Anda di halaman 1dari 16

Peranan Dopamin pada Pasien Skizofrenia I.

Pendahuluan Secara umum, gangguan jiwa golongan psikotik terbagi dalam dua sub golongan yaitu psikotik fungsional dan psikotik organik. Salah satu jenis gangguan jiwa psikotik fungsional yang terbanyak adalah skizofrenia.1 Berdasarkan data dari Pusat Data Skizofrenia Amerika Serikat (2002) tiga perempat klien dengan skizofrenia berusia 16-25 tahun. Data ini memiliki kesamaan dengan pernyataan Hawari (2001) yang mengatakan bahwa skizofrenia di Indonesia umumnya menyerang remaja pada kelompok usia 16-25 tahun. Skizofrenia mempengaruhi lebih banyak laki-laki dibanding perempuan. Pada kelompok usia 25-30 tahun, penyakit ini lebih banyak menyerang perempuan dibanding laki-laki.1 Di Indonesia sendiri angka klien dengan skizofrenia 25 tahun yang lalu diperkirakan mendekati 1/1000 penduduk, dan proyeksi 25 tahun mendatang mencapai 3/1000 penduduk. Mayoritas klien dengan skizofrenia berada di kota-kota besar. Ini terkait dengan tingginya stress yang muncul di daerah perkotaan akibat kerasnya persaingan hidup dan semakin merebaknya alih teknologi dan ilmu saat ini.1 Dari sekian banyak penderita skizofrenia tersebut di atas, diperkirakan prevalensi terjadinya waham adalah 24%-30%. Artinya 3 dari 10 orang yang menderita skizofrenia mengalami waham. Waham lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dan kebanyakan kasus didiagnosa pada usia 40-45 tahun, namun juga dapat terjadi pada usia dewasa muda.1 Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian medical record Badan Pengelola Rumah Sakit Dadi Propinsi Sulawesi Selatan didapatkan jumlah penderita waham mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2007 dari 9.245 pasien gangguan jiwa, 682 orang (7%) diantaranya adalah pasien waham. Sedangkan pada tahun 2008, dari 10.567 pasien gangguan jiwa, 1.653 orang (16%) diantaranya adalah penderita waham.1 II. Dopamin II. I. Defenisi Dopamin adalah salah satu sel kimia dalam otak sejenis neurotransmitter (zat yang menyampaikan pesan dari satu saraf ke saraf yang lain) dan merupakan perantara bagi biosintesis hormon adrenalin dan noradrenalin. Dopamin juga adalah satu hormon yang dihasilkan di Hipotalamus. Fungsi utamanya sebagai hormon adalah menghambat pelepasan prolaktin dari kelenjar hipofisis.2 1

II. II. Sistem Dopaminergik Sampai tahun 1959, dopamin belum dianggap sebagai neurotransmitter didalam sistem saraf pusat melainkan sebagai prekursor norepinephrin. Lima sistem atau alur penting dopaminergik telah diketahui pada otak.3 1. Sistem pertama, yang paling terkait dengan perilaku adalah mesolimbik-mesokortikal, yang berawal dari badan-badan sel dekat substantia nigra menuju sistem limbik dan neokorteks. 2. Sistem yang kedua, alur nigrostriatal, terdiri dari neuron-neuron yang berawal dari substantia nigra ke nukleus kaudatus dan putamen; yang berperan dalam koordinasi pergerakan di bawah kesadaran. 3. Sistem ketiga, sistem tuberoinfundibuler menghubungkan nukleus arkuatus dan neuron preifentrikuler ke hipotalamus dan pituitary posterior. Dopamin yang dilepaskan oleh neuron-neuron ini secara fisiologis menghambat sekresi prolaktin. 4. Sistem dopaminergik keempat, alur medulari-periventrikuler, terdiri dari neuronneuron di nukleus Vagus yang proyeksinya tidak diterangkan dengan jelas. Sistem ini mungkin berperan dalam perilaku makan. 5. Sistem kelima, alur insertohipotalamus, membentuk hubungan di dalam hipotalamus dan dengan nukleus septum lateralis. Fungsinya belum diketahui. II. III. Biokimia

