Anda di halaman 1dari 37

TUGAS MAKALAH OBSTETRI-GINEKOLOGI SOSIAL

PERAN KELUARGA BERENCANA DALAM UPAYA MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN MATERNAL DI INDONESIA
Pembimbing : Dr.dr. Raditya Wratsangka, Sp.OG (K)

Disusun Oleh : Fanny Febriana Nurul Wahida Andre Ferryandri S Syarifah Zawani Nidia Putri Dito Desdwianto M. Fitri

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT JAKARTA PERIODE 10 JUNI 2013 24 AGUSTUS 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur

kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat bimbingan dan

pertolongan-Nya, penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr.dr. Raditya Wratsangka, Sp.OG (K) yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis dalam penulisan makalah ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah dengan judul Peran Keluarga Berencana dalam Upaya Menurunkan Angka Kematian Maternal di Indonesia dengan tepat waktu. Adapun makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Jakarta. Sehubungan dengan penyusunan makalah ini, penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr.dr. Raditya Wratsangka, Sp.OG (K), selaku pembimbing makalah sekaligus kontributor Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Jakarta yang telah memberikan bimbingannya. Seperti kata pepatah, Tak ada gading yang tak retak, penulis juga menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang membaca makalah ini.

Jakarta, Juli 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................................1 Daftar Isi ...................................................................................................................................2

BAB I Pendahuluan...................3

BAB II Program KB (Keluarga Berencana)..........................................................................................5

BAB III Angka kematian Ibu.................................................................................................................14

BAB IV Peran Program Keluarga Berencana Dalam Upaya Penurunan Angka Kematian Maternal Di Indonesia................................................................................................................................27

BAB V Penutup..................................................................................................................................27

BAB VI Kesimpulan dan Saran............................................................................................................33 Daftar Pustaka................35

BAB I PENDAHULUAN

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin merupakan masalah besar di seluruh dunia, termasuk di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Tahun 2005, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per tahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di Asia Selatan, wanita berkemungkinan 1 : 18 meninggal akibat kehamilan / persalinan selama hidupnya; di banyak negara Afrika 1 : 14; sedangkan di Amerika Utara hanya 1 : 6.366. Lebih dari 50 % kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya relatif rendah. (1) Angka kematian ibu di negara berkembang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di negara maju seperti Amerika. Angka kematian ibu di negara berkembang di ketahui sampai 450/100.000 kelahiran hidup, sedangkan di Amerika hanya 30 /100.000 kelahiran hidup. (2) Tingginya angka kematian ibu diduga sebagian akibat kurangnya mutu pelaksanaan pelayanan antenatal selama dilakukan pemeriksaan kepada ibu hamil. Target internasional pada tahun 2005, angka kematian ibu (AKI) dibawah 125/100.000 kelahiran hidup dan 75/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, dan angka kematian bayi (AKB) ditargetkan menjadi 15/1.000 kelahiran hidup (Depkes, 2005). (3) Di Indonesia, masalah kematian dan kesakitan ibu merupakan masalah besar. Pada tahun 2006, angka kematian ibu (AKI) masih menduduki urutan tertinggi di Negara ASEAN yaitu 307/100.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi (AKB) sebesar 35/1.000 kelahiran hidup. (3) Tingginya AKI di Indonesia yang menduduki urutan tertinggi di ASEAN, menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya negara lain adalah perdarahan, infeksi dan preklampsia/ eklampsia. Dalam perdarahan dan infeksi sebagai penyebab kematian, sebenarnya tercakup pula kematian akibat abortus terinfeksi dan partus lama. Hanya sekitar 5 % kematian ibu di sebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis. 3

Banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka kematian ibu dan anak seperti halnya yang terdapat di negara berkembang lainnya, ada 3 faktor penyebab yaitu: keadaan sarana pelayanan kesehatan ibu dan anak belum memadai, penggunaan sarana pelayanan kesehatan ibu dan anak yang masih kurang dan karakteristik ibu hamil yang buruk terutama berupa multiparitas, umur tua, anemia dan jarak antara dua kehamilan yang terlalu pendek. (4) Kebijakan Departemen kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategi Empat Pilar Safe motherhood yang terdiri atas Keluarga Berencana (KB), pelayanan antenatal, persalinan yang aman, serta pelayanan obstetri esensial.

BAB II PROGRAM KB (KELUARGA BERENCANA) 2.1. DEFINISI Program KB adalah bagian yang terpadu (integral) dalam program pembangunan nasional dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual dan sosial budaya penduduk Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional (Depkes,1999). Pengertian Program Keluarga Berencana menurut UU No.10 tahun 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Handayani, 2010). KB memiliki arti mengatur jumlah anak sesuai kehendak anda, dan menetukan sendiri kapan anda akan hamil, serta bisa menggunakan metode KB yang sesuai dengan keinginan dan kecocokan kondisi tubuh anda (Uliyah, 2010).

2.2.

TUJUAN MELAKSANAKAN PROGAM KB Tujuan umum adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekutan sosial

ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Tujuan lain meliputi pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Tujuan KB berdasarkan RENSTRA 2005-2009 meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Keluarga dengan anak ideal Keluarga sehat Keluarga berpendidikan Keluarga sejahtera Keluarga berketahanan Keluarga yang terpenuhi hak-hak reproduksinya 5

7.

Penduduk tumbuh seimbang (PTS)

2.3. SASARAN PROGRAM KB Sasaran program KB tertuang dalam RPJMN 2004-2009 yang meliputi: 1. Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 1,14 persen per tahun. 2. Menurunnya angka kelahiran total (TFR) menjadi sekitar 2,2 per perempuan. 3. Menurunnya PUS yang tidak ingin punya anak lagi dan ingin menjarangkan kelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai alat/cara kontrasepsi (unmet need) menjadi 6 persen. 4. Meningkatnya pesertaKB laki-laki menjadi 4,5persen. 5. Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi yang rasional, efektif, dan efisien. 6. Meningkatnya rata-rata usia perkawinan pertama perempuan menjadi 21 tahun. 7. Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak. 8. Meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera-1 yang aktif dalam usaha ekonomi produktif. 9. Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan Program KB Nasional. 2.4. STRATEGI PROGRAM KB Terbagi dalam 2 hal a. Strategi dasar b. Meneguhkan kembali program di daerah Menjamin kesinambungan program

Strategi operasional Peningkatan kapasitas sistem pelayanan Program KB Nasional Peningkatan kualitas dan prioritas program Penggalangan dan pemantapan komitmen Dukungan regulasi dan kebijakan Pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas pelayanan 6

