Anda di halaman 1dari 6

Hai Bung Wiro, thank's berat atas dimuatnya pengalaman hidup aku, sekaligus atas comment-nya.

Terus terang aku nggak suka langsung 'to the point' ke soal sex, nggak ada seninya! Lagian ini pengalaman pribadiku, jadi nggak fair kalo aku nambahin cerita yang enggak-enggak. Dan buat temen-temen yang ngemail ke aku, maafin yach aku belom bisa ngebales email kaliyan. Please, sabar yach...aku mo nyelesain dulu cerita aku. Buat Emi, jangan marah2 gitu dong, aku janji nggak bakalan nyeritain kamu. OK. Rabu, 26 April 2000 kurang lebih pukul 10.30............Aku baru selesai meeting dengan supplier. Secangkir kopi yang tadi disuguhkan saat rapat itu aku bawa ke meja kerjaku. Belom 10 menit aku duduk, sebuah dering bell telepone di mejaku berbunyi nyaring, aku sangat hapal, dering itu merupakan panggilan intern. Sesaat aku angkat, suara lembut recepsionist kantorku mengatakan kalau aku ada tamu. Seperti biasanya, aku hanya bertanya siapa tamu itu. Elly, si recepsionist itu mengatakan kalo tamunya bernama Bapak Haryo, seorang Kepala Bagian salah satu BUMN. Saat itu aku nggak ada reaksi apa-apa, aku hanya mengatakan pada Elly untuk menyuruh seorang satpam agar mengantar tamu itu ke lobby. Lima menit kemudian aku segera menuju lobby untuk menemuhi tamu yang dimaksud. Di dalam benakku saat itu, aku hanya berpikir ini pasti minta sumbangan atau ingin ngasih proyek. Hanya dua hal itu yang aku pikir. Tidak seberapa lama, kira-kira 30 detiklah aku sampai ke ruang lobby, kusapu seluruh ruangan lobby yang cuma 4 m persegi, koq enggak ada orang. Mana tamu yang dimaksud. Agak sedikit kesal hati aku melihat suasana seperti itu. Mungkin baru tiga langkahlah aku berbalik dari pintu masuk ruang itu, sebuah suara yang sangat berat menyapa aku,...Selamat siang, ..Bu Triecia! Gombal, kaget juga aku, kenapa tidak berpikir kalo tamu tersebut ada di Toilet, bodo bener aku!, gumamku. Aku menoleh dengan agak aku, sehingga belom terlihat jelas wajah orang yang memanggil itu. " Ibu Triecia....bisa mengganggu sebentar?" lanjutnya lagi. Kini tubuhku sudah benar-benar menghadap ke arah suara tadi....dan betapa kagetnya aku. Aku berteriak tanpa sadar, seperti ABG yang baru ketemu teman lama. Haryo yang dimaksud adalah Yoyok, cowok yang selama ini aku impi-impikan. Aku berjingkrak kegirangan, mataku sedikit berkaca, ada perasaan seneng, kaget dan kangen (meski baru ketemu 30 menit, di bandara). Tanpa sadar aku memeluk tubuhnya. Gila!!! Sesaat aku sadar..ini di kantor, batinku. "Hai, gila ya, aku udah berani memeluk", kataku memecah suasana. "Enak, tuh...lagi dong?" sengaja dia berbuat bijaksana. "Kenapa pakai nama Haryo? "Emang nama lengkapku itu koq! "O, ya!" "Hilang ya kartu namaku?" Seperti tersadar dari pingsan, aku segera merogoh kantong rokku, mengambil kartu nama yang ada didompetku. Terbaca dengan jelas nama itu RM. Sri Haryo Hayuninggar, SE, MM. Aku menghela nafas sesaat.