Gambar 1 : Struktur kimia Dopamin Dopamin memiliki rumus kimia C 6 H 3 (OH) 2-CH 2-CH 2-NH 2. Nama kimianya adalah "4 - (2-aminoethyl) benzen-1 ,2-diol" dan disingkat "DA." Sebagai anggota keluarga katekolamin, dopamin adalah prekursor norepinefrin (noradrenalin) dan kemudian epinefrin (adrenalin) dalam jalur biosintesis untuk neurotransmitter ini. Dopamin diinaktifasi oleh reuptake melalui transporter dopamin, didegradasi enzimatik oleh transferase katekol-O-metil (COMT) dan monoamine oksidase (MAO).

Dopamin yang tidak diuraikan oleh enzim, disimpan kembali ke dalam vesikel untuk digunakan kembali.4 II. IV. Reseptor Dopamin dan Efeknya Terdapat lima subtipe reseptor dopamine yang telah dijabarkan. Kelima subtipe dapat dimasukkan ke dalam dua kelompok. Dalam kelompok pertama D1 dan D5, menstimulasi pembentukan cAMP dengan mengaktivasi protein G stimulator (Gs). Reseptor D5 baru ditemukan, dan kurang diketahui tentang sifatnya dibandingkan tentang reseptor D1. Salah satu perbedaan antara kedua reseptor tersebut adalah bahwa reseptor D5 mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap dopamin dibandingkan reseptor D1. Kelompok reseptor dopamin kedua terdiri dar reseptor D2, D3 dan D4. Reseptor D2 menghambat pembentukan cAMP dengan mengaktivasi protein G inhibitor, (Gi) dan beberapa data menyatakan bahwa reseptor D3 dan D4 bekerja secara serupa. Salah satu perbedaan antara D2, D3 dan D4 adalah distribusinya yang berbeda. Reseptor D3 terutama terkonsentrasi di nukleus akumbens, selain pada daerah lainnya, dan reseptor D4 terutama terkonsentrasi di korteks frontalis, selain pada daerah lainnya.5 Obat-obat antipsikosis menduduki reseptor D2 secara stereoselektif, pada sebagian lokasi, dan afinitas ikatannya sangat kuat, ini mempunyai korelasi dengan potensi klinis antipsikosis dan ekstrapiramidal, suatu observasi memancing banyaknya studi mengenai ikatan reseptor. Tidaklah mungkin untuk menunjukkan bahwa antagonis reseptor dopamin selain reseptor D2 mempunyai peranaan terhadap obat-obat antipsikosis. Antagonis reseptor D3 yang selektif masih belum tersedia. Sedangkan antagonis reseptor D1 yang spesifik telah dikembangkan, dan setidaknya hanya satu yang terbukti gagal dalam percob aan klinis. Usaha-usaha untuk menemukan efek antagonisme D4 selama ini menemukan jalan buntu. Partisipasi glutamate, GABA, dan reseptor asetikolin didalam patofisiologi skizofrenia juga telah dilaporkan. Obat-obat yang menjadi target didalam sistem glutamatergik dan kolinergik baru merupakan awal untuk dievaluasi didalam skizofrenia.3 II. V. Fisiologi Dopamin memiliki banyak fungsi di otak, termasuk peran penting dalam perilaku dan kognisi, gerakan dopamin, motivasi dan penghargaan, penghambatan produksi prolaktin (yang terlibat dalam laktasi), tidur, mood, perhatian, dan belajar. Neuron dopaminergik (yaitu, neuron yang utama adalah neurotransmitter dopamin) yang hadir 3

