan orang-orang kulit hitam dalam suatu masyarakat di bagian selatan di AS dan merupakan salah satu contoh karya awal analisis kebudayaan dan kepribadian. Karya ini disusul oleh sebuah buku serupa, Children of bondage (1940), yang ditulis bersama Allison Davis. Ia menerbitkan dua buku berisi analisis psikologis tentang rasa takut: Victory over fear (1942) dan Fear in battle (1943); dan suatu monograf penting mengenai penggunaan bahan sejarah kehidupan, Criteria for the life history (1936). Bersama Frank Auld dan Alice White ia menerbitkan Steps in psychotherapy (1953), sebuah buku yang menyajikan suatu metode psikoterapi yang mencakup pendeskripsian yang rinci tentang individu yang sedang dalam perawatan, dan bersama Frank Auld menerbitkan Scoring human motives (1959).[1] 2.2. Biografi Neil E. Miller Neil A. Miller, yang lahir pada tahun 1920, memulai kariernya di kampus sebagai pembicara dan mengampu mata pelajaran Bahasa Inggris. Tahun 1941, dia menerima gelar masternya dari University of Alabama. : Sedangkan pada tahun 1946, dia menerima gelar Ph.D-nya dari Harvard dan mulai belajar psikolinguistik. Tahun 1951, Miller memublikasikan buku pertamanya, berjudul "Language and Communication". Di dalam buku tersebut, dia berargumen bahwa tradisi

behavioris tidaklah mencukupi untuk menanggung beban dalam menerangkan bahasa. Miller menulis karya paling terkenalnya pada tahun 1956: "The Magical Number Seven, Plus or Minus Two: Some Limits on Our Capacity for Processing Information". Di dalam karya tersebut, dia menerangkan bahwa memori berjangka pendek hanya bisa mempertahankan sekitar tujuh batang yang disebut potongan-potongan (chunks) - informasi: Tujuh kata, tujuh angka, tujuh wajah, dan dalam hal apa pun. Inilah yang masih dianggap akurat sampai sekarang. Tahun 1960, Miller mendirikan Center for Cognitive Studies di Harvard bersama developmentalis kognitifis terkenal, Jerome Bruner. Pada tahun yang sama, dia memublikasikan "Plans and the Structure of Beharrtor" (bersama Eugene Galanter dan Karl Pribram, 1960), yang mengerangkakan konsepsi mereka tentang psikologi kognitif. Keduanya menggunakan komputer sebagai model pembelajaran mereka terhadap manusia, dan menggunakan analogi-analogi seperti itu sebagai cara untuk memproses informasi, mengodekannya, dan cara mendapatkan kembali informasi tersebut. Miller beranjak begitu jauh dalam mendefinisikan psikologi sebagai kajian pikiran, seperti yang telah sebelumnya didefinisikan ulang oleh para behavioris tentang psikologi sebagai kajian perilaku. [2] Neal E. Miller dilahirkan di Milwaukee, Wisconsin, pada tanggal 3 Agustus 1909 dan meraih gelar B.S.-nya dari Universitas Washington pada tahun 1931. Ia meraih gelar M,.A.-nya dari Universitas Stanford pada tahun 1932 dan Ph.D.-nya di bidang psikologi dari Universitas Yale pada tahun 1935. Dari tahun 1932 sampai dengan tahun 1935 ia menjadi asisten di bidang Psikologi pada Institute of Human Relations dan antara tahun 1935-1936 ia mendapat bersiswa dari Social Science Researc Council dan memanfaatkannya untuk mengikuti pendidikan analisis pada Institut Psikoanalisis Wina. Dari tahun 1936 sampai tahun 1940, menjadi asisten dosen dan selanjutnya lektor pada Institute of Human Relations. Ia menjadi peneliti dan lektor pada tahun 1941. Dari tahun 1942 sampai tahun 1946, ia memimpin suatu proyek penelitian psikologi untuk Angkatan Udara AS. Pada tahun 1946, ia

kembali ke Universitas Yale, menjadi profesor dalam program kuliah James Rowland Angell di bidang psikologi pada tahun 1952. Ia menetap di Yale sampai tahun 1966n dan selanjutnya menjadi profesor psikologi dan kepala Laboratorium Psikologi Fisiologis pada Universitas Rockefeller. Selain karena kerjasamanya dengan John Dollard, Miller juga sangat terkenal di kalangan psikologi berkat karya eksperimental dan teoretisnya yang cermat tentang proses pemerolehan dorongan-dorongan, hakikat perkuatan, dan penelitian tentang konflik. Penelitian awalnya semata-mata bersiifat behavioral, tetapi sejak tahun 1950-an Miller mulai menaruh perhatian pada mekanisme-mekanisme fisiologis yang mendasari dorongan dan perkuatan serta gejala-gejala sejenis lainnya. Karya ini disajikan secara rinci dalam terbitan-terbitan jurnal, meskipun banyak di antaranya telah pula diringkaskan dalam tiga bab buku pegangan yang sangat elok (Miller, 1944, 1951a, 1959). Penghargaan atas sumbangan-sumbangannya tercermin pada berbagai tanda jasa yang diterimanya. Ini meliputi keanggotaannya dalam National Academy of Science yang bergengsi itu, terpilih menjadi ketua American Psychological Association (1959), menerima medali Warren dari Society of Experimental Psychologist (1957), dan menerima Medal of Science dari Presiden (1965), suatu tanda kehormatan yang hanya dimilikinya bersama dua ilmuwan behavioral lain. Pada tahun 1959 beberapa anggota staf Institute of Human Relations, termasuk Dollard dan Miller, menerbitkan suatu monograf berjudul Frustration and aggression (1939). Karya ini merupakan suatu contoh awal dan menarik bentuk penerapan yang akan kita bicarakan dalam bab ini. Para penulis berusaha menganalisis frustasi dan akibatnya menurut konsep S-R. Dalam monograf tersebut, mereka menyajikan suatu perumusan yang sistematis tentang pendirian teoretik ini, dilengkapi dengan sejumlah besar penelitian dan prediksi tentang peristiwa-peristiwa yang masih harus diobservasi. Karya ini tidak hanya memberi ilustrasi tentang integrasi antara konsep S-R, perumusan psikoanalitik, dan buktibukti antropologis, tetapi juga memberikan bukti tentang keberhasilan perpaduan ini, karena telah mendorong banyak penelitian empiris serupa. Miller dan Dollard bersama-sama telah menulis dua buku yang berisi penerapan versi yang disederhanakan dari teori Hull pada masalah-masalah yang menjadi garapan

psikolog sosial (Social leraning and imitation, 1941) dan pada masalah-masalah yang menjadi perhatian psikolog klinis atau psikolog kepribadian ( Personality and psychotherapy, 1950).[3] B. Latar Belakang Teori Dollard Miller Teori ini merupakan hasil usaha dua orang yang sangat piawai dalam soal penelitian laboratorium maupun penelitian klinis, untuk memodifikasikan dan menyederhanakan teori perkuatan Hull sehingga dapat digunakan dengan mudah dan efektif untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa yang menjadi perhatian utama para psikolog sosial dan klinis. Detil-detil teori ini terbentuk bukan hanya bertolak dari perumusan-perumusan Hull tetapi juga dari teori psikoanalitis serta temuan-temuan dan generalisasi-generalisasi dari antropologi sosial. Seperti akan kita lihat, konsep kebiasaan, yang menggambarkan suatu hubungan S-R yang stabil, menempati posisi penting dalam teori ini. Sesungguhnya, sebagian terbesar dari teori ini menyangkut penetapan kondisi-kondisi spesifik di mana aneka kebiasaan terbentuk dan menghilang. Sejumlah kecil konsep yang digunakan untuk maksud ini telah dimanfaatkan dengan amat cerdik oleh para penulis tersebut untuk menerangkan gejala-gejala yang menjadi pusat perhatian para klinikus, misalnya, represi, pemindahan (displacement), dan konflik. Pada berbagai kesempatan mereka telah berusaha menarik dart tulisan-tulisan psikoanalitik dan observasi klinis pengertian-pengertian penting mengenai tingkah laku yang selanjutnya mereka gabungkan dengan konsep-konsep S-R mereka. Maka, sebagian besar penerapan teorinya berupa penerjemahan hasil observasi umum, atau perumusan teoretis yang kabur, ke dalam istilah-istilah teori S-R yang lebih lugas, objektif. Meskipun penerjemahan itu sendiri bukan merupakan tujuan yang sangat penting, usaha ini seringkali membuka jalan ke arah wawasan-wawasan dan prediksiprediksi baru mengenai peristiwa-peristiwa empiris yang tidak teramati, dan fungsifungsi ini merupakan sumbangan teoretis yang paling berharga.[4] Inti teori mereka merupakan suatu deskripsi tentang proses belajar. Prinsip-prinsip belajar yang diterapkan oleh Dollard dan Miller dalam kehidupan sehari-hari ditemukan dalam penelitian-penelitian laboratorium yang terkontrol yang umumnya menggunakan binatang-binatang sebagai subjek. Karena itu, pengetahuan tentang prinsip-prinsip

laboratorium dan juga tentang pengertian teoretis tertentu mengenai prinsip-prinsip laboratorium-, sangat penting untuk memahami teori kepribadian mereka.[5] C. Struktur Kepribadian Kebiasaan (habit) adalah satu-satunya elemen dalam Teori Dollard dan Miller yang memiliki sifat struktural. Habit adalah ikatan atau asosiasi antara stimulus dengan respon, yang relatif stabil dan bertahan lama dalam kepribadian. Karena itu gambaran kebiasaan seseorang tergantung pada event khas yang menjadi pengalamannya. Namun susunan kebiasaan itu bersifat sementara. Dollard & Miller menyerahkan kepada ahli lain rincian perangkat habit tertentu yang mungkin menjadi ciri seseorang, karena mereka lebih memusatkan bahasannya mengenai proses belajar, bukan kepemilikan atau hasilnya. Namun mereka menganggap penting kelompok habit dalam bentuk stimulus verbal atau kata-kata - dari orang itu sendiri atau dari orang lain, dan responnya yang umumnya juga berbentuk verbal. Dollard dan Miller juga mempertimbangkan dorongan sekunder (secondary drives), seperti rasa takut sebagai bagian kepribadian yang relatif stabil. Dorongan primer (Primary drive.) dan hubungan S-R yang bersifat bawaan (innate) juga menyumbang struktur kepribadian, walaupun-kurang penting dibanding habit dan dorongan sekunder, karena dorongan primer dan hubungan S-R bawaan ini menentukan taraf umum seseorang, bukan membuat seseorang menjadi unik.[6] Dalam eksperimen hipotesis yang dilakukan oleh Miller dengan subyek tikus laboratorium menggunakan sebuah kotak persegi dengan lantai berjaringan kabel listrik. Kotak tersebut dibagi menjadi dua ruang dengan sekat sebagai pagar yang digunakan untuk lompat tikus dengan sebuah bel listrik yang dibunyikan bersamaan dengan dialiri arus listrik. Dari eksperimen yang dilakukan oleh Miller ini akan memunculkan sesuatu yang berupa dorongan habit dalam teorinya. Dorongan adalah konsep motivasional dalam sistem Hullian dan dipandang berfungsi membangkitkan tingkah laku tetapi tidak menetapkan arahnya. Pada contoh

ini, dorongannya bersifat bawaan atau primer, berdasarkan rasa sakit. Tentu saja, masih ada sejumlah dorongan primer (primary drives) selain rasa sakit, seperti rasa lapar, haus, dan seks. Contoh-contoh terakhir, berbeda dengan rasa sakit, merupakan keadaankeadaan deprivasi atau kekurangan akibat tertahannya sejenis stimulus tertentu, seperti makanan, dan akan direduksikan dengan memberi organisme stimulus yang tepat, bukan dengan menghilangkan stimulasi yang bersifat membahayakan. Berikut Skema Teori Miller: Analisis teoritis tentang proses-proses yang terlibat dalam pengondisian klasik suatu respon emosional berdasarkan rasa sakit ST kejutan r emos SD (dorongan) Remos

Kebiasaan SKbel Sebenarnya, Miller mengajukan dalil bahwa setiap stimulus internal atau eksternal, jika cukup kuat, mampu__ membangkitkan suatu _dorongan dan memicu tindakan. Seperti tersirat dalam pernyataan ini, dorongan-dorongan memiliki kekuatan yang berbeda-beda, dan makin kuat dorongan itu maka makin bersemangat atau makin tahan uji juga tingkah laku yang digerakkannya. Dalam eksperimen kita, misalnya, kekuatan tingkah laku emosionalnya yang dapat diamati yang terjadi dalam diri para subjek sebagai respon terhadap ST dan kemudian, kekuatan respon melompati penyekat yang dipelajari dipengaruhi oleh tingkat kejutan yang diberikan.

