Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus

KEJANG DEMAM

Disusun Oleh : Yulia Rosi 0808121284

PEMBIMBING: dr. Ririe Fachrina Malisie Sp.A (K)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2013
1

BAB I PENDAHULUAN Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi (380C atau lebih) yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial yang paling sering dijumpai pada anakanak, terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Kejang merupakan salah satu darurat medik yang harus segera diatasi. Kejang didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak paroksismal yang dapat dilihat sebagai kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi autonom.1,2 Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% diantara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti.1,2 Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga mempunyai peranan, bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penderita pada umumnya mempunyai riwayat keluarga (orang tua atau saudara kandung) penderita kejang demam. 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.1,3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980) kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dibedakan dengan Epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau Epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.1,2

B. Epidemiologi Hampir sebanyak 1 dari setiap 25 anak pernah mengalami kejang demam dan lebih darisepertiga dari anak-anak tersebut mengalaminya lebih dari 1 kali. Kejang demam terjadi pada 2-5% anak dengan umur berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun, insidensi tertinggi pada umur 18 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi susunan saraf pusat, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang kembali disertai demam tidak termasuk dalam kejang demam. Seorang anak yang mengalami kejang demam, tidak berarti diamenderita epilepsi karena epilepsi ditandai dengan kejang berulang yang tidak dipicu oleh adanya demam.1,2 C. Klasifikasi Kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.2

1. Kejang demam sederhana Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang tidak terulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui kriteria Livingstone, yaitu : a) Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun b) Kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit. c) Kejang bersifat umum d) Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.

Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal e) Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan. f) Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

2. Kejang demam kompleks Kejang demam yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multipel (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Kejang demam kompleks tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini: a) Kejang lama > 15 menit. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. b) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial c) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

D. Faktor Resiko Faktor resiko kejang demam yang penting adalah : 1 a) Demam b) Riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung c) Perkembangan terlambat d) Problem pada masa neonatus e) Anak dalam perawatan khusus f) Kadar natrium rendah Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Resiko rekurensi meningkat pada : a) Usia dini b) Cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul c) Temperatur yang rendah saat kejang d) Riwayat keluarga kejang demam e) Riwayat keluarga epilepsi

E. Etiologi Penyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui. Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Demam sering disebabkan Infeksi saluran pernafasan atas, Otitis media, Pneumonia, Gastroenteritis dan Infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Selain itu terdapat faktor resiko lain, seperti riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.1,4 F. Patogenesis Kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% -15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak sirkulasi otak bisa mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dewasa yang hanya 15-20%. Jadi pada kenaikan
5

suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran sel sehingga terjadi lepas muatan listrik yang dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel sebelahnya melalui neurotransmitter dan terjadilah kejang. 1,4 Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan inilah dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.1 Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat karena aktifitas otot dan menyebabkan metabolisme otak meningkat. Hal ini akan menyebabkan kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.4 Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.1,4 G. Manifestasi Klinis Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39C atau lebih (rectal). Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat
6

juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.2,3,4 Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.2 Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. 2 H. Diagnosis Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang demam antara lain : 1. Anamnesis a) Demam (suhu > 38oC) b) Adanya infeksi di luar susunan saraf pusat (misalnya tonsillitis, tonsilofaringitis, otitis media akut, pneumonia, bronkhitis, infeksi saluran kemih). Gejala klinis berdasarkan etiologi yang menimbulkan kejang demam. c) Serangan kejang (frekuensi, kejang pertama kali atau berulang, jenis/bentuk kejang, antara kejang sadar atau tidak, berapa lama kejang, riwayat kejang sebelumnya (obat dan pemeriksaan yang didapat, umur), riwayat kejang dengan atau tanpa demam pada keluarga, riwayat trauma) d) Riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit keluarga, riwayat kehamilan ibu dan kelahiran, riwayat pertumbuhan dan perkembangan, riwayat gizi, riwayat imunisasi e) Adanya infeksi susunan saraf pusat dan riwayat trauma atau kelainan lain di otak yang juga memiliki gejala kejang untuk menyingkirkan diagnosis lain yang bukan penyebab kejang demam

f) Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsy yang kebetulan terjadi bersama demam. 2. Pemeriksaan Fisik a) Suhu tubuh mencapai 39C. b) Keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, nafas, suhu c) Pemeriksaan sistemik (kulit, kepala, kelenjer getah bening, rambut, mata, telinga, hidung, mulut, tenggorokan, leher, thorax : paru dan jantung, abdomen, alat kelamin, anus, ekstremitas : refilling kapiler, reflek fisiologis dan patologis, tanda rangsangan meningeal) d) Status gizi (TB, BB, umur, lingkar kepala) 3. Pemeriksaan Penunjang a) Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Darah rutin, glukosa darah, elektrolit Urin dan feses rutin (makroskopis dan mikroskopik) Kultur darah cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan

b) Pemeriksaan c) EEG

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Usia < 12 bulan sangat dianjurkan Usia 12-18 bulan dianjurkan Usia > 18 bulan selektif

Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat di daerah belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks. Pemeriksaan berulangnya elektroensefalogram kejang, atau (EEG) tidak dapat memprediksi kejang, atau memprediksi berulangnya

memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karena itu tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG dilakukan pada
8

keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal d) Pencitraan Foto X-ray, CT-Scan, MRI dilakukan atas indikasi : Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) Paresis nervus VI Papiledema

I. Diagnosis Banding 1. Epilepsi 2. Meningitis 3. Ensefalitis

J. Penatalaksanaan 1. Pengobatan fase akut. Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigen terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres dan pemberian antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah Diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal.Dosis Diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimum 20 mg. Bila Diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit, gunakan Diazepam intrarektal 5 mg (BB < 10 kg) atau 10 mg (BB > 10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan Fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian Fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena Fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. Bila dengan Fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. 5,6
9

Bila kejang berhenti dengan Diazepam, lanjutkan

dengan Fenobarbital

diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan sampai dengan 1 tahun 50 mg, dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuskular. Empat jam kemudian berikan Fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Jika anak mengalami demam tinggi, kompres dengan air biasa (suhu ruangan) dan berikan Parasetamol secara rektal (10-15 mg/kgBB).1,5,6 2. Mencari dan mengobati penyebab. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan Meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai Meningitis atau apabila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering mengalami Meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan utuk mencari penyebab. 1,5 3. Pengobatan profilaksis Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam. Lama pengobatan satu tahun bebas kejang 1,5,6 a. Dianjurkan profilaksis terus menerus : Kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang (paresis Tods, CP, hidrosefalus) Kejang lama > 15 menit Kejang fokal

b. Dipertimbangkan : Kejang berulang dalam 24 jam Bayi usia < 12 bulan Kejang demam kompleks berulang > 4 kali

Jangan beri pengobatan secara oral sampai kejang bisa ditangulangi (bahaya aspirasi).
10

K. Prognosis Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
1. Kematian. Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik,

tidak sampai terjadi kematian.


2. Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan

pertama dari serangan pertama.


3. Angka kejadian Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak

sesudah menderita kejang demam.


4. Hemiparesis, biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama

(berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal.
5. Retardasi Mental

Ditemuan dari 431 penderita dengan kejang demam tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.

11

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

DM

: Yulia Rosi

IDENTITAS PASIEN Nama/No. MR Umur Ayah/Ibu Suku Alamat Tgl. Masuk : An. VM : 3 tahun : Maska Doni/ Verawati : Minang : Rumbai : 2 Juli 2013

Pediatric Assesment Triangle Appearance: Tone : tonus otot baik

Interactivennesis : derajat kesadaran verbal Consolability Look/gaze Speech/cry Kesimpulan Work of breathing : Suara nafas Posisi tubuh Retraksi Cuping hidung Kesimpulan : Stridor (-), gargling (-), snoring (-) : posisi berbaring : retraksi subcostal(-), retraksi substernal (-), intercosta (-), supraclavicula (-) : Nafas cuping hidung (-) : Normal work of breathing
12