terutama di daerah tegmental ventral (VTA) dari otak tengah, substantia nigra pars kompakta, dan nukleus arkuata dari hipotalamus.6 1. Anatomi Neuron dopaminergik membentuk dopamin neurotransmitter yang berasal substantia nigra pars kompakta, daerah tegmental ventral (VTA), dan hipotalamus. Akson ini proyek ke daerah-daerah besar dari otak melalui empat jalur utama: Jalur mesokortikal menghubungkan daerah tegmental ventral lobus frontal korteks pre-frontal. Neuron dengan somas di wilayah akson ventral tegmental proyek ke korteks pre-frontal. Jalur mesolimbik membawa dopamin dari daerah tegmental ventral ke nukleus akumbens melalui amigdala dan hipokampus. Para somas neuron proyek berada di daerah tegmental ventral. Jalur nigrostriatal berjalan dari subtansia nigra ke neostriatum. Somas dalam substantia nigra proyek akson ke dalam nukleus kaudatus dan putamen. Jalur ini terlibat dalam loop motor ganglia basal. Jalur tuberoinfundibular ialah dari hipotalamus ke kelenjar dopamin. Persarafan ini menjelaskan banyak efek dari mengaktifkan sistem dopamin. Sebagai contoh, jalur mesolimbik menghubungkan VTA dan nukleus akumbens; keduanya pusat sistem otak yang memberi imbalan. 2. Gerakan Melalui reseptor dopamine, D
1-5,

dopamin mengurangi pengaruh dari jalur tidak

langsung, dan meningkatkan tindakan jalur langsung dalam ganglia basal. Kurangnya biosintesis dopamin dalam neuron dopaminergik dapat menyebabkan penyakit Parkinson, di mana seseorang kehilangan kemampuan untuk mengeksekusi halus, gerakan terkontrol. 3. Kognisi dan korteks frontal Di lobus frontal, dopamin mengontrol arus informasi dari daerah lain di otak. Gangguan dopamin di wilayah otak dapat menyebabkan penurunan fungsi neurokognitif, terutama memori, perhatian, dan pemecahan masalah. Berkurangnya konsentrasi dopamin di korteks prefrontal diperkirakan akan memberikan kontribusi terhadap gangguan defisit perhatian. Telah ditemukan bahwa reseptor D1 serta reseptor D4 4

bertanggung jawab atas efek kognitif-meningkatkan dopamin. Oleh itu, obat antipsikotik bertindak sebagai antagonis dopamin dapat digunakan dalam pengobatan gejala positif skizofrenia, meskipun, yang lebih dulu disebut tipikal antipsikotik yang paling sering bertindak pada reseptor D2, sedangkan obat atipikal juga bertindak pada reseptor D1, D3 dan D4. 4. Mengatur sekresi prolaktin Dopamin adalah neuroendokrin penghambat utama yang menghambat sekresi prolaktin dari kelenjar hipofisis anterior. Dopamin dihasilkan oleh neuron dalam nukleus arkuata hipotalamus yang kemudiannya dikeluarkan ke pembuluh darah hipotalamohipofisial median eminence, yang kemudiannya masuk ke kelenjar pituitary. Sel-sel lactotrope yang menghasilkan prolaktin, dalam ketiadaan dopamin, akan mensekresi prolaktin terus menerus. Dalam hal ini, dopamine berfungsi untuk menghambat sekresi prolaktin. Dengan demikian, dalam konteks mengatur sekresi prolaktin, dopamin kadang-kadang disebut faktor penghambat prolaktin (PIF),-hormon penghambat prolaktin (PIH), atau prolaktostatin.
5. Motivasi dan kesenangan