Mula-mula bunyi bel listrik itu sama sekali tidak mampu membangkitkan tingkah laku-tingkah laku emosional berkaitan dengan kejutan. Tetapi setelah bunyi bel dan kejutan berulangkali diberikan, maka bel tersebut mendapatkan kapasitas untuk membangkitkan remos internal serupa dengan yang aslinya ditimbulkan oleh ST yang menyakitkan; suatu respon terkondisi (RK) telah diperoleh. Dalam sistem Hullian yang digunakan oleh Dollard dan Miller, belajar digambarkan sebagai pembentukan hubungan asosiatif antara stimulus terkondisi (bunyi bel) dan respon (r emos) dan digambarkan dengan konsep teoretis, kebiasaan (habit). Sebagaimana akan dibahas secara lebih rinci sebentar lagi, Hull mengemukakan dalil bahwa supaya terbentuk kebiasaan, selain stimulus dan respon harus terjadi secara berdekatan dalam hal waktu dan ruang, maka respon tersebut juga harus disertai dengan perkuatan atau hadiah. Apabila kondisi terakhir terpenuhi, maka kekuatan kebiasaan S-R akan meningkat sejalan dengan jumlah kali stimulus dan responnya terjadi bersama-sama. Penyajian bunyi bel dan kejutan secara berulang-ulang pada sesi pertama percobaan kita disertai terhindarnya subjek dari kejutan yang berfungsi sebagai pemerkuat adalah cukup untuk membentuk kebiasaan yang relatif kuat. Segera setelah r emos yang terkondisi secara klasik terbentuk, maka penyajian bunyi belnya sendiri tidak hanya membangkitkan remos, tetapi juga memicu rangkaian peristiwa selanjutnya yang aslinya terkait dengan penyajian kejutan. Jadi, pola khusus stimulasi internal SD akan dibangkitkan dan dikombinasikan dengan bunyi bel, ia akan berperan sebagai isyarat untuk membangkitkan tingkah laku terbuka yang sama seperti yang sebelumnya dibangkitkan oleh kejutan. Selanjutnya, respon-respon yang bisa diamati ini digerakkan atau digiatkan oleh sifat-sifat dorongan yang terdapat pada SD. Karena dorongan ini dibangkitkan oleh respon yang dipelajari terhadap stimulus yang sebelumnya netral, maka dorongan itu dikenal sebagai dorongan yang diperoleh atau dorongan sekunder (secondary drive), berbeda dengan dorongan primer (primary drive) yang dibangkitkan oleh respon-respon terhadap stimulasi yang menyakitkan. Untuk membedakan rangkaian remos -----> SD Yang dibangkitkan oleh kejutan dari rangkaian yang terkondisi secara klasik yang dibangkitkan oleh bunyi bel, maka yang terakhir ini diberi sebutan khusus: kecemasan atau rasa takut.[7]

Dollard dan Miller kurang menaruh minat pada unsur-unsur struktural atau unsurunsur yang relatif tak berubah dalam kepribadian. Secara konsisten mereka lebih berminat pada proses belajar dan perkembangan kepribadian. Tanpa menekankan aspekaspek struktural itu, konsep-konsep manakah yang mereka gunakan untuk menggambarkan sifat-sifat stabil dan menetap pada individu? Kebiasaan adalah konsep kunci dalam teori belajar yang dianut Dollard dan Miller. Telah kita ketahui, suatu kebiasaan adalah pertautan atau asosiasi antara suatu stimulus (isyarat) dan suatu respon. Asosiasi-asosiasi yang dipelajari atau kebiasaankebiasaan bisa terbentuk tidak hanya antara stimulus-stimulus eksternal dan responrespon terbuka, tetapi juga antara stimulus-stimulus dan respon-respon internal. Bagian terbesar teori mereka adalah mengenai penetapan kondisi-kondisi dalam mana kebiasaan-kebiasaan diperoleh dan dihapus atau diganti, dan hanya sedikit atau sama sekali tidak menyinggung penggolongan kebiasaan-kebiasaan atau penyusunan daftar aneka-ragam kebiasaan penting yang diperlihatkan orang-orang. Meskipun kepribadian terutama terdiri dari kebiasaan-kebiasaan, namun struktur khusus kebiasaan-kebiasaan itu akan tergantung pada peristiwa-peristiwa unik yang pernah dialami oleh individu yang bersangkutan. Selanjutnya, struktur ini hanya bersifat sementara kebiasaan-kebiasaan seseorang hari ini dapat berubah sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman yang diperolehnya keesokan harinya. Dollard dan Miller merasa cutup menentukan prinsip-prinsip yang mengatur pembentukan kebiasaan dan menyerahkan kepada masing-masing klinikus atau peneliti tugas untuk menentukan kebiasaan-kebiasaan khas orang-seorang. Akan tetapi, mereka berusaha menekankan dengan panjang lebar bahwa segolongan kebiasaan-kebiasaan yang penting bagi manusia dihasilkan oleh stimulus-stimulus verbal, apakah stimulus-stimulus itu dihasilkan oleh orang-orang itu sendiri atau oleh orang lain, dan bahwa respon-responnya seringkali juga bersifat verbal. Sejumlah kebiasaan dapat melibatkan respon-respon internal yang pada gilirannya membangkitkan stimulus-stimulus internal yang memiliki sifat-sifat dorongan. (Kita telah memeriksa rasa takut sebagai salah satu contoh dorongan yang dihasilkan oleh respon dan yang bersifat dipelajari.) Dorongan-dorongan sekunder ini juga harus dipan-

dang sebagai bagian-bagian kepribadian yang bersifat menetap. Dorongan-dorongan primer dan hubungan-hubungan S-R bawaan juga merupakan unsur bagi pembentukan struktur kepribadian. Akan tetapi, dorongan-dorongan primer dan hubungan-hubungan bawaan itu selain kurang penting dalam tingkah laku manusia dibandingkan dengan dorongan-dorongan sekunder dan jenis-jenis kebiasaan lainnya, juga menentukan sifatsifat yang sama-sama dimiliki oleh semua individu sebagai anggota spesies yang sama, dan bukannya menentukan keunikan mereka.[8] D. Dinamika Kepribadian Dollard dan Miller sangat eksplisit dalam mendefinisikan sifat motivasi, dan mereka menguraikan secara sangat rinci perkembangan dan perluasan motif-motif; tetapi sekali lagi, mereka tidak tertarik pada taksonomi dan klasifikasi. Malahan mereka telah berfokus pada motif-motif penting tertentu, seperti kecemasan. Dalam analisis mereka mengenai motif-motif ini, mereka berusaha menjelaskan proses umum yang berlaku untuk semua motif. Pengaruh dorongan-dorongan pada subjek manusia dibuat rumit oleh munculnya sejumlah besar dorongan baru hasil penurunan ataupun pemerolehan. Selama proses pertumbuhan, ma sing-masing individu mengembangkan sejumlah besar dorongan sekunder yang tugasnya membangkitkan tingkah laku. Dalam masyarakat modern, stimulasi dorongan sekunder umumnya telah menggantikan fungsi asli stimulasi dorongan primer. Dorongan-dorongan yang diperoleh, seperti kecemasan, rasa malu, dan keinginan untuk menyenangkan orang lain, mendorong sebagian terbesar perbuatan kita. Implikasinya, peranan dorongan-dorongan primer dalam kebanyakan hal tidak lagi bisa diobservasi dalam situasi biasa pada seorang dewasa yang memasyarakat. Hanya dalam proses perkembangan, atau pada masa-masa krisis (gaga1 mengikuti cara-cara adaptasi yang ditentukan oleh kebudayaan) orang dapat mengamati dengan jelas bekerjanya dorongan-dorongan primer tersebut. Kiranya juga jelas bahwa kebanyakan perkuatan dalam kehidupan sehari-hari subjek manusia tidak berupa hadiah-hadiah primer. Melainkan berupa peristiwaperistiwa yang mulanya netral namun kemudian memiliki nilai hadiah karena terus-

menerus dialami bersamaan dengan perkuatan primer. Senyuman seorang ibu, misalnya; menjadi suatu hadiah yang diperoleh atau hadiah sekunder yang sangat berpengaruh bagi bayi karena terus-menerus diasosiasikan dengan pemberian makan, popok, dan bentuk-bentuk tindakan pemeliharaan lain yang sifatnya mendatangkan rasa nikmat atau menghilangkan ketaknyamanan fisik. Hadiah-hadiah sekunder sering dengan sendirinya mampu memperkuat tingkah laku. Akan tetapi kapasitasnya untuk memperkuat bukan tak terbatas, kecuali jika hadiah-hadiah sekunder tersebut kadang-kadang tetap terjadi bersamaan dengan perkuatan primer. Pertanyaan tentang proses terjadinya perubahanperubahan ini mengantar kita pada persoalan yang lebih luas tentang perkembangan kepribadian.[9] 1. Motifasi Dorongan Dollard dan Miller memperhatikan motivasi dorongan (drive). Dalam kehidupan manusia banyak muncul dorongan yang dipelajari (secondary drive) berdasarkan dorongan primer seperti makan, lapar, haus dan seks. Dengan yang dipelajari berperan sebagai wajah semu fungsinya menyembunyikan dorongan bawaan. Dollard-Miller mengemukakan bahwa bukan hanya dorongan primer yang diganti oleh dorongan sekunder, tetapi penguat (hadiah) yang primer dapat diganti dengan penguat sekunder.[10] 2. Proses Belajar Dollard-Miller melakukan eksperimen rasa takut terhadap tikus. Dengan eksperimen tersebut mendemonstrasikan beberapa prinsip belajar yaitu: a. Classical conditioning (terkondisi merespon stimulus) b. Instrumental learning (belajar merespon) menghindari rasa sakit. c. Extinction (tingkah laku menghindar) d. Primary drive (tertekan) muncul learned (secondary drive) atau rasa takut kemudian memotivasi tingkah laku.

Dari eksperimen tersebut dapat disimpulkan bahwa orang bisa belajar harus adanya keinginan (want something), mengenali sesuatu (notice something, mengerjakan do something), dan mendapat sesuatu (get something), sehingga muncul empat komponen utama belajar, yakni: a. Drive stimulus yang mendorong terjadinya kegiatan b. Cue adalah stimulus yang memberi petunjuk perlunya dilakukan kesopanan yang sesungguhnya. c. Response adalah aktivitas yang dilakukan seseorang d. Reinforcement adalah hadiah sebagai drive pereda dorongan agar belajar bisa terjadi.[11] 3. Proses Mental yang Lebih Tinggi a. Perluasan stimulus respon (teori belajar tidak hanya menjelaskan tingkah laku yang sederhana, tetapi juga hal-hal yang makna dan terapan berkaitan dengan persoalan kepribadian yang komplek. b. Generalisasi stimulus yakni respon yang dipelajari dalam kaitannya dengan suatu stimulus, dapat dipakai untuk menjawab stimulus lain yang bentuk atau wujud fisiknya mirip. c. Reasoning merupakan pengganti perbuatan nyata menjadi cue producing. Response internal yang lebih efisien untuk memecahkan masalah dari pada berbuat mencoba-coba. d. Bahasa, merupakan respon isyarat yang penting sesudah reasoning e. Scondary drive Tingkah laku tidak semata-mata diatur oleh penguat primer, karena cue sering berasosiasi dengan kepuasan dorongan primer dapat menjadi

reinforcement sekunder. Umumnya drive skunder bersifat renta, jika drive berulang kali gagal mendapat reinforcement maka drive menjadi lemah.[12] E. Perkembangan Kepribadian 1. Perangkat innate (respon sederhana dan primary process) Perubahan dari bayi yang sederhana menjadi dewasa, menurut Dollard-Miller bayi memiliki juga keperkir primitive antara lain: a. Reflek spesifik b. Respon bawaan hirarkis c. Dorongan primer d. Konteks sosial 2. Konteks sosial Dillard-Miler menekankan saling ketergantungan antara tingkah laku dengan lingkungan sosio kultural. 3. Training situation Analisis Dollard-Miller situasi pada bayi banyak memakai formulasi Freud, yakni: a. Feeding situation b. Cleanliness-training c. Early Sec training d. Anger-anxiety.[13] F. Tingkah Laku Abnormal