2.5. MANFAAT KB Setiap tahun ada 500.000 perempuan meninggal akibat berbagai masalah yang melingkupi kehamilan, persalinan, dan pengguguran kandungan (aborsi) yang tidak aman. KB bisa mencegah sebagian besar kematian itu. Di masa kehamilan misalnya, KB dapat mencegah munculnya bahaya-bahaya akibat: 1. Kehamilan terlalu dini Perempuan yang sudah hamil tatkala umurnya belum mencapai 17 tahun sangat terancam oleh kematian sewaktu persalinan. Karena tubuhnya belum sepenuhnya tumbuh, belum cukup matang dan siap untuk dilewati oleh bayi. Lagipula bayinya pun dihadang risiko kematian sebelum usianya mencapai 1 tahun. 2. Kehamilan terlalu telat Perempuan yang usianya sudah terlalu tua untuk mengandung dan melahirkan terancam banyak bahaya. Khususnya bila ia punya problema-problema kesehatan lain, atau sudah terlalu sering hamil dan melahirkan. 3. Kehamilan-kehamilan terlalu berdesakan jaraknya Kehamilan dan persalinan menuntut banyak energi dan kekuatan tubuh perempuan. Kalau ia belum pulih dari satu persalinan tapi sudah hamil lagi, tubuhnya tak sempat memulihkan kebugaran, dan berbagai masalah, bahkan juga bahaya kematian, menghadang. 4. Terlalu sering hamil dan melahirkan Perempuan yang sudah punya lebih dari 4 anak dihadang bahaya kematian akibat pendarahan hebat dan macam-macam kelainan lagi, bila ia terus saja hamil dan bersalin lagi.

2.6. KONTRASEPSI 2.6.1. Pengertian Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah/menghalangi dan konsepsi yang berarti pembuahan atau pertemuan antara sel telur dengan sperma. Jadi kontrasepsi dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma. Kontrasepsi dapat menggunakan berbagai macam cara, baik dengan menggunakan hormon, alat ataupun melalui prosedur operasi. 7

Tingkat efektivitas dari kontrasepsi tergantung dari usia, frekuensi melakukan hubungan seksual dan yang terutama apakah menggunakan kontrasepsi tersebut secara benar. Banyak metode kontrasepsi yang memberikan tingkat efektivitas hingga 99 % jika digunakan secara tepat. Jenis kontrasepsi yang ada saat ini adalah : kondom (pria atau wanita), pil (baik yang kombinasi atau hanya progestogen saja), implan/susuk, suntik, patch/koyo kontrasepsi, diafragma dan cap, IUD dan IUS, serta vasektomi dan tubektomi 2.6.2. Metode Kontrasepsi A. Metode Amenorea Laktasi (MAL) Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif. Cara kerja MAL dengan

penundaan/penekanan ovulasi. MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila menyusui secara penuh (full breast feeding) , lebih efektif bila pemberian lebih 8x sehari, belum haid, umur bayi kurang dari 6 bulan, Efektif sampai 6 bulan dan harus dilanjutkan dengan metode kontrasepsi lainnya. B. Metode Keluarga Berencana Alamiah (KBA) Seorang ibu harus mengerti kapan masa suburnya berlangsung, efektif bila dipakai dengan tertib, tidak ada efek samping, pasangan secara sukarela menghindari senggama pada masa subur ibu, atau senggama pada masa subur utuk mencapai kehamilan. Macam KBA salah satunya adalah: Metode lendir serviks atau lebih dikenal sebagai Metode Ovulasi Billings /MOB atau metode 2 hari mukosa servik dan metode simti termal adalah yang paling efektif. Cara yang kurang efektif misalnya sistem kalender atau pantang berkala karena kegagalannya sudah cukup tinggi lebih dari 20 %. Metode tersebut tidak diajarkan lagi oleh pengajar KBA. C. Senggama Terputus. Metode kontrasepsi tradisional yang dilakukan dengan cara mengeluarkan penis dari vagina sebelum ejakulasi. Sperma tidak masuk dalam vagina sehingga pembuahan dapat dicegah.

D.

Kondom Kondom merupakan jenis kontrasepsi penghalang mekanik. Kondom mencegah

kehamilan dan infeksi penyakit kelamin dengan cara menghentikan sperma untuk masuk ke dalam vagina. Kondom pria dapat terbuat dari bahan latex (karet), polyurethane (plastik), sedangkan kondom wanita terbuat dari polyurethane. Pasangan yang mempunyai alergi terhadap latex dapat menggunakan kondom yang terbuat dari polyurethane. Efektivitas kondom pria antara 85-98 % sedangkan efektivitas kondom wanita antara 79-95 %. Harap diperhatikan bahwa kondom pria dan wanita sebaiknya jangan digunakan secara bersamaan. E. Suntik Suntikan kontrasepsi diberikan setiap 3 bulan sekali. Suntikan kontrasepsi mengandung hormon progestogen yang menyerupai hormon progesterone yang diproduksi oleh wanita selama 2 minggu pada setiap awal siklus menstruasi. Hormon tersebut mencegah wanita untuk melepaskan sel telur sehingga memberikan efek kontrasepsi. Banyak klinik kesehatan yang menyarankan penggunaan kondom pada minggu pertama saat suntik kontrasepsi. Sekitar 3 dari 100 orang yang menggunakan kontrasepsi suntik dapat mengalami kehamilan pada tahun pertama pemakaiannya. F. Implan Implan atau susuk kontrasepsi merupakan alat kontrasepsi yang berbentuk batang dengan panjang sekitar 4 cm yang di dalamnya terdapat hormon progestogen, implan ini kemudian dimasukkan ke dalam kulit di bagian lengan atas. Hormon tersebut kemudian akan dilepaskan secara perlahan dan implan ini dapat efektif sebagai alat kontrasepsi selama 3 tahun. Sama seperti pada kontrasepsi suntik, maka disarankan penggunaan kondom untuk minggu pertama sejak pemasangan implan kontrasepsi tersebut G. IUD IUD (intra uterine device) merupakan alat kecil berbentuk seperti huruf T yang lentur dan diletakkan di dalam rahim untuk mencegah kehamilan, efek kontrasepsi didapatkan dari lilitan tembaga yang ada di badan IUD. IUD merupakan salah satu kontrasepsi yang paling banyak digunakan di dunia. Efektivitas IUD sangat tinggi sekitar 99,2-99,9 %, tetapi IUD tidak memberikan perlindungan bagi penularan penyakit menular seksual (PMS). Saat ini 9

sudah ada modifikasi lain dari IUD yang disebut dengan IUS (intra uterine system), bila pada IUD efek kontrasepsi berasal dari lilitan tembaga dan dapat efektif selama 12 tahun maka pada IUS efek kontrasepsi didapat melalui pelepasan hormon progestogen dan efektif selama 5 tahun. Baik IUD dan IUS mempunyai benang plastik yang menempel pada bagian bawah alat, benang tersebut dapat teraba oleh jari didalam vagina tetapi tidak terlihat dari luar vagina. Disarankan untuk memeriksa keberadaan benang tersebut setiap habis menstruasi supaya posisi IUD dapat diketahui. H. Kontrasepsi Kombinasi Oral (Hormon Estrogen dan progesteron)

Jenis KKO : a) Monofasik pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen/progestin dalam dosis yang sama, dengan 7 tabet tampa hormone aktif. b) Bifasik pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen/progestin dalam dosis yang berbeda, dengan 7 tabet tampa hormone aktif. c) Trifasik pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormone aktif estrogen/progestin dalam 3 dosis yang berbeda, dengan 7 tabet tampa hormone aktif. Suntikan Kombinasi a) b) c) I. 25 mg depo medroksiprogesteron asetat dan 5 mg estradiol valerat. 50 mg noretindron enantat dan 5 mg estradiol valerat. Efektivitas: 0.10.4 kehamilan per 100 wanita.