Dopamin ini umumnya terkait dengan sistem kesenangan otak, memberikan perasaan senang dan sumber motivasi seseorang secara proaktif untuk melakukan kegiatan tertentu. Dopamin dilepaskan (terutama dari daerah seperti nukleus akumbens dan korteks prefrontal) yang mana secara alami bertanggungjawab terhadap pengalaman berharga seperti makanan, seks, obat-obatan, dan netral rangsangan yang menjadi terkait dengan mereka. Studi terbaru menunjukkan bahwa agresi juga dapat merangsang pelepasan dopamin dengan cara ini. Teori ini sering dibahas dalam obat-obatan seperti kokain, nikotin, dan amfetamin, yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan peningkatan dopamin di jalur imbalan mesolimbik otak, dan dalam kaitannya dengan teori neurobiologis dari kecanduan kimia (tidak harus bingung dengan ketergantungan psikologis), dengan alasan bahwa jalur dopamin patologis ini akan terubah pada orang yang kecanduan. 6. Inhibisi ambilan kembali (reuptake), ekspulsi Kokain dan amfetamin menghambat pengambilan kembali(reuptake) dopamin, namun mekanisme aksinya berbeda. Kokain adalah pemblokir transporter dopamin yang kompetitif menghambat penyerapan dopamin untuk meningkatkan waktu paruh 5

dopamin dan menambah jumlah bilangan dopamin (peningkatan sampai 150 persen) dalam parameter neurotransmitter dopamin. Seperti kokain, amfetamin meningkatkan konsentrasi dopamine di celah sinaptik, tetapi dengan mekanisme yang berbeda. Amfetamin adalah serupa dalam struktur seperti dopamin, dan sehingga bisa masuk ke tombol terminal neuron presinaptik melalui pengangkut dopamin serta bisa juga menyebar melalui membran saraf secara langsung. Dengan masuk ke dalam neuron presinaptik, amfetamin memaksa keluar molekul dopamin dari vesikula penyimpanan dan mengusir mereka ke celah sinapsis dengan membuat kerja pengangkut dopamin secara terbalik. III. Skizofrenia III. I. Defenisi Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan presepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) or tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.7 Malu-malu, hypersensitive, menyendiri, menghindarkan hubungan yang rapat dan kompetitif dan sering menampilkan dirinya dalam bentuk eksentrik. Sering melamun dan tidak dapat menyatakan perasaan marah. Terhadap pengalaman-pengalaman yang mengganggu dirinya biasanya ia bereaksi tidak perduli.8 Adapun diagnosis banding dari keadaan paranoid antara lain: 1. 2. 3. Episode akut skizofrenia Psikosis amfetamin Paranoid alkoholik9

III. II. Pembagian 1. Skizofrenia paranoid Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Sebagai tambahan: Halusinasi dan/atau waham harus menonjol (a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing); (b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusianasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol; (c) Waham dapat berupa hamper setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas; Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta segala katatonik secara relative tidak nyata/tidak menonjol

2. Skizofrenia hebefrenik Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun) Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkanumumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan: Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerism; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan; Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendiri (self-abseorbed smilling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerism, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondriakal dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);

Proses piker mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren

Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses piker umumnya menonjol. Halusianasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of puspose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.

3. Skizofrenia katatonik Memenuhi kriteria umum umtuk diagnosis skizofrenia Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya: (a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara); (b) Gaduh-gelisah (tampak jelas aktivitas motoric yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal) (c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh); (d) Negativism (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakan kea rah yang berlawanan); (e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya); (f) Fleksibilitas cerea/waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan (g) Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat. Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.

Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostic untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dietuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatanm serta dapat terjadi pada gangguan afektif. 4. Skizofrenia tak terinci (undifferentiated) Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-skizofrenia

5. Depresi pasca-skizofrenia Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau: (a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini; (b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya); dan (c) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif (F32.-), dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi Episode Depresif (F32.-). Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtype skizofrenia yang sesuai (F20.0F20.3) 6. Skizofrenia residual Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua: (a) Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif, dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja social yang buruk; (b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia; 9

(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia; (d) Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organic lain, depresi kronis atau instutisionalisasi yang dapat menjelaskan mengenai disabilitas negative perban. 7. Skizofrenia simpleks Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari: gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe skizofrenia lainnya. 8. Skizofrenia lainnya 9. Skizofrenia YTT7 IV. Dopamin dengan skizofrenia IV. I. Hipotesis Dopamin terhadap skizofrenia Hipotesis dopamin pada psikotik adalah yang paling berkembang dari berbagai hipotesis, dan merupakan dasar dari banyak terapi obat yang rasional. Beberapa bukti yang terkait menunjukkan bahwa aktifitas dopaminergik yang berlebihan dapat mempengaruhi penyakit tersebut : Kebanyakan obat-obat antipsikosis menyekat reseptor D2 pascasinaps di dalam sistem saraf pusat, terutama di sistem mesolimbik frontal Obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik, seperti levodopa (suatu prekursor), amfetamin (pelepas dopamin), atau apomorfin (suatu agonis reseptor dopamin langsung), baik yang dapat mengakibatkan skizofrenia atau psikosis pada beberapa pasien. Densitas reseptor dopamin telah terbukti, postmortem, meningkat di otak pasien skizofrenia yang belum pernah dirawat dengan obat-obat antipsikosis 10

Positron emission tomography (PET) menunjukkan peningkatan densitas reseptor dopamin pada pasien skizofrenia yang dirawat atau yang tidak dirawat, saat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada orang yang tidak menderita skizofrenia

Perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia telah terbukti mengubah jumlah homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamin, di cairan serebrospinal, plasma, dan urin. Bagaimanapun juga, hipotesis dopamin ini masih jauh dari sempurna. Apabila,

ketidaknormalan

fisiologis

dopamine

sepenuhnya

mempengaruhi

patogenesis

skizofrenia, obat-obat antipsikosis akan lebih bermanfaat dalam pengobatan pasientetapi obat-obat tersebut tidak begitu efektif bagi kebanyakan pasien dan tidak efektif sama sekali bagi beberapa pasien. Bahkan, antagonis reseptor NMDA seperti phencyclidine pada saat diberikan kepada orang-orang yang non-psikosis, dapat menimbulkan gejala-gejala mirip skizofrenia daripada agonis dopamin. Adanya pengklonan (cloning) terbaru dan karakteristik tipe multiple reseptor dopamin memungkinkan diadakannya uji langsung terhadap hipotesis dopamin yaitu mengembangkan obat-obat yang selektif terhadap tiap-tiap tipe reseptor. Antipsikosis tradisional dapat mengikat D2 50 kali lebih kuat daripada reseptor D1 atau D3. sampai sekarang, usaha utama pengembangan obat adalah untuk menemukan obat yang lebih poten dan lebih selektif dalam menyakat reseptor D2. Fakta yang menunjukkan bahwa beberapa obat antipsikosis mempunyai dampak lebih sedikit terhadap reseptor D2 dan belum efektif dalam terapi untuk skizofrenia, perhatian dialihkan ke peranan reseptor dopamin yang lain dan kepada reseptor nondopamine khusunya subtype reseptor serotonin yang dapat memediasi efek-efek sinergistik atau melindungi dari konsekuensi ekstrapiramidal dari antagonisme D2. Sebagai hasil pertimbangan ini, arah penelitian telah berubah ke fokus yang lebih besar tentang komponen yang mungkin aktif bekerja pada beberapa sistem reseptortransmitter. Harapan yang terbesar yaitu untuk menghasilkan obat-obatan dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi dan sedikit menimbulkan efek yang tak diinginkan, khususnya toksisitas ekstrapiramidal.10

