Anda di halaman 1dari 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Penuaan Penuaan bukanlah hanya proses menjadi tua. Penuaan adalah proses yang membuat tua tidak sebaik baru dan ketika laju kegagalan meningkat bersamaan dengan peningkatan usia, orang menjadi sakit, lemah dan kadang sekarat (Gavrilov, 2004). Penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia kronologik. Penuaan tidak dapat dihindarkan dan berjalan dengan kecepatan berbeda, tergantung dari susunan genetic seseorang, lingkungan dan gaya hidup, sehingga penuaan dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung kesehatan masing masing invidu. (Fowler, 2003) Definisi penuaan menurut A4M (American Academy of Anti-Aging Medicine) adalah kelemahan dan kegagalan fisik-mental yang berhubungan dengan penuaan normal yang disebabkan oleh disfungsi fisiologik, dan dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat. (Klatz, 2003)

2.2. Beberapa Teori Penuaan Penuaan dalam teori ilmiah sangatlah beragam. Tetapi secara komprehensif teori penuaan dapat disingkat dan diuraikan menjadi dua kelompok besar yaitu, DNA Damage Theory dan Built-in Breakdown Theory : (Ratnawati, 2002)

Deoxyribonucleic Acid (DNA) Damage Theory atau teori kerusakan DNA masih dapat dibagi atas :

1.

DNA Damage and Repair Theory. Kemampuan sel tubuh dalam mereparasi kerusakan DNA di dalam inti sel terbatas. Jika kerusakannya banyak, maka akan ada sisa kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Makin lama kerusakan yang tidak dapat diperbaiki ini makin banyak dan menumpuk. Dengan demikian teori ini disebut juga teori penumpukan kerusakan DNA atau error catastrophe theory.

Gambar 2.1 DNA damage and repair theory (sumber : Richard S, 2010)

2.

Free Radical and Oxidation Theory. Metabolisme makanan, selain menghasilkan energi untuk tubuh ternyata juga menghasilkan gugus kimia lain yang disebut sebagai free radical atau radikal bebas yang dapat merusak sel. Kerusakan sel oleh radikal bebas ini sebenarnya dapat dihambat dengan pengaturan diet serta pemberian antioksidan tambahan di dalam makanan.

3.

Mitchondrial DNA (mt DNA) Theory. Menurut teori ini, kerusakan DNA mitokondria ternyata tidak dapat diperbaiki oleh sel, karena mekanisme dan perangkat enzim untuk perbaikan seperti di dalam DNA inti, tidak dimiliki oleh DNA mitokondria. Kerusakan mt DNA bisa dihambat dengan mengurangi radikal bebas yang timbul dari metabolism makanan.

4.

Radiation Theory. Dalam teori ini, penuaan terjadi karena pengaruh radiasi. Radiasi yang terbanyak dan paling umum berasal dari sinar Ultra Violet (UV, bagian dari sinar matahari) yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan mitokondria. Radiasi mampu membentuk radikal bebas dari pemecahan molekul air di dalam sel. Radikal bebas ini akan merusak DNA baik di dalam inti maupun di dalam mitokondria. Makin pendek spektrum cahaya, makin poten radiasi yang ditimbulkan dan

makin banyak menyebabkan kerusakan sel. Melihat reaksi dan kerusakan dari teori radiasi ini, maka tampak bahwa radiasi juga berhubungan dengan free radical and oxidation theory, DNA damage and repair theory serta mitochondrial DNA theory. Selain teori DNA Damage Theory, Built-in Breakdown Theory masih terbagi juga atas : 1. Disposable Soma Theory. Sesuai hukum alam, makhluk yang sudah tidak mampu bereproduksi memang selayaknya menua dan mati. Selain itu, makhluk yang selalu sakit sakitan karena tua, menjadi amat mahal dalam hal penggunaan energi/biaya untuk tetap hidup. Hukum ini tampaknya sesuai dengan strategi dan perhitungan cost and benefit dari hukum alam semesta.

2.

Genetic Theory. Genetic clock (jam genetic) ternyata telah teprogram di dalam sel. bila sel harus membelah dan bila harus berhenti membelah. Program penuaan ditentukan oleh mt DNA dari induk dan DNA nukleus dari ayah dan ibu. Teori ini mirip dengan Hayflick phenomenon tentang limitasi pembelahan sel. Makin sering sel membelah, makin cepat sel itu menua.

3.

