Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia yang terdapat pada Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Pancasila disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI dan kemudian diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945. Nilai-nilai Pancasila telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum bangsa Indonesia mendirikan negara. Proses terbentuknya negara Indonesia melalui proses yag cukup panjang yaitu sejak zaman batu hingga munculnya kerajaan-kerajaan pada abad ke-IV telah menampakkan dasar-dasar kebangsaan Indonesia meskipun masih bersifat lokal/kedaerahan. Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan yang pernah ada di Indonesia. Kerajaan Sriwijaya telah lebih dahulu menghayati nilai-nilai Pancasila sebelum Indonesia merdeka. Salah satu nilai Pancasila yang dimaknai dan dihayati pada masa kerajaan Sriwijaya adalah cita-cita negara yang adil dan makmur. Oleh karena itu, kerajaan Sriwijaya perlu untuk dipelajari dan nilai-nilai Pancasila yang telah dimaknainya perlu diketahui dan diterapkan pada saat ini.

1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dapat dijadikan sebagai batasan dalam makalah berdasarkan latar belakang masalah yang ada yaitu: 1. bagaimana perkembangan dan pengaruh hindu-budha di indonesia? 2. bagaimana berdirinya kerajaan Sriwijaya? 3. apa saja peninggalan sejarah kerajaan Sriwijaya? 4. apa saja nilai-nilai/konteks Pancasila yang telah ada pada masa kerajaan Sriwijaya?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah yang diberikan oleh dosen penampu yaitu Ibu Ermiyati, Ir., MT. Selain bertujuan menyelesaikan tugas, makalah ini juga diselesaikan dengan tujuan untuk menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai kerajaan Sriwijaya dan nilai/konteks Pancasila yang telah dimiliki pada masa kerajaan Sriwijaya.

1.4 Manfaat Penulisan Makalah Kerajaan Sriiwjaya ditulis dengan harapan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. tambahan pengetahuan dan pemahaman mengenai kerajaan Sriwijaya dan konteks Pancasila yang telah ada pada masa kerajaan tersebut b. makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk makalah yang terkait sehingga dapat membantu dihasilkannya makalah dengan halhal yang lebih mendalam dan terperinci.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan dan Pengaruh Hindu-Budha di Indonesia Secara geografis, Indonesia terletak diantara dua benua dan dua samudra sehingga menjadikan Indonesia sebagai persimpangan jalur perdagangan lintas dunia. Pedagang Cina dan India yang melewati Selat Malaka singgah di Indonesia dan kemudian menghasilkan hubungan perdagangan antara Indonesia, Cina dan India. Hubungan yang terjalin antara Indonesia dengan India dan Cina menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan besar dalam bidang tata negara dan kebudayaan di Indonesia. Daerah-daerah sepanjang Selat Malaka kemudian berubah dan berkembang menjadi pusat-pusat penyebaran agama Hindu-Budha (Aprilia, 2010). 2.1.1 Masuknya Ajaran Hindu-Budha di Indonesia Sejak abad 500 SM, kegiatan perdagangan di Asia dilakukan melalui jalur darat/jalur sutera. Jalur ini dimulai dari Cina melalui Asia Tengah dan Turkistan sampai Laut Tengah. Memasuki awal abad Masehi jalur perdagangan dialihkan memalui jalur laut dan perpindahan jalur tersebut disebabkan alasan keamanan dan keuntungan. Pada pedagang India lebih memilih melalui perairan Indonesia lewat Selat Malaka untuk menuju ke negeri Cina dan sebaliknya. Letak Indonesia yang startegis menyebabkan banyak kapal dagang yang singgah sehingga terjadi hubungan antara Indonesia dengan India dan Indonesia dengan Cina. Jalur masuk dan berkembanganya agama dan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia diikuti dengan jalur pelayaran perdagangan yang berkembang pada saat itu. Agama dan kebudayaan Hindu-Budha masuk ke Indonesia melalui Selat Malaka, Laut Jawa, dan Selat Makassar. Gambar 2.1 menunjukkan daerah yag dipengaruhi oleh budaya Hindu-Budha.