Sorry ya, lupa! pintaku. Enaknya aku panggil apa,...Mas aja yach? lanjutku kemudian. Singkat cerita terus terang aku nggak nyangka sepulang dari Singapore, Mas Yoyok langsung ke Bandung menemui aku. Aku jadi surprise banget. Pukul 11.45....Kira-kira satu jam aku ngobrol sama Mas Yoyok. Aku mengajak makan siang di luar, sekalian aku pamit sama Boss di kantor, kalau ada keperluan keluarga terpaksa harus pamit. Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya aku keluar sama Mas Yoyok. Aku berlalu memakai mobilku menuju KFC di jalan... terus menuju seputaran Jalan Asia Afrika, pokoknya aku tunjukin tempat-tempat yang 'terkenal', seperti di Alun-alun, Jl. Cihampelas, Jl. Cibaduyut dan sebagainya. Emang kenapa sich koq aku ditunjukin tempat-tempat belanja, emang aku mo belanja? tanya Mas Yoyok. "Emang, mas mo kemana? aku balik bertanya. "Ibu Triecia yang baik, yang cakep..aku baru pulang dari Singapore, please, cariin Hotel dong! pintanya manja menggoda. "Enggaklah, selama Mas masih manggil Ibu!" "Ya, buuuuuu!" lagi-lagi menggoda. Aku hanya bisa ketawa, melihat logat dan gayanya. Pukul 14.00....Aku antar Mas Yoyok Check in di Hotel Panghegar di pojok jalan Merdeka. Tidak lebih lima menit proses Check in selesai, lalu aku antar ke kamar hotel no 111. Entah kenapa aku bisa begitu akrab sama Mas Yoyok, padahal baru hari itu aku bener-bener ngobrol. Mungkin karena sering chating sama dia kali yach, aku bisa akrab? Sesampai dikamar dia minta ijin untuk mandi, aku mengangguk. Dia membuka TShirt biru yang dikenakannya, tercium sesaat seperti aroma parfum Boss type Exellent dari tubuhnya. Aku menelan ludah, saat kulihat dadanya yang menonjol. Sampai-sampai aku nggak menyadari, kalo sedari tadi dia memandangku. Kenapa? tanyanya memecah lamunanku. Aku tergeragap, serba salah tingkah, aku nggak bisa ngomong apa-apa, selain tersenyum. Jujur saja waktu itu, bayanganku hanya pengin memeluk dia melulu. Sorry, ya aku mandi dulu, katanya. Sesaat kulihat dia berlalu menuju kamar mandi. Aku duduk menunggu di tempat tidur, saat Mas Yoyok minta ijin untuk mandi Tidak seberapa lama, kudengar percikan-percikan air di balik pintu kamar mandi itu. Perasaanku jadi nggak karuan, membayangkan yang enggak-enggak. Saking sudah panasnya suhu tubuh aku, akhirnya aku menuju pintu kamar mandi yang kira-kira lima langkah dari tempatku duduk. Aku sudah bener-bener nggak kuat,..BT. Aku mengintip dari celah kunci, walau tidak begitu kentara, kunikmati lekuk-lekuk tubuh cowok ganteng ini. Bulu kudukku berdiri, dan nafasku sudah kian memburu, terengah-engah nggak karuan. Tanpa kusadari tanganku sudah mencengkeram payudaraku. Kuremas-remas sampai kuat. Kurasakan puting kananku sudah mengeras dan menonjol menembus bra yang aku pakai. Baju putih yang semula kumasukkan ke dalam rok, kini aku tarik, biar aku leluasa meraih payudaraku dari bagian bawah baju. Berkali-kali aku menelan ludah. Entah sudah berapa menit berlalu, yang jelas aku sangat menikmati permainan itu. Lama bener mandinya cowok ini, gumamku. Keringatku sudah mulai bergumpal di setiap pori-pori keningku. Jantungku berdentuman keras, tidak lagi berdetakan seperti saat

