Anda di halaman 1dari 6

1.IMUNISASI WAJIB a. BCG Vaksin BCG diberikan pada bayi sejak lahir, untuk mencegah penyakit TBC.

Jika bayi sudah berumur lebih dari tiga bulan, harus dilakukan uji tuberkulin terlebih dulu. BCG dapat diberikan apabila hasil uji tuberkulin negatif.

b. Hepatitis B Hepatitis B diberikan tiga kali. Yang pertama dalam waktu 12 jam setelah lahir. Imunisasi ini dilanjutkan saat bayi berumur 1 bulan, kemudian diberikan lagi saat 3-6 bulan.

c. Polio Imunisasi yang satu ini belakangan sering didengung-dengungkan pemerintah karena telah memakan korban cukup banyak. Target pemerintah membebaskan anak-anak Indonesia dari penyakit polio. Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama setelah lahir. Selanjutnya vaksin ini diberikan 3 kali, saat bayi berumur 2, 4, dan 6 bulan. Pemberian vaksin ini dulang pada usia 18 bulan dan 5 tahun.

d. DTP DTP diberikan untuk mencegah tiga macam penyakit sekaligus, yaitu Difteri, Tetanus, dan Pertusis. Vaksin ini diberikan pertama kali saat bayi berumur lebih dari enam minggu. Lalu saat bayi berumur 4 dan 6 bulan. Ulangan DTP diberikan umur 18 bulan dan 5 tahun. Pada anak umur 12 tahun, imunisasi ini diberikan lagi dalam program BIAS SD kelas VI.

e. Campak Campak pertama kali diberikan saat anak umur 9 bulan. Campak-2 diberikan pada program BIAS SD kelas 1, umur 6 tahun. 2.EFEK IMUNISASI Imunisasi memang penting untuk membangun pertahanan tubuh bayi. Tetapi, orangtua masa kini seharusnya lebih kritis terhadap efek samping imunisasi yang mungkin menimpa Si Kecil.

Pertahanan tubuh bayi dan balita belum sempurna. Itulah sebabnya pemberian imunisasi, baik wajib maupun lanjutan, dianggap penting bagi mereka untuk membangun pertahanan tubuh. Dengan imunisasi, diharapkan anak terhindar dari berbagai penyakit yang membahayakan jiwanya.

Di lain pihak, pemberian imunisasi kadang menimbukan efek samping. Demam tinggi pascaimunisasi DPT, misalnya, kerap membuat orangtua was-was. Padahal, efek samping ini sebenarnya pertanda baik, karena membuktikan vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh tengah bekerja. Namun, kita pun tidak boleh menutup mata terhadap fakta adakalanya efek imunisasi ini bisa sangat berat, bahkan berujung kematian. Realita ini, menurut Departemen Kesehatan RI disebut Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi(KIPI). Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan (KN PP) KIPI, KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi.

Tidak Ada yang Bebas Efek Samping Menurut Komite KIPI, sebenarnya tidak ada satu pun jenis vaksin imunisasi yang aman tanpa efek samping. Oleh karena itu, setelah seorang bayi diimunisasi, ia harus diobservasi terlebih dahulu setidaknya 15 menit, sampai dipastikan tidak terjadi adanya KIPI (reaksi cepat).

Selain itu, menurut Prof. DR. Dr. Sri Rejeki Hadinegoro SpA.(K), untuk menghindari adanya kerancuan antara penyakit akibat imunisasi dengan yang bukan, maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu. Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat. Dilihat dari gejalanya pun, dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya, terang Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini.

Pada umumnya, semakin cepat KIPI terjadi, semakin cepat gejalanya. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (pasca-vaksinasi rubella), bahkan 42 hari (pascavaksinasi campak dan polio). Reaksi juga bisa diakibatkan reaksi simpang (adverse events) terhadap obat atau vaksin, atau kejadian lain yang bukan akibat efek langsung vaksin, misalnya alergi. Pengamatan juga ditujukan untuk efek samping yang timbul akibat kesalahan teknik pembuatan, pengadaan, distribusi serta penyimpanan vaksin. Kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul kebetulan, demikian Sri.

Penelitian Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM), AS, melaporkan, sebagian besar KIPI terjadi karena faktor kebetulan. Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan atau pragmatic errors), tukas dokter yang berpraktek di RSUPN Cipto Mangunkusumo ini.

Stephanie Cave MD, ahli medis yang menulis Yang Orangtua Harus Tahu tentang Vaksinasi Pada Anak menyebutkan, peluang terjadinya efek samping vaksin pada bayi dan anak-anak adalah karena mereka dijadikan target imunisasi massal oleh pemerintah, pabrik vaksin, maupun dokter. Padahal,

imunisasi massal yang memiliki sikap satu ukuran untuk semua orang ini sangat berbahaya. Karena, Setiap anak adalah pribadi tersendiri, dengan bangun genetika, lingkungan sosial, riwayat kesehatan, keluarga dan pribadi yang unik, yang bisa berefek terhadap cara mereka bereaksi terhadap suatu vaksin, demikian Cave.