Kontrasepsi Progestin 1. Suntikan Progestin a) Depo-Provera (DMPA): 150 mg depot-medroxyprogesterone acetate yang diberikan setiap 3 bulan b) Noristerat (NET-EN): 200 mg norethindrone enanthate yang diberikan setiap 2 bulan

10

2.

Mini pil a) Kemasan 35-pil: 300 g levonorgestrel atau 350 g norethindrone

b) Kemasan 28-pil: 75 g norgestrel 3. Implan a) NORPLANT - Terdiri dari 6 kapsul - Mengandung 36 mg levonorgestrel - Lama kerja: 5 tahun b) INDOPLAN/JEDE - Terdiri dari 2 batang kapsul - Mengandung 75 mg levonorgestrel - Lama kerja 3 tahun c) IMPLANON - Terdiri dari 1 batang kapsul - Mengandung 68 mg 3-keto-desogestrel - Lama kerja 3 tahun 2.6.3. Kelebihan & kekurangan dari masing-masing alat kontrasepsi

Setiap metode kontrasepsi pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, berikut kelebihan dan kekurangan dari metode kontrasepsi yang telah disebutkan diatas : No Jenis Kontrasepsi 1. Kondom Kelebihan

Kekurangan

Bila digunakan secara tepat maka kondom dapat digunakan untuk mencegah kehamilan dan penularan penyakit menular seksual (PMS) Kondom tidak mempengaruhi kesuburan jika digunakan dalam jangka panjang Kondom mudah didapat dan tersedia dengan harga yang

Kekurarngan penggunaan kondom memerlukan latihan dan tidak efisien Karena sangat tipis maka kondom mudah robek bila tidak digunakan atau disimpan sesuai aturan Beberapa pria tidak dapat mempertahankan ereksinya saat menggunakan kondom. Setelah terjadi ejakulasi, pria harus menarik penisnya dari vagina, bila tidak, dapat terjadi resiko kehamilan atau penularan 11

terjangkau

penyakit menular seksual. Kondom yang terbuat dari latex dapat menimbulkan alergi bagi beberapa orang. Dapat mempengaruhi siklus mentruasi. Kekurangan suntik kontrasepsi /kb suntik dapat menyebabkan kenaikan berat badan pada beberapa wanita. Tidak melindungi terhadap penyakit menular seksual. Harus mengunjungi dokter/klinik setiap 3 bulan sekali untuk mendapatkan suntikan berikutnya. Sama seperti kekurangan kontrasepsi suntik, Implan/Susuk dapat mempengaruhi siklus mentruasi. Tidak melindungi terhadap penyakit menular seksual. Dapat menyebabkan kenaikan berat badan pada beberapa wanita.

2.

Suntik Kontrasepsi

Dapat digunakan oleh ibu yang menyusui. Tidak perlu dikonsumsi setiap hari atau dipakai sebelum melakukan hubungan seksual. Darah menstruasi menjadi lebih sedikit dan membantu mengatasi kram saat menstruasi.

3.

Implan/Susuk Kontrasepsi

Dapat mencegah terjadinya kehamilan dalam jangka waktu 3 tahun. Sama seperti suntik, dapat digunakan oleh wanita yang menyusui. Tidak perlu dikonsumsi setiap hari atau dipakai sebelum melakukan hubungan seksual. Merupakan metode kontrasepsi yang sangat efektif. Bagi wanita yang tidak tahan terhadap hormon dapat menggunakan IUD dengan lilitan tembaga. IUS dapat membuat menstruasi menjadi lebih sedikit (sesuai untuk yang sering mengalami menstruasi hebat). Mengurangi resiko

4.

IUD/IUS

Pada 4 bulan pertama pemakaian dapat terjadi resiko infeksi. Kekurangan IUD/IUS alatnya dapat keluar tanpa disadari. Tembaga pada IUD dapat meningkatkan darah menstruasi dan kram menstruasi. Walaupun jarang terjadi, IUD/IUS dapat menancap ke dalam rahim.

5.

Pil Kontrasepsi/kb

Tidak melindungi terhadap 12

terkena kanker rahim dan kanker endometrium. Mengurangi darah menstruasi dan kram saat menstruasi. Dapat mengontrol waktu untuk terjadinya menstruasi. Untuk pil tertentu dapat mengurangi timbulnya jerawat ataupun hirsutism (rambut tumbuh menyerupai pria).

penyakit menular seksual. Harus rutin diminum setiap hari. Saat pertama pemakaian dapat timbul pusing dan spotting. Efek samping yang mungkin dirasakan adalah sakit kepala, depresi, letih, perubahan mood dan menurunnya nafsu seksual. Kekurangan Untuk pil kb tertentu harganya bisa mahal dan memerlukan resep dokter untuk pembeliannya.

13

BAB III ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)

3.1.

DEFINISI Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun

waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985). Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) per 100.000 kelahiran hidup. AKI berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu ibu melahirkan dan masa nifas. (5) Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai resiko jumlah kematian ibu. 3.2. AKI INDONESIA Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus.

14

Gambar diatas menunjukkan trend AKI Indonesia secara Nasional dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2007, dimana menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan SDKI survei terakhir tahun 2007 AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 Kelahiran Hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Sementara target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per 100.000 Kelahiran Hidup. Sedangkan Target yang ingin dicapai sesuai tujuan MDG & nsbp ke-5 , pada tahun 2015 AKI turun menjadi 102 kematian/100.000 kelahiran hidup.

15

3. 3.

PENYEBAB KEMATIAN IBU MELAHIRKAN Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor

penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi akibat indikasi yang lazim muncul yakni: 1. 2. 3. 4. Pendarahan Preeklampsi-Eklampsi, Aborsi, Infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting yang merupakan faktor penyebab kematian ibu. Diduga angka kematian ibu yang tinggi ini juga erat hubungannya dengan : Status wanita Indonesia yang masing rendah. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya diskriminasi terutama dalam soal makanan dan pendidikan terhadap wanita, yang pada akhirnya akan menyebabkan keadaan gizi yang kurang memadai dan pendidikan yang tertinggal terutama pada wanita pedesaan. Pekerjaan wanita terutama di pedesaan yang terlalu berat dan tidak didukung oleh gizi yang cukup. Proses reproduksi yang berlangsung terlalu giat, terlalu dini, terlalu banyak dan terlalu rapat, dan umumnya semua ini berhubungan dengan kemiskinan, ketidaktahuan dan kebodohan. Pelayanan obstetri masih sangat terbatas cakupannya sehingga belum mampu

menaggulangi ibu hamil resiko tinggi dan kasus gawat darurat pada lini terdepan. Disamping itu transportasi yang sulit, ketidakmampuan membayar pelayanan yang baik dan pantangan tertentu pada wanita hamil juga ikut berperan.