Telomere Theory. Sebagaimana diketahui, DNA sel membelah dengan

mekanisme satu arah setiap kali terjadi pembelah selama panjang ujung telomere (ujung lengan pendek kromosom) akan berkurang panjangnya (sekitar 65 rantai dasar asam amino) karena saat pemutusan duplikat kromosom akan terjadi perlukaan ujung kromosom. Makin sering sel itu membelah, ujung telomere-nya menjadi makin cepat

memendek dan akhirnya habis serta tidak mampu membelah lagi.

Gambar 2.2 Telomere theory (sumber : Wang, 2010) 4. Immunological Theory. Daya tahan tubuh makhluk hidup dibentuk antara lain oleh aktivasi dan proliferasi sel sel imunokompeten. Sinyal pengaktif pembelahan sel imunokompeten ternyata juga makin lama makin lemah, seiring dengan penuaan. Jika

sering sakit, berbagai produk penyakit antara lain zat radikal bebas menjadi semakin banyak jumlahnya dan sel

imunokompeten juga makin sering membelah. Dengan demikian tubuh makin cepat tua dan makin lemah daya tahan tubuhnya karena efek dari radikal bebas yang timbul pada saat pertahanan terhadap infeksi ataupun karena efek limitasi kemampuan pembelahan (berhubungan dengan telomere theory) dari sel-sel imunokompeten. 5. Apoptosis Theory Disebut juga sebagai teori program bunuh diri (commit suicide) dari sebuah sel jika lingkungan sekitarnya berubah. Lingkungan yang berubah (termasuk di dalamnya oleh karena stress, hormone tubuh yang berkurang, dan lain lain kondisi yang berubah) akan memacu apoptosis di berbagai jaringan/organ tubuh.

2.3. Telomere Telomere adalah kelompok urutan dasar DNA yang berada pada bagian ujung DNA linier. Meskipun termasuk dalam untai DNA, telomere tidak mengkode protein apa pun, sehingga bukan merupakan gen. Telomere berperan penting dalam menjaga kestabilan genom tiap sel. (Dipinho, 2011) Kata telomere berasal dari bahasa Yunani, yaitu telos yang berarti akhir dan meros yang berarti bagian. Keberadaan dari suatu bagian akhir dari

10

kromosom, pertama kali dikatakan oleh Muller pada tahun 1983. (Oeseburg et. Al, 2010)

2.4 Struktur dan Fungsi Telomere Telomere tersusun dari urutan basa basa nukleotida dengan motif tertentu yang berulang ulang ratusan hingga ribuan kali, yang berfungsi sebagai penutup dan pemeliharaan . Pada manusia, motif telomer yang berulang adalah TTAGGG. DNA telometrik melindungi gen organisme dari erosi melalui replikasi DNA yang berurutan. Selain itu DNA telometrik dan protein khusus yang terkait dengan DNA ini entah bagaimana ternyata mampu mencegah ujung ujung tersebut mengaktifkan sistim sel untuk memonitor kerusakan DNA. (Blasco et.al, 1997; Yoshiko Takahashu et.al., 2000) Sebelum membelah diri, sel akan menjalani beberapa fase. Salah satunya adalah fase sintesis atau fase S yang memungkinkan penggandaan seluruh untai DNA yang menyusun genom. Penggandaan DNA pada umumnya dilakukan oleh emzim DNA-polimerase. Namun demikian, sintesis DNA yang dianut oleh DNA polymerase tidak memungkinkan penggandaan pada bagian ujung DNA linear. Dengan adanya struktur telomer yang khas dan enzim telomerase penggandaan untai DNA dapat dilakukan scara menyeluruh. (Theimer, Feigon, 2003) Keadaan suatu sel yang apabila tidak memiliki enzim telomerase maka sel tersebut tidak mampu menggandakan bagian yang menyebabkan untai DNA pada sel anakan menjadi lebih pendek dari sel awal. Bila keadaan ini berlanjut terus menerus seiring dengan pembelahan sel, untai DNA menjadi terlalu

11

pendek dan kestabilan genom terganggu. Keadaan ini mengancam kelanjutan hidup sel, dan dapat mengaktifkan program bunuh diri sel (apoptosis), atau sel berhenti membelah dan memasuki tahap jompo (senescence). (Neidle, Parkinson, 2003)