11

IV. II. Teori Jalur Dopamin yang berpengaruh dalam Psikotik A. Mesolimbik dopamin pathways.

Gambar 2 : Mesolimbik dopamin pathways Hiperaktivitas dari daerah ini menyebabkan simptom positif dari skizofrenia. Jalur ini berperan penting pada emosional, perilaku khususnya halusinasi pendengaran, waham dan gangguan pikiran. Psikostimulan seperti amfetamin dan kokain dapat menyebabkan peningkatan dari dopamin melalui pelepasan dopamine pada jalur ini sehingga hal ini menyebabkan terjadinya simptom positif dan menimbulkan psikosis paranoid jika pemberian zat ini dilakukan secara berulang. Antipsikotik bekerja melalui blockade reseptor dopamine khususnya reseptor D2 sehingga simptom positif dapat menurun atau menghilang. Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamine pathways menyebabkan simptom positif psikotik meningkat. Keadaan ini dapat merupakan bagian dari skizofrenia, atau psikosis yang disebabkan oleh zat, mania, depresi tau demensia. Hiperaktivitas mesolimbik dopamin pathways mempunyai peranan dalam simptom agresivitas dan hostilitas pada penderita skizofrenia terutama bila terjadi penyimpangan control serotonergik dari dopamin. Nukleus akumbens adalah bagian dari sistem limbik yang mempunyai peranan untuk mempengaruhi perilaku, seperti pleasurable sensation (sensasi yang menyenangkan), powerful euphoria pada individu yang memiliki waham, halusinasi serta pengguna zat. Mesolimbik dopamin pathways selain dapat menyebabkan simptom positif , juga mempunyai peranan dalam pleasure, reward dan reinforcing behavior. Pada kasus penyalahgunaan zat dapat menimbulkan ketergantungan karena terjadi aksi di jalur ini.11 12

B. Mesokortikal dopamin pathways.

Gambar 3 : Mesokortikal dopamin pathways Hipoaktivitas dari daerah ini menyebabkan simptom negatif dan gangguan kognitif. Simptom negative dan kognitif disebabkan terjadi penurunan dopamine di jalur mesokortikal terutama pada daerah dorsolateral prefrontal korteks. Defisit behavioral yang dinyatakan dalam suatu simptom negatif berupa penurunan aktivitas motorik. Aktivitas yang berlebihan dari system glutamat yang bersifat eksitotoksik pada system saraf (burn out) yang kemudian berlanjut menjadi suatu proses degenerasi di mesokortikal jalur dopamin. Ini akan memperberat simptom negatif dan meningkatkan defisit yang telah terjadi pada penderita skizofrenia. Penurunan dopamine di mesokortikal dopamine pathway dapat terjadi secara primer maupun sekunder. Penurunan sekunder terjadi melalui inhibisi dopamine yang berlebihan pada jalur ini atau melalui blockade antipsikotik terhadap reseptor D2. Peningkatan dopamin pada mesokortikal dopamine pathway dapat memperbaiki simptom negatif atau mungkin juga simptom kognitif. Keadaan ini akan menjadi suatu dilemma karena peningkatan dopamin di jalur mesolimbik akan meningkatkan simptom positif, sementara penurunan dopamine di jalur mesokortikal akan meningkatkan simptom negatif dan kognitif. Hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian obat antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua) pada penderita skizofrenia. Antipsikotik jalur kedua menyebabkan dopamine di jalur mesolimbik menurun tetapi dopamin yang berada di jalur mesokorteks meningkat.11

