Anda di halaman 1dari 12

Tekanan darah adalah gaya atau dorongan darah ke dinding arteri saat darah dipompa keluar dari jantung

keseluruh tubuh (Palmer, 2007), sedangkan menurut Sheps (2005) tekanan darah adalah tenaga yang terdapat pada dinding arteri saat darah dialirkan. Tenaga ini mempertahankan aliran darah dalam arteri agar tetap lancar. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer & Bare, 2001) dan diukur dalam satuan milimeter air raksa (mmHg) (Palmer, 2007). Pada umumnya tekanan darah bergantung pada beberapa faktor berikut:12 1. 2. 3. 4. 5. Banyaknya darah yang dialirkan Banyaknya darah yang ada di perifer Elastisitas pembuluh darah Kepekatan darah (viskositas) Tekanan darah di perifer.

Tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari, sesuai dengan situasi. Tekanan darah akan meningkat dalam keadaan gembira, cemas, atau sewaktu melakukan aktivitas fisik. Setelah situasi ini berlalu, tekanan darah akan kembali menjadi normal. Apabila tekanan darah tetap tinggi, maka disebut sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi.11 Sesuai dengan kebiasaan yang dikerjakan di praktek klinik dan laboratorium, maka tekanan darah diukur dengan manometer air raksa dalam satuan milimeter air raksa atau mmHg.13

Pengukuran tekanan darah menggunakan alat yang disebut sfignomanometer. Manset dari sfignomanometer diletakkan di atas arteri brakialis. Stetoskop juga digunakan untuk mendengar denyut. Tekanan dinaikkan hingga tidak terdengar denyut lagi. Hal ini terjadi karena tekanan manset melebihi tekanan darah sehingga arteri terjepit dan tidak ada darah yang mengalir di dalamnya. Kemudian, secara perlahan-lahan tekanan manset dikurangi sehingga terdengar bunyi dup pertama (Korotkoff I). Denyut pertama ini

menggambarkan tekanan darah sistolik dan

pada

saat

ini

pembuluh

darah

yang

sebelumnya tidak teraliri darah mulai mengalirkan darah kembali. Denyutan terdengar disebabkan penyempitan pembuluh darah mengakibatkan aliran laminar/ turbulen dari darah yang perlahan memasuki pembuluh darah. Ketika tekanan manset terus diturunkan secara perlahan, bunyi denyut juga akan terdengar menurun sehingga akhirnya menghilang. Bunyi denyut terakhir menggambarkan tekanan darah diastolik (Korotkoff V). Bunyi denyut akhirnya menghilang karena tekanan manset telah turun di bawah tekanan pembuluh darah sehingga tidak ada tahanan lagi. Tekanan darah ini sangat penting dalam sistem sirkulasi darah dan selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola, kapiler, dan sistem vena sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang menetap.14

Menurut Joewono (2003) tekanan darah biasanya diukur secara tidak langsung dengan sphygmomanometer air raksa pada posisi duduk atau terlentang. Pada saat mengukur

tekakan darah, perhatian utama harus ditujukan pada hal-hal berikut : 1.2.1 Sebelum pengukuran penderita istirahat beberapa menit di ruangan yang tenang. 1.2.2 Ukuran manset lebar 12-13 cm serta panjang 35 cm, ukurannya lebih kecil pada anakanak dan lebih besar pada orang gemuk (ukuran sekitar 2/3 lengan). 1.2.3 Diperiksa pada fosa cubiti dengan cuff setinggi jantung (ruang antar iga IV). 1.2.4 Tekanan darah dapat diukur pada keadaan duduk atau terlentang. 1.2.5 Tekanan darah dinaikkan sampai 30 mmHg (4,0 kPa) di atas tekanan sistolik (palpasi), kemudian turunkan 2 mmHg/detik (0,3 kPa/detik) dan di monitor di atas brakhialis. 1.2.6 Tekanan sistolik adalah tekanan pada saat terdengar suara korotkoff I sedangkan tekanan diastolik pada saat korotkoff V menghilang., bila suara tetap tedengar, dipakai patokan korotkoff IV (muffling sound).

1.2.7 Pada pengukuran pertama dianjurkan pada kedua lengan terutama bila terdapat penyakit pembuluh darah perifer. 1.2.8 Perlu pengukuran pada posisi duduk atau terlentang dan berdiri untuk mengetahui ada tidaknya hipotensi postural terutama pada orang tua, diabetes mellitus dan keadaan lainnya yang menimbulkan hal tersebut Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2001) mengatakan adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan membalutkan manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan dikempiskan perlahan dan radial, kemudian manset

dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun palpasi

dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik, sedangkan dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih akurat.