Gambar 2.1 Daerah yang dipengaruhi oleh budaya Hindu-Budha (Salim, 2009)

Daerah-daerah yang dipengaruhi unsur budaya Hindu-Budha di Indonesia sampai abad ke-14 semakin luas. Sumatera mendapatkan pengaruh Budha lebih kuat dibandingkan pengaruh Hindu. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya kerajaan Sriwijaya yang menjadi pusat penyebaran dan perkembangan agama Budha di Asia Tenggara. (Aprilia, 2010) 2.1.2 Pengaruh Budaya Hindu-Budha di Indonesia Terjalinnya hubungan antara Indonesia dengan India dan Cina memberikan pengaruh yang cukup besar bagi Indonesia pada saat itu, baik dalam bidang agama maupun sosial budaya. Bidang Agama Agama Hindu-Budha masuk dan berkembang diberbagai daerah di Indonesia. Agama Budha lebih dulu berkembang selama beberapa waktu di Indonesia, bahkan Indonesia pernah menjadi pusat pendidikan dan pengetahuan agama Budha bertaraf internasional pada masa kerajaan Sriwijaya. Agama Hindu memperkenalkan sistem kasta yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Perkembangan agama Hindu lebih banyak pada Jawa dan Bali, sedangkan agama Budha lebih banyak berkembang di Sumatera.

Bidang Pemerintahan Munculnya sistem Kerajaan Hindu dan Budha yang terdapat diberbagai tempat seperti Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, Kerajaan Mataram Lama di Jawa Tengah, dan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera. Bidang Kebudayaan Unsur-unsur kebudayaan India masuk dan mempengaruhi

perkembangan kebudayaan Indonesia. Hasil perpaduan kebudayaan Indonesia dan Hindu-Budha dapat dilihat pada seni bangunan yang berupa 1) candi, 2) seni patung yang terbuat dari kayu, batu atau perunggu, 3) seni ukir pada dinding candi yang berupa relief, 4) adanya bahasa sansekerta yang merupakan tulisan gabungan India dan Indonesia, 5) sastra-sastra yang ada. (Aprilia, 2010) 2.2 Kerajaan Sriwijaya Sriwijaya (Srivijaya) merupakan salah satu kerajaan besar yang ada di Nusantara pada masa lalu. Kerajaan Sriwijaya berkaitan erat dengan sejarah peradaban Nusantara. Keberadaan kerajaan Sriwijaya dicatat oleh seorang pendeta Tiongkok bernama I Tsing saat mengunjungi Sriwijaya abad ke-7 dan menulis tentang Sriwijaya. Sriwijaya berasal dari dua kata yaitu Sri dan Wijaya. Sri dalam bahasa Sansakerta artinya bercahaya atau gemilang dan Wijaya dalam bahasa Sansakerta artinya kemenangan atau kejayaan, sehingga jika kata tersebut digabung akan memiliki arti sebagai kemenangan yang gemilang atau kemenangan yang luar biasa (Fitrianto & Sumasni, 2012). 2.2.1 Sejarah Kerajaan Sriwijaya Pengetahuan mengenai sejarah kerajaan Sriwijaya baru muncul pada permulaan abad ke-20 M ketika George Coedes menulis karangannya mengenai Sriwijaya yang berjudul Le Royaume de Crivijaya pada tahun 1918 (Pradinata, 2011).

Kerajaan Sriwijaya memiliki pusat pemerintahan yang terletak di sekitar wilayah Sumatera Selatan dan memiliki daerah pemerintahan yang membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaka, Sumatera, Jawa hingga ke pesisir Kalimantan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya (Pradinata, 2011)

Keberadaan kerajaan Sriwijaya didukung oleh beberapa sumber sejarah yang berasal dari berita asing maupun sumber lokal yang berupa prasasti talang tuo, prasasti ligor, prasasti telaga batu, prasasti kedukan bukit, prasasti kota kapur dan prasasti palas pesemah. Sumber asing tersebut antara lain: 1. Sumber Cina Kunjungan I Tsing, seorang peziarah Budha dari China pertama pada tahun 671 M. Dalam catatannya disebutkan bahwa saat itu terdapat lebih dari seribu orang pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara para pendeta Budha tersebut sama dengan aturan dan upacara yang dilakukan oleh para pendeta Budha di India. I Tsing tinggal selama 6 bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta, dan kemudian ia berangkat ke Nalanda, India. Setelah lama belajar di Nalanda, tahun 685 I Tsing kembali ke Sriwijaya dan tinggal selama beberapa tahun untuk menerjemahkan teks-teks Budha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. Catatan Cina yang lain menyebutkan tentang utusan