: dapat ditenangkan : mata tertutup : suara lemah : gangguan appearance

Circulation: Nadi teraba kuat, akral hangat, CRT < 3 dtk Pucat (-), Mottling (-), sianosis (-) Kesimpulan : Normal circulation

Gangguan metabolik, gannguan primer SSP, intoksikasi

W (N)

C (N)

Primary survey: Airway :

o Look : gerakan dinding dada simetris, rongga mulut: cairan (-), darah(-) o Listen o Feel : stridor (-), gargling (-), snoring (-) : terasa aliran udara keluar melalui hidung

Kesan : airway clear Breathing :

o Inspeksi : RR 32 x/menit, gerakan dada simetris, retraksi iga (-), nafas cuping hidung (-) o Palpasi o Perkusi :Vokal fremitus sulit dinilai : sonor pada seluruh lapangan paru

o Auskultasi: vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-) Tindakan Evaluasi Circulation : : berikan O2 1 L/menit dengan nasal kanul : RR 28x/menit, retraksi (-), nafas cuping hidung (-)

o Nadi teraba kuat, frekuensi 120x/menit, isian cukup CRT < 3 detik, akral hangat, pucat (-), sianosis (-) Kesan : circulation normal, IVFD KAEN I B 11 tpm
13

Disability

o Kesadaran : somnolen o Pupil isokor 2mm/2mm, refleks cahaya (+/+), tonus otot baik, refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-) Exposure ALLOANAMNESIS Diberikan oleh Keluhan utama : ibu kandung pasien : kejang sejak 2 hari SMRS : T= 39,5 0C, selimuti untuk cegah hipotermi

Riwayat penyakit sekarang Sejak 2 hari SMRS pasien mengeluhkan kejang, kejang berlangsung selama 3 menit, kejang seluruh tubuh, tubuh kaku, pasien juga mengeluhkan demam, demam tinggi, diberi obat penurun panas, demam turun. Batuk (+), pilek (+), mencret (-), perdarahan dari hidung, gusi (-), keluar cairan dari telinga (-), BAK normal, BAB normal. Sejak 1 minggu SMRS pasien mengalami demam disertai batuk pilek kemudian pasien dibawa ke Puskesmas, keluhan berkurang, kejang (-), menggigil (-), keluar keringat dingin (-). Riwayat bepergian ke daerah endemis (-)

Riwayat penyakit dahulu Sejak usia 1 tahun,pasien ada riwayat kejang demam, kejang seluruh tubuh, kejang berlangsung > 30 menit. Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama Riwayat orang tua :

Ayah bekerja sebagai wiraswasta dengan pendidikan terakhir SMA Ibu bekerja sebagai IRT dengan pendidikan terakhir SMA :

Riwayat Kehamilan

Lahir kurang bulan dengan BBL : 1500 gram, dirawat di perinatologi selama 2 bulan. Riwayat makan dan minum :
14

ASI Nasi tim Nasi biasa

: 0 6 bulan : 9 bulan 1,5 tahun : 1,5 tahun 5 kurang :

Riwayat imunisasi Imunisasi lengkap Riwayat pertumbuhan BBL = 1500 gram Riwayat perkembangan 7 bulan 1,5 tahun

: duduk : berjalan

Keadaan perumahan dan tempat tinggal : Tinggal di rumah permanen dengan ventilasi cukup Sumber air minum Sumber air bersih : air galon : air sumur galian

PEMERIKSAAN FISIK Kesan umum : tampak sedang sakit Kesadaran : Somnolen

Tanda-tanda vital Suhu : 39,50C Nadi : 120 kali/ menit Nafas : 28 kali/menit Gizi TB : 80 cm BB : 10,5 kg Lingkar kepala : 49 cm Kepala : Normocephali
15

% NCHS10 =

10,5 x 100% = 105 % (Normal)

Rambut Mata Telinga Hidung Mulut Bibir Palatum Lidah Gigi LEHER KGB

: Hitam, tidak mudah dicabut

Konjungtiva : Anemis (-/-) Sklera Pupil : ikterik (-/-) : bulat, 2 mm/2 mm : DBN : DBN : : basah

Refleks cahaya : (+/+)