jalan-jalan tadi. Mungkin aku sudah menjadi latah, gara-gara VCD porno itu. Jemariku kini sudah menelusup ke bawah rokku, mengusap-usap rerumputan yang terbalut CD biru katun. Terasa tonjolan daging sebesar biji kacang di selangkanganku mulai mengeras. Kupijit-pijit biji itu hingga membuatku semakin mengerang menahan nikmat yang tiada tara. Oh God, luar biasa nikmatnya. Tapi, ....tiba-tiba...tanpa kusadari hidungku terantuk handle pintu kamar mandi yang diputar dari dalam. Oh, jagad dewa batara, kagetnya bukan main. Segara beranjak aku dari depan pintu kamar mandi. Rasanya mo copot jantung ini. Tak seberapa lama pintu itu terbuka dan sesaat Mas Yoyok memandangiku dengan penuh curiga. Dia memandang aku, dari ujung kaki sampai ujung rambut. Aku hanya bisa melotot menatapnya. Aku tahu dia kini memperhatikan pakaianku yang acak-acakan." Triec..??" dia berucap antara tanya dan heran. Terlanjur basah, ya sudah mandi sekali, mungkin gitu yach kalo Meggy Z ada dan melihat aku. Emang, Mas Yoyok yang waktu itu cuma bercelana pendek ESPREET warna hitam, langsung aku peluk, aku ciumin habis-habisan. Dia tergeragap, meronta mau melepas dekapanku. Kenapa kamu Triec? tanyanya kemudian. Aku bukannya diam, tapi malah tambah liar, aku melepas dekapanku, lantas kutarik tangan Mas Yoyok yang melongo ke sisi tempat tidur. Dengan sekuat tenaga aku dorong dadanya hingga terlentang di tempat tidur. Aku menindihnya, pas di atas kemaluannya yang saat itu tidak ereksi sama sekali. Kedua tangannya kutarik dengan paksa dan kuletakkan di sisi kanan dan kiri kepalanya sambil kupegangi terus. Akhirnya keganasanku mereda, dengan pelan aku berbaring di dadanya yang bidang. "Maaf, Mas, beginilah aku" Aku bercerita mulai awal hingga akhir mengenai rumah tanggaku. Tanpa kusadari airmata ini meleleh bagai lilin menetes, membasahi dada Mas Yoyok. Mas Yoyok, sesaat melotot kayak pelawak Topan yang lagi bego. Dengan lembut, dia ngomong sangat bijaksana sekali,..."Kita baru bertemu empat jam yang lalu, dan kamu berani mengungkapkan perasaanmu padaku, aku sadar sulit menerima kepercayaan ini, tapi akan kucoba memecahkan persoalanmu, Terima kasih Triecia!!, begitu Mas Yoyok berucap sambil bibirnya mengecup keningku yang berkerlipan terkena pantulan cahaya lampu kamar hotel, karena berkeringat. Tangannya yang lembut mengusap airmataku yang membasahi sekeliling kelopak mataku. Sejenak suasana jadi hening. Pukul 13.15.... Aku masih mendekap Mas Yoyok di tempat tidur. Sejenak dia bertanya jam berapa sekarang? "Tiga lebih seperempat" jawabku singkat. Aku mau pakaian dulu, katanya sambil beranjak bangun. Sontak aku menahan dadanya dengan tangan kananku, please, sebentar lagi!!, pintaku memohon. AKu segera menindihnya, kuciumi bibirnya dengan lembut, dia sama sekali tidak membalasnya. Kesel juga aku dibuatnya. Koq, diem? tanyaku memancing. Dia hanya menghela nafas panjang dan berkata sangat hati-hati. "Kamu nanti menyesal setelah jauh mengenalku, Triecia" "Emang kenapa?" aku bertanya lagi. "Sini tidur disampingku" Aku bergeser mengikuti kemauannya. "Triece, jujur aja aku cowok yang nggak bener" "Lho koq?" "Meski aku kepala bagian disuatu instansi BUMN, aku seorang yang jadi peliharaan tante-tante", begitulah Mas Yoyok mulai cerita. "Itu dimulai ketika usiaku baru 22 tahun, ya 10 tahun yang silam, lanjutnya. Dia bercerita tentang dirinya dari awal hingga akhir. Mungkin kalau