Sriwijaya yang datang secara rutin ke Cina terakhir kali pada tahun 988M (Pradinata, 2011). 2. Sumber Arab Seorang sejarawan Arab klasik, Masudi, menulis catatan tentang Sriwijaya pada tahun 955 M, dimana Sriwijaya disebut Sribuza. Sriwijaya digambarkan sebagai sebuah kerajaan besar dengan tentara yang sangat banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kardamunggu, gambir dan beberapa hasil bumi lainya (Pradinata, 2011). 3. Sumber India Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari kerajaan yang ada di India seperti dengan Kerajaan Nalanda dan Kerajaan Chola. Catatan Kerajaan Nalanda menyebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda (Pradinata, 2011).

Pada

mulanya,

kerajaan

hanya

berupa

kerajaan

kecil.

Sriwijaya pertama kali dipimpin oleh Raja Dapunta Hyang. Berita mengenai Raja Dapunta Hyang diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683M). Pada masa pemerintahanya, Raja Dapunta Hyang berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah Jambi dengan menduduki daerah Minangatamwan yang merupakan dareah sangat strategis dalam bidang ekonomi sebab dekat dengan jalur perhubungan pelayaran di Selat Malaka. Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan supaya kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan Maritim. Setelah berkembang dibawah kekuasaan Dapunta Hyang, kerajaan Sriwijaya semakin mengalami perkembangan yang sangat pesat ketika dipimpin oleh Raja Balaputra Dewa. Raja Balaputra Dewa merupakan raja dari kerajaan Syailendra. Raja Balaputra Dewa datang ke kerajaan Sriwijaya karena kekalahannya yang terjadi pada perang saudara di kerajaan Syailendra antara Balaputra Dewa dan Pramodhawardani.

Balaputra Dewa diangkat menjadi raja oleh kakeknya, Raja Dharma Satru, yang saat itu memimpin kerajaan Sriwijaya. Masa pemerintahan Raja Balaputra Dewa berhasil meningkatkan pelayaran dan perdagangan rakyar Sriwijaya dan menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan yang berada diluar wilayah Indonesia, terutama kerajaan Benggala/Nalanda dan kerajaan Chola di India. Pada masa raja Balaputra Dewa, kerajaan Sriwijaya berhasil menjadi pusat perdagangan dan penyebaran agama Budha di Asia Tenggara. Sriwijaya mengalami keruntuhan pada masa Raja Sanggrama Wijayattunggawarman. Kepemimpian Raja Sanggrama Wijayattunggawarman menyebabkan Sriwijaya mendapat ancaman dari kerajaan Chola. Kerajaan Chola melakukan serangan dan berhasil merebut kerajaan Sriwijaya serta menahan raja Sanggrama Wijayattunggawarman. Namun pada masa pemerintahan Raja Kulotungga I di kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman dibebasan kembali.

2.2.2

Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya Setelah berhasil menguasai Palembang, ibu kota Kerajaan

Sriwijaya dipindahakan dari Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai daerah-daerah di sekitarnya seperti Bangka, Jambi Hulu dan mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian barat. Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra. Pendudukan terhadap daerah Semenanjung Malaya bertujuan untuk menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan terhadap daerah Tanah Genting Kra bertujuan untuk menguasai lintas jalur perdagangan antara Cina dan India. Tanah Genting Kra sering dipergunakan oleh para pedagang untuk menyeberang dari perairan Lautan

Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di pusat Kerajaan Sriwijaya. Pada abad ke-8 M, kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai jalur perdagangan di Asia Tenggara, baik melalui Selat Malaka, Selat Karimata, dan Tanah Genting Kra. Dengan dikuasainya wilayah tersebut, kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim terbesar di seluruh Asia Tenggara. Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Bukit Siguntang (dekat Palembang), menyebutkan bahwa seorang raja yang bijaksana berlayar ke luar negeri untuk mencari kekuatan gaib. Usahanya berhasil dengan baik. Usaha besar yang dimaksudkan itu adalah perjalanan ekspedisi Raja Sriwijaya yang berhasil dengan gemilang dalam menaklukan Bangka dan Melayu (di Jambi). Menurut Prasasti Kota Kapur (686 M) yang ditemukan di Pulau Bangka, penduduk pulau Bangka tunduk kepada Kerajaan Sriwijaya. Di samping itu, juga diberitakan bahwa Kerajaan Sriwijaya telah melakukan ekspedisi ke Pulau Jawa. Perluasan yang dilakukan Kerajaan Sriwijaya bertujuan untuk menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan Selat Sunda. Semakin ramainya aktifitas pelayaran perdagangan di Kerajaan Sriwijaya

mengakibatkan Kerajaan Sriwijaya menjadi tempat pertemuan para pedagang atau pusat perdagangan di Asia Tenggara. Bahkan para pedagang dari Kerajaan Sriwijaya juga melakukan hubungan sampai di luar wilayah Indonesia, seperti ke Cina di sebelah utara, atau Laut Merah dan Teluk Persia di sebelah barat. Itulah sebabnya Kerajaan Sriwijaya lebih dikenal sebagai kerajaan maritim. Kerajaan Sriwijaya juga menjalin hubungan baik dengan kerajaankerajaan di luar wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan Pala/Nalanda di Benggala dan Kerajaan Cholamandala di Pantai Timur India Selatan.

2.2.3

Masa Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya Kerajaan Sriwijaya mundur sejak abad ke-10 disebabkan oleh

faktor-faktor berikut :

Perubahan keadaan alam di sekitar Palembang. Sungai Musi, Ogan Komering, dan sejumlah anak sungai lainnya membawa lumpur yang diendapkan di sekitar Palembang sehingga posisinya menjauh dari laut dan perahu sulit merapat.

Letak Palembang yang makin jauh dari laut menyebabkan daerah itu kurang strategis lagi kedudukannya sebagai pusat perdagangan nasional maupun internasional. Sementara itu, terbukanya Selat Berhala antara Pulau Bangka dan Kepulauan Singkep dapat menyingkatkan jalur perdagangan internasional sehingga Jambi lebih strategis daripada Palembang.

Dalam bidang politik, Sriwijaya hanya memiliki angkatan laut yang diandalkan. Setelah kekuasaan di Jawa Timur berkembang pada masa Airlangga, Sriwijaya terpaksa mengakui Jawa Timur sebagai pemegang hegemoni di Indonesia bagian timur dan Sriwijaya di bagian barat.

Adanya serangan militer atas Sriwijaya. Serangan pertama dilakukan oleh Teguh Dharmawangsa terhadap wilayah selatan Sriwijaya (992) hingga menyebabkan utusan yang dikirim ke Cina tidak berani kembali. Serangan kedua dilakukan oleh Colamandala atas Semenanjung Malaya pada tahun 1017 kemudian atas pusat Sriwijaya pada tahun 1023 1030. Dalam serangan ini, Raja Sriwijaya ditawan dan dibawa ke India. Ketika Kertanegara bertakhta di Singasari juga ada usaha penyerangan terhadap Sriwijaya, namun baru sebatas usaha mengurung Sriwijaya dengan pendudukan atas wilayah Melayu. Akhir dari Kerajaan Sriwijaya adalah pendudukan oleh Majapahit dalam usaha menciptakan kesatuan Nusantara (1377). (Fourtofour, 2012)

10

2.2.4

Kehidupan Ekonomi, Politik, Sosial dan Agama Kerajaan Sriwijaya Kehidupan Politik Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan besar dan masyhur. Selain

mendapat julukan sebagai Kerajaan Nasional I, Sriwijaya juga mendapat julukan Kerajaan Maritim disebabkan armada lautnya yang kuat. Rajarajanya yang terkenal adalah Dapunta Hyang (pendiri Sriwijaya) Balaputradewa, dan Sanggrama Wijayatunggawarman. Berdasarkan Prasasti Kedukan Bukit diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang berhasil memperluas wilayah Kerajaan Sriwijaya dari Minangatwan sampai Jambi. Pemerintahan Raja Balaputradewa berhasil mengantarkan Sriwijaya menjadi kerajaan yang besar dan mencapai masa kejayaan. Balaputradewa adalah putra Raja Syailendra, Samaratungga, yang karena dimusuhi saudarinya, Pramodhawardhani (istri Raja Pikatan dari wangsa Sanjaya), terpaksa melarikan diri ke Sriwijaya. Saat itu, Sriwijaya diperintah oleh Raja Dharmasetu, kakek dari ibunda Balaputradewa. Raja ini tidak berputra sehingga kedatangan Balaputradewa disambut dengan baik, bahkan diserahi takhta dan diangkat menjadi raja di Sriwijaya. Dalam masa pemerintahannya, Sriwijaya mengadakan