16

Dari uraian di atas terlihat faktor yang multi komplek yang masih ikut berperan dan arus ditanggulangi untuk menurunkan angka kematian ibu bersalin. Umunya sebagian besar faktor-faktor di ataslah yang akan menyebabkan terjadinya gangguan dan penyulit pada kehamilan, persalinan dan nifas..

Grafik diatas menunjukkan distribusi persentase penyebab kematian ibu melahirkan, berdasarkan data tersebut bahwa tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan yakni , pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28 %), anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10 % sampai hampir 60%. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan (WHO). 3.4. PATOFISIOLOGI (PERDARAHAN, PRE EKLMAPSI DAN INFEKSI)

Perdarahan post partum Pada pelepasan plasenta selalu terjadi perdarahan karena sinus-sinus maternalis di tempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Biasanya perdarahan itu sendiri tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menekan pembuluh-pembuluh darah yang 17

terbuka, sehingga lumennya tertutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah. Seorang wanita sehat dapat kehilangan 500 ml darah tanpa akibat buruk. Istilah perdarahan post partum digunakan apabila perdarahan setelah anak lahir melebihi 500 ml. Perdarahan primer terjadi dalam 24 jam pertama dan sekunder sesudah itu. Hal-hal yang menyebabkan perdarahan post partum ialah: atonia uteri, perlukaan jalan lahir, terlepasnya sebagian plasenta dari uterus, tertinggalnya sebagian dari plasenta umpamanya kotiledon atau plasenta suksenturiata, retensio Perdarahan postpartum dapat menyebabkan tubuh kehilangan banyak darah sehingga dapat menyebabkan schok hemoragik yang dapat berujung pada kematian ibu. Pre-eklamsia Perubahan pokok yang didapatkan pada pre-eklamsia adalah spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Hemokonsentrasi yang menyertai pre-eklamsia dan eklamsi tidak diketahui penyebabnya. Terjadi disini pergeseran cairan dari ruang intravascular ke ruang interstisial. Kejadian ini, yang diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan sering bertambahnya edema, menyebabkan volume darah mengurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai organ tubuh mengurang, dengan akibat hipoksia.

Eklamsia Pada umunya kejangan didahului makin memburuknya pre-eklamsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium, dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejangan yang bisa berakhir pada keadaan koma bahkan kematian; terutama pada persalinan bahaya ini besar.

Infeksi Nifas Infeksi nifas dapat dibagi dalam 2 golongan; yaitu infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium dan penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, melalui jalan limfe, dan melalui permukaan endometrium. Septikemia dan piemia merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh Streptococcus haemolyticus golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua karena infeksi nifas.

18

Pada septicemia kuman-kuman dari sarangnya di uterus, langsung masuk ke dalam peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat dibuktikan dengan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena di uterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena hipogastrika, dan atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu, embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk ke dalam peredaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ke tempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses di tempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia. Pada septicemia dari permulaan penderita sudah sakit dan lemah. Sampai 3 hari post partum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai dengan menggigil. Selanjutnya suhu berkisar antara 39-40OC, keadaan umum penderita cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140-160 kali per menit atau lebih). Penderita dapat meninggal 6-7 hari post partum.

3.5.

PENCEGAHAN

Pencegahan Perdarahan Perdarahan post partum merupakan salah satu komplikasi obstetri dengan beberapa intervensi pencegahan yang efektif. Manajemen aktif persalinan kala III, didefinisikan sebagai pemberian intramuskular 10 IU oksitosin, traksi tali pusat terkendali dan pijat fundus setelah plasenta dilahirkan, secara substansial mengurangi risiko perdarahan post partum. Sebuah meta-analisis dari empat fasilitas berbasis uji klinis menunjukkan penurunan 62% dalam risiko perdarahan post partum terkait dengan manajemen aktif persalinan kala III (Prendiville et al, 2000). World Health Organization (WHO), International Federation of Gynecologists and Obstetricians (FIGO) dan International Confederation of Midwives (ICM) merekomendasikan pendamping persalinan terampil memberikan manajemen aktif persalinan kala III untuk semua kelahiran vagina (ICM dan FIGO, 2003; ICM dan FIGO, 2006). Tindakan pencegahan lain dapat meningkatkan kesempatan wanita untuk bertahan hidup atau mencegah kondisi yang berhubungan dengan penyebab perdarahan post partum. Langkah-langkah ini meliputi: Selama perawatan antenatal: Mendeteksi dan mengobati anemia, mengembangkan rencana kesiapan lahir untuk memastikan melahirkan dengan petugas yang terampil,

19

mendistribusikan misoprostol untuk ibu hamil selama trimester ketiga kehamilan dalam kasus mereka melahirkan tanpa persalinan oleh tenaga trampil Selama persalinan: Gunakan partograf untuk memantau dan memandu pengelolaan tenaga kerja dan cepat mendeteksi kemajuan yang tidak memuaskan, mendorong wanita untuk menjaga kandung kemihnya kosong, batasi induksi atau penggunaan augmentasi untuk alasan medis dan kebidanan, tidak mendorong-dorong sebelum leher rahim melebar sepenuhnya, tidak menggunakan tekanan fundus untuk membantu kelahiran bayi, melakukan episiotomi selektif untuk alasan medis dan kebidanan saja, membantu wanita dalam melahirkan kepala bayi dan bahu secara terkendali untuk membantu mencegah terjadinya robekan. Selama kala III: Menyediakan manajemen aktif persalinan kala III (satu-satunya cara yang paling efektif untuk mencegah perdarahan post partum), jangan memijat rahim sebelum plasenta lahir, jangan gunakan tekanan fundus untuk membantu melahirkan plasenta, tidak melakukan traksi tali pusat terkendali tanpa pemberian obat uterotonika, tidak melakukan traksi tali pusat terkendali tanpa memberikan countertraction untuk mendukung rahim. Setelah melahirkan plasenta: rutin memeriksa vulva, vagina, perineum, dan anus untuk mengidentifikasi luka kelamin, secara rutin memeriksa plasenta dan membran untuk kelengkapan, mengevaluasi apakah rahim berkontraksi baik dan pijat rahim secara berkala setelah melahirkan plasenta untuk menjaga uterus berkontraksi dengan baik (setidaknya setiap 15 menit selama dua jam pertama setelah kelahiran), mengajarkan wanita untuk memijat uterus sendiri, memantau wanita untuk perdarahan vagina dan kekerasan rahim setiap 15 menit untuk setidaknya dua jam pertama, mendorong wanita untuk menjaga kandung kemihnya kosong selama periode pasca-melahirkan. Pencegahan Pre-eklamsia Pemeriksaan antenatal yang teratu dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini preeklamsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya pre-eklamsia dengan adanya factor-faktor predisposisi. Walaupun timbulnya pre-eklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya tidak dapat dikurangi dengan pemberian penanganan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil.

20

Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berate berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein, dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini pre-eklamsia dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensif, memang merupakan kemajuan yang penting dari pemeriksaan antenatal yang baik.