Formulasi tingkah laku konflik menurut Dollard-Miller bahwa konflik yang parah mendasari tingkah laku menyedihkan dan symptom neurotic, karena konflik membuat orang tidak dapat merespon yang secara normal dapat meredam drives yang tinggi. Ada tiga bentuk konflik, yakni: 1. Konflik approach-avoidance 2. Konflik approach-approach 3. Konflik yang mengikuti lima asumsi dasar mengenai tingkah laku: a. Kecenderungan mendekat (gradient of approach) b. Kecenderungan menghindar (gradien of avoidance) c. Peningkatan gradient of avoidance d. Meningkatkan dorongan berkaitan meningkatkan gradient. e. Manakah ada dua respon bersaing yang lebih kuat akan terjadi.[14] G. Teori Dollard-Miller dalam Perspektif Islam Teori Dollard-Miller jika dilihat dalam perspektif Islam yakni dinamika kepribadian adanya suatu potensi kehidupan (thaqatun hayawiyatun) merupakan kekuatan pendorong bagi dinamika gerak manusia dan penjamin eksistensinya dalam kehidupan potensi. Kehidupan dimaksud ada dua macam: (1) kebutuhan-kebutuhan jasmani (al-hajatul aludhiwyah) dan (2) naluri-naluri (al-gharaiz) Kebutuhan jasmani merupakan kebutuhan yang terkait dengan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk hidup yang memerlukan terus-menerus pasokan energi dan kondisi tertentu bagi kelangsungan kehidupan. Kebutuhan jasmani mempunyai dua karakter yang khas:

1. Pemuasan bersifat harus, jika tidak jiwa akan terancam atau mati (makan, minum, buang hajat, bernafas). 2. Stimulus (rangsangan) yang membangkitkan adanya kebutuhan internal (manusia merasa butuh makan karena lapar). Adanya kebutuhan jasmani pada diri manusia dapat dirasakan langsung tiap orang. Allah berfirman: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu diwaktu malam dan siang hari, dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya, sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang mendengar. (QS. Ar-Ruum: 23) Allah juga berfirman: Orang ini tidak lain hanyalah manusia biasa seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan minum dari apa yang kamu minum (QS. Al-Muminun: 33) Naluri adalah potensi di dalam diri manusia yang mendorong manusia untuk cenderung kepada sesuatu, atau meninggalkan sesuatu naluri adalah sesuatu yang substansinya tidak dapat diindera namun dapat terindra hanya manifestasi yang muncul dari naluri-naluri.[15] Penulis lebih condong bahwa dengan adanya kebutuhan-kebutuhan jasmani dan naluri bahwa kepribadian itu terbentuk oleh aqliyah (pola pikir), dan nafsiyah (pola sikap). Aqliyah (pola pikir) adalah cara yang digunakan untuk memikirkan sesuatu, sedang nafsiyah adalah cara yang digunakan seseorang untuk memenuhi tuntutan ghorizah dan Hajatul Al-Adawiyah yakni upaya memenuhi berdasarkan kaidah yang diimani dan diyakini.[16]

BAB III KESIMPULAN

Teori Dollard-Miler mengenai bentuk sederhana dalam teori belajar adalah mempelajari keadaan di mana terjadi hubungan antara respon dan cue stimulusnya. Teori Dollard-Miller biasanya disebut dengan teori stimulus respon. Walaupun jika dicermati dari biografi antara John Dollar dan Neal E Miller terdapat perbedaan yang dalam hal ini mengenai gagasan kedua tokoh tersebut. Miller menyajikan suatu gagasan dan temaun-temuan penting dalam psikologi eksperimental, sedangkan Dollard memberikan sumbangan penting dalam bidang antropologi dan sosiologi. Walaupun demikian, keduanya sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman di Institute of Human Relations. Dengan prinsip-prinsip asosiasi, ganjaran (reinforcement menjadi penting dalam hal analisis kepribadian dan sosial kultural. Dengan teori Dollard-Miller dapat menjelaskan, antara lain: 3. Struktur kepribadian 4. Dinamika kepribadian yang mempengaruhi: b. Motivasi c. Proses belajar d. Proses mental yang lebih tinggi e. Secondary drive 3. Perkembangan kepribadian, yakni: a. Perangkat lunak b. Konteks sosial c. situation 4. Tingkah laku abnormal (penyimpangan-penyimpangan yang terjadi)

5. Bagaimana Islam mengkritisi teori Dollar-Miller. DAFTAR RUJUKAN Alwisol, Psikologi Kepribadian, Malang: UMM Press, 2004 A. Supartiknya, (Calvin, S. Hall), Teori-teori Sifat dan Behavioristik, Yogyakarta, IKAPIKANISIUS, 1998. George Georee, Sejarah Psikologi, Yogyakarta: Primasophie, 2005. Ismail Yusanto dan Sigit P. Membangun Kepribadian Islam, Jakarta: Khoirul Bayan press, 2005. HTI, (terj, Yasin), Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah Jakarta: HTI Press, 2008. Training TIM BKLDK, Mafahim BKLDK.Malang:UNM Press,2006 Hafidz Abdurrahman, Islam Politik Spiritual, Bogor:al Azhar Press, 2004 Muh Ismail, Bunga Rampai Pemikiran islam, Jakarta:Gema Insani Press, 2006

[1]

A. Supratiknya, Teori-teori Sifat dan Behavioristik (Yogyakarta: IKAPI Kanisius, 1998), hal. 206-207 George Georee, Sejarah Psikologi (Yogyakarta: Primasopthie, 2005), hal. 487-488 A. Supratiknya, Op.cit, hal. 207-208 A. Supratiknya, Op.cit. hal. 204-205 Ibid, hal. 208-209 Alwisol, Psikologi Kepribadian (Malang: UMM Press, 2004), hal. 401-402 A. Supratiknya, Op.cit. hal. 211-213. A. Supratiknya, Ibid. hal. 220-221 Ibid, hal. 221-222 George Georee, Op.cit. hal. 402. BAB II

[2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9]

[10]

PEMBAHASAN

1. A.

Biografi Neal A Miller

Neal E. Miller dilahirkan di Milwaukee, Wisconsin, pada tanggal 3 Agustus 1909 dan meraih gelar B.S.-nya dari Universitas Washington pada tahun 1931. Ia meraih gelar M,.A.-nya dari Universitas Stanford pada tahun 1932 dan Ph.D.-nya di bidang psikologi dari Universitas Yale pada tahun 1935. Dari tahun 1932 sampai dengan tahun 1935 ia menjadi asisten di bidang Psikologi pada Institute of Human Relations dan antara tahun 1935-1936 ia mendapat bersiswa dari Social Science Researc Council dan memanfaatkannya untuk mengikuti pendidikan analisis pada Institut Psikoanalisis Wina. Dari tahun 1936 sampai tahun 1940, menjadi asisten dosen dan selanjutnya lektor pada Institute of Human Relations. Ia menjadi peneliti dan lektor pada tahun 1941. Dari tahun 1942 sampai tahun 1946, ia memimpin suatu proyek penelitian psikologi untuk Angkatan Udara AS. Pada tahun 1946, ia kembali ke Universitas Yale, menjadi profesor dalam program kuliah James Rowland Angell di bidang psikologi pada tahun 1952. Ia menetap di Yale sampai tahun 1966n dan selanjutnya menjadi profesor psikologi dan kepala Laboratorium Psikologi Fisiologis pada Universitas Rockefeller. Selain karena kerjasamanya dengan John Dollard, Miller juga sangat terkenal di kalangan psikologi berkat karya eksperimental dan teoretisnya yang cermat tentang proses pemerolehan dorongan-dorongan, hakikat perkuatan, dan penelitian tentang konflik. Penelitian awalnya semata-mata bersiifat behavioral, tetapi sejak tahun 1950-an Miller mulai menaruh perhatian pada mekanisme-mekanisme fisiologis yang mendasari dorongan dan perkuatan serta gejala-gejala sejenislainnya. Karya ini disajikan secara rinci dalam terbitanterbitan jurnal, meskipun banyak di antaranya telah pula diringkaskan dalam tiga bab buku pegangan yang sangat elok (Miller, 1944, 1951a, 1959). Penghargaan atas sumbangansumbangannya tercermin pada berbagai tanda jasa yang diterimanya. Ini meliputi keanggotaannya dalam National Academy of Science yang bergengsi itu, terpilih menjadi ketua American Psychological Association (1959), menerima medali Warren dari Society of Experimental Psychologist (1957), dan menerima Medal of Science dari Presiden (1965), suatu tanda kehormatan yang hanya dimilikinya bersama dua ilmuwan behavioral lain. Pada tahun 1959 beberapa anggota staf Institute of Human Relations, termasuk Dollard dan Miller, menerbitkan suatu monograf berjudul Frustration and aggression (1939). Karya ini merupakan suatu contoh awal dan menarik bentuk penerapan yang akan kita bicarakan dalam bab ini. Para penulis berusaha menganalisis frustasi dan akibatnya menurut konsep S-R. Dalam monograf tersebut, mereka menyajikan suatu perumusan yang sistematis tentang pendirian teoretik ini, dilengkapi dengan sejumlah besar penelitian dan prediksi tentang peristiwa-peristiwa yang masih harus diobservasi. Karya ini tidak hanya memberi ilustrasi tentang integrasi antara konsep S-R, perumusan psikoanalitik, dan bukti-bukti antropologis, tetapi juga memberikan bukti tentang keberhasilan perpaduan ini, karena telah mendorong banyak penelitian empiris serupa. Miller dan Dollard bersama-sama telah menulis dua buku yang berisi penerapan versi yang disederhanakan dari teori Hull pada masalah-masalah yang menjadi garapan psikolog sosial (Social leraning and imitation, 1941) dan pada masalahmasalah yang menjadi perhatian psikolog klinis atau psikolog kepribadian.[1] 1. B. Struktur kepribadian Neal E. Miller

Kebiasaan (habit) adalah satu-satunya elemen dalam teori Miller yang memiliki sifat struktural. Habit adalah ikatan atau asosiasi antara stimulus dengan respon, yang relative stabil dan bertahan lama dalam kepribadian. Karena itu gambaran kebiasaan seseorang tergantung pada event khas yang menjadi pengalamannya. Namun susunan kebiasaan itu bersifat sementara. Maksudnya, kebiasaan hari ini mungkin berubah berkat pengalaman baru keesokan harinya. Miller menyerahkan kepada ahli lain rincian perangkat habit tertentu yang mungkin menjadi ciri seseorang, karena mereka lebih memusatkan bahasannya mengenai proses belajar, bukan kepemilikan atau hasilnya. Namun mereka menganggap penting kelompok habit dalam bentuk stimulus verbal dari orang itu sendiri atau dari orang lain, dan responnya yang umum juga berbentuk verbal. Miller juga mempertimbangkan dorongan sekunder (secondary drives), seperti rasa takut sebagai bagian kepribadian yang relative stabil. Dorongan primer (primary drives) dan hubungan stimulus-respon yang bersifat bawaan (innate) juga menyumbang struktur kepribadian, walaupun kurang penting dibanding habit dan dorongan sekunder, karena dorongan primer dan hubungan stimulus-respon bawaan ini menentukan taraf umum seseorang, bukan membuat seseorang menjadi unik.[2] 1. C.

Dinamika Kepribadian Neal E. Miller

Motivasi Dorongan (Motivation Drives)

Miller sangat memerhatikan motivasi atau drive. Dia tidak menggambar atau mengklasifikasi motif tertentu, tetapi memusatkan perhatiannya pada motif-motif yang penting, seperti kecemasan. Dalam menganalisa perkembangan dan elaborasi kecemasan inilah dia berusaha menggambarkan proses umum yang mungkin berlaku untuk semua motif. Dalam kehidupan manusia banyak sekali muncul dorongan yang dipelajari (secondary drives) dari atau berdasarkan dorongan primer seperti lapar, haus dan seks. Dorongan yang dipelajari itu berperan sebagai wajah semu yang fungsinya menyembunyikan dorongan bawaan. Kenyataannya, di masyarakat Barat yang modern, dari pengamatan sepintas terhadap masyarakat dewasa, pentinganya dorongan primer sering tidak jelas. Sebaliknya, yang kita lihat adalah dampak dari dorongan yang dipelajari seperti kecemasan, malu dan kebutuhan kepuasan. Hanya dalam proses perkembangan masa anak-anak atau dalam periode krisis dapat dilihat jelas beroperasinya dorongan primer. Miller mengemukakan bahwa bukan hanya dorongan primer yang diganti oleh dorongan sekunder, tetapi hadiah atau penguat yang primer ternyata juga diganti dengan hadiah atau penguat sekunder. Misalnya senyum orang tua secara bijak terus menerus dihubungkan dengan aktivitas pemberian makanan, penggantian popok dan aktivitas yang memberi kenyamanan lainnya: senyum akan menjadi hadiah sekunder yang sangat kuat bagi bayi sampai dewasa. Penting diperhatikan bahwa kemampuan hadiah/penguat sekunder untuk memperkuat tingkah laku itu tidak tanpa batas. Hadiah/penguat sekunder lama kelamaan menjadi tidak efektif , kecuali kalau hadiah/penguat sekunder itu kadang masih berlangsung bersamaan dengan penguat primer. Miller setuju dengan Freud yang memandang kecemasan adalah tanda bahaya, semacam antisipasi menghindari rasa sakit (yang pernah dialami pada masa lalu). Behaviorisme menjelaskan perolehan kecemasan sebagai tanda bahaya itu melalui proses kondisioning klasik, dan penyebarannya ke dalam pribadi dijelaskan melalui perolehan reinforsemen dan generalisasi stimulus.

