Anda di halaman 1dari 1

Penerapan uang kuliah tunggal (UKT) mulai tahun ajaran mendatang dilakukan bukan tanpa alasan.

Keluhan berbagai pihak terhadap banyaknya jenis pungutan yang dibebankan kepada mahasiswa setiap tahun mendorong Dirjen Dikti Kemendikbud Djoko Santoso untuk menetapkan UKT berdasarkan ongkos menurut aktivitas (cost activity base). Demikian disampaikan Rektor Universitas Andalas (Unand) Padang, Werry Darta Taifur dalam keterangan tertulisnya mengenai UKT. Namun, Werry menilai, penetapan UKT harus melalui jalan panjang. Sebab, penghitungan unit cost selama perkuliahan yang dimulai dari saat mahasiswa melakukan pendaftaran masuk sampai menerima ijazah sebagai tanda tamat menyelesaikan studi untuk masing-masing jurusan belum banyak mendapat perhatian. Maka, melalui perhitungan tersebut dapat diketahui biaya yang harus dikeluarkan setiap mahasiswa di masing-masing program studi (prodi) dengan pasti dan menjadi dasar untuk menetapkan beban uang kuliah yang harus dipikul mahasiswa. Kalau beban biaya yang harus dikeluarkan tersebut tidak dibebankan seluruhnya kepada mahasiswa, Dirjen Dikti juga mempunyai dasar yang jelas untuk memberi bantuan biaya operasional untuk masing-masing perguruan tinggi negeri. "Berlaku ketentuan, semakin besar bantuan biaya operasional yang diberikan kepada suatu PTN, semakin rendah beban uang kuliah yang ditanggung mahasiswa dan berlaku sebaliknya," kata Werry, seperti dikutip dari keterangan tertulisnya di laman Unand, Jumat (5/4/2013). Meski demikian, Werry menyayangkan dasar alokasi bantuan biaya operasional perguruan tinggi (BOPTN) yang belum jelas. Apalagi, berdasarkan alokasi BOPTN yang telah diumumkan Dirjen Dikti pada awal Maret 2013 terdapat perbedaan yang mendasar antarperguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia. "Perguruan tinggi di Jawa dan telah maju mendapat BOPTN yang besar. Universitas Indonesia (UI) misalnya, mendapat di atas Rp200 miliar, Institut Teknologi Bandung (ITB) di atas Rp170 miliar, sementara Unand dan Universitas Negeri Padang (UNP) hanya mendapat sekira Rp24 miliar, serta banyak PTN di wilayah timur yang mendapat BOPTN di sekira Rp10 miliar-Rp20 miliar," tuturnya. Dia mengaku kecewa dan merasa alokasi BOPTN tidak mempertimbangkan tingkat perkembangan PTN di daerah. Menurut Werry, jika pola alokasi BOPTN tetap bertahan seperti itu, maka kesenjangan kemajuan antar-PTN di Indonesia semakin besar.

Anda mungkin juga menyukai