Pencegahan Eklamsia Pada umunya timbulnya eklamsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi. Usahausaha untuk menurunkan frekuensi eklamsia terdiri atas: 1) Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan dini sejak hamil muda 2) Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklamsia dan mengobatinya apabila ditemukan 3) Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda pre-eklamsia tidak juga dapat dihilangkan. Pencegahan Infeksi Nifas Selama Kehamilan Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan memperbaikinya. Keadaan gizi merupakan factor penting; karenanya, diet yang baik harus diperhatikan. Koitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena daoat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.

Selama Persalinan Usaha-usaha pencegahan terdiri dari atas membatasi sebanyak mungkin masuknya kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Demikian pula, semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker; yang menderita infeksi pernapasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar bersalin; alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam 21

persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, indikasi serta kondisi untuk bedah kebidanan harus dipatuhi. Selanjutnya, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfuse darah harus diberikan menurut keperluan.

Selama nifas Sesudah partus terdapat luka-luka di beberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari-hari pertama post partum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Oleh sebab itu, semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus suci hama. Pengunjung-pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama dibatasi sedapat mungkin. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanitawanita dalam nifas

3.6.

KEBIJAKAN

DAN

PROGRAM

UNTUK

MENURUNKAN

ANGKA

KEMATIAN IBU Menurunkan kesakitan dan kematian ibu telah menjadi salah satu prioritas utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Propenas. Kegiatankegiatan yang mendukung upaya ini antara lain meningkatkan pelayanan kesehatan

reproduksi, meningkatkan pemberantasan penyakit menular dan imunisasi, meningkatkan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, menanggulangi KEK, dan menanggulangi anemia gizi besi pada wanita usia subur dan pada masa kehamilan, melahirkan, dan nifas. (6) Kehamilan yang aman sebagai kelanjutan dari program safe motherhood, dengan tujuan untuk mempercepat penurunan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. MPS terfokus pada pendekatan perencanaan sistematis dan terpadu dalam intervensi klinis dan sistem kesehatan serta penekanan pada kemitraan antar institusi pemerintah, lembaga donor, dan peminjam, swasta, masyarakat, dan keluarga. Perhatian khusus diberikan pada

penyediaan pelayanan yang memadai dan berkelanjutan dengan penekanan pada ketersediaan penolong persalinan terlatih. Aktivitas masyarakat ditekankan pada upaya untuk menjamin bahwa wanita dan bayi baru lahir memperoleh akses terhadap pelayanan. (6)

22

Ada empat strategi utama bagi upaya penurunan kesakitan dan kematian ibu. Pertama, meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas dan cost effective. Kedua, membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program, lintas sektor, dan mitra lainnya. Ketiga, mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan dan perilaku sehat. Keempat, mendorong

keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan ibu dan bayi baru lahir. Ada tiga pesan kunci, yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapatkan pelayanan yang memadai, dan setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. (5) Perhatian khusus perlu diberikan kepada kelompok masyarakat berpendapatan rendah baik di perkotaan dan pedesaan serta masyarakat di daerah terpencil. Program Kesehatan Gratis yang telah dimulai sejak 2007 telah menyediakan pelayanan kesehatan dasar dan bidan di desa secara gratis bagi penduduk miskin perlu dipertahankan dengan berbagai cara. (6) Terlepas dari kebijakan dan program dengan fokus pada sektor kesehatan, diperlukan juga penanganan dalam konteks yang lebih luas di mana kematian ibu terjadi. Kematian ibu sering disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks yang menjadi tanggung jawab lebih dari satu sektor. Terdapat korelasi yang jelas antara pendidikan, penggunaan kontrasepsi, dan persalinan yang aman. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja harus ditangani dengan benar, mengingat besarnya masalah. Selain itu, isu gender dan hak-hak reproduksi baik untuk lakilaki maupun perempuan perlu terus ditekankan dan dipromosikan pada semua level. (6)

3.7.

SAFE MOTHERHOOD (USAHA KESELAMATAN IBU) Safe Motherhood adalah usaha-usaha yang dilakukan agar seluruh perempuan

menerima perawatan yang mereka butuhkan selama hamil dan bersalin. (7)

Tujuan utama dari Safe Motherhood adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil, bersalin, nifas di samping menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi baru lahir terutama di negara berkembang. (8) Pilar Safe Motherhood, meliputi 4 program penting di antaranya: (8) 1. Keluarga Berencana

23

Konsep Keluarga Berencana pertama kali diperkenalkan di Matlab, Bangladesh pada tahun 1976. Tujuan dari program KB ini antara lain adalah merencanakan waktu yang tepat untuk hamil, mengatur jarak kehamilan, menentukan jumlah anak. Yang kegiatannya terdiri dari Pelayanan dan Konseling. 2. Pelayanan Antenatal Pelayanan antenatal sangat penting untuk mendeteksi lebih dini komplikasi kehamilan dan sarana edukasi bagi perempuan tentang kehamilan. Komponen penting pelayanan antenatal meliputi: Skrining dan pengobatan anemia, malaria, dan penyakit menular seksual. Deteksi dan penanganan komplikasi seperti kelainan letak, hipertensi, edema, dan pre-eklampsia. Penyuluhan tentang komplikasi yang potensial, serta kapan dan bagaimana cara memperoleh pelayanan rujukan 3. Persalinan yang Aman Persalinan yang aman bertujuan untuk memastikan bahwa setiap penolong persalinan mempunyai kemampuan, ketrampilan, dan alat untuk memberikan pertolongan yang bersih dan aman, serta memberikan pelayanan nifas pada ibu dan bayi, pemberian pelayanan obstetri esensial tingkat dasar guna menghindari kegawatdaruratan & komplikasi yang berkaitan dengan kematian ibu 4. Pelayanan Obstetri Esensial

24

Kegiatan Safe Motherhood memiliki 6 kegiatan pelaksanaan utama yaitu: (8) 1. Deteksi dini dalam skrining Antenatal, mengenal faktor resiko; ibu resiko tinggi 2. Prediksi terjadinya kompilasi persalinan 3. Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) 4. Prevensi melakukan pencegahan pro-aktif, antisipasif terhadap ibu dan bayi. 5. Antisipasi 6. Intervensi Dukungan pelaksanaan Safe Motherhood: (8) 1. Dukungan suami Sebagai salah satu orang terdekat dengan ibu, dukungan suami memegang peranan penting di antaranya seperti merencanakan keluarga, menjaga serta menyelamatkan kesehatan ibu dan anak, mendukung penggunaan kontrasepsi, mempersiapkan perawatan terlatih selama persalinan, dan juga menjadi ayah yang bertanggung jawab. 2. Kebijakan politis, yaitu komitmen dan dukungan dari pimpinan wilayah dengan sector terkait (Tingkat kabupaten / kota, kecamatan, dan pedesaan) yang berkesinambungan dan berkelanjutan dalam pembinaan dan peningkatan untuk pelayanan kesehatan ibu yang terjangkau dalam wadah Gerakan Sayang Ibu. 25