Mengauskultasi tekanan darah yaitu dengan cara ujung stetoskop yang berbentuk corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku (rongga ante kubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul diantara kedua kaput otot biseps. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan bunyi berdetak, yang menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai bunyi korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar dari arteri brachialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2001).

Optimal Normal Normal tinggi Hipertensi Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3

Sistolik (mmHg) < 120 < 130 130 139 140 159 160 179 > 180

Diastolik (mmHg) < 80 < 85 85 - 89 90 99 100 109 110

Tekanan darah merupakan daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh. Tekanan darah hampir selalu dinyatakan dalam milimeter air raksa (mmHg) karena manometer air raksa merupakan rujukan baku untuk pengukuran tekanan (Guyton, 2007) . Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang mendorong darah ke jaringan. Tekanan ini harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup akan tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan menigkatkan risiko kerusakan pembuluh serta kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh halus. Dua penentu utama tekanan darah arteri rata-rata adalah curah jantung dan resistensi perifer total. Curah jantung merupakan volume darah yang dipompa oleh tiap ventrikel per menit dan dipengaruhi oleh volume sekuncup (volume darah yang dipompa oleh setiap ventrikel per detik) dan frekuensi jantung. Resistensi merupakan ukuran hambatan terhadap aliran darah melalui suatu pembuluh yang ditimbulkan oleh friksi antara cairan yang mengalir dan dinding pembuluh darah yang stasioner. Resistensi bergantung pada tiga faktor yaitu, viskositas (kekentalan) darah, panjang pembuluh, dan jari-jari pembuluh. Tekanan arteri rata-rata secara konstan dipantau oleh baroreseptor yang diperantarai secara

otonom dan mempengaruhi jantung serta pembuluh darah untuk menyesuaikan curah jantung dan resistensi perifer total sebagai usaha memulihkan tekanan darah ke normal. Reseptor terpenting yang berperan dalam pengaturan terus menerus yaitu sinus karotikus dan baroreseptor lengkung aorta (Sherwood, L, 2001). Sistem Pengaturan Sirkulasi Oleh Baroreseptor Baroreseptor adalah reseptor regang di dinding jantung dan pembuluh darah. Reseptor sinus karotikus dan arkus aorta memantau sirkulasi arteri. Resptor juga terletak di dinding atrium kanan dan kiri pada tempat masuk vena cava superior dan inferior serta vena

pulmonalis, juga di sirkulasi paru. Refleks baroreseptor dimulai oleh regangan struktur tempatnya berada sehingga baroreseptor tersebut melepaskan impuls dengan kecepatan

tinggi ketika tekanan dalam struktur ini meningkat (Ganong, 2008). Peningkatan tekanan arteri tersebut akan meregangkan baroreseptor dan menyebabkan menjalarnya sinyal menuju sistem saraf pusat. Selanjutnya, sinyal umpan balik dikirim kembali melalui sistem saraf otonom ke sirkulasi untuk mengurangi tekanan arteri kembali ke nilai normal (Guyton, 2006). Jadi, peningkatan pelepasan impuls baroreseptor menghambat

pelepasanimpuls tonik saraf vasokonstriktor dan menggiatkan persarafan vagus jantung yang menyebabkan vasodilatasi, venodilatasi, penurunan tekanan darah, bradikardia, dan penurunan curah jantung. Berikut merupakan gambar daerah baroreseptor di sinus karotikus dan arkus aorta:

II.1.3. Sistem Pengaturan Vasomotor Aktivitas refleks spinal mempengaruhi tekanan darah, tetapi kendali utama tekanan darah dipengaruhi oleh neuron di medula oblongata yang disebut sebagai pusat vasomotor. Menurut Ganong (2008), neuron yang memperantarai peningkatan pelepasan impuls simpatis ke pembuluh darah dan jantung berproyeksi ke neuron praganglion simpatis dalam kolumna grisea intermediolateralis di medula spinalis. Akson dari badan sel neuron ini berjalan ke dorsal dan medial kemudian turun dalam kolumna lateralis medula spinalis ke intermediolateralis yang jika terstimulasi akan mengeksitasi glutamat. Impuls yang

mencapai medula mempengaruhi frekuensi denyut jantung melalui pelepasan impuls vagus ke jantung. Bila pelepasan impuls vasokonstriktor arteriol meningkat, konstriksi arteriol dan tekanan darah juga meningkat. Frekueni denyut jantung dan isi sekuncup meningkat akibat aktivitas saraf simpatis yang menuju jantung, serta curah jantung impuls vasomotor menimbulkan