13

C. Nigrostriatal dopamin pathways.

Gambar 4 : Nigrostriatal dopamin pathways Jalur yang bertanggungjawab dalam gerakan motorik. Diblokir oleh neuroleptik, menyebabkan efek samping ekstrapiramidal. Penurunan dopamin pada nigrostriatal dopamine pathways dapat menyebabkan gangguan pergerakan seprti yang ditemukan pada penyakit Parkinson, yaitu rigiditas, akinesia, atau bradikinesia (pergerakan berkurang atau pergerakan melambat) dan tremor. Penurunan dopamine di daerah basal ganglia dapat menyebabkan akatisia ( a tipe of restlessness) dan distonia (twisting movement/pergerakan kaku) khususnya pada bagian wajah dan leher. Gangguan pergerakan dapat juga diakibat oelh blockade reseptor D2 oleh obat yang bekerja pada reseptor tersebut, seperti halnya pada obat-obat antipsikotik generasi pertama contohnya antara lain haloperidol. Hiperaktivitas atau peningkatan dopamin pada nigrostriatal dopamine pathways mendasari terjadinya gangguan pergerakan hiperkinetik seperti chorea, dyskinesia dan tics. Terjadinya blockade yang lama pada reseptor D2 di nigrostriatal dopamine pathways menyebabkan dyskinesia.11 D. Tuberoinfundibular dopamin pathways. timbulnya gangguan pergerakan seperti tardive

14

Gambar 5 : Tuberoinfundibular dopamin pathways Berperan dalam mengkontrol sekresi prolaktin. Diblokir oleh neuroleptik, menyebabkan hiper-prolaktinemia. Penurunan aktivitas prolaktin setelah melahirkan berhubungan dengan peningkatan jumlah prolaktin pada air susu ibu (ASI). Peningkatan level prolaktin antara lain karena terjadinya gangguan dari fungsi tuberoinfundibular dopamin pathways yang disebabkan oleh lesi atau pemakaian obat-obat antipsikotik. Manifestasi klinis akibat peningkatan level prolaktin dapat berupa galaktorea (sekresi ASI), amenorea, atau disfungsi seksual. Hal ini sering terjadi selama atau setelah pemberian obat antipsikotik.11 V. Kesimpulan Dopamin adalah salah satu zat kimia dalam otak sejenis neurotransmitter, dan merupakan perantara bagi biosintesis hormon adrenalin dan noradrenalin. Dopamin juga adalah satu hormon yang dihasilkan di Hipotalamus. Fungsi utamanya sebagai hormon adalah menghambat pelepasan prolaktin dari kelenjar hipofisis.2 Penyebab pasti dari skizofrenia belum diketahui namun hipotesis dopamin adalah hipotesis yang paling berkembang dari berbagai hipotesis. Pada penderita skizofrenia, produksi neurotransmitter dopamin berlebihan, sedangkan kadar dopamin tersebut berperan penting pada perasaan senang dan pengalaman mood yang berbeda. Bila kadar dopamin tidak seimbang, berlebihan atau berkurangan penderita dapat mengalami gejala positif dan gejala negatif seperti yang disebutkan di atas. Berkurangnya dopamin pada jalur mesokortikal dapat menyebabkan simptom negatif dan gangguan kognitif. Manakala, meningkatnya dopamin pada jalur mesolimbik dapat menimbulkan simptom positif dari skizofrenia.11,12

15

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.scribd.com/doc/48698948/BAB-I-Coba 2. http://id.wikipedia.org/wiki/Dopamin 3. http://ghendoest.blogspot.com/2010/07/farmakoterapi-skizofrenia.html 4. http://www.news-medical.net/health/Dopamine-Biochemistry.aspx

5. Benjamin James Sadock, v.a.s. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry. 2007. New York.
6. http://www.news-medical.net/health/Dopamine-Functions.aspx 7. Maslim, Rusdi. Buku Saku PPGDJ-III. 2003. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

FK-Unika Atmajaya.
8. Ibrahim, Ayub Sani. Psikiatri. 2011. Jakarta: Jelajah Nusa. 9. Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia.

Pedoman

Pelayanan

Kegawatdaruratan Psikiatrik. 2011. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Jiwa 10. FKUI. Buku Ajar Psikiatri. 2010. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 11. Benhard Rudyanto Sinaga. Skizofrenia & Diagnosis Banding. 2007.Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 12. http://astaqauliyah.com/2007/02/sekilas-tentang-skizofrenia

16

Anda mungkin juga menyukai