Anda di halaman 1dari 4

KONSERVASI KANTONG SEMAR (Nepenthes sp.

) DENGAN CARA IN-SITU DAN EXSITU DI KALIMANTAN BARAT

Tanaman hias saat ini sangat digemari hampir di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu tanaman hias tersebut adalah Kantong Semar (Nepenthes sp.). Di Provinsi Kalimantan Barat, Kantong Semar belum terlalu populer dibandingkan dengan tanaman hias lainnya seperti anggrek. Namun, saat ini Kantong Semar perlahan-lahan mulai dilirik masyarakat pecinta tanaman hias untuk menangkarkannya. Di dunia telah ditemukan sebanyak 82 jenis yang 64 jenis diantaranya ditemukan di Indonesia. Borneo (Kalimantan, Serawak, Sabah, dan Brunai) merupakan pusat penyebaran Nepenthes sp. di dunia karena ditemukan sebanyak 32 jenis. Selanjutnya di Sumatera ditemukan sebanyak 29 jenis (Clarke, 2001). Provinsi Kalimantan Barat menyimpan keanekaragaman jenis tumbuhan yang unik dan mengagumkan. Dikatakan unik karena Nepenthes sp. memiliki kantong dengan bentuk, ukuran dan corak yang beragam. Pemerintah melalui PP Nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa telah menetapkan sebagian jenis-jenis tumbuhan liar yang ada di Kalimantan Barat sebagai tumbuhan dilindungi. Salah satu jenis tumbuhan dilindungi tersebut adalah Nepenthes sp. Dengan ditetapkannya peraturan tersebut, segala bentuk pemanfaatan baik tujuan non-komersil maupun komersil harus tunduk pada peraturan yang berlaku seperti UU Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan PP Nomor 8 tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar (Anonim, 2009). Beberapa jenis Nepenthes sp. yang ditemukan di Kalimantan Barat yaitu Nepenthes ampullaria, Nepenthes bicalcarata, Nepenthes reinwardtiana, Nepenthes clipeata, Nepenthes rafflesiana, Nepenthes lowii, Nepenthes gracilis, Nepenthes mirabilis, Nepenthes albomarginata, Nepenthes hirsuta, Nepenthes tentaculata, Nepenthes veitchii, Nepenthes ephippiata, Nepenthes x cantleyii, Nepenthes x hookeriana. Potensi ancaman terhadap keberlangsungan hidup Nepenthes sp. di Kalimantan Barat, sebagian berasal dari aktivitas manusia. Aktivitas-aktivitas tersebut antara lain berupa kegiatan mencari kayu meskipun secara tidak langsung dapat mengganggu kehidupan Nepenthes sp. karena dapat tertimpa pohon yang ditebang atau tercabut secara tidak sengaja, serta kemungkinan tanaman mati karena inang tempat tanaman ini terpotong/ditebang (Kunarso dan Fatahul A., 2006) Selain aktivitas tersebut, aktivitas masyarakat Kalimantan Barat lainnya yaitu konversi lahan dengan memanfaatkannya sebagai tempat untuk permukiman, pertanian, dan perkebunan dengan sistem pembukaan lahan dengan cara dibakar yang sering

dilakukan masyarakat yang juga dapat mengganggu kehidupan Nepenthes sp. di habitat alaminya. Ancaman terbaru saat ini yaitu pengambilan Nepenthes sp. tidak sah di habitat aslinya. Pengambilan tidak sah inilah yang dinilai paling banyak dilakukan masyarakat untuk memenuhi permintaan para pecinta tanaman hias khususnya tumbuhan Nepenthes sp. Nepenthes sp. yang ada pada masyarakat para pecinta tanaman hias di Kalimantan Barat ini merupakan hasil pengambilan tidak sah di alam bukan hasil budidaya atau penangkaran. Selain untuk diperjual belikan, bagian-bagian dari Nepenthes sp. juga dimanfaatkan masyarakat sebagai obat. Perasan daunnya digunakan sebagai larutan penyegar, rebusan akar digunakan untuk mengobati sakit perut, obat batuk, dan demam. Hal ini dapat terjadi karena pengetahuan masyarakat masih rendah tentang konservasi dan budidaya atau penangkaran Nepenthes sp. yang baik dan benar. Ancaman lainnya yang biasanya terjadi di Kalimantan Barat yaitu kebakaran hutan dan lahan yang terjadi hampir setiap tahun. Kebakaran di hutan Kalimantan Barat ini biasanya terjadi pada musim kemarau panjang yang biasanya menerpa provinsi ini. Kebakaran ini sering terjadi juga dikarenakan Kalimantan barat mempunyai jenis tanah gambut. Kebakaran pada lahan rawa gambut termasuk dalam tipe kebakaran bawah (ground fire). Nugroho et al. (2005) menyatakan bahwa pada kebakaran dengan tipe ground fire, api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan karena tidak dipengaruhi oleh angin. Tipe kebakaran seperti ini mengancam akar-akar vegetasi yang ada di atasnya dan dapat menyebabkan kematian vegetasi tersebut. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan tanpa di imbangi dengan usaha konservasi maka akan terjadi kepunahan pada Kantong Semar di alam. Untuk itu diperlukan usaha konservasi, baik secara in-situ maupun secara ex-situ. Konservasi secara in-situ merupakan upaya pelestarian jenis tumbuhan dan hewan yang dilakukan pada habitat aslinya. Upaya konservasi in-situ ini bisa diterapkan di Kalimantan Barat karena mempunyai 3 Taman Nasional. Taman Nasional ini mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Tiga Taman Nasional tersebut yaitu Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), Taman Nasional Danau Sentarum, dan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR). Selain itu Kalimantan Barat mempunyai Taman Wisata Alam, hutan yang cukup banyak. Apabila di suatu hutan tersebut terdapat Nepenthes sp. dan tumbuhan dilindungi lainnya, maka untuk menjaganya agar tidak punah, kita dapat melakukan penetapan kawasan hutan sebagai kawasan konservasi atau kawasan dilindungi. Kawasan konservasi atau kawasan dilindungi ini harus di jaga dengan ketat, dengan demikian penambahan jumlah personil petugas keamanan untuk mengawasi hutan tersebut dinilai perlu dilakukan karena apabila tidak dilakukan maka dengan adanya informasi tentang keberadaan Nepenthes sp. dan tumbuhan dilindungi lainnya di hutan