meningkat. Sebaliknya, penurunan pelepasan

vasodilatasi, penurunan tekanan darah, dan peningkatan simpanan darah dalam cadangan vena akibat stimulasi persarafan vagus di jantung. Hal ini dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut: National Research Council of The National Academy of Sciences merekomendasikan konsumsi natrium per hari sebanyak 1.100-3.300 mg. Jumlah tersebut setara dengan -1 sendok teh garam dapur per hari. Untuk orang yang menderita hipertensi, konsumsi natrium dianjurkan tidak lebih dari 2.300 mg perhari. Sedangkan American Heart Association (AHA) merekomendasikan konsumsi Na bagi orang dewasa tidak lebih dari 2.400 mg/hari, atau setara dengan satu sendok teh garam dapur sehari. Menurut United States Department of Agriculture (USDA), rata-rata kebutuhan natrium ibu hamil sekitar 2.400 mg dalam sehari, kira-kira setara dengan satu sendok teh (Astawan, 2010). Bahan pangan, baik nabati maupun hewani, merupakan sumber alami natrium. Umumnya pangan hewani mengandung natrium lebih banyak dibandingkan dengan

nabati. Kebanyakan makanan dalam keadaan mentah sudah mengandung 10 persen natrium dan 90 persen ditambahkan selama proses pemasakan. Namun, sumber utamanya adalah garam dapur (NaCl), soda kue (natrium bikarbonat), penyedap rasa monosodium glutamat (MSG), serta bahan- bahan pengawet yang digunakan pada pangan olahan, seperti natrium nitrit dan natrium benzoat. Natrium juga mudah ditemukan dalam makanan sehari-hari, seperti pada kecap, makanan hasil laut, makanan siap saji (fast food), serta makanan ringan (snack) (Astawan, 2010). Tubuh membutuhkan kurang dari tujuh gram garam dapur sehari atau setara dengan 3.000 mg natrium. Kebanyakan dari menu harian memberi berlipat- lipat kali lebih banyak dari itu. Selain meningkatkan tekanan darah, kerja ginjal menjjadi jauh lebih berat untuk membuangnya. Satu sendok teh garam dapur berisi 2.000 mg natrium. Natrium yang terkandung dalam setiap menu modern rata-rata sekitar 500 mg. Pada takaran itu, ginjal

perlu bekerja lebih keras untuk tetap mempertahankan keseimbangan cairan dan asambasa tubuh agar penyakit akibat kelebihan natrium tidak sampai muncul (Lawalangy, 2007). Natrium merupakan faktor penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan natrium yang minimal. Asupan natrium kurang dari 3 gram/hari prevalensi hipertensinya rendah, sedangkan asupan natrium antara 5-15 gram/hari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Muchtadi, 1992). Kurangnya konsumsi natrium dapat menyebabkan volume darah menurun yang membuat tekanan darah menurun, denyut jantung meningkat, pusing, kadang-kadang disertai kram otot, lemas, lelah, kehilangan selera makan, daya ingat menurun, daya tahan terhadap infeksi menurun, luka sukar sembuh, gangguan penglihatan, rambut tidak sehat dan terbelah ujungnya, serta terbentuknya bercak-bercak putih di kuku (Astawan, 2010). Dalam proses metabolisme tubuh garam yang dikonsumsi sebagian besar akan diserap oleh usus dan dibuang kembali oleh ginjal melalui urin. Akan tetapi bila jumlah yang dikonsumsi melebihi kapasitas ginjal untuk mengeluarkannya kembali, maka kadar natrium darah akan dalam

meningkat. Untuk mengembalikan kadar natrium darah ke tingkat yang

normal, tubuh mengaturnya dengan cara menambah jumlah cairan dalam darah untuk mengencerkan kelebihan natrium tersebut. Akibatnya volume darah yang bersirkulasi dalam sistem sirkulasi bertambah jumlahnya, dan apabila jumlah ini melebihi volume

tertentu maka tekanan di dalam sistem tersebut meningkat, dan orang yang mengalaminya dikatakan terkena penyakit hipertensi (Muchtadi,1992). Saat ini, terdapat kecenderungan pola makan yang serba praktis dan instan yang berkembang di masyarakat seperti makanan cepat saji dan makanan awetan. Begitu juga pada mahasiswa, meningkatnya aktivitas, kehidupan sosial dan kesibukan para mahasiswa akan

mempengaruhi kebiasaan makan. Pola konsumsi makanan sering tidak teratur, sering jajan, sering tidak makan pagi dan sama sekali tidak makan siang. Mahasiswa dengan