hubungan dengan Nalanda dalam bidang pengembangan agama Buddha. Pada masa pemerintahan Sanggrama Wijayattunggawarman, Sriwijaya mendapat serangan dari Kerajaan Colamandala. Sang Raja ditawan dan baru dilepaskan ketika Colamandala diperintah Raja Kolottungga I. (Hamdi, 2013) Kehidupan Ekonomi Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan terbesar di Indonesia pada masa silam. Kerajaan Sriwijaya mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim yang pernah menguasai lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional selama berabad-abad dengan menguasai Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa. Setiap pelayaran dan perdagangan dari Asia Barat ke Asia Timur atau sebaliknya harus melewati wilayah

11

Kerajaan Sriwijaya yang meliputi seluruh Sumatra, sebagian Jawa, Semenanjung Malaysia, dan Muangthai Selatan. Keadaan ini juga yang membawa penghasilan Kerajaan Sriwijaya terutama diperoleh dari komoditas ekspor dan bea cukai bagi kapalkapal yang singgah di pelabuhan-pelabuhan milik Sriwijaya. Komoditas ekspor Sriwijaya antara lain kapur barus, cendana, gading gajah, buah-buahan, kapas, cula badak, dan wangi-wangian. Faktor- yang mendorong Sriwijaya muncul menjadi kerajaan besar adalah sebagai berikut. Letaknya yang sangat strategis di jalur perdagangan. Kemajuan pelayaran dan perdagangan antara Cina dan India melalui Asia Tenggara. Runtuhnya Kerajaan Funan di Indocina. Dengan runtuhnya Funan memberikan kesempatan kepada Sriwijaya untuk berkembang sebagai negara maritim menggantikan Funan. Sriwijaya mempunyai kemampuan untuk melindungi pelayaran dan perdagangan di perairan Asia Tenggara dan memaksanya singgah di pelabuhan-pelabuhan. (Fourtofour, 2012) Kehidupan Sosial Kerajaan Sriwijaya memiliki letak lokasi yang strategis dalam lalu lintas perdagangan intenasional sehingga menyebabkan masyarakat lebih terbuka dalam menerima berbagai pengaruh asing. Masyarakat Sriwijaya juga telah mampu mengembangkan bahasa komunikasi dalam dunia perdagangannnya. Kemungkinan bahasa melayu kuno merupakan bahasa pengahantar terutama dengan para pedagang. Masyarakat Sriwijaya juga terbuka menerima masuknya budaya lain yang datang seperti tradisi agama Hindu yang dibawa pedagang India. (Fourtofour, 2012) Kehidupan Keagamaan Dalam bidang agama, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha yang penting di Asia Tenggara dan Asia Timur. Agama Buddha

12

yang berkembang di Sriwijaya ialah aliran Mahayana dengan salah satu tokohnya yang terkenal ialah Dharmakirti. (Fourtofour, 2012)

2.2.5 Peninggalan Bersejarah dari Kerajaan Sriwijaya Peninggalan kerajaan Sriwijaya ada dua macam yaitu secara fisik berupa benda yang membuktikan kerajaan Sriwijaya pernah ada di masa lalu dan peninggalan sosio-kultural yang hingga saat ini masih dianut oleh bangsa Indonesia (Fitrianto & Sumasni, 2012). Beberapa contoh peninggalan fisik dari kerajaan Sriwijaya adalah sebagai berikut: 1. Prasasti Kota Kapur Prasati ini ditemukan di Bangaka dan diperkirakan dibuat pada tahun 608 S (686 M). Isi dari prasasti Kota Kapur adalah mengenai kutukan kepada mereka yang berbuat jahat, tidak tunduk dan setia pada raja akan celaka. Keterangan yang terpenting adalah mengenai usaha Sriwijaya untuk menaklukkan bhumi Jawa yang tidak tunduk kepada Sriwijaya (Yeni, 2010).