3. Persepsi sama, disemua tingkat pelayanan (Polindes, Puskesmas dan Rumah sakit) dalam peningkatan pelayanan kesehatan ibu berbasis masalah keluarga dalam kegiatan deteksi dan kendali. 4. Prilaku paradigma sehat melalui pendekatan pencegahan, pro-aktif antisipatif oleh upaya kuratif rehabilitatif. Ada dua alasan yang menyebabkan Safe Motherhood perlu mendapat perhatian. Pertama, besarnya masalah kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta dampak yang diakibatkannya. Data menunjukkan bahwa seperempat dari wanita usia reproduktif di negara berkembang mengalami kesakitan yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. Dampak sosial dan ekonomi kejadian ini sangat besar, baik bagi keluarga, masyarakat, maupun angkatan kerja di suatu negara. Keberadaan seorang ibu merupakan tonggak utama untuk tercapainya keluarga yang sejahtera dan kematian seorang ibu merupakan suatu bencana bagi keluarganya. Kedua, Safe Motherhood pada hakikatnya merupakan intervensi yang efisien dan efektif dalam menurunkan angka kematian ibu. (8)

26

BAB IV PERAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DALAM UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN MATERNAL DI INDONESIA Program Keluarga Berencana (KB) secara mikro berdampak terhadap kualitas individu dan secara mikro berkaitan dengan tujuan pembangunan pada umumnya.12 Secara mikro, KB berkaitan dengan kesehatan dan kualitas hidup ibu/perempuan, juga kualitas bayi dan anak. Secara makro, KB dan kesehatan reproduksi berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung untuk meraih MDGs (Singh et al. 2003 dalam UNFPA 2006), yaitu13 : 1) memberantas kemiskinan dan kelaparan, 2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua, 3) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, 4) mengurangi angka

kematian anak, 5) meningkatkan kesehatan ibu, 6) menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan 7) pembangunan kemitraan global untuk pembangunan. Penggunaan KB berkaitan dengan rendahnya kematian ibu dan kematian anak dan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Memiliki anak lebih sedikit dan lebih sehat dapat mengurangi beban ekonomi pada keluarga miskin, dan memungkinkan mereka menginvestasikan sumberdayanya dalam pengasuhan, perawatan, dan sekolah anak, sehingga nantinya diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan (UNFPA 2005a, WHO 1994 dalam UNFPA 2006).14 Secara nasional, investasi KB juga membuka a window of opportuniity (jendela kesempatan) bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat melalui penurunan fertilitas dan perubahan struktur umur populasi dan angka ketergantungan (dependency ratio). Peningkatan rasio jumlah pekerja terhadap jumlah anak yang harus ditanggung menyebabkan peningkatan tabungan dan investasi, serta perbaikan standar kualitas kehidupan dan rendahnya kemiskinan (Bloom et al. 2003, Merrick 2002 dalam UNFPA 2006).15 A window of opportunity dapat menurunkan 14 % tingkat kemiskinan di Negara berkembang antara tahun 2000 dan 2015 (Mason and Lee 2004 dalam UNFPA 2006). Investasi dalam KB juga dapat menurunkan biaya pelayanan social seperti biaya pelayanan kesehatan, pendidikan, pangan, perumahan, dsb. Rendahnya pertumbuhan penduduk juga dapat mengurangi tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam yang terbatas (Singh et al. 2003 dalam UNFPA 2006). 15 Kematian ibu merupakan salah satu indikator utama yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat di suatu negara. Selain itu, kematian ibu juga terkait dengan kematian bayi serta dapat menunjukkan kinerja sistem kesehatan di suatu negara. Kematian 27

ibu merupakan masalah yang penting karena, pertama: tingkat variasi angkanya sangat berbeda antar negara menurut beberapa sumber, kedua: perbedaan yang sangat mencolok antara negara yang sedang berkembang dengan negara industri. World Health Organization (WHO) memperkirakan tiap tahun terjadi 500.000 kematian ibu, yang sebagian besar (lebih dari 98 %) terdapat di negara yang sedang berkembang. Diperkirakan angka kematian ibu (AKI) di negara yang sedang berkembang terjadi 100-200 kali lebih tinggi dibandingkan negara maju (industri). Perbedaan kematian ibu antara negara maju dengan negara yang sedang berkembang jauh lebih besar dari perbedaan angka kematian bayi,12 ketiga: kematian ibu (maternal) kurang lebih sepertiga hingga setengah nya berusia 15-49 tahun dari total kematian ibu, keempat: sekitar 88-98 % kematian ibu dapat dicegah, antara lain dengan peningkatan gizi, dan kombinasi antara pendidikan dan status pernikahan pada wanita, serta perbaikan pelayanan keluarga berencana. Tersedianya alat kontrasepsi, dan kemudahan untuk memperoleh pelayanan Keluarga Berencana (KB) mempunyai dampak yang besar pada penurunan AKI. Indikator kematian ibu yang diwakili oleh AKI (rate atau rasio) dipakai sebagai gambaran keberhasilan upaya peningkatan kesehatan ibu. Definisi kematian ibu menurut WHO adalah kematian yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan oleh sebab apapun, tetapi bukan karena kematian yang disebabkan kecelakaan atau kelalaian, dan terjadi selama kehamilan sampai dengan 42 hari setelah melahirkan (masa nifas), serta tidak tergantung umur maupun letak kehamilan.2 Hingga saat ini, AKI di Indonesia masih relatif tinggi, bahkan tertinggi di Asia Tenggara. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986, rasio AKI sebesar 450 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun menjadi 421 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 19923. Kematian ibu dapat dibagi dalam dua kelompok,14 pertama: kematian obstetrik langsung sebagai kematian akibat komplikasi pada waktu kehamilan (termasuk kehamilan, melahirkan, dan masa nifas) dari perlakuan-perlakuan yang diberikan, gejala risiko tinggi yang tidak terdeteksi, dan kesalahan penanganan, atau serangkaian kejadian yang diakibatkan oleh satu atau lebih diantara ketiga faktor tersebut, kedua: kematian obstetrik tidak langsung, yaitu kematian yang diakibatkan oleh penyakit yang diderita sebelum kehamilan atau penyakit yang berkembang selama kehamilan, bukan karena sebab obtstetrik langsung, tetapi yang diperburuk oleh efek fisiologi kehamilan. 15 Pada umumnya, baik di negara berkembang maupun negara maju, pencatatan dan pelaporan kematian ibu selalu di bawah angka yang seharusnya atau selalu under reported. Di 28