aktivitas sosial tinggi, memperlihatkan peran teman sebaya menjadi tampak jelas. Di kota besar sering terlihat kelompok- kelompok mahasiswa makan di rumah makan yang menyajikan makanan yang siap saji. Makanan siap saji umumnya mempunyai nilai nutrisi yang rendah, mengandung lemak jenuh kolesterol tinggi, tinggi garam dan rendah serat. Dengan sifat seperti itu tentunya makanan awetan dan siap saji tidak begitu menyehatkan tubuh, sehingga apabila terlalu sering dikomsumsi dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti kegemukan (obesitas), kolesterol dan trigliserida tinggi,

hipertensi, aterosklerosis, jantung koroner, dan stroke (Sayogo, 2006). Meskipun sebagian masyarakat dan khususnya mahasiswa telah mengetahui bahaya

mengkonsumsi natrium dengan kadar yang berlebih, tetap saja dikonsumsi tanpa memperdulikan efek jangka panjang yang berbahaya terhadap tubuh. Pengetahuan mengenai dampak natrium yang dikonsumsi kadangkala tidak sesuai dengan perilaku pola makan yang ada. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui bagaimana pemahaman, sikap dan tindakan mahasiswa terhadap konsumsi makanan yang mengandung natrium.

Pola Makan

Pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Yayuk Farida Baliwati. dkk, 2004 : 69). Santosa dan Ranti (2004 : 89) mengungkapkan bahwa pola makan merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok

masyarakat tertentu. Pendapat dua pakar yang berbeda-beda dapat diartikan secara umum bahwa pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau

sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup. Pola makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan

makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif dan negatif. Sikap positif atau negatif terhadap makanan bersumber pada nilai-nilai affective yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial dan ekonomi) dimana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh. Demikian juga halnya dengan kepercayaan terhadap makanan yang berkaitan dengan nilainilai cognitive yaitu kualitas baik atau buruk, menarik atau tidak menarik. Pemilihan adalah proses psychomotor untuk memilih makanan sesuai dengan sikap dan kepercayaannya (Khumaidi, 1994). Pola makan dapat didefinisikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih makanan dan mengkonsumsi sebagai tanggapan pengaruh psikologi, fisiologi, budaya, dan sosial (Soehardjo, 1996).

Berdasarkan hasil penelitian Frank Gc yang dikutip oleh Moehyi (1992), mengatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan anak dengan ukuran tubuhnya. Makan siang dan makan malam remaja menyediakan 60% dari intake kalori, sementara makanan jajanan menyediakan kalori 25%. Anak obes ternyata akan sedikit makan pada waktu pagi dan lebih banyak makan pada waktu siang dibandingkan dengan anak kurus pada umur yang sama. Anak sekolah terutama pada masa remaja tergolong pada masa pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental serta peka terhadap rangsangan

dari luar. Konsumsi makanan merupakan salah

satu

faktor

penting

yang

turut

menentukan potensi pertumbuhan dan perkembangan remaja.

Mengonsumsi makanan dari restoran makanan cepat saji, terutama yang

menyediakan menu Western Style, semakin sering ditemukan di masyarakat kota-kota besar khususnya para remaja. Selain jumlah restoran-restoran tersebut semakin banyak di berbagai penjuru kota, menu makanan cepat saji umumnya cepat dalam penyajian (Khomsan, 2003) Kebiasaan makan ini ternyata menimbulkan masalah baru karena makanan siap saji umumnya mengandung lemak, karbohidrat, dan garam yang cukup tinggi tetapi sedikit kandungan vitamin larut air dan serat. Bila konsumsi makanan jenis ini berlebih akan

menimbulkan masalah gizi lebih yang merupakan faktor risiko beberapa penyakit degeneratif yang saat ini menempati urutan pertama penyebab kematian. Sedikit sekali yang diketahui tentang asupan pangan remaja. Meski asupan kalori dan protein sudah tercukupi, namun elemen lain seperti besi, kalsium dan beberapa vitamin ternyata masih kurang.

Makanan olahan, seperti yang dinyatakan dalam iklan televisi, secara berlebihan, meski dalam iklan diklaim kaya akan vitamin dan mineral, sering terlalu banyak mengandung gula serta lemak, disamping zat aditif. Konsumsi makanan jenis ini secara berlebihan dapat berakibat kekurangan zat gizi lain. Kegemaran pada makanan olahan yang

mengandung zat ini menyebabkan remaja mengalami perubahan patologis yang terlalu dini (Arisman, 2004).

Anda mungkin juga menyukai