Proses Belajar

Miller melakukan eksperimen rasa takut terhadap tikus. Peralatannya adalah kotak yang dasarnya diberi aliran listrik yang menimbulkan rasa sakit. Kotak itu diberi sekat yang dapat diloncati tikus, sisi satu diberi warna putih dan sisi lain diberi warna hitam. Dibunyikan bel bersamaan dengan pemberian kejutan listrik pada kotak putih yang membuat tikus kesakitan, yang segera dihentikan kalau tikus itu meloncat dari kotak putih ke kotak hitam. Ternyata sesudah terjadi proses belajar, warna kotak yang putih dan atau bunyi bel saja (tanpa kejutan listrik) telah membuat tikus meloncati sekat. Ini adalah reaksi takut terhadap rasa sakit. Percobaan ditingkatkan dengan menutp sekat dan memasang pengumpil yang harus ditekan tikus agar pintu penghubung ke sekat hitam terbuka (tikus bisa lari ke kotak hitam yang bisa bebas dari kejutan listrik dan bel berhenti). Ternyata kemudian tikus berhenti berusaha menabrak sekat (yang tidak dapat diloncati lagi), dan menemukan cara baru yakni menekan pengumpil untuk membuaka pintu sekat. Eksperimen ini mendemonstrasikan beberapa prinsip belajar yakni; 1. Classical conditioning (tikus terkondisi merespon bel sebagai tanda aka nada kejutan listrik) 2. Instrumental learning (tikus belajar respon meloncati sekat sebagai instrumental menghindari rasa sakit) 3. Extinction (tingkah laku meloncat tidak dilakukan lagi, diganti dengan menekan pengumpil) 4. Tampak pula primary drive (rasa sakit dan tertekan) memunculkan learned atau secondary drive (rasa takut) yang kemudian memotivasi tingkah laku organisme bahkan ketika sumber rasa sakit sudah tidak muncul. Dari eksperimen-eksperimennya, Dollard dan Miller menyimpulkan bahwa sebagian besar dorongan sekunder yang dipelajari manusia, dipelajari melalui belajar rasa takut dan anxiety. Mereka juga menyimpulkan bahwa untuk bisa belajar orang harus menginginkan sesuatu, mengenali sesuatu, mengerjakan sesuatu dan mendapat sesuatu (want something, notice something, do something, get something). Inilah yang kemudian menjadi empat komponen utama belajar, yakni drive, cue, response dan reinforcement. 1. Drive adalah stimulus (dari dalam diri organisme) yang mendorong terjadinya kegiatan tetapi tidak menentukan bentuk kegiatannya. Kekuatan drives tergantung kekuatan stimulus yang memunculkannya. Semakin kuat drivenya, semakin kuat tingkah laku yang dihasilkannya. 2. Cue adalah stimulus yang member petunjuk perlunya dilakuakn respon yang sesungguhnya. Pengertian cue mirip dengan pengertian realitas subjektif dari Rogers, yakni cue adalah petunjuk yang ada pada stimulus sepanjang pemahaman subjektif individu. 3. Response adalah aktivitas yang dilakukan seseorang. Menurut Miller, sebelum suatu respon dikaitkan dengan suatu stimulus, respon itu harus terjadi terlebih dahulu. Dalam situasi tertentu, suatu stimulus menimbulkan respon-respon yang berurutan, disebut initial hierarchy of response. Belajar akan menghilangkan beberapa respon yang tidak perlu, menjadi resultant hierarchy yang lebih efektif mencapai tujuan yang diharapkan.

Reinforcement adalah hadiah sebagai drive pereda dorongan agar belajar bisa terjadi. [3] Proses Mental yang Lebih Tinggi

Perluasan Stimulus Respon Miller memperluas apa yang dimaksud dengan stimulus respon,. Untuk contoh kasus, seorang pilot yang pesawatnya meledak karena diserang musuh, kemudian sang pilot menjadi fobia, takut terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pesawat dan pertempuran. Konsep drive, cue, response dan reinforcement menjadi kurang tepat karena stimuli penyebab takut bukan lagi suara ledakan, tetapi juga pikirandan ingatan tentang pesawat dan ledakannya. Sehingga teori belajar bukan hanya menjelaskan tingkah laku yang sederhana, tetapi juga hal-hal yang makna dan terapannya berkaitan dengan persoalan kepribadian yang kompleks. Pakar teori belajar tradisional umumnya beranggapan bahwa mengaburkan objektivitas dari definisi stimulus dan respon akan membuat teori belajar menjadi berbahaya yang sama dengan yang dihadapi psikoanalisis yakni; menjkadi sangat tidak cermat dan menipu. Namun perluasan pengertian itu membuat teori belajar tradisional terhindar dari objektivitas yang steril.

Generalisasi Stimulus

Menurut Miller, ada dua tipe interaksi individu dengan lingkungannya. Pertama, interaksi yang umumnya memiliki respon berdampak segera (immediate effect) terhadap lingkungan dan dituntun oleh cue atau situasi tunggal. Kedua, respon menghasilkan isyarat (cue producing response) yang fungsi utamanya membuka jalan terjadinya generalisasi atau diskriminasi. Respon yang dipelajari dalam dalam kaitannya dengan suatu stimulus, dapat dipakai untuk menjawab stimulus lain yang bentuk atau wujud fisiknya mirip. Ini disebut generalisasi stimulus (stimulus generalization). Semakin mirip stimulus lain itu dengan stimulus aslinya, peluang terjadinya generalisasi tingkah laku, emosi, pikiran atau sikap semakin besar. Pada manusia, bisa terjadi generalisasi mediasi (mediated stimulus generalization), yakni generalisasi karena stimulus lain dengan stimulus asli dimasukkan ke dalam klasifikasi yang sama berdasarkan alasan (reasoning) tertentu, atau diberi label (nama) yang sama.

Reasoning

Cue Producing Response itu umumnya terjadi melalui sejumlah event internal yang disebut alur berpikir (train of thought). Reasoning pada dasarnya merupakan pengganti perbuatan nyata menjadi Cue Producing Response internal yang lebih efisien untuk memecahkan masalah daripada mencoba-coba. Reasoning memungkinkan orang menguji alternatif respon tanpa benar-benar mencobanya, sehingga menyingkat proses memilih tindakan pada masa yang akan datang, mengantisipasi respon agar menjadi lebih efektif. Lebih lanjut, urutan berpikir itu dapat dipandang sebagai hubungan stimulus-respon dalam kondisioning klasik.

Bahasa (Ucapan, Pikiran, Tulisan Maupun Sikap Tubuh)

Merupakan respon isyarat yang penting sesudah reasoning. Dua fungsinya yang penting sebagai respon isyarat adalah generalisasi dan diskriminasi. Dengan member label yang sama terhadap dua atau lebih event yang berbeda, terjadi generalisasi untuk meresponnya secara sama. Sebaliknya, label yang berbeda terhadap event yang hampir sama memaksa orang untuk merespon event itu secara berbeda pula. Perbedaan antara stimuli dipengaruhi oleh factor sosiokultural. Milller sangat mementingkan peran bahasa dalam motivasi, hadiah dan pandangan ke depan. Kata mampu membangkitkan drive dan memperkuat atau member jaminan. Kata dapat berfungsi sebagai pengatur waktu, maksudnya kata dapat menguatkan tingkah laku sekarang secara verbal dengan menggambarkan konsekuensi masa yang akan datang. Jelasnya, intervensi verbal terhadap drive-cue-response-reinforcement telah membuat tingkah laku manusia menjadi semakin kompleks. Tanpa kata atau pikiran untuk mendukung motivasi lintas waktu, tingkah laku mungkin menjadi kurang konsisten dan kurang fleksibel.

Secondary Drives

Dalam masyarakat yang modern yang kompleks, tingkah laku tidak semata-mata diatur oleh penguat primer (misalnya, makanan dan air). Kehidupan manusia modern dibentuk oleh perjuangan memeroleh prestise, status, kebahagiaan, kekayaan, ketergantungan, dan sebagainya. Menurut Dollard dan Miller, stimulus atau cue apapun yang sering berasosiasi dengan kepuasan dorongan primer, dapat menjadi reinforcement sekunder. Umumnya drive sekunder bersifat rentan, manakala drive itu berulang-ulang gagal menjadi reinforcement, drive itu menjadi lemah. Anak yang gagal mendapat pujian orang tua karena usahanya tidak mencapai prestasi yang diharapkan, sering berakibat anak menjadi bosan dan menolak berusaha mendapat pujian. Pada drive primer itu tidak terjadi. Namun ada juga drive sekunder yang sangat mantap, bahkan lebih kuat dibandingkan dengan drive lapar dan rasa sakit fisik. Misalnya nilai kebenaran dan integritas tetap dipertahankan (sebagai sumber reinforcement) sampai mati.

Model Konflik

Formulasi tingkah laku konflik dari Miller sangat terkenal. Tidak ada seorang pun yang kalis dari konflik berbagai motif dan kecenderungan, dan konflik yang parah sering mendasari tingkah laku menyedihkan dan simptom neurotik, karena konflik itu membuat orang tidak dapat merespon secara normal dapat meredakan drives yang tinggi. Ada tiga bentuk konflik, yakni konflik approach-avoidance (orang dihadapkan dengan pilihan nilai positif dan negatif yang ada di satu situasi), konflik avoidance-avoidance (orang dihadapkan dengan dua pilihan yang sama-sama negatif), dan konflik approach- approach (orang dihadapkan dengan pilihan yang sama-sama positif). Ketiga konflik itu yang mengikuti lima asumsi dasar mengenai tingkah laku konflik berikut: 1. Kecenderungan mendekat (Gradient of Approach); kecendrungan mendekati tujuan positif semakin kuat kalau orang semakin semakin dekat dengan tujuannya itu. 2. Kecenderungan menghundar (Gradient of Avoidance); kecenderungan menghundar dari stimulus negatif semakin kuat ketika orang semakin dekat dengan stimulus negative itu. Dua asumsi diatas sebagian dapat dijelaskan dari prinsip yang lebih mendasar, yakni kecenderungan mendapat perkuatan (Gradient of Reinforcement) dan generalisasi stimulus (Stimulus Generalization). Pengertian kecenderungan mendapat

perkuatan: hadiah dan hukuman yang segera diberikan memberi dampak lebih besar dibanding menundanya. Semakin dekat ke tujuan, kenikmatan sebagai dampak dari pencapaian tujuan itu akan semakin segera diperoleh. Sedang generalisasi stimulus adalah fenomena; semakin jelas tujuannya, terjadi proses generalisasi tujuan sebagai stimulus, dan semakin kuat stimulus itu mendorong terjadinya respon yang sesuai. 3. Peningkatan gradient of avoidance lebih besar dibanding gradient of approach. 4. Meningkatnya dorongan yang berkaitan dengan mendekat atau menghindar akan meningkatkan tingkat gradient. Jadi meningkatnya motivasi akan memperkuat gradient mendekat atau gradient menjauh pada semua titik jarak dari tujuan. Hal sebaliknya akan terjadi kalau dorongannya menurun. 5. Jikalau ada dua respon yang bersaing, yang lebih kuat akan terjadi.

Ketidaksadaran

Miller memandang penting faktor ketidaksadaran, tetapi formula analisis asal muasal factor ini berbeda denga Freud. Miller membagi isi-isi ketidaksadaran menjadi dua. Pertama ketidaksadaran berisi hal yang tidak pernah disadarai, sperti stimuli, drive dan respon yang dipelajari bayi sebelum bisa berbicara sehingga tidak memiliki label verbal. Juga apa yang dipelajari secara nonverbal, dan detil dari berbagai keterampilan motorik. Kedua, berisi apa yang pernah disadari tetapi tidak bertahan dan menjadi tidak disadari karena adanya represi. Orang belajar melakuakan represi, atau menolak memikirkan sesuatu yang menakutkan, rasa takut akan berkurang. Kurangnya rasa takut itu dapat dipandang sebagai suatu reinforcement dari tingkah laku tidak memikirkan (represi) hal yang menakutkan. Orang kemudian memiliki repertoire tingkah laku tidak mudah takut. Kesadaran verbal sangat penting, karena label verbal sangat esensial dalam proses belajar. Generalisasi dan diskriminasi lebih efisien dengan memakai symbol verbal. Jika tanpa label maka kita dipaksa untuk bekerja dengan tingkat intelektual yang primitif. Kita harus terikat dengan ikatan stimulus yang nyata, dan tingkah laku kita mirip dengan tingkah laku bayi atau binatang yang tidak berbahasa. 1. D.