Gambar 2.3 Prasasti Kota Kapur

13

2. Prasasti Kedutan Bukit Prasati ini ditemukan pada tahun 1920 di Palembang. Prassti ini diperkirakan dibuat pada tahun 604 S (682 M), berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno. Isi dari prasasti Kedutan Bukit adalah mengenai Dapunta Hyang manalap siddhayatra dengan perahu pada tanggal 11 paro terang (suklapaksa), bulan waisaka, tahun 604 S; Pada tanggal 7 paro terang bulan Jyestha Dapunta Hyang berangkat dari Minanga membawa tentara dua laksa dan 200 peti (kosa) perbekalan dengan perahu, serta 1312 orang tentara berjalan di darat, datang di suatu tempat yang bernama ma.... ; pada tanggal 5 paro terang, bulan Asadha dengan sukacita mereka datang di suatu tempat dan membuat kota (wanua) dan kerajaan Sriwijaya memperoleh kemenangan, perjalanannya berhasil dan seluruh negeri memperoleh kemakmuran (Yeni, 2010).

Gambar 2.4 Prasati Kedutan Bukit

3. Prasasti Talang Tuo Prasasti Talang Tuo ditemukan di Palembang dan diperkirakan dibuat pada tahun 606 S (684 M), berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno. Isi Prasati Talang Tuo adalah mengenai pembuatan kebun Sriketra atas perintah Dapunta Hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran semua makhluk. Di samping itu ada juga doa dan harapan yang menunjukkan sifat agama Buddha (Yeni, 2010).

14

Gambar 2.5 Prasasti Talang Tuo

4. Prasasti Telaga Batu Prasasti ini ditemukan di Palembang, namun tahun pembuatanya belum dapat diketahui. Prasasti Telaga Batu berhurufkan Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno. Prasati ini berisikan mengenai kutukankutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan dan tidak taat kepada perintah raja; juga memuat data-data bagi penyusunan ketatanegaraan Sriwijaya (Yeni, 2010).

Gambar 2.6 Prasasti Telaga Batu

5. Prasasti Ligor Prasasti Ligor terdiri dari dua buah yaitu Prasasti Ligor A dan Prasasti Ligor B. Prasasti Ligor A (Muangthai), berangka tahun 775 M. Isinya menyebut tentang seorang raja Sriwijaya serta pembangunan trisamaya

15

caitya untuk Padmapani, Sakyamuni, dan Vajrapani. Prasasti Ligor B (bagian sisi lain dari Ligor A), tidak berangka tahun. Isinya menyebut tentang seorang raja bernama Wisnu dengan gelar Sarwarimadawimathana atau pembunuh musuh-musuh yang sombong tiada bersisa. (bandingkan dengan prasasti Kelurak, 782 M) (Yeni, 2010).

6. Candi Muara Takus


Candi ini berada di Muara Takus, Kabupaten Kampar, Riau. Candi tertua di Sumetera ini merupakan tempat ibadah umat Buddha pada masa kerajaan Sriwijaya. Candi Muara Takus terdiri dari beberapa candi yaitu Candi Tua, Candi Bungsu, Candi Palangka, dan Stupa Mahligai.

Gambar 2.7 Candi Muara Takus (Pradinata, 2011)

2.3 Konteks Pancasila dalam Kerajaan Sriwijaya Kerajaan Sriwijaya memiliki beberapa nilai-nilai kehidupan yang merupakan konteks Pancasila sebagai dasar negara Indonesia pada saat ini, yaitu; 1. Dikembangkannya nilai-nilai Ketuhanan dengan cara