Beberapa Kejadian Pasca-Imunisasi Secara garis besar, tidak semua KIPI disebabkan oleh imunisasi. Sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini beberapa faktor KIPI yang bisa terjadi pasca-imunisasi:

1. Reaksi suntikan Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusukan jarum suntik, baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan. Sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope atau pingsan.

2. Reaksi vaksin Gejala KIPI yang disebabkan masuknya vaksin ke dalam tubuh umumnya sudah diprediksi terlebih dahulu karena umumnya ringan. Misal, demam pasca-imunisasi DPT yang dapat diantisipasi dengan obat penurun panas. Meski demikian, bisa juga reaksi induksi vaksin berakibat parah karena adanya reaksi simpang di dalam tubuh (misal, keracunan), yang mungkin menyebabkan masalah persarafan, kesulitan memusatkan perhatian, nasalah perilaku seperti autisme, hingga resiko kematian.

3. Faktor kebetulan Seperti disebut di atas, ada juga kejadian yang timbul secara kebetulan setelah bayi diimunisasi. Petunjuk faktor kebetulan ditandai dengan ditemukannya kejadian sama di saat bersamaan pada kelompok populasi setempat, dengan karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan imunisasi.

4. Penyebab tidak diketahui Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab, maka untuk sementara dimasukkan ke kelompok penyebab tidak diketahui sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya, dengan kelengkapan informasi akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.

Imunisasi itu Aman Ilmu Pengetahuan atau Fiksi? Keraguan tentang aman-tidaknya imunisasi bukan sesuatu yang mengada-ada. Saat ini sudah ada puluhan ribu kejadian buruk akibat imunisasi yang dilaporkan, dan puluhan ribu lainnya yang tidak dilaporkan. Pada anak-anak, imunisasi (dan antibiotik) bertanggung jawab untuk sebagian besar reaksi negatif dibanding obat-obat resep lainnya. Jadi realitanya, tidak ada obat yang aman untuk setiap anak. Dan, beberapa obat lebih berbahaya daripada beberapa obat lainnya.

Keamanan imunisasi seharusnya berlandaskan pada ilmu pengetahuan yang baik, bukan hipotesa, pendapat, keyakinan perorangan, atau pengamatan. Namun faktanya, hingga kini banyak yang tidak diketahui para ilmuwan tentang cara kerja imunisasi di dalam tubuh pada tingkat sel dan molekul. Tes yang memadai untuk imunisasi juga tidak ada. Yang juga kurang, adalah pengertian tentang efek jangka panjang dari imunisasi massal bagi bayi dan anak-anak. Yang diketahui adalah, sejak akhir tahun 1950-an, ketika imunisasi massal mulai diwajibkan di Amerika Serikat, telah terjadi peningkatan kasus kelainan sistem imun dan persarafan, termasuk kesulitan memusatkan perhatian, asma, autisme, diabetes anak-anak, sindroma keletihan menahun, kesulitan belajar, rematoid artritis, multipel sklerosis, dan masalah kesehatan yang menahun lainnya. 3.PENYAKIT YANG HARUS DI imunisasi TBC Polio Hepatitis Difteri Tetanus Pertusis Campak Penyakit paru dan radang otak Influenza Cacar air Typus Aids

4. Bagaimana cara pemberian imunisasi wajib


a. Imunisasi BCG Umur : 0 11 bln Dosis : 0,05 cc Cara : Intrakutan, lengan kanan

Jumlah suntikan : Satu kali b. Imunisasi Hepatitis B Umur : Mulai umur 0 bulan Dosis : 0, 5 cc / pemberian Cara : Suntikan IM pada bagian luar Jumlah suntikan : 3 x Selang pemberian : 3 dosis dengan jarak suntikan 1 bulan dan 5 bulan. c. Imunisasi DPT Umur : 2 11 bln Dosis : 0,05 cc Cara : IM / SC, jumlah suntikan : 3 x Selang pemberian : Minimal 4 minggu d. Imunisasi Polio Umur : 0 11 bln Dosis : 2 tetes Cara : Meneteskan ke dalam mulut Selang waktu : Berikan 4 x dengan jarak minimal 4 minggu. e. Imunisasi Campak Umur : 9 bln.

Dosis : 0, 5 cc Cara : Suntikan secara IM di lengan kiri atas Jumlah suntikan : 1 x dapat diberikan bersamaan dengan pemberian vaksin lain tapi tidak dicampur dalam 1 semprit.

Anda mungkin juga menyukai