Perkembangan Kepribadian Neal E. Miller

Perangkat Innate, Respon Sederhana dan Primary Process

Miller menganggap perubahan dari bayi yang sederhana menjadi dewasa yang kompleks sebagai proses yang menarik, sehingga banyak karyanya yang menjelaskan masalah ini. Bayi memiliki tiga repertoire penting, yakni: 1. Refleks spesifik (specifics reflexes); Bayi memiliki beberapa refleks spesifik yang kebanyakan berupa respon tertentu terhadap stimulus atau kelompok stimulus tertentu. Misalnya, rooting reflex: sentuhan pada pipi direspon dengan memutar kepala kea rah pipi yang disentuh 2. Respon bawaan yang hirarkis (innate hierarchies of response);Kecenderungan melakukan respon tertentu sebelum melakukan respon lainnya. Misalnya, bayi berusaha menghindari stimulus yang tidak menyenangkan sebelum menangis.

3. Dorongan primar (primary drives); Stimulus internal yang kuat dan bertahan lama, yang biasanya berkaitan dengan proses fisiologik seperti lapar, haus dan rasa sakit. Drives ini memotivasi bayi untuk melakukan sesuatu tetapi tidak menentukan aktivitas spesifik apa yang harus dilakukan. Melalui proses belajar, bayi berkembang dari tiga repertoire tingkah laku primitif diatas menjadi dewasa kompleks. Makhluk bayi itu terus-menerus berusaha mengurangi tegangan, dorongan, memunculkan respon-respon, menjawab stimuli baru, memberi reinforsemen respon baru, memunculkan motif sekunder dari drive primer, dan mengembangkan proses mental yang lebih tinggi melalui mediasi generalisasi stimulus.

Konteks Sosial

Kemampuan memakai bahasa dan respon isyarat sangat dipengaruhi oleh konteks sosial dimana orang itu berkembang. Sebagian besar interaksi anak dengan lingkungannya berkenaan dengan bagaimana menghasilkan symbol komunikasi verbal (verbal cues), serta bagaimana memahami simbol verbal produk orang lain. Bahasa adalah produk sosial, dan kalau proses bahasa itu penting, lingkungan sosial pasti juga penting dalam perkembangan kepribadian. Miller menekankan saling ketergantungan antara tingkah laku dengan lingkungan sosiokultural. Ditunjukkannya bagaimana psikolog memberikan prinsip belajar yang membantu ilmuwan sosial memeperhitungkan secara sistematik event kultural yang penting, dan sebaliknya bagaimana ilmuwan sosial membantu teoritisi belajar menyesuaikan prinsipprinsip belajar dengan pengalaman nyata manusia yang menjadi kondisi belajar. Bagi Miller prinsip-prinsip belajarnya dapat diterapkan lintas budaya. Mereka yakin bahwa tingkah laku orang dipengaruhi oleh masyarakatnya.

Situasi Pembelajaran (Training Situation)

Seperti teoritisi psikoanalitik, Miller menganggap 12 tahun kehidupan awal sangat penting dalam menentukan tingkah laku dewasa. Berbeda dengan orang dewasa (dan anak) yang memiliki cara untuk keluar dari situasi yang menimbulkan frustrasi. Ada banyak peristiwa dimana konflik mental parah yang tidak disadari dapat terjadi. Dollard dan Miller mengemukakan empat hal yang mudah menimbulkan konflik dan gangguan emosi, yakni; situasi pemberian makan, toilet training(latihan kebersihan), pendidikan seks awal, dan latihan mengatur marah dan agresi. Analisis Miller terhadap empat situasi latihan diatasbanyak memakai formulasi Freud. Tabel Asal Muasal Konflik Emosional: Situasi Belajar yang Kritis ffikasi Tinggi Rendah Tinggi Lingkungan Responsif Tidak responsif Tidak Responsif Prediksi Hasil Tingkah Laku Sukses, melaksanakan tugas yang sesuai dengan kemampuannya Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang dianggapnya sulit Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi responsive, melakukan protes, aktivitas sosial, bahkan memaksakan perubahan

Rendah Responsif Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu 1. Situasi makan (feeding situation); adalah situasi pertama yang banyak mengajarkan sesuatu. 2. Pendidikan kebersihan (cleaning training); Belajar mengontrol proses urinasi dan defakasi merupakan tugas yang kompleks dan sulit bagi bayi. 3. Pendidikan seks awal (Early sex training); Tabu mengenai masturbasi yang membuat anak merasa sangat berdosa sesudah melakukan masturbasi, bersumber dari orang tua yang menanamkan dalam diri anak kecemasan yang sangat dalam seks. Pengendalian marah dan agresi (Anger-anxiety); Apabila anaknya marah, orang tua sering mengamuk, menghukum, sehingga anak belajar menekan rasa marahnya. Tanpa rasa marah ini akan membuat kepribadian anak tidak dapat berkembang BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Neal E. Miller dilahirkan di Milwaukee, Wisconsin, pada tanggal 3 Agustus 1909 dan meraih gelar B.S.-nya dari Universitas Washington pada tahun 1931. Ia meraih gelar M,.A.-nya dari Universitas Stanford pada tahun 1932 dan Ph.D.-nya di bidang psikologi dari Universitas Yale pada tahun 1935. Dari tahun 1932 sampai dengan tahun 1935 ia menjadi asisten di bidang Psikologi pada Institute of Human Relations dan antara tahun 1935-1936 ia mendapat bersiswa dari Social Science Researc Council dan memanfaatkannya untuk mengikuti pendidikan analisis pada Institut Psikoanalisis Wina. Dari tahun 1936 sampai tahun 1940, menjadi asisten dosen dan selanjutnya lektor pada Institute of Human Relations. Ia menjadi peneliti dan lektor pada tahun 1941. Dari tahun 1942 sampai tahun 1946, ia memimpin suatu proyek penelitian psikologi untuk Angkatan Udara AS. Pada tahun 1946, ia kembali ke Universitas Yale, menjadi profesor dalam program kuliah James Rowland Angell di bidang psikologi pada tahun 1952. Ia menetap di Yale sampai tahun 1966n dan selanjutnya menjadi profesor psikologi dan kepala Laboratorium Psikologi Fisiologis pada Universitas Rockefeller. Selain karena kerjasamanya dengan John Dollard, Miller juga sangat terkenal di kalangan psikologi berkat karya eksperimental dan teoretisnya yang cermat tentang proses pemerolehan dorongan-dorongan, hakikat perkuatan, dan penelitian tentang konflik. Penelitian awalnya semata-mata bersiifat behavioral, tetapi sejak tahun 1950-an Miller mulai menaruh perhatian pada mekanisme-mekanisme fisiologis yang mendasari dorongan dan perkuatan serta gejala-gejala sejenislainnya. Karya ini disajikan secara rinci dalam terbitanterbitan jurnal, meskipun banyak di antaranya telah pula diringkaskan dalam tiga bab buku pegangan yang sangat elok (Miller, 1944, 1951a, 1959). Penghargaan atas sumbangansumbangannya tercermin pada berbagai tanda jasa yang diterimanya. Ini meliputi keanggotaannya dalam National Academy of Science yang bergengsi itu, terpilih menjadi ketua American Psychological Association (1959), menerima medali Warren dari Society of Experimental Psychologist (1957), dan menerima Medal of Science dari Presiden (1965), suatu tanda kehormatan yang hanya dimilikinya bersama dua ilmuwan behavioral lain. Kebiasaan (habit) adalah satu-satunya elemen dalam teori Neal E Miller yang memiliki sifat struktural. Habit adalah ikatan atau asosiasi antara stimulus dengan respon, yang relative stabil dan bertahan lama dalam kepribadian. Karena itu gambaran kebiasaan seseorang

tergantung pada event khas yang menjadi pengalamannya. Namun susunan kebiasaan itu bersifat sementara. Maksudnya, kebiasaan hari ini mungkin berubah berkat pengalaman baru keesokan harinya. Mereka menganggap penting kelompok habit dalam bentuk stimulus verbal dari orang itu sendiri atau dari orang lain, dan responnya yang umum juga berbentuk verbal. Neal E Miller juga mempertimbangkan dorongan sekunder (secondary drives), seperti rasa takut sebagai bagian kepribadian yang relative stabil. Dinamika kepribadian menurut Neal E Miller meliputi, Motivasi Dorongan (Motivation Drives), Proses Belajar, Proses Mental yang Lebih Tinggi, Model Konflik, dan Ketidaksadaran, v Motivasi Dorongan Miller sangat memusatkan perhatiannya pada motif-motif penting seperti kecemasan atau dorongan Proses umum yang mungkin berlaku untuk semua motif, Miller mengemukakan bahwa bukan hanya dorongan primer yang diganti oleh dorongan sekunder, tetapi hadiah atau penguat yang primer ternyata juga diganti dengan hadiah atau penguat sekunder, Hadiah (penguat sekunder) lama-kelamaan menjadi tidak efektif kecuali kalau hadiah (penguat sekunder) itu kadang masih berlangsung bersamaan dengan penguat primer. v Proses belajar Sebagian besar dorongan sekunder yang dipelajari manusia, dipelajari melalui belajar rasa takut dan kecemasan. Kemudian untuk bisa belajar, orang harus menginginkan sesuatu, mengenalinya, mengerjakannya dan mendapatkannya. Menurut Neal E Miller, ada 4 komponen utama belajar yaitu, Drive, Cue, Response, Reinforcement. v Proses mental yang tinggi

Generalisasi stimulus (stimulus generalization. Semakin mirip stimulus lain itu dengan stimulus aslinya, maka peluang terjadinya generalisasi tingkah laku, emosi, pikiran atau sikap semakin besar Reasoning. Reasoningmemberi kemudahan untuk merencanakan, menekankan tindakan pada . Reasoning masa yang akan datang, mengantisipasi respon agar menjadi lebih efektif. Bahasa (ucapan, pikiran, tulisan maupun sikap tubuh). Kata dapat menguatkan tingkah laku sekarang secara verbal dengan menggambarkan konsekuensi masa yang akan datang Secondary drive, Stimulus atau cue yang sering berasosiasi dengan kepuasan dorongan primer dapat menjadi reinforcement sekunder. Semua drive sekunder, dapat dianalisis asosiasinya dengan drive primer,

v Model Konflik Menurut Neal E Miller, konflik membuat orang tidak dapat merespon secara normal v Ketidaksadaran

Menurut Neal E Miller, faktor ketidaksadaran sangat penting, tetapi berbeda dengan Freud . Neal E Miller membagi isi-isi ketidaksadaran menjadi dua, yaitu

ketidaksadaran berisi hal yang tidak pernah disadari juga apa yang dipelajari secara nonverbal dan detail dari berbagai ketrampilan motorik. Berisi apa yang pernah disadari tetapi tidak bertahan dan menjadi tidak disadari karena adanya represi.

Perkembangan kepribadian menurut Neal E Miller ada 3 yaitu diantaranya, Perangkat Innate, Respon Sederhana dan Primary Process, Konteks Sosial, Situasi Pembelajaran (Training Situation). DAFTAR PUSTAKA Alwisol, 2004, Psikologi Kepribadian, Malang: UMM Press A. Supartiknya, (Calvin, S. Hall), 1998, Teori-teori Sifat dan Behavioristik, Yogyakarta: IKAPI-KANISIUS Georee, George, 2005, Sejarah Psikologi, Yogyakarta: Primasophie http://a11no4.wordpress.com/2010/03/21/teori-stimulus-respon-hull-dollard-miller/ [1] http://a11no4.wordpress.com/2010/03/21/teori-stimulus-respon-hull-dollard-miller/ [2] Alwisol, Psikologi Kepribadian (Malang: UMM Press, 2004), hal. 401-402 [3] George Georee, Sejarah Psikologi (Yogyakarta: Primasopthie, 2005), hal. 402-405

A11no4's Weblog The miles are getting longer, it seems..