memperkenalkan dan mengajarkan agama Buddha serta adanya aturan

16

yang melarang kejahatan. Hal ini menunjukkan adanya nilai Ketuhanan dari sila pertama Pancasila dalam kehidupan masyatakat Sriwijaya, 2. Nilai nasionalisme yang berhubungan dengan kerajaan yang berciri Kedatuan dan kerajaan Sriwijaya merupakan Kerajaan Maritim yang mengandalkan kekuatan laut untuk memegang kunci lalu lintas disekitar Selat Sunda bahkan Selat Malaka dan berusaha untuk mempersatukan seluruh negeri dalam satu kesatuan. Hal ini mencerminkan adanya nilai persatuan dari sila ketiga pada Pancasila yang telah diterapkan. 3. Di dalam sistem pemerintahannya sudah terdapat pengurus pajak, harta benda kerajaan, rohaniwan menjadi pengawas pembangunan rumah-rumah ibadat. 4. Kerajaan Sriwijaya telah mempunyai cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam suatu Negara, tertuang dalam bunyi slogan Marvuat vanua Criwijaya siddhyatra subhiksa ( Suatu cita-cita Negara yang adil dan makmur). Hal ini mencerminkan adanya penerapan dari sila kelima Pancasila yaitu keadilan sosial yang diwujudkan dalam bentuk kesejahteraan bersama.

17

BAB III KESIMPULAN

Sriwijaya (Srivijaya) merupakan salah satu kerajaan besar yang ada di Nusantara pada masa lalu. berkaitan erat dengan sejarah peradaban Nusantara. Kerajaan Sriwijaya telah lebih dahulu telah menghayati nilainilai Pancasila sebelum Indonesia merdeka yaitu dikembangkannya nilainilai Ketuhanan dengan cara memperkenalkan dan mengajarkan agama Buddha, Nilai nasionalisme yang berhubungan dengan kerajaan yang berciri Kedatuan dan berusaha untuk mempersatukan seluruh negeri dalam satu kesatuan, dalam sistem pemerintahannya sudah terdapat pengurus pajak, harta benda kerajaan, rohaniwan menjadi pengawas pembangunan rumah-rumah ibadat, kerajaan Sriwijaya telah mempunyai cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam suatu Negara, tertuang dalam bunyi slogan Marvuat vanua Criwijaya siddhyatra subhiksa ( Suatu cita-cita Negara yang adil dan makmur).

18

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, dkk. 2010. Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk SMP/MTs Kelas VII Semester 2. Solo: Dino Mandiri Djanarko, I. 2011. Bab II Pancasila dalam Konteks Perjuangan Bangsa. Modul Pancasila. Universitas Narotama Surabaya Fitrianto, D.L & Sumasni, N. 2012. Kerajaan Sriwijaya. dianranakatulistiwa.com/Sriwijaya.pdf. Diakses 14 September 2013 Fourtofour, A. 2012. Sejarah Kerajaan Sriwijaya.

http://www.kumpulansejarah.com/2012/11/sejarah-kerajaansriwijaya.html. Diakases 14 September 2012 Hamdi, H. 2013. Sejarah Kerajaan Sriwijaya.

http://www.sibarasok.com/2013/07/sejarah-kerajaan-sriwijaya.html. Diakses 14 September 2013 Pradinata, A. 2011. Kerajaan Sriwijaya.

http://andripradinata.blogspot.com/2011/06/kerajaan-sriwijaya.html. Diakses 14 September 2013 Salim, N,A. 2009. Perkembangan pada Masa Masyarakat, Kebudayaan dan

Pemerintahan

Hindu-Budha

serta

Peninggalan-

peniggalannya. Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Makassar Yeni. 2010. Sejarah Indonesia Kuno. Rangkuman Materi Perkuliahan Bahan Ajar SIK

19

DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 1 1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................ 2 1.4 Manfaat Penulisan .............................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3 2.1 Perkembangan dan Pengaruh Hindu-Budha di Indonesia .................. 3 2.1.1 Masuknya Ajaran Hindu-Budha di Indonesia ............................. 3 2.1.2 Pengaruh Budaya Hindu-Budha di Indonesia ............................. 4 2.2 Kerajaan Sriwijaya.............................................................................. 5 2.2.1 Sejarah Kerajaan Sriwijaya ......................................................... 5 2.2.2 Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya ............................................. 8 2.2.3 Masa Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya ....................................... 10 2.2.4 Kehidupan Ekonomi, Politik, Sosial dan Agama Kerajaan Sriwijaya ............................................................................................. 11 2.2.5 Peninggalan Bersejarah dari Kerajaan Sriwijaya ...................... 13 2.3 Konteks Pancasila dalam Kerajaan Sriwijaya .................................. 16 BAB III KESIMPULAN ............................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA

20

Anda mungkin juga menyukai