Selaput lendir : basah : utuh : kotor (-) : caries (-)

: Pembesaran KGB (-) : (-)

Kaku duduk DADA Inspeksi Palapasi Perkusi Auskultasi ABDOMEN Inspeksi Palapasi Perkusi Auskultasi

: gerakan dada simetris, retraksi (-) : vocal fremitus sulit dinilai : sonor : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)

: tampak datar, venektasi (-) : supel, NT(-), NL(-), organomegali(-) : Timpani : BU (+) normal

ALAT KELAMIN Perempuan, DBN


16

EKSTREMITAS Akral dingin, CRT < 2 STATUS NEUROLOGIS Reflek fisiologis (+/+) Reflek patologis (-/-) PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah : Hb Ht Leu : 11,8 : 34,1 : 19.100 gr/dl % /mm Mg/dl

Trom : 258.000 /mm GDS : 108 Urin

: Makroskopis: Kuning Jernih Mikroskopis : Eritrosit (0-1), leukosit (0-1), sel epitel (1-2), kristal 0, sekunder 0, bakteri 0, jamur 0

Feses : Makrosopik: warna kekuningan, lembek, lendir(-), darah (+) Mikroskopik: telur cacing (-), cacing (-), amuba (-), eritrosit (-), leukosit (-) HAL-HAL YANG PENTING DARI ANAMNESIS Kejang sejak 2 hari SMRS, kejang seluruh tubuh, tubuh kaku Demam 1 minggu SMRS Riwayat kejang demam pada usia 1 tahun HAL-HAL YANG PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK Kesadaran somnolen , T = 39,50C

HAL-HAL YANG PENTING DARI LAB RUTIN Leu = 19.100 /mm


17

DIAGNOSIS KERJA Kejang demam kompleks DIAGNOSIS GIZI Normal TERAPI Medikamentosa : O2 Canul 2L/menit IVFD KaEN IB 11 ttpm makro Dumin supp 125 mg PCT syr 4 x Cth 1 Ceftriaxon injeksi 2 x 250 mg Depaken 3 x cth Gizi : RDA x RBI = 100 x 10,5 = 1050 kkal PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP Tanggal selasa 2-7-2013 S Kejang (+), demam (+), Batuk (+) muntah(-), BAK (+), BAB (+) O N = 128 x/menit R = 30 x/menit S = 39,85oC BB = 10,5 kg Akral hangat, CRT < 2 dtk N = 101 x/menit R = 24 x/menit S = 37,9 oC BB = 10,7 kg Kejang demam kompleks A Kejang demam kompleks P Dumin supp 125 mg, PCT Syr 4 x 1 cth, Ceftriaxon Inj 2x250mg, IVFD KaEN I B 11 tpm, Depaken 3 x cth PCT Syr 3x1 cth, Ceftriaxon 2x500mg Depaken 3x cth, IVFD D5+ NS
18

Rabu 3-7-2013

Kejang(-), demam(+), Batuk (-),

muntah(-), BAK(+), BAB(+) Kamis 4-7-2013 Kejang(-), demam(-), muntah(-), BAK(+), BAB(+)

Akral Hangat, CRT < 2 dtk N = 100 x/menit R = 24 x/menit S = 37,8 oC BB = 10,7 kg Akral Hangat, CRT < 2dtk Kejang demam kompleks

+KCl 7,5 Diazepam 3x1,5 gr (k/p) PCT Syr 3x1 cth, Ceftriaxon 2x500mg Depakenn 3x cth IVFD D5+ NS +KCl 7,5 Diazepam 3x1,5 gr (k/p)