tersebut maka akan membuka jalan bagi orang-orang yang ingin mengambil secara tidak sah di habitat asli. Namun, terdapat suatu tantangan apabila melakukan konservasi secara in-situ ini karena sampai saat ini masih kurang ketatnya pengawasan terhadap kawasan konservasi. Untuk itu, sudah seharusnya peran aktif pengelola kawasan konservasi, pemerintah daerah (termasuk aparat petugas kehutanan, bea cukai, kepolisian), organisasi yang bergerak di bidang konservasi alam dan masyarakat sekitar. Kolaborasi semua pihak untuk mengatasi permasalahan pengelolaan kawasan konservasi tersebut diharapkan memberikan hasil yang baik. Kolaborasi tersebut harus mempunyai komitmen yang kuat diantara semua pihak agar terbangun kerjasama yang baik. Upaya Konservasi in-situ ini dapat dinilai sebagai konservasi yang efektif, karena tumbuhan yang ada di daerah tersebut tidak terlalu memerlukan adaptasi yang lebih lama. Konservasi ini dapat dilakukan dengan melakukan pemagaran terhadap sekeliling lingkungan tumbuhan Nepenthes sp. tersebut. Dengan demikian masyarakat yang datang ke kawasan konservasi dengan tujuan pendidikan maupun rekreasi tidak dapat melakukan kontak langsung terhadap tumbuhan Nepenthes sp. yang di khawatirkan apabila terjadi kontak langsung dengan pengunjung dapat menimbulkan sesuatu yang kurang baik. Tantangan lainnya yaitu apabila kawasan konservasi tersebut terjadi bencana alam seperti tanah longsor, kebakaran hutan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan habitat asli Nepenthes sp. dan tumbuhan lainnya. Oleh karena itu, selain upaya konservasi secara in-situ juga diperlukan konservasi secara ex-situ. Upaya konservasi secara ex-situ merupakan upaya pelestarian jenis tumbuhan dan hewan yang dilakukan bukan pada habitat aslinya. Upaya konservasi ex-situ ini bisa dilakukan dengan secara buatan. Konservasi ex-situ ini dilakukan untuk mengantisipasi apabila terjadi permasalahan besar pada konservasi in-situ yaitu tanah longsor dan kebakaran hutan yang dapat mengganggu habitat alami Nepenthes sp. dan mencegah terjadinya kepunahan Nepenthes sp. Namun, konservasi secara ex-situ ini juga mempunyai tantangan karena habitatnya berbeda dengan habitat aslinya. Contoh konservasi secara ex-situ lainnya yaitu budidaya atau penangkaran yang dilakukan masyarakat ataupun pada organisasi yang bergerak di bidang konservasi alam ini harus mempunyai izin dari Departemen Kehutanan setempat ataupun melalui kantor Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Kalimantan Barat. Selain itu kegiatan seminar tentang cara pembudidayaan ataupun penangkaran Nepenthes sp. juga harus dilakukan agar masyarakat para pecinta tanaman hias khususnya Nepenthes sp. dapat membudidayakan dengan baik dan benar dan tidak lagi melakukan pencabuatan secara tidak sah di habitat asli Nepenthes sp. tersebut. Budidaya Nepenthes sp. dapat dilakukan dengan cara menanan biji, stek, dan kultur jaringan.

Upaya konservasi, baik secara in-situ maupun ex-situ terhadap Nepenthes sp. tersebut yang termasuk tumbuhan dilindungi di Kalimantan Barat ini khusunya, diharapkan dapat tetap hidup dan tidak terjadi kepunahan serta dapat dilihat secara langsung bagi generasi mendatang di habitat aslinya maupun di habitat bukan aslinya, bukan sekedar cerita generasi sebelumnya.

Daftar Pustaka

Clarke, C. M. 2001. Nepenthes of Sumatra and Peninsular Malaysia Natural History Publication (Borneo), Kota Kinabalu. Kunarso, A., Fatahul A. 2006. Nepenthes gracilis di Lahan Rawa Gambut Pedamaran, Tanaman Unik yang Semakin Terancam. Balai Litbang Hutan Tanaman Palembang. Departemen Kehutanan. Lovadi, Irwan. 2009. Selamatkan Tumbuhan Khas Kalbar. http://lovadi.wordpress.com/. diakses tanggal 25 Juli 2012. Nugroho A., W.C., IN.N Suryadiputra, Bambang Hero Saharjo dan Labueni Siboro. 2005. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia. Wetlands Internasional-Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada Bogor.

Anda mungkin juga menyukai