2.5 Telomerase Telomerase adalah suatu enzim yang menambahkan urutan DNA berulang di ujung atas DNA pada bagian telomere, yaitu bagian ujung kromosom eukariota. Telomerase ditemukan oleh Carol W Greider dan Elizabeth pada tahun 1985. Pengaturan telomerase dalam sel manusia bersifat multifaktorial, melibatkan ekspresi gen telomerase, interaksi protein pasca translasi, dan fosforilasi protein. Sejumlah proto-oncogens dan gen tumor suppresor terlibat dalam pengaturan aktivitas telomerase. Beberapa faktor fisiologis, misalnya Epidermal Growth Factor (EGF) dan faktor-faktor pertumbuhan yang lain juga dapat mempengaruhi telomerase. (Greider, Blackburn, 1985) Enzim ini tergolong transkriptase balik (reverse transcriptase) yang membawa molekul RNA-nya (ribonuceic acid) sendiri, yang selanjutnya digunakan sebagai cetakan sewaktu mengulur telomer, yang memendek setiap siklus replikasi. (Greider, Blackburn, 1985)

12

2.6 Struktur dan Fungsi Enzim Telomerase Telomerase merupakan RNA-dependent DNA polymerase yang memiliki inti yang terdiri dari subunit RNA yaitu human telomerase RNA (hTER), komponen protein (human telomerase associated protein 1-hTEP1) dan subunit katalis human telomerase reverse transcriptase (hTERT). Dari subunit ini, aktivitas telomerase membutuhkan adanya hTER, yang merupakan RNA template dari telomeric repeat, dan hTERT yang merupakan reverse transcriptase. (Ratnawati , 2002) Pada tahun 1972 James D.Watson menemukan DNA polimerase yaitu suatu enzim untuk replikasi DNA yang ternyata tidak bisa mengcopy seluruh panjang kromosom, terdapat suatu daerah di bagian ujung kromosom (telomer) yang tidak di copy, sehingga mengakibatkan telomere akan bertambah pendek pada sel anak dan akibatnya akan mengancam kehidupan dan proses replikasi sel. Oleh karena itu pada telomer terdapat subunit DNA yang harus tetap dibuat copy nya agar panjang kromosom tetap dan sel dapat bertahan untuk terus mengalami mitosis. Keadaan ini disebut sebagai end replication problem dan hal ini dapat diatasi oleh enzim telomerase. (Ratnawati, 2002) Enzim telomerase mengatasi hal tersebut dengan membuat rantai DNA tambahan yang terdiri dari urutan nukleotida yang berulang (merupakan subunit telomer). Tambahan tersebut dibuat sebelum proses replikasi berlangsung, akibatnya ujung kromosom (telomer) akan memiliki panjang yang tepat sama dengan kromosom inangnya. (Ratnawati H, 2002)

13

Gambar 2.3 Telomerase template (sumber : Schlender, 2012)

2.7. Faktor Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pemendekan Telomere Faktor faktor yang berpengaruh terhadap pemendekan telomere pada pria dan wanita sangat bervariasi dan faktor faktor yang berpengaruh ini sering dianggap dapat mempercepat penuaan dan beresiko dengan kematian dini, salah satunya adalah masalah status sosial ekonomi, tingkat stress yang tinggi, kebiasaan merokok, obesitas. Pemendekan telomere juga dipercepat oleh berbagai jenis penyakit yang terkait dengan penambahan usia, seperti penyakit kardiovaskular, infeksi dan lain lain. ( Blasco , 2007) Beberapa syndrome yang berkarakterisasi mutasi pada gen telomerase yang mengakibatkan percepatan terhadap pemendekan telomer. Kasus dyskeratosis congenital, anemia aplastik dan idiopathic pulmonary

14

fibrosis juga sebagai beberapa faktor yang mempercepat pemendekan telomer. Beberapa pasien yang didiagnosa anemia aplastik juga

menunjukkan mutasi pada gen telomerase yaitu gen TERC dan TERT, yang sering berakibat pemendekan telomere dan kematian dini. ( Blasco, 2007)