Cari Blog in

Beranda About

Aphasia, Apa lagi sih? Kenali Dyscalculia sejak dini 21 Mar

Teori Stimulus Respon Hull, Dollard & Miller


Posted 21 Maret 2010 by a11no4 in Psikologi. Ditandai:Psikologi. 15 Komentar BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG John Dollard dan Neil E. Miller keduanya mengabdi di Institute Of Human Relation, antara Dollard dan Neil E. Miller berbeda dalam mengambil suatu gagasan namun dengan pendekatan psikoanalisis antropologi dan sosial keduanya melakukan sebuah gagasan teori yang nantinya sangat berpengaruh di bidang psikologi yang dikenal dengan stimulusresponse theory yang berkaitan dengan teori belajar. Dari teori yang diketemukan oleh Dollard dan Miller bahwa mereka beranggapan bahwa kebiasaan merupakan salah satu elemen dalam struktur kepribadian, kemudian bagaimana Dollard dan Miller menjelaskan dinamika kepribadian, perkembangan kepribadian serta tingkah laku abnormal. 1. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalahnya seperti apa dinamika kepribadian dalam teori stimulus respon Hull, Dollard dan Miller. 1. TUJUAN Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah agar dapat mengerti lebih jauh tentang teori stimulus respon Hull, Dollard dan Miller. 1. MANFAAT Makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang positif yaitu dapat menambah wawasan yang lebih mendalam tentang teori stimulus respon Hull, Dollard dan Miller. BAB II PEMBAHASAAN 2.1. Clark L. Hull 2.1.1. Biografi Leonard Clark Hull dilahirkan di Akron, New York pada 24 Mei 1884. Ia dibesarkan di Michigan, dan mendiami satu kelas selama bertahun-tahun. Hull mempunyai masalah kesehatan di mata. Orang tuanya miskin, dan Hull pernah menderita polio. Pendidikan yang ditempuhnya beberapa kali terputus karena sakit dan masalah keuangan. Tetapi setelah lulus,

dia memenuhi syarat sebagai guru dan menghabiskan banyak waktunya untuk mengajar di sekolah negeri yang kecil di Sickle, Michigan. Setelah memperoleh bachelor dan gelar master di Universitas Michigan, ia beralih ke psikologi, dan menerima Ph.D. psikologi di tahun 1918 dari University of Wisconsin, dimana dia tinggal selama sepuluh tahun sebagai instruktur. Penelitian doctor- nya pada Aspek kuantitatif dari Evolution of Concepts telah diterbitkan dalam Psychological Monographs. Selama waktu itu, Hull mempelajari efek dari merokok tembakau pada kinerja, yang kemudian dibahasnya pada beberapa literatur yang disertai dengan pengujian, selanjutnya mulai penelitian tentang saran dan hipnose. Pada 1929, Clark Hull melanjutkan penelitiannya di Yale University dan mulai serius terhadap perkembangan teori perilakunya. Sampai akhir karirnya, Hull dan mahasiswa didominasi behavioristik psikologi. Clark Hull meninggal pada 10 Mei 1952, di New Haven, Connecticut. Hull adalah seorang tokoh teori belajar behavioristik. Hull tertarik dengan teori belajar yang membuat dia menghasilkan beberapa buku yang berhubungan dengan teori belajar, antara lain Mathematico Deductive Theory of Role Learning yang ditulis bersama-sama dengan Hovland, Perkins, dan Fitch. Hull juga menulis Principles of Behavior and Essentials of Behavior. Buku terakhir yang ditulisnya adalah A Behavior System. Selain menulis buku Hull juga menulis sejumlah artikel bagi majalah-majalah profesional. 2.1.2. Konsep dan Teori Belajar Clark L. Hull mendasarkan teori belajarnya pada tingkah laku yang diselidiki dengan hubungan perkuatan S- R. Metode yang digunakan merupakan metode matematika, deduktif, dan dapat dites atau diuji. Teori dari Hull sebenarnya tidak jauh beda dengan teori belajar lainnya. Beberapa persamaan teori belajar Hull dengan teori belajar sebelumnya adalah sebagai berikut: a) b) c) d) Berdasarkan asosiasi S-R Berdasarkan cara melangsungkan hidup. Berdasarkan kebutuhan biologis dan pemenuhannya. Orientasinya kepada teori Pavlov.

Hull juga mengembangkan beberapa definisi, antara lain: 1. Kebutuhan (Need) Kebutuhan merupakan keadaan organisme yang menyimpang dari kondisi biologis optimum pada umumnya yang digunakan untuk melangsungkan hidupnya. Jika kebutuhan tersebut timbul maka organisme akan bertindak untuk memenuhi kebutuhannya, hal tersebut dinamakan mereduksi kebutuhan dan teori belajarnya disebut teori reduksi kebutuhan atau need reduction theory. 1. Dorongan (Drive)

Kondisi kekosongan ganda organisme sehingga mendorong untuk melakukan sesuatu. Istilah lain dari dorongan adalah motif. Adakalanya seseorang merasa ingin melakukan sesuatu namun orang tersebut tidak memiliki dorongan untuk melakukannya. 1. Perkuatan (Reinforcement) Sesuatu yang dapat memperkuat hubungan S- R, dan respon terhadap stimulus tersebut dapat mengurangi ketegangan kebutuhan. Perkuatan biasanya berupa hadiah. Kebutuhan yang timbul akan menyebabkan terbentuknya suatu perilaku yang akan mereduksi kebutuhan secara berangsur-angsur yang dapat dipelajari responnya. Stimulus yang dapat menimbulkan respon adalah stimulus yang mengenai saraf sensoris atau reseptor kemudian menimbulkan impuls yang masuk afferent, yaitu saraf gerak dan dapat mengaktifkan otototot maskuler. S dengan huruf besar merupakan stimulus dan obyeknya. s dengan huruf kecil merupakan stimulus dalam organisme, stimulus yang sudah berupa impuls. Impuls merupakan perangsang atau stimulus yang sudah ada dan bekerja dalam saraf. Dalam teori kali ini yang akan kita pakai S dengan huruf besar. Hull membedakan tendensi untuk timbulnya R dan r. R untuk respon yang nampak, faktual, dan r adalah predisposisi respon yang masih dalam aktivitas saraf. r merupakan respon yang masih ada didalam organisme, jadi tidak nampak, tapi mempengaruhi tingkah laku. Hull mengganti S- R menjadi SHR, dimana H merupakan habit. Hull membedakan antara learning dengan performance. Tindakan dipengaruhi oleh banyak hal, tetapi belajar hanya dipengaruhi oleh faktor jumlah waktu, respon khusus terjadi karena kontinu dengan perkuatan. Menurut Hull tingkah laku bersumber pada kebutuhan yang merupakan tuntutan hidup. 2.1.3. Postulat yang Diajukan Oleh Hull Hull mengajukan enam belas postulat dalam cakupan enam hal yakni sebagiai berikut: 1. Tanda-tanda luar yang mendorong atau membimbing tingkah laku dan representasi neuralnya atau saraf. Postulat 1: Impuls saraf afferent dan bekas lanjutannya. Jika suatu perangsang mengenai reseptor, maka timbullah impuls saraf afferent dengan cepat mencapai puncak intensitasnya dan kemudian berkurang secara berangsur-angsur. Sesaat saraf afferent berisi impuls dan diteruskan kepada saraf sentral dala beberapa detik dan seterusnya timbul respon. S- R diubah menjadi S- s- R atau S- s- r- R. Simbol s adalah impuls atau stimulus trace dalam saraf sensoris, dan simbol r adalah impuls respon yang masih dalam saraf fferent. Postulat 2: Interaksi saraf afferent. Impuls dalam suatu saraf afferent dapat diteruskan ke satu atau lebih saraf afferent lainnya. R timbul tidak hanya karena satu stimulus, tetapi lebih dari satu S yang lalu terjadi kombinasi berbagai stimulus. Rumusnya akan berubah menjadi S- rR. 1. Respon terhadap kebutuhan, hadiah dan kekuatan kebiasaan.

Postulat 3: Respon-respon bawaan terhadap kebutuhan (tingkah laku yang tidak dipelajari). Sejak lahir organisme mempunyai hierarki respon penentu kebutuhannya yang timbul karena ada rangsangan-rangsangandan dorongan. Respon terhadap kebutuhan tertentu bukan merupakan respon pilihan secara random, tetapi respon yang memang ditentukan oleh kebutuhannya, misalnya mata kena debu maka mata berkedip dan keluar air mata. Postulat 4: Hadiah dan kekuatan kebiasaan; kontiguitas dan Reduksi Dorongan sebagai kondisi-kondisi untuk belajar. 1. Kekuatan kebiasaan akan bertambah jika kegiatan-kegiatan reseptor dan efektor terjadi dalam persamaan waktu yang menyebabkan hubungan kontiguitif dengan hadiah pertama dan hadiah kedua. Simbol kekuatan kebiasaan adalah sHs. Stimulus pengganti (ekuaivalen) Postulat 5: Generalisasi (penyamarataan) Kekuatan kebiasaan yang efektif timbul karena stimulus lain daripada stimulus pertama yang menjadi persyaratan bergantung kepada penindakan stimulus kedua dari yang pertama dalam kesatuan yang terus menerus dari ambang perbedaan, dengan kata lain yang ingin dibentuk merupakan hasil rata-rata persyaratan stimulus berikutnya. 1. Dorongan-dorongan sebagai akitivator respon. Postulat 6: Stimulus dorongan. Hubungan dengan tiap-tiap dorongan adalah stimulus dorongan karakteristik yang intensitasnya meningkat dengan kekuatan dorongan. Postulat 7: Potensi reaksi yang ditimbulkan oleh dorongan. Kekuatan kebiasaan disintesiskan kedalam potensi reaksi dengan dorongan-dorongan primer yang timbul pada saat tertentu. 1. Faktor-faktor yang melawan respon-respon Postulat 8: Pengekangan reaksi. Timbulnya suatu reaksi menyebabkan pengekangan reaksi yang lain. Suatu kejemuan untuk mengulangi respon. Pengekangan reaksi adalah penghamburan waktu yang spontan. Postulat 9: Pengekangan yang dikondisikan (diisyaratkan). Stimuli yang dihubungkan dengan penghentian respon menjadi pengekangan yang dikondisikan. Postulat 10: Osilasi pengekangan. Potensial pengekangan dihubungkan dengan potensial reaksi yang bergoyang terus menerus pada waktu itu. 1. Bangkitnya respon. Postulat 11: Reaksi ambang perangsang. Potensi reaksi efektif yang momentum harus melampaui reaksi ambang perangsang sebelum stimulus membangkitkan reaksi. Postulat 12: Kemungkinan reaksi diatas ambang perangsang. Kemungkinan respon adalah fungsi normal dari potensi reaksi efektif melampaui reaksi ambang perangsang. Postulat 13: Latensi (keadaan diam atau berhenti). Makin potensi reaksi efektif melampaui reaksi ambang perangsang makin pendek latensi respon, artinya respon makin cepat timbul.

Postulat 14: Hambatan berhenti (ekstingsi). Makin besar potensi reaksi efektif, makin besar respon yang timbul tanpa perkuatan, sebelum berhenti atau ekstingsi. Postulat 15: Amplitudo respon (besarnya respon). Besarnya dorongan dilantari atau disebabkan oleh peningkatan kekuatan potensi efektif reaksi dalam sistem saraf otonom. Postulat 16: Respon-respon yang bertentangan. Jika potensi-potensi reaksi kepada dua atau lebih respon-respon yang bertentangan terjadi dalam organisme pada waktu yang sama, maka hanya reaksi yang mempunyai potensi reaksi yang lebih besar akan terjadi responnya. Hull mengajukan postulat- postulat tersebut dengan maksud ingin mempelajari terbentuknya tingkah laku secara sistematis dan matematis. Dari enam belas postulat yang menjadi inti adalah postulat nomor empat, yakni mengenai hadiah dan kekuatan kebiasaan. Peningkatan dari hadiah yang berturut- turut memuncak terbentuknya kombinasi kekuatan kebiasaan yang bergantung kepada peningkatan hadiah. Jika ditarik esensi teori belajar pada analisis Hull adalah operasi dasar hadiah, pengaruh ulangan, dan gradiasi hadiah. Hull mengemukakan ada tiga fungsi yang berbeda mengenai dorongan, yaitu: Tanpa adanya suatu dorongan tidak akan ada perkuatan primer, sebab perkuatan primer akan menyebabkan penurunan cepat dari dorongan. Tanpa adanya dorongan tidak akan timbul respon, sebab dorongan akan mengaktivir kebiasaan dalam potensi reaksi. Hull berasumsi bahwa dorongan akan melipatgandakan kekuatan kebiasaan. Tanpa stimulus dorongan yang jelas, tidak akan terjadi regulasi kebiasaan dari kebutuhan pada organisme, maka tidak ada cara untuk mempelajari. 2.1.4. Hypotetico Deductive Theory Teori belajar ini dikembangkan Hull dengan menggunakan metode deduktif. Hull percaya bahwa pengembangan ilmu psikologi harus didasarkan pada teori dan tidak semata-mata berdasarkan fenomena individual atau secara induktif. Teori ini terdiri dari beberapa postulat yang menjelaskan pemikirannya tentang aktivitas otak, reinforcement, habit, reaksi potensial, dan lain sebagainya (Lundin, 1991, pp.193-195). Sumbangan utama Hull adalah pada ketajaman teorinya yang detil, ditunjang dengan hasilhasil eksperimen yang cermat dan ekstensif. Akibatnya ide Hull banyak dirujuk oleh para ahli behavioristik lainnya dan dikembangkan. Namun walaupun demikian Hull juga mendapatkan banyak kritikan yang diberikan padanya, diantaranya sebagai berikut: 1. Teorinya dianggap terlalu kompleks dan sulit dimengerti. Dalam setiap penelitiannya Hull selalu mengembangkan sistem yang rumit dan sangat bergantung kepada matematika elaborasi. 2. Idenya tentang proses internal dianggap abstrak dan sulit dibuktikan melalui eksperimen empiris. 3. Partikularistic, usaha untuk menggeneralisasi hasil eksperimen secara berlebihan.