negara maju, under reporting terjadi akibat kesalahan dalam mengklasifikasi sebab kematian, terutama pada kasus kematian akibat obstetrik tidak langsung yang terjadi pada masa hamil muda. Sedangkan di negara berkembang, under reporting terjadi karena registrasi vital belum berjalan baik. Umumnya kematian akibat maternal tidak diketahui, kecuali apabila terjadi pada kehamilan tua, atau terjadi pada waktu persalinan. Dengan demikian, sampai saat ini belum ada suatu cara yang tepat untuk menilai masalah kesehatan maternal melalui kematian maternal. Kinerja Program KB di Indonesia Keberhasilan program KB di Indonesia salah satunya ditunjukkan oleh penurunan TFR (Total Fertility Rate) dari 5.6 (awal tahun 2007) menjadi 2.6 (SDKI tahun 2002-2003). Saat ini diproyeksikan wanita di Indonesia rata-rata melahirkan 2,4 anak, atau lebih dari 50 persen angka kelahiran telah diturunkan. Hasil pendataan keluarga menunjukkan rata-rata jiwa per keluarga adalah 3.82 (tahun 2006) dan 3.79 (tahun 2007). Menurunnya angka kelahiran tersebut di atas, merupakan sebagian besar akibat dari meningkatnya kesertaan berKB dari sekitar hanya 5 persen pada awal tahun 70 menjadi sekitar 62 persen saat ini. 16 Integrasi program KB dan Kesehaan Reproduksi (KR) di Indonesia mengikuti ICPD (International Conference on Population and Development) di Cairo 1994. Sejak tahun 2004, terjadi perubahan visi program KB nasional dari keluarga kecil bahagia dan sejahtera menjadi keluarga berkualitas pada tahun 2015 (Anonym 2004)2. Kebijakan pengelolaan/pengendalian pertumbuhan penduduk, penurunan IMR dan MMR, dan peningkatan kualitas program KB tercantum dalam UU No 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional Penurunan angka kelahiran menyebabkan pergeseran distribusi penduduk menurut kelompok umur dimana proporsi penduduk muda semakin menurun, proporsi penduduk usia kerja meningkat pesat dan proporsi penduduk lansia naik secara perlahan sehingga rasio ketergantungan menjadi menurun. Kondisi tersebut berpotensi memberikan keuntungan ekonomis atau dikenal dengan bonus demografi. Idealnya, penurunan proporsi penduduk muda mengurangi biaya untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga sumber daya dapat dialihkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Indonesia telah mengalami bonus demografi yang ditandai dengan menurunnya rasio ketergantungan mulai tahun 1971 hingga mencapai angka terendah pada tahun 2015-2020 yang merupakan jendela kesempatan (the window of opportunity) untuk melakukan investasi 29

bagi pembangunan sumber daya manusia. Bonus demografi sebenarnya sudah mulai kelihatan sejak akhir tahun 2000 dimana beban ketergantungan yang diukur dari ratio

penduduk usia anak-anak dan tua per penduduk usia kerja, telah menurun tajam, dari sekitar 85-90 per 100 di tahun 1970 menjadi sekitar 54-55 per 100 di tahun 2000. Bonus demografi, atau juga the window of opportunity, hanya akan bermanfaat kalau mutu penduduk mendapat pemberdayaan yang memadai dan penyediaan lapangan kerja yang mencukupi. Oleh karenanya bonus demografis yang sudah dialami Indonesia ini belum memberi makna yang berarti karena kualitas penduduk Indonesia sangat rendah. Karena tingkat pendidikan penduduk yang rendah, tidak bersekolah dan tidak bekerja, dengan

jumlahnya yang membengkak sangat besar, sebenarnya bonus demografi yang mulai muncul dewasa ini telah berubah menjadi penyebab beban ketergantungan menganggur yang sangat tinggi. Kondisi tersebut menghilangkan dampak positif bonus demografi sebagai akibat dari proses transisi demografi yang berkembang dengan baik. Kecenderungan Angka Kematian Maternal Analisis hasil SDKI tahun 1994 menunjukkan bahwa angka kematian ibu untuk periode lima tahun sebelum survei (1989-1994) adalah 390 kematian per 100.000 kelahiran.16,18 Sementara itu, hasil analisis SDKI 1997 menunjukkan sedikit penurunan menjadi 334 kematian per 100.000 kelahiran selama periode 1993-1997. Namun, karena angka kematian ibu berhubungan dengan kesalahan sampling yang tinggi, selang kepercayaan kedua angka tersebut saling tumpang tindih sehingga sulit untuk menyimpulkan telah terjadi penurunan. Angka kematian ibu sebesar 307 (SDKI 2002-2003), dan 228 (SDKI 2007) sepertinya menambah gambaran terjadinya penurunan kematian maternal. Gambar 3.4 mennjukkan tren angka kematian ibu menurut SDKI 1994, 1997, 2002-2003, dan 2007.

30

Gambar 3.4 Tren Angka Kematian Ibu (Periode Lima Tahun Sebelum Survei)
500 400 300 200 100 0 AKI
1994 1997 2002-2003 2007

Sumber: SDKI 1994, 1997, 02/03, 2007

Tantangan Program KB Indonesia Program KB di Indonesia menghadapi berbagai tantangan, terutama pada era desentralisasi dan otonomi daerah, serta pada kondisi terjadinya degradasi daya dukung sumberdaya alam pemasok kebutuhan pokok manusia. Desentralisasi (pada januari 2001) membawa perubahan mendasar bagi institusi yang mengurusi KB dan kesehatan. Menurut BKKBN (2005) terjadi penurunan perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan kependudukan. 17 Selain rendahnya kualitas SDM dan besarnya anggka pengangguran, tantangan pembangunan kependudukan di Indonesia berkaitan dengan menurunnya daya dukung alam bagi kehidupan umat manusia. Pembangunan kependudukan menjadi semakin penting mendapat perhatian di masa sekarang dan masa yang akan datang. Penurunan daya dukung hutan dan wilayah resapan air bagi pemenuhan kebutuhan air bersih penduduk serta daya dukung pertanian bagi penyediaan pangan merupakan dua diantara permasalahan daya dukung kehidupan di masa kini dan masa mendatang. Seperti diketahui, angka kematian ibu digunakan untuk mengukur risiko kematian ibu yang ada kaitannya dengan kehamilan, persalinan dan masa nifas. Menurut Danel, dua faktor yang dapat mempengaruhi risiko kematian ibu adalah jumlah kehamilan yang dialaminya 31

selama hidupnya dan risiko kematian selama kehamilan tersebut. Hasil penelitiannya di Nicaragua menunjukkan bahwa menurunnya risiko kematian ibu selama hidup berkaitan dengan fertilitas yang menurun pula.17,18 Perluasan akses dan perbaikan kualitas program KB merupakan hal utama dari upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan individu dan masyarakat dan membantu mereka untuk mengaktualisasikan potensinya. Kemiskinan yang masih tinggi menuntut intervensi pemerintah untuk tetap menjamin dan menyediakan kebutuhan alat kontrasepsi khususnya bagi keluarga miskin dan bagi wilayah-wilayah tertinggal dan daerah terisolasi.18,19 Tantangan upaua peningkatan pelayanan program KB lainnya adalah capacity building dan pelatihan SDM, peningkatan ketersediaan jasa KB seperti konseling KB, IEC, jasa pelayanan pemasangan kontrasepsi, fasilitas prenatal, kelahiran yang aman dan post-natal, distribusi dan pemilihan alat KB, dan Integrasi KB dengan program kesehatan reproduksi.20-22