PEMBAHASAN

Diagnosis kejang demam kompleks di tegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan Kejang sejak 2 hari SMRS, kejang seluruh tubuh, tubuh kaku, kejang berlangsung lebih kurang 3 menit. 1 minggu sebelum kejang, pasien mengalami demam tinggi, Batuk (+), pilek (+). Riwayat kejang demam pada usia 1 tahun, kejang seluruh tubuh, kejang berlangsung lebih dari 30 menit. Riwayat kehamilan dan persalinan ibu normal, tumbuh kembang pasien juga tidak bermasalah. Pasien mendapatkan imunisasi sesuai jadwal puskesmas dan tidak pernah kejang setelah diimunisasi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang. Dari tanda vital, didapatkan nadi 120 x per menit reguler, respiratori rate 28 x per menit regular dan suhu aksilla 39,5 C. Pada pemeriksaan kepala lainnya normal. Dari pemeriksaan thoraks tidak didapatkan ronki pada kedua lapangan paru. Abdomen, genitalia dan ekstremitas dalam batas normal, turgor kembali dengan cepat. Dari pemeriksaan neurologis, tidak didapatkan kelainan. Kaku kuduk tidak ditemukan, Reflek fisiologis positif, reflek patologis dan meningeal sign negatif. Status antropometri dalam batas normal dengan status gizi baik. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, kita dapat mengarahkan kecurigaan ke arah beberapa diagnosa diantaranya adalah kejang demam kompleks dimana demam diprovokasi adanya infeksi, atau bisa dimungkinkan suatu epilepsi yang diprovokasi oleh demam, atau juga disebabkan oleh suatu proses infeksi intrakranial. Berdasarkan tinjauan pustaka
19

disebutkan bahwa kejang demam kompleks merupakan kejang yang lebih dari 15 menit, dan atau kejang fokal, dan atau kejang lebih dari satu kali dalam 24 jam, yang sebelum kejang didahului oleh demam. Kesadaran pasien kembali pulih setelah kejang. Sedangkan epilepsi adalah serangan kejang yang terjadi oleh karena pelepasan aktivitas energi yang berlebihan dan mendadak dalam otak, sehingga terjadi gangguan kerja otak, di luar serangan pasien normal. Adanya suatu proses infeksi intrakranial belum bisa disingkirkan. Pemeriksaan penunjang seperti darah, urin dan feses rutin, elektrolit dan foto rontgent thoraks ditujukan untuk mencari faktor penyebab demam/sumber infeksi. Foto rontgent toraks dilakukan untuk melihat kondisi paru-paru karena adanya riwayat infeksi saluran nafas berupa batuk. Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS masih belum perlu dilakukan. Untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis dapat dilakukan dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik terutama status neurologis. Jika dari pemeriksaan fisik tidak dapat menyingkirkan diagnosa meningitis maka dapat dilakukan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG pada pasien ini belum perlu dilakukan karena kejang demam yang terjadi pada pasien ini khas menunjukkan suatu kejang demam kompleks. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis (19.100t/mm3). Menurunkan risiko berulangnya kejang diberikan Diazepam peroral 3 x 1,5 mg, dan untuk menurunkan panas diberikan paracetamol 150 mg. Diazepam 0,3 mg/ kgBB (iv) hanya diberikan jika terjadi kejang dan diberikan secara perlahan. Pasien diobservasi keluhan subyektif, suhu, nadi, RR, kejang, akralnya. Selama observasi, pasien diharapkan bebas kejang, tidak lagi batuk, tidak diare dan hasil pemeriksaan leukosit diharapkan normal sehingga pasien diperbolehkan pulang. Ibu pasien dijelaskan agar mengompres dan memberikan anaknya obat penurun panas apabila anak demam. Ibu pasien dapat diajarkan dan dianjurkan untuk menggunakan diazepam melalui anus jika anak kejang dirumah dan segera membawa anaknya ke puskesmas atau rumah sakit jika kejang tidak tertangani.

DAFTAR PUSTAKA

20

1. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi. Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-RSCM.Jakara,2005 2. Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007

Penanganan

Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu

3. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediateric II : Kejang Pada Anak. Cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2002.
4. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan

Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta 2007 5. Soetomenggolo, T.S., (1998), Kejang Demam dalam Buku Ajar Neurologi,IDAI, Jakarta.2. 6. Pusponegoro, H.D., Widodo, D.P., Ismael, S., (2006), KonsensusPenatalaksanaan Kejang Demam, Unit Kerja Koordinasi Neurologi, IkatanDokter Anak Indonesia, Jakarta

21

Anda mungkin juga menyukai