2.1.5. Mathematico Deductive Hull Teori belajar ini merupakan satu perlakuan sistematis dari belajar berdasarkan teori pengkondisian klasik dan dinyatakan dalam bentuk postulat- postulat deduktif dan akibatakibatnya yang bersifat wajar. Hukum asasi dari perolehan kemahiran beranggapan bahwa kekuatan kebiasaan itu dibangun secara beransur- angsur dalam bentuk tambahan atau kenaikan- kenaikan kebiasaan, lewat penguatan yang berdekatan dari unit- unit S- R atau stimulus- respon. Kekuatan kebiasaaan itu bisa dibuat peka kedalam bentuk daya guna atau prestasi oleh dorongan- dorongan (drives). Apabila tidak terdapat unsur dorongan, prestasi akan menurun sampai angka nol. Bila tidak ada kekuatan kebiasaan, prestasi juga akan menurun sampai titik nol karena dorongan dan kekuatan kebiasaaan itu saling berhubugnan dalan satu fungsi yang multiplikatif (fungsi perkalian). Oleh karena semua teori- teori yang berdasarkan prinsipprinsip pengkondisian ternyata benar, maka Hull menggunakan teori pemusnahan dan penghambatan, agar bisa menerangkan dan menghitung masalah penyusutan reaksi. Pemusnahan jelas disebabkan oleh pengulangan tanpa upaya penguatan pada reaksi-rekasi. Perangsang yang berasosiasi dekat dengan satu reaksi yang mengalami proses pemusnahan atau pemadaman, akan mampu menghambat munculnya reaksi tersebut. Peristiwa lupa akan material verbal atau hal- hal lisan, diduga merupakan satu kemunduran atau kerusakan fungsi sepanjang perjalanan waktu. Untuk mengukur jalannya proses belajar, Hull mengemukakan beberapa kemungkinan diantaranya: 1. Latensi (tersembunyi, belum kelihatan) reaksi, atau kecepatan dengan mana satu reaksi muncul mengikuti penyajian perangsangnya. 2. Kemungkinan reaksi. 3. Jumlah ulangan-ulangan yang diperlukan untuk bisa mengakibatkan pemusnahan. 2.2. Dollard & Miller 2.2.1. Biografi 2.2.1.1 John Dollard John Dollard dilahirkan di Menasha, Wisconsin, pada tanggal 29 Agustus 1900. Ia menerima gelar A.B. dari Universitas Wisconsin pada tahun 1922 dan berturut-turut meraih M.A. (1930) dan Ph.D.-nya (1931) dalam bidang sosiologi di Universitas Chicago. Dari tahun 1926 sampai dengan 1929 la menjadi salah seorang pembantu rektor Universitas Chicago. Pada tahun 1932 ia menerima jabatan rektor di bidang antropologi di Universitas Yale dan pada tahun berikutnya menjadi rektor di bidang sosiologi pada Institut of Human Relations yang baru saja didirikan. Pada tahun 1935, ia menjadi peneliti pada institut tersebut dan pada tahun 1948 menjadi peneliti dan profesor di bidang psikologi. Ia dipensiunkan sebagai profesor pada tahun 1969. Ia memperoleh pendidikan dalam psikoanalisis dari Institut Berlin dan menjadi anggota dari Western New England Psychoanalytic Society. Keyakinan Dollard dan dedikasi pribadinya terhadap penyatuan ilmu-ilmu pengetahuan sosial tercermin tidak hanya dalam tulisan- tulisannya tetapi juga dalam fakta bahwa ia pernah mengemban tugastugas akademik di bidang antropologi, sosiologi, dan psikologi pada satu universitas.

Dollard telah menulis banyak artikel teknis dalam ilmu-ilmu pengetahuan sosial mulai dari etnologi sampai psikoterapi. Ia telah mengarang sejumlah buku yang juga mencerminkan minatnya yang luas itu. Caste and class in a Southern town (1937) adalah suatu penelitian lapangan yang sangat dihargai mengenai peranan orang- orang kulit hitam dalam suatu masyarakat di bagian selatan di AS dan merupakan salah satu contoh karya awal analisis kebudayaan dan kepribadian. Karya ini disusul oleh sebuah buku serupa, Children of bondage (1940), yang ditulis bersama Allison Davis. Ia menerbitkan dua buku berisi analisis psikologis tentang rasa takut: Victory over fear (1942) dan Fear in battle (1943); dan suatu monograf penting mengenai penggunaan bahan sejarah kehidupan, Criteria for the life history (1936). Bersama Frank Auld dan Alice White ia menerbitkan Steps in psychotherapy (1953), sebuah buku yang menyajikan suatu metode psikoterapi yang mencakup pendeskripsian yang rinci tentang individu yang sedang dalam perawatan, dan bersama Frank Auld menerbitkan Scoring human motives (1959). 2.2.1.2. Neil Miller Neal Miller dilahirkan di Milwaukee, Wisconsin, pada tanggal 3 Agustus 1909 dan meraih gelar B.S.-nya dari Universitas Washington pada tahun 1931. Ia meraih gelar M,.A.-nya dari Universitas Stanford pada tahun 1932 dan Ph.D.-nya di bidang psikologi dari Universitas Yale pada tahun 1935. Dari tahun 1932 sampai dengan tahun 1935 ia menjadi asisten di bidang Psikologi pada Institute of Human Relations dan antara tahun 1935-1936 ia mendapat beasiswa dari Social Science Researc Council dan memanfaatkannya untuk mengikuti pendidikan analisis pada Institut Psikoanalisis Wina. Dari tahun 1936 sampai tahun 1940, menjadi asisten dosen dan selanjutnya lektor pada Institute of Human Relations. Ia menjadi peneliti dan lektor pada tahun 1941. Dari tahun 1942 sampai tahun 1946, ia memimpin suatu proyek penelitian psikologi untuk Angkatan Udara AS. Pada tahun 1946, ia kembali ke Universitas Yale, menjadi profesor dalam program kuliah James Rowland Angell di bidang psikologi pada tahun 1952. Ia menetap di Yale sampai tahun 1966n dan selanjutnya menjadi profesor psikologi dan kepala Laboratorium Psikologi Fisiologis pada Universitas Rockefeller. Selain karena kerjasamanya dengan John Dollard, Miller juga sangat terkenal di kalangan psikologi berkat karya eksperimental dan teoritisnya yang cermat tentang proses pemerolehan dorongan- dorongan, hakikat perkuatan, dan penelitian tentang konflik. Penelitian awalnya semata- mata bersifat behavioral, tetapi sejak tahun 1950-an Miller mulai menaruh perhatian pada mekanisme- mekanisme fisiologis yang mendasari dorongan dan perkuatan serta gejalagejala sejenis lainnya. Karya ini disajikan secara rinci dalam terbitan-terbitan jurnal, meskipun banyak di antaranya telah pula diringkaskan dalam tiga bab buku pegangan yang sangat elok (Miller, 1944, 1951a, 1959). Penghargaan atas sumbangan-sumbangannya tercermin pada berbagai tanda jasa yang diterimanya. Ini meliputi keanggotaannya dalam National Academy of Science yang bergengsi itu, terpilih menjadi ketua American Psychological Association (1959), menerima medali Warren dari Society of Experimental Psychologist (1957), dan menerima Medal of Science dari Presiden (1965), suatu tanda kehormatan yang hanya dimilikinya bersama dua ilmuwan behavioral lain. Miller dan Dollard bersama- sama telah menulis dua buku yang berisi penerapan versi yang disederhanakan dari teori Hull pada masalah- masalah yang menjadi garapan psikolog sosial (Social leraning and imitation, 1941) dan pada masalah- masalah yang menjadi perhatian psikolog klinis atau psikolog kepribadian (Personality and psychotherapy, 1950).

2.2.2. Teori Belajar Teori ini termasuk dalam aliran Behaviorisme moderat dan merupakan modifikasi serta penyederhanaan Teori Perkuatan Leonard Clark Hull yang dihasilkan oleh kerjasama dari John Dollard dan Neal Miller. Selain itu, teori ini juga bertolak dari Teori Psikoanalitis serta temuan- temuan dan generalisasi dari antropologi sosial. Maka tidak diragukan lagi teori ini bercorak klinis dan sosial. Teori Perkuatan Dollard dan Miller dihasilkan dari eksperimen laboratorium dengan menggunakan tikus. Dalam eksperimen, seekor tikus laboratorium dimasukkan dalam kotak persegi dengan lantai berjaringan kabel listrik dan sebuah sekat rendah yang memisahkan kotak tersebut menjadi dua. Sebuah bel listrik dipasang dan diatur sedemikian rupa sehingga pada saat percobaan berlangsung, bel listrik tersebut berbunyi bersamaan dengan dialirinya listrik yang terputus-putus melalui kabel listrik pada kotak tersebut. Tikus yang terkejut karena aliran listrik melakukan variasi respon, hingga akhirnya tikus melakukan respon melompati sekat rendah tersebut dan listrik berhenti mengalir serta bel berhenti berbunyi. Percobaan ini diulang terus dan didapatkan bahwa respon melompati sekat rendah sejak bel berbunyi dan listrik mengalir waktunya semakin lama semakin berkurang. Pada percobaan berikutnya, tikus dimasukkan lagi ke dalam kotak dan bel dibunyikan tapi listrik tidak mengalir. Bel ini terus berbunyi dan baru berhenti ketika tikus melompati sekat rendah di tengah kotak. Akhirnya, tikus ini melakukan respon melompati sekat rendah dan berpindah ke ruang lain di kotak tersebut ketika hanya bel saja yang dibunyikan. Sesi percobaan berikutnya pun dilakukan oleh Dollard dan Miller. Kali ini, sebuah pengungkit ditambahkan dalam kotak. Tikus lalu dimasukkan ke dalam kotak dan bel dibunyikan. Tikus tersebut melompati sekat rendah, namun bel listrik tidak berhenti berbunyi. Berbagai variasi respon pun dilakukan oleh tikus hingga akhirnya tikus menekan pengungkit dan bel berhenti berbunyi. Percobaan terus diulang dan tikus semakin lama semakin cepat melakukan respon menekan pengungkit segera setelah bel listrik dibunyikan. Eksperimen ini secara keseluruhan menggabungkan antara pengkondisian klasikal dan pengkondisian operan. Ketika aliran listrik (stimulus tidak terkondisi/ST) dipasangkan dengan bunyi bel listrik (stimulus terkondisi/SK) dan tikus mengasosiasikan bunyi bel listrik dengan aliran listrik, maka pengkondisian klasikal telah terjadi. Kemudian ketika tikus berhasil melakukan respon (R) yang tepat untuk menghindari aliran listrik dan bunyi bel tersebut, yaitu dengan melompati sekat rendah, maka pengkondisian operan juga telah terjadi. Dan gabungan dari keduanya menyebabkan tikus akan melakukan respon melompati sekat rendah (R) ketika ia hanya mendengar bunyi bel listrik saja (SK) yang telah menggantikan fungsi aliran listrik (ST). Respon yang mendapat perkuatan saja (dalam hal ini terbebas dari rasa sakit akibat aliran listrik dan juga asosiasinya (bunyi bel listrik) yang cenderung diulang. Hal ini bisa kita lihat dari perubahan respon melompati sekat rendah menjadi respon menekan pengungkit ketika respon melompati sekat rendah tidak lagi bisa dilakukan untuk mendapat perkuatan. Satu hal lagi yang penting untuk diperhatikan dalam teori Dollard dan Miller dari percobaan ini adalah adanya sesuatu yang disebut respon internal (r) yang kemudian menjadi dorongan (drive/SD) sebagai isyarat (cue) untuk melakukan respon terbuka (R). Respon internal (r) ini berupa rasa takut akan rasa sakit yang timbul dari aliran listrik (rasa sakit ini sendiri adalah dorongan yang bersifat bawaan; contoh lainnya adalah rasa lapar, haus, dan seks.