2.8. Mekanisme Penuaan Akibat Pemendekan Telomere Penuaan merupakan penurunan keadaan homeostasis secara progresif setelah fase reproduktif kehidupan tercapai sehingga menimbulkan risiko peningkatan penyakit atau kematian. Penuaan secara biologis dikaitkan dengan usia secara kronologis, namun penuaan secara dini dapat terjadi diawal kehidupan sebagai kegagalan dalam merawat serta memperbaiki sel dan organ karena kerusakan DNA (deoxyribose nucleic acid). ( Yulianto, 2011) Penuaan sel dikaitkan pula dengan pemendekan telomer pada setiap kali membelah yang berperan sebagai penyebab penuaan sel dan merupakan komponen pada jam mitosis (mitotic clocks). Mekanisme jam (clock mechanism) pada telomer disebabkan oleh ketidak-mampuan DNA polymerase untuk menyelesaikan replikasi pada ujung kromosom linier yang mengakibatkan kromosom kehilangan sebagian dari ulangan telomer (telomere repeats) yaitu (TTAGGG). Pada akhirnya telomer akan memendek secara bertahap pada setiap pembelahan sel (dengan penuaan) yang mengakibatkan kromosom tidak stabil. (Yulianto, 2011)

15

Dalam setiap pembelahan sel, telomer akan memendek 50-200 base pairs karena DNA polymerases tidak mampu mereplikasi 3 termini secara utuh, fenomena ini dinamakan the end of replication problem. Telomer yang disfungsi dikenal sbagai DNA rusak yang memicu penghentian pertumbuhan permanen yang dikenal sebagai replicative senescence. . Telomere yang terlalu pendek menyinalkan penghentian (arrest) siklus sel atau apoptosis, bergantung pada jenis sel, yang turut andil dalam menyebabkan penipisan selular seiring penuaan. (Pangkahila, 2007; Ratnawati, 2002)

Gambar 2.4 The end replication problem (sumber : Greider et.al, 1996) 2.9 Peranan Telomere dan Telomerase Terhadap Terapi Anti-aging Penuaan adalah penurunan secara fisiologis fungsi tubuh dan berbagai sistem organ yang mengakibatkan peningkatan kejadian penyakit.

16

Anti-aging medicine sendiri merupakan salah satu spesialisasi bidang kedokteran yang menerapkan ilmu dan teknologi kedokteran mutahkhir untuk deteksi dini, prevensi, terapi serta membalikkan disfungsi organ organ dan penyakit yang berhubungan dengan usia tua. Prinsip dasar antiaging medicine meliputi : ( Datau, Wibowo, 2005) 1. Ilmiah. 2. Bukti klinis, dengan penelitian buta ganda acak dan terkontrol. 3. Holistik, jiwa raga, dari kulit ke tulang, dari ujung rambut sampai ujung kaki. 4. Sinergis, pendekatan terapi multi modalitas. 5. Terdokumentasi dalam jurnal perkumpulan seminat. Terdapat beberapa penelitian mengenai peran telomer dan enzim telomerase yang berkaitan dalam terapi anti-aging yaitu, penghargaan nobel dalam bidang ilmu fisiologi dan kedokteran mengenai bagaimana kromosom dilindungi oleh telomer dan enzim telomerase pada tahun 2009 serta penemuan mengenai TA-65 pada tahun 2011. (Blackburn et. Al., 2009; Scheeneberger et. Al., 2011). Sekitar tahun 1930-an, Herman Muller (peraih hadiah Nobel tahun 1946) dan Barbara McClintock (peraih nobel tahun 1983) telah meneliti bahwa struktur DNA pada ujung kromosom, diperkirakan dapat mencegah kromosom untuk melekat satu sama lain. Struktur DNA yang membentuk

17

topi pada ujung kromosom tersebut disebut telomere. Telomere mempunyai urutan DNA yang khas dan spesifik pada setiap organisme. (Szostack, 2009) Ketika sebuah sel membelah, molekul DNA yang mengandung empat basa yang membentuk kode genetik, disalin basa demi basa oleh enzim polymerase. Namun pada satu dari dua ujung DNA, permasalah timbul yaitu pada bagian paling akhir dari ujung DNA tidak dapat disalin. Oleh karena itu, kromosom akan memendek setiap kali sel terbelah. Masalah ini dapat dipecahkan setelah diketahui peran dan fungsi telomer oleh peraih penghargaan nobel kedokter dan ilmu fisiologi pada tahun 2009. (Blackburn et. Al., 2009) Pada awal penelitian mengenai telomer, Elizabeth Blackburn memetakan urutan DNA. Saat mempelajari kromosom Tetrahymena, sebuah organisme satu sel siliata, dia mengidentifikasi sebuah urutan DNA yang diulang ulang beberapa kali pada ujung kromosom. Fungsi urutan yang berupa CCCCAA masih belum jelas. Sebelumnya, Jack Szostak telah membuah penelitian bahwa sebuah molekul DNA linier, sebuah tipe monokromsom yang didegradasi secara cepat saat dimasukkan ke sel ragi. (Blackburn et. Al., 2009) Blackburn dan Jack Szostack memutuskan untuk melakukan eksperimen menembus batas spesies yang sangat jauh berbeda. Melalui DNA Tetrahymena, Blackburn mengisolasi urutan CCCCAA. Szostac memasangkannya dengan minikromosom dan memasukkannya ke dalam sel ragi. Hasilnya yang telah dipublikasikan pada tahun 1982, sangat