Bung Wiro punya team investigasi, boleh tuh maen ke SOLO, soalnya, menurut cerita Mas Yoyok, 10 tahun terakhir ini ada kegiatan arisan tante-tante kaya yang sering diadakan di Night club. Setiap pasang 500 ribu hingga 5 juta. Dan yang dapat arisan, disamping mendapat uang juga dapat cowok daun muda. Cowok itu diperlakukan kayak barang komoditi, harus mau melayani sex sampai beberapa hari, atau bisa juga dijual ke peserta laen dengan harga tertentu. Kadangkala si cowok bener-bener masih fresh (perjaka) yang sebelum 'dibawa' dibuat teler dulu. Begitulah Mas yoyok bercerita tentang dirinya, yang pernah dan masih menjadi barang komoditi arisan sampai sekarang. Aku menangkap ada kedukaan dan kepedihan yang mendalam dalam hatinya. Kenapa tidak mencoba keluar dari lingkaran itu, Mas? tanyaku memancing. "mereka punya jaringan yang besar, dimana si cowok berada, mereka akan tahu, jawabnya sambil menghela nafas. "Nggak sombong, aku yang udah usia 32, masih termasuk idola mereka, lanjutnya. "Mereka, ada semacam keyakinan atau mengkultuskan, bahwa setiap tetes airmani seorang ningrat (darah biru) akan menambah muda diri mereka, lanjutnya lagi. "Emang demikian?, tanyaku keheranan. "Nggak tahu, yang jelas meski usia mereka antara 40 -50 masih tampak muda" "Mas pernah mereka nikmati semua?' "Iya!" Saking asyiknya mendengar cerita Mas Yoyok, aku nggak memperhatikan raut wajahnya, hingga tanpa sadar saat kuperhatikan, matanya berkaca-kaca. "Sudahlah, mas.....apa ini juga yang menyebabkan Mas belom menikah?" tanyaku. "Mungkin, tapi aku sudah punya pacar juga, jawabnya dengan suara yang agak parau. "Ya, sudah nggak usah dipikirkan dalam-dalam, nanti Mas sakit!" kataku menasihatinya. Bung wiro, saat itu bukannya aku jijik sama dia, tapi malah semakin sayang padanya. Entah kenapa. AKu mendekapnya, membelainya dengan amat tulus melebihi kepada suamiku. Hingga suatu saat, pandanganku beradu dengannya. Kami saling membisu, lama kira-kira ada 30 detiklah. AKu semakin mendekatkan wajahku dengannya, kuberanikan diri untuk mencium bibirnya. Kini, Mas Yoyok membalas ciumanku dengan lembut sekali. Entah ada perasaan bagaimana, tiba-tiba hatiku jadi mendesir nggak karuan. Mungkin bener kata tante-tante yang diceritakan Mas Yoyok, kalau Mas Yoyok ini emang luar biasa cara memperlakukan cewek. Pantas dia masih diminati, gumamku. Hilang sudah lipstik yang menempel dibibirku, diciuminya. Lidahnya menjulur-julur menyentuh setiap pori bibir dan lidahku. Anganku sudah diawang-awang. Bener-bener nggak kuasa aku menahan birahi ini. Bayangin cowok mana yang sanggup cuma mencium sampai setengah jam tanpa menyentuh apa-apa. Mas, please, touch my breast! pintaku memohon. Emang boleh? tanyanya menggoda. Please!!!, jawabku. Lagi-lagi Mas yoyok menciumi aku, dia sama sekali nggak mau memegang tetek aku. Gila bener aku dibuatnya. Kutarik paksa tangan mas Yoyok yang memelukku dan kutempelkan di gundukan bukit kembarku. Ee, dia masih juga enggak mau meremas-remas, cuma menempel kayak perangko aja. Aku semakin binal, semakin ganas. Kupegang jemarinya yang masih menempel di payudaraku, lalu kuremaskan dengan agak kasar. Lama-lama Mas Yoyok bergerak sendiri jemarinya, kadang meremas, kadang memilin-milin lembut. Kancing bajuku dilepasnya satu per satu dari atas ke bawah. Aku sudah bener-bener ON very ON. Tangannya kini sudah menyusup disela-sela braku yang berukuran 34.