32

BAB V PENUTUP Program KB adalah program yang diberlakukan pemerintah untuk menekan laju pertumbuhan penduduk yang semakin tahun semakin meningkat. Program KB mempunyai lebih banyak keuntungan daripada kerugiannya, salah satunya menekan angka kematian ibu. Menurunkan kesakitan dan kematian ibu telah menjadi salah satu prioritas utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Propenas. 4 penyebab utama kematian ibu pada masa kehamilan di Indonesia antara lain perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, infeksi saat kehamilan, dan aborsi. Tujuan dari program KB dalam mengurangi angka kematian ibu ini antara lain adalah merencanakan waktu yang tepat untuk hamil, mengatur jarak kehamilan, menentukan jumlah anak yang kegiatannya terdiri dari Pelayanan dan Konseling. Kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya keluarga berencana antara lain pemberantasan penyakit dasar dan rujukan,

meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi, meningkatkan menular dan imunisasi, meningkatkan pelayanan kesehatan masa kehamilan, melahirkan, dan nifas. (6)

menanggulangi KEK, dan menanggulangi anemia gizi besi pada wanita usia subur dan pada

Program Keluarga Berencana (KB) secara mikro berdampak terhadap kualitas individu dan secara mikro berkaitan dengan tujuan pembangunan pada umumnya. Secara mikro, KB berkaitan dengan kesehatan dan kualitas hidup ibu/perempuan, juga kualitas bayi dan anak. Secara makro, KB dan kesehatan reproduksi berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung untuk meraih MDGs (Singh et al. 2003 dalam UNFPA 2006), yaitu : 1) memberantas kemiskinan dan kelaparan, 2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua, 3) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, 4) mengurangi angka kematian anak, 5) meningkatkan kesehatan ibu, 6) menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan 7) pembangunan kemitraan global untuk pembangunan. Tersedianya alat kontrasepsi, dan kemudahan untuk memperoleh pelayanan Keluarga Berencana (KB) mempunyai dampak yang besar pada penurunan AKI. Indikator kematian ibu yang diwakili oleh AKI (rate atau rasio) dipakai sebagai gambaran keberhasilan upaya peningkatan kesehatan ibu. Hal ini masih merupakan tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia. 33

BAB VI KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan isi dan dan pembahasan antara lain bahwa program keluarga berencara (KB) merupakan salah satu usaha untuk merencanakan jumlah anak serta jarak kehamilan menggunakan metode kontrasepsi. Program KB memiliki tujuan, sasaran, dan metode. Tujuan dari program KB ini antara lain adalah merencanakan waktu yang tepat untuk hamil, mengatur jarak kehamilan, menentukan jumlah anak. Yang kegiatannya terdiri dari Pelayanan dan Konseling. Program KB dilakukan dengan cara penggunaan kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan perencanaan keluarga. Dampak positif program KB adalah terciptanya keluarga yang ideal dan dapat mengurangi angka kelahiran serta kematian ibu. 4 penyebab utama kematian ibu pada masa kehamilan di Indonesia antara lain perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, infeksi saat kehamilan, dan aborsi. Tujuan dari program KB dalam mengurangi angka kematian ibu disini antara lain adalah merencanakan waktu yang tepat untuk hamil, mengatur jarak kehamilan, menentukan jumlah anak yang kegiatannya terdiri dari Pelayanan dan Konseling. Perluasan akses dan perbaikan kualitas program KB merupakan hal utama dari upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan individu dan masyarakat dan membantu mereka untuk mengaktualisasikan potensinya.

SARAN Mengingat banyaknya keuntungan dan peluang yang timbul dari program KB, kita sebagai tenaga medis kiranya turut mensukseskan program ini. Pemerataan kesehatan, kesejahteraan, dan pendidikan harus disiapkan oleh pemerintah agar program ini cepat tercapai. Lapangan pekerjaan pun juga harus dipenuhi untuk menekan angka pengangguran, agar angka kriminalitas pun berkurang dan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang maju dan bermutu. Upaya-upaya ini termasuk upaya yang bersifat promotif dan preventif.

34

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007. 2. Yatim F. Penyakit Kandungan. Jakarta: Pustaka Populer Obor; 2008. 3. Departemen Kesehatan RI. Evaluasi Mutu Pelayanan Antenatal. Jakarta: Bakti Husada; 2007. 4. Hacker NF. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Hipokrates; 2007. 5. Angka Kematian Ibu. 2008. [cited 2013 June 30]. Available:

http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/index.php?. 6. Angka Kematian Ibu. 2009. [cited 2013 June 30]. Available:

http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK. 7. Safe Motherhood. 2009. [cited 2013 June 30]. Available:

http://www.safemotherhood.org/. 8. Safe Motherhood. 2008. [cited 2013 June 30]. Available:

http://www.unfpa.org/public/mothers/. 9. Pelayanan Obstetri Esensial. 2010. [cited 2013 July 1]. Available:

http://whoindonesia.healthrepository.org/bitstream/. 10. Pelayanan Obstetri Esensial. 2009. [cited 2013 July 1]. Available:

http://gash5.wordpress.com/tag/depkes/. 11. Pelayanan Obstetri Esensial. 2011. [cited 2013 July 1]. Available:

http://www.searo.who.int/LinkFiles/Reporductive_Health_Profile_abbreviationsino.p df. 12. Anonim. Undang Undang Negara Republik Indonesia No 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Penduduk dan pembangunan Keluarga Sejahtera.1992. 13. Anonim. Indonesia Country Report. National Progress in Implementing the ICPD Programme of Action 1994-2004.2004. 14. BKKBN. Kajian Awal RPJM 2010-2014 Bidang Keluarga Sejahtera. Makalah Seminar. Tidak dipublikasikan. 2008. 35

15. Committee on Nutritional Status During Pregnancy and Lactation. Food and Nutrition Board Institute of Medicine National Academy Sciences. 1990. Nutrition During pregnancy. National Academy Press. Washington, D.C. 16. Rosenfield A and Maine D. Maternal Mortality "A Neglected Tragedy", Where is The Mortality in MCH, The Lancet, 1985, 2:83-85. 17. World Health Organization (WHO). Definitions. The World Health Assembly (Resolutions WHA 20.19 and WHA 43.24) under Article 23 of The Constitution of The World Health Organization. 18. Dawam M. Pemantapan Fungsi keluarga Menuju Terbentuknya Keluarga Sejahtera. Kajian Aplikasi dan criteria Implementasi Delapan Fungsi Keluarga. Badan Koordinasi keluarga Berencana Nasional. Puslitbang Keluarga Sejahtera, Jakarta. 1996. 19. Duvall, EM. Family Development. 4th Edition. JB. Lippincort Company, New York. 1970. 20. Haaga, J.G. Family Planning as Promoter of Child Survival and Growth. In Andersen, P.P., David Pelletier, & Harold Alderman. Ed. Child Growth and Nutrition in

Developing Countries. Priorities for Action. Cornell University Press. Ithaca and London. 1995. 21. Halpern, Seymour L. Quick Reference to Clinical Nutrition. A Guide for Physicians. J.B. Lincott Company Philadelphia. London.1987. 22. Hamilton, P. Key Sociologists Talcott Parsons. Ellis Horwood Limited. New York. 1983.

36

Anda mungkin juga menyukai