18

mengejutkan, terdapat urutan telomer DNA melindungi minikromosom dan degradasi. Hal ini memperlihatkan sebuah keberadaan mekanisme dasar yang tidak diketahui sebelumnya. Kemudian, hal ini menjadi bukti bahwa telomer DNA dengan urutan khasnya terdapat pada seluruh tumbuhan dan hewan, dari amuba hingga manusia. (Blackburn et. Al., 2009)

Gambar 2.5 Telomer yang terlihat pada Tetrahymena (sumber: Rohl, 2009) Pada tahun 1984, Carol Greider memulai menginvestigasi sebuah kemungkinan bahwa pembentukan telomer DNA dipengaruhi oleh suatu enzim yang belum diketahui. Greider menemukan tanda tanda aktivitas enzim pada ekstrak sel. Greider dan Blackburn menamakannya enzim telomerase, memisahkannya dan menunjukkan bahwa enzim juga

mengandung RNA seperti halnya protein. Komponen RNA dibuktikan mengandung urutan CCCCAA. Enzim ini berperan sebagai cetakan saat telomer dibentuk, saat komponen protein dibutuhkan untuk proses konstruksi

19

contohnya aktivitas enzim. Telomerase memperpanjang telomer DNA, menyediakan tempat yang membuat DNA polymerase dapat mencetak keseluruhan panjang kromosom tanpa kehilangan bagian pada ujungnya. (Blackburn EH et. Al., 2009)

Gambar 2.6 Perpanjangan telomer oleh telomerase (Sumber: Rohl, 2009) Kelompok Szostak mengidentifikasi sel ragi yang termutasi dapat menyebabkan pemendekan bertahap dari telomer. Beberapa sel tumbuh dengan buruk dan berhenti membelah. Blackburn dan asistennya membuat mutasi pada RNA telomerase dan meneliti efek yang sama pada Tetrahymena. Pada kedua kasus tersebut,hal ini menimbulkan penuaan sel premature dan penuaan fungsi sel akibat penuaan. Sebaliknya telomer fungsional malah mencegah kerusakan kromosom dan memperlambat penuaan sel. Selanjutnya, kelompok Greider memperlihatkan bahwa penuaan

20

sel manusia diperlambat oleh telomerase. Penelitian memberi kesimpulan bahwa urutan DNA pada telomer menarik protein yang membentuk penutup protektif di sekeliling ujung untai DNA yang rapuh. (Blackburn EH et. Al., 2009)

Gambar 2.7 Perbedaan minikromosom dengan dan tanpa telomer (sumber : Rohl, 2009)

Penelitian mengenai telomer terus berlanjut termasuk mengenai beberapa tanaman herbal, yaitu Astragalus membranaceus.Tanaman ini berpotensi untuk meningkatkan vitalitas, dan berfokus kepada peningkatan imunitas. Astragalus membranaceus terbukti mengandung polisakarida, saponin, flavonoid, asam amino dan beberapa elemen penting. Polisakarida yang terdapat pada Astragalus,memiliki fungsi baik yang bekerja pada

21

imunomodulator, yaitu pada fraksi F3. Selain itu, flavonoid yang terkadung pada Astragalus dapat menghambat peroksidase lipid dan juga menghambat superoxide anion dan juga berpengaruh baik terhadap oksidasi protein. Dengan melihat beberapa benefit dari Astragalus, TA-sciences memproduksi ekstrak dari akar Astragalus ini dengan nama dagang TA-65. TA-65 diakui betul dapat meningkatkan imunitas yang berdampak dapat meningkatkan panjang telomer serta penurunan presentase resiko

pemendekan telomer serta penurunan presentase resiko pemendekan telomer TA-65 yang telah dilakukan pada tahun 2011. Senyawa TA-65 adalah molekul kecil dari aktivator telomer yang dimurnikan dari akar Astragalus membranaceus yang mampu meningkatkan panjang telomer serta penurunan persentase resiko pemendekan telomer dengan cara mengaktivasi enzim telomerase.

22

Anda mungkin juga menyukai