Saat putingku disentuhnya, bener-bener luar biasa kenikmatan yang kurasakan. Pantas dia sampai sekarang masih laku, pikirku. Sedikit demi sedikit kantong BRA ku dipelorotkan ke bawah, hingga kedua putingku kelihatan separonya. Sambil tetap mencium bibirku dia memilin-milin putingku. Perlahan-lahan bibirnya sudah mulai menciumi leherku, semakin ke bawah, semakin kebawah. Kini sudah bener-bener menyentuh payudaraku. Oh God, dijilatinya dengan lembut sekitar putingku, hingga membuat menonjol sebesar biji kelereng. Aku sudah benar-benar nggak sanggup menahan birahi, tanganku menyusup ke sela-sela celana kolornya, lalu kesela-sela CDnya. Ya, ampun sama sekali belom ereksi. Kuat bener Mas yoyok ini. Dengan agak kasar kupegang penisnya, kukocok-kocok sampai bener-bener ereksi. Sesaat aku pelorotkan celananya dengan tanganku yang sebelah. Terlihat kini kebanggan Mas Yoyok yang selalu diimpi-impikan para tante. Panjangnya mungkin panjang milik suamiku, tapi diameternya mungkin sama. Kira-kira panjangnya 17 cm, diameternya 3.5 cm. Dengan sedikit perlahan kupegang dan kubimbing kelaminnya ke arah rerumputanku yang masih dibalut CD Karena longgar CD bawahku kusingkap agak paksa, dan kepala penis mas Yoyok kutuntun kearahnya dan menghujam sedalam baru dua senti, hingga tiba-tiba..."jangan dulu, pinta Mas Yoyok membuyarkan kenikmatanku. Please, sabar ya, lanjutnya. AKu udah nggak kuat, MAs jawabku. Mas Yoyok hanya tersenyum. Lalu mulutnya yang very..very lihai yang masih menjilati putingku, kini turun ke bawah, ke pusarku. Dijilatinya dengan sabar. Aku menggelinjang-gelinjang dibuatnya, kegelian. Oh, God, sabar bener ini orang, pikirku. Tangannya yang sedari tadi nganggur, mulai menyusup ke bawah rokku. Selangkanganku dielus-elus dengan sedikit kasar, Kadang-kadang klitorisku yang sudah mengeras disentuhnya seperti tidak sengaja. Oh God, pinter bener Mas Yoyok ini, lagi-lagi aku hanya bisa bergumam begitu. "Triece, kamu udah basah kuyub begini. udah nggak kuat ya?, tanyanya. Aku udah nggak bisa lagi ngomong, mulutku mengerang-ngerang menahan puncak kenikmatan yang belom juga diberikan Mas Yoyok. Aku sudah bener-bener siap sebenarnya. Mungkin kalo baru sedetik aja penis mas Yoyok menghujam aku yakin aku bakalan orgasme. MAs. Please, cepet dong? Belum selesai aku ngomong, tiba-tiba dari dalam saluran vaginaku seperti mengalir cairan. Kenikmatan yang semula kurasakan, sejenak hilang. Mas, Aku mo pipis dulu, ya, pintaku. Aku segera berlari dengan baju yang acak-acakan. Sesampai dikamar mandi ..... Oh Tuhan, cairan yang mengalir tadi ternyata berwarna merah, Aku marah-marah sendiri dikamar mandi. Mengapa aku harus menstruasi sekarang, Shit...shit.....Kumaki-maki diriku di depan cermin kamar mandi. Terpaksa dech batal. AKu akhirnya membersihkan vaginaku yang penuh dengan darah merah kecoklatan. Sesekali kurasakan kenikmatan yang tadi belom kucapai mulai bangkit lagi. Kembali di kamar mandi, aku memasukkan jemariku ke vagina, sambil membersihkan darah sial ini. Sesekali kupijit klitorisku, hingga suatu saat aku sudah bener-bener ON, ... aku menjerit kecil, dengan nafas terengah-engah, aku mencapai orgasme yang luar biasa nikmatnya. Belum pernah aku menikmati sebelumnya. Tidak sampai sepuluh menit. aku keluar kamar mandi. Kulihat Mas Yoyok masih tiduran. Dia tersenyum. Aku cemberut saja. "Kenapa?, tanyanya.

"Mas sich, sedari tadi udah aku minta untuk segera...," jawabku agak konyol. "Sekarang jadi nggak bisa..., merah nich! lanjutku kesel. Ya, besok lain kali disambung, nggak masalah kan? jawabnya seperti nggak ada beban. "Emang Mas nggak kepengin keluar? tanyaku penuh selidik. Dia hanya tersenyum, penuh arti. Bung Wiro segitu dulu secuwil cerita lanjutanku. Soalnya aku masih terus berhubungan dengan Mas Yoyok sampai sekarang. Pokonya selau ada lanjutannya Please, maafin, kalau pengalaman hidupku nggak berkenan dengan temen-temen, semua.

Anda mungkin juga menyukai