Menurut Dollard dan Miller, asosiasi yang terjadi antara stimulus terkondisi (SK) dengan respon internal (r) inilah yang disebut kebiasaan (habit) dan membentuk serangkaian proses berikutnya sampai individu melakukan respon terbuka (R) yang mendapat perkuatan. Respon internal (r) ini bisa berupa rasa takut dan kecemasan dalam diri individu. Dollard dan Miller mengemukakan bahwa tikus dalam percobaan pertama menggeneralisasikan stimulus, sehingga setiap kali bel berbunyi dengan variasi intensitas yang berbeda-beda sekali pun, tikus tetap merespon melompati sekat rendah. Namun tikus bisa juga melakukan diferensiasi stimulus, jika percobaan dilakukan dengan mengaliri listrik tepat hanya pada bunyi bel dengan intensitas tertentu, dan pada intensitas yang lain bel berbunyi tapi tidak ada aliran listrik; sehingga tikus hanya merespon pada stimulus yang spesifik. 2.2.3. Struktur Kepribadian Dollard dan Miller kurang menaruh minat pada unsur-unsur struktural atau unsur-unsur yang relatif tidak berubah dalam kepribadian, tetapi berminat pada proses belajar dan perkembangan kepribadian. Kebiasaan adalah konsep struktural kunci dalam teori ini sebagaimana telah dijelaskan dalam eksperimen bahwa kebiasaan merupakan asosiasi antara stimulus (baik eksternal maupun internal) dan respon. Susunan dari kebiasaan yang telah dipelajari tersebut membentuk kepribadian. Sejumlah kebiasaan melibatkan respon internal yang membangkitkan stimulus internal yang bersifat dorongan (drive). Dorongan itu sendiri merupakan stimulus yang cukup kuat untuk mengaktifkan perilaku. Dorongan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: 1. Dorongan Primer (primary drives) Adalah dorongan-dorongan yang berkaitan dengan kondisi fisik atau fisiologis, seperti lapar, haus, seks, dan sebagainya. Dorongan primer ini dianggap kurang penting oleh Dollard dan Miller dalam tingkah laku manusia karena fungsinya telah tergantikan oleh dorongan sekunder. 1. Dorongan Sekunder (secondary drives) Merupakan asosiasi pemuasan dari dorongan primer, seperti kecemasan, rasa takut, gelisah, dan sebagainya. Dorongan sekunder ini dibandingkan dengan dorongan primer dianggap memiliki peranan yang lebih penting dalam tingkah laku manusia karena lebih tampak secara nyata dan dipandang sebagai bagian-bagian kepribadian yang bersifat menetap. 2.2.4. Dinamika Kepribadian Dollard dan Miller sangat eksplisit dalam mendefinisikan sifat motivasi. Mereka menguraikan secara rinci perkembangan dan perluasan motif-motif, tetapi mereka tidak membahas taksonomi dan klasifikasi motif. Mereka berfokus pada motif-motif tertentu, misalnya kecemasan, dan analisis motif dibuat untuk menjelaskan proses umum yang berlaku untuk semua motif. Pengaruh dorongan-dorongan pada manusia menjadi rumit karena munculnya sejumlah dorongan baru. Dorongan-dorongan yang baru merupakan hasil penurunan atau pemerolehan sama seperti dorongan yang dipelajari.

Selama proses pertumbuhan, tiap individu mengembangkan sejumlah besar dorongan sekunder yang bertugas membentuk tingkah laku. Dorongan-dorongan yang dipelajari ini diperoleh dari dorongan-dorongan primer, yang merupakan perluasan dorongan-dorongan tersebut, dan merupakan bentuk luar dimana tersembunyi fungsi-fungsi dorongan-dorongan bawaan yang mendasarinya. Stimulus dorongan sekunder umumnya telah menggantikan fungsi asli stimulus dorongan primer. Dorongan-dorongan yang diperoleh misalnya kecemasan, rasa malu, dan keinginan untuk menyenangkan orang lain, mendorong sebagian besar perbuatan manusia. Implikasi peranan dorongan-dorongan primer dalam banyak hal tidak dapat diamati lagi dalam situasi biasa pada seorang dewasa yang memasyarakat. Hanya dalam proses perkembangan, atau pada masa-masa kritis (gagal dalam penyesuaian diri menurut tuntutan kultural masyarakat), orang dapat mengamati dengan jelas bekerjanya dorongan-dorongan primer. 2.2.5. Perkembangan Kepribadian Dollard dan Miller menganggap bahwa manusia pada saat lahir dan beberapa saat sesudahnya hanya memiliki sejumlah kapasitas tingkah laku yang terbatas, yaitu: pertama, sejumlah kecil respon khusus yang sebagian terbesar berupa respon terhadap satu atau segolongan stimulus spesifik; kedua, sejumlah hierarki respon bawaan, yakni kecenderungan-kecenderungan melakukan respon-respon tertentu dalam situasi stimulus- stimulus tertentu sebelum responrespon tertentu lainnya; ketiga, memiliki seperangkat dorongan primer yang berupa stimulusstimulus internal yang sangat kuat dan tahan lama, serta umumnya berhubungan erat dengan proses fisiologis. Dalam perkembangannya, manusia mengalami proses belajar yang oleh Dollard dan Miller dikemukakan empat konsep penting di dalamnya, yaitu: dorongan, sebagaimana telah dijelaskan di awal; isyarat (cue), adalah suatu stimulus yang membimbing respon organisme dengan mengarahkan atau menentukan ketepatan sifat responnya (isyarat ini menentukan kapan organisme harus merespon, mana yang harus direspon, dan respon mana yang harus diberikan); respon, merupakan bagian yang sangat penting dalam proses belajar, sebagaimana dijelaskan oleh Dollard dan Miller bahwa sebelum suatu respon tertentu dapat dihubungkan dengan suatu isyarat tertentu maka respon harus terjadi dahulu, dan tahap yang menentukan dalam proses belajar adalah menentukan respon mana yang cocok; dan perkuatan (reinforcement). Proses-proses belajar yang terjadi mendasari perolehan dorongan sekunder yang merupakan perluasan dari dorongan primer. Stimulus yang kuat dapat membangkitkan respon internal yang kuat, yang lalu menghasilkan stimulus internal yang lebih lanjut lagi. Stimulus internal lanjutan ini bertindak sebagai isyarat untuk membimbing atau mengontrol dorongan yang memaksa organisme bertindak sampai ia mendapat perkuatan atau suatu proses lain yag menghalanginya. Proses perkuatan membuat respon atau perilaku dapat berulang, sedangkan proses lain yang menghalangi dapat secara berangsur-angsur menghapus respon tersebut. Penghapusan respon tersebut dapat juga dilakukan dengan counterconditioning di mana respon kuat yang tidak sesuai disesuaikan pada isyarat yang sama, misalnya stimulus (isyarat) yang menghasilkan respon takut dipasangkan dengan makanan, sehingga lama-lama respon takut tersebut bisa menghilang. Sebagaimana ahli- ahli psikoanalisis, Dollard dan Miller sepakat bahwa 6 tahun pertama kehidupan merupakan faktor penentu penting bagi tingkah laku orang dewasa. Dan konflik

tak sadar bisa dipelajari pada masa ini yang akhirnya menimbulkan masalah-masalah emosional di kehidupan kemudian. 2.2.6. Psikopatologi Tidak seorangpun manusia yang berfungsi dengan sedemikian efektif sehingga semua kecenderungannya harmonis dan terintegrasi dengan baik, tetapi juga dapat memunculkan masalah yang disebabkan karena adanya motif-motif atau kecenderungan-kecenderungan yang saling bertentangan yang disebut konflik. Tingkah laku konflik sendiri dijelaskan oleh Dollard dan Miller dengan lima asumsi dasar: 1. Asumsi yang menyatakan bahwa kecenderungan untuk mendekati suatu tujuan menjadi semakin kuat ketika individu menjadi semakin dekat dengan tujuan itu, yang disebut dengan perubahan tingkat mendekati (gradient of approach). 2. Asumsi yang menyatakan bahwa kecenderungan menjauhi suatu stimulus negatif menjadi semakin kuat ketika individu menjadi semakin dekat stimulus itu, yang disebut dengan perubahan tingkat menjauhi (gradient of avoidance). 3. Asumsi yang menyatakan bahwa perubahan tingkat menjauhi lebih tajam dibandingkan perubahan tingkat mendekati. 4. Asumsi yang menyatakan meningkatnya dorongan yang diasosiasikan dengan mendekat atau menjauh akan berakibat meningkatnya bobot perubahan tingkat pada umumnya. 5. Asumsi yang menyatakan bahwa jika ada dua respon yang bersaing maka yang lebih kuat yang akan muncul. Berdasarkan asumsi tersebut, mereka dapat membuat prediksi bagaimana cara individu menghadapi berbagai tipe konflik: 1. Approach- avoidance conflict (tipe konflik mendekat-menjauh) 2. Approach- approach conflict (tipe konflik mendekat-mendekat) 3. Avoidance- avoidance conflict (tipe konflik menjauh-menjauh) Selain itu Dollard dan Miller juga mencurahkan sebagian besar teori mereka untuk menjelaskan kondisi-kondisi yang menyebabkan berkembangnya aneka neurosis. Inti setiap neurosis adalah konflik tak sadar yang kuat dan sumber-sumber konflik itu hampir selalu ditemukan dalam masa kanak-kanak individu. Menurut mereka, konflik-konflik neurotik diajarkan oleh orang tua dan dipelajari oleh anak. Karena konflik-konflik neurotik bersifat tidak sadar, maka individu tidak dapat mengarahkan kemampuan-kemampuannya untuk memecahkan masalah. Selama konflik-konflik tetap tidak disadari maka konflik-konflik tersebut tidak hanya akan terus bertahan tetapi juga akan menyebabkan berkembangannya reaksi-reaksi atau simptom-simptom yang lebih lanjut lagi yang berupa akibat-akibat dari kekacauan emosional atau berupa tingkah laku yang memungkinkan individu melarikan diri dari ketakutan-ketakutan dan kecemasan mereka untuk sementara waktu. BAB III KESIMPULAN

Sepanjang karirnya, Hull mengembangkan ide di berbagai bidang psikologi, terutama psikologi belajar, hipnotis, teknik sugesti. Metode yang paling sering digunakan adalah eksperimental laboratorium. Prinsip-prinsip utama teorinya: 1. Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor. 2. Dalam mempelajari hubungan S- R yang diperlu dikaji adalah peranan dari intervening variable (atau yang juga dikenal sebagai unsur O (organisma). Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa output. Karena pandangan ini Hull dikritik karena bukan behaviorisme sejati. 3. Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis terjadi. Di sini tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi biologis organisma. Hypothetico- deductive theory adalah teori belajar yang dikembangkan Hull dengan menggunakan metode deduktif. Hull percaya bahwa pengembangan ilmu psikologi harus didasarkan pada teori dan tidak semata-mata berdasarkan fenomena individual (induktif). Teori ini terdiri dari beberapa postulat yang menjelaskan pemikirannya tentang aktivitas otak, reinforcement, habit, reaksi potensial, dan lain sebagainya (Lundin, 1991, pp.193-195). Sumbangan utama Hull adalah pada ketajaman teorinya yang detil, ditunjang dengan hasilhasil eksperimen yang cermat dan ekstensif. Akibatnya ide Hull banyak dirujuk oleh para ahli behavioristik lainnya dan dikembangkan. Teori Dollard- Miller biasanya disebut dengan teori stimulus respon. Walaupun jika dicermati dari biografi antara John Dollar dan Neal Miller terdapat perbedaan yang dalam hal ini mengenai gagasan kedua tokoh tersebut. Walaupun demikian, keduanya sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman di Institute of Human Relations. Dengan prinsip-prinsip asosiasi, ganjaran (reinforcement menjadi penting dalam hal analisis kepribadian dan sosial kultural. DAFTAR PUSTAKA Alwisol. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. 2004. Cyrilla. 2009. Teori Perkuatan Dollard Miller. http://cyrillaq.blogspot.com. 5 Maret 2010. Georee, George. Sejarah Psikologi. Yogyakarta: Primasophie. 2005. Herfis. 2009. Clark L. Hull. http://herfis.blogspot.com. 5 Maret 2010. Supartiknya. Teori-teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta: IKAPI-KANISIUS. 1998.

Anda mungkin juga menyukai