Anda di halaman 1dari 39

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kulit merupakan organ tubuh terbesar dan memiliki banyak fungsi penting, di antaranya adalah fungsi proteksi, termoregulasi, respons imun, sintesis senyawa biokimia, dan peran sebagai organ sensoris. Terapi untuk mengkoreksi berbagai kelainan fungsi tersebut dapat dilakukan secara topikal, sistemik, intralesi, atau menggunakan radiasi ultraviolet.2 Dermatoterapi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang pengobatan penyakit kulit. Dengan adanya kemajuan-kemajuan yang pesat dalam bidang farmasi, maka pengobatan penyakit kulit juga ikut berkembang pesat. Yang menarik perhatian ialah kemajuan dalam bidang pengobatan yang berupa perubahan dari cara pengobatan nonspesifik dan empiric menjadi pengobatan spesifik dengan dasar yang rasional. Maksud uraian ini ialah memperkenalkan bentuk dan cara pengobatan yang disesuaikan dengan keadaan penyakit kulit.2

B. TUJUAN

o Dapat mengetahui jenis-jenis dermatoterapi o Mengetahui Indikasi , Kontra indikasi dan Efek samping dari berbagai jenis Vehikulum o Mengetahui jenis bahan aktif serta kandunganya o Dapat memberikan pengobatan penyakit kulit yang sesuai

BAB II
2

DERMATOTERAPI

Dermatoterapi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pengobatan penyakit kulit. Penyakit kulit dapat diobati dengan bermacam-macam cara, ialah1 : a. Topikal. b. Sistemik. c. Intralesi. Jika cara pengobatan di atas ini belum memadai, maka masih dapat dipergunakan cara-cara lain, yaitu: Radioterapi. Sinar ultraviolet. Pengobatan laser. Krioterapi. Bedah listrik. Bedah scalpel. Dengan adanya kemajuan-kemajuan yang pesat dalam bidang farmasi, maka pengobatan penyakit kulit juga ikut berkembang pesat. Yang menarik perhatian ialah kemajuan dalam bidang pengobatan topical yang berupa perubahan dari cara pengobatan nonspesifik dan empiric menjadi pengobatan spesifik dengan dasar yang rasional1 . Maksud uraian ini ialah memperkenalkan bentuk dan cara pengobatan topical yang disesuaikan dengan keadaan penyakit kulit.

A. PENGOBATAN TOPIKAL Kegunaan dan khasiat pengobatan topical didapat dari pengaruh fisik dan kimiawi obat-obat yang diaplikasi di atas kulit yang sakit. Pengaruh fisik antara lain ialah mengeringkan, membasahi (hidrasi), melembutkan, lubrikasi, mendinginkan, memanaskan, dan melindungi (proteksi) dari pengaruh buruk dari luar. Semua hal itu bermaksud untuk mengadakan homeostasis, yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan di sekitarnya ke keadaan fisiologik stabil secepat-cepatnya. Di samping itu untuk menghilangkan gejala-gejala yang mengganggu, misalnya rasa gatal dan panas.1 Prinsip obat topikal secara umum terdiri atas 2 bagian: a. Bahan dasar (vehikulum). b. Bahan aktif.

1. Bahan Dasar (Vehikulum) Vehikulum adalah zat inaktif/ inert yang digunakan dalam sediaan topikal sebagai pembawa obat/ zat aktif agar dapat berkontak dengan kulit.
2 5

Meskipun inaktif, aplikasi

suatu vehikulum pada kulit dapat memberikan beberapa efek yang menguntungkan, meliputi efek fisik misalnya efek proteksi, mendinginkan, hidrasi, mengeringkan/ mengangkat eksudat, dan lubrikasi, serta efek kimiawi/ farmakologis, misalnya efek analgesik, sebagai astringent, antipruritus, dan bakteriostatik.3 4 5 a. Klasifikasi Vehikulum Berdasarkan komponen penyusunnya, vehikulum dapat digolongkan dalam

monofasik, bifasik, dan trifasik.2 3 4 5

Yang termasuk vehikulum monofasik di antaranya adalah bedak, salep, dan cairan. Bedak kocok, pasta, dan krim tergolong dalam vehikulum bifasik. Sementara pasta pendingin merupakan contoh vehikulum trifasik. Selain ketiga kelompok besar vehikulum di atas, terdapat vehikulum lain yang tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu golongan tersebut, yaitu jel.2 Pembagian lain vehikulum adalah berdasarkan kelarutannya dalam air, yaitu vehikulum hidrofobik dan vehikulum hidrofilik. Vehikulum hidrofobik meliputi berbagai hidrokarbon, silikon, alkohol, sterol, asam karboksilat, ester dan poliester, serta eter dan polieter. Sementara vehikulum hidrofilik meliputi berbagai poliol dan poliglikol, sebagian dari golongan ester dan poliester, serta beberapa macam eter dan polieter. Berdasarkan konsistensinya, vehikulum dibagi menjadi cair, solid, dan semisolid 2. Memilih bahan dasar (vehikulum) obat topical merupakan langkah awal dan terpenting yang harus diambil pada pengobatan penyakit kulit. Pada umumnya sebagai pegangan ialah pada keadaan dermatosis yang membasah dipakai bahan dasar yang cair/basah, misalnya kompres; dan pada keadaan kering dipakai bahan dasar padat/kering, misalnya salap. Secara sederhana bahan dasar dibagi menjadi 1 2 3 4 5 : 1. Cairan. 2. Bedak. 3. Salap. Disamping itu ada 2 campuran atau lebih bahan dasar, yaitu: 4. Bedak kocok (lotion), yaitu campuran cairan dan bedak. 5. Krim, yaitu campuran cairan dan salap. 6. Pasta, yaitu campuran salap dan bedak. 7. Linimen (pasta pendingin), yaitu campuran cairan, bedak dan salap.

Sediaan topikal yang relatif baru di dunia dermatologi8 9 : 8. Lacquor 9. Foam

Gambar. Bagan Vehikulum

1. Cairan. Cairan terdiri atas: a. Solusio artinya larutan dalam air. b. Tingtura artinya larutan dalam alcohol. Solusio dibagi dalam: 1. Kompres. 2. Rendam (bath), misalnya rendam kaki, rendam tangan. 3. Mandi (full bath) Prinsip pengobatan cairan ialah membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta dan sebagainya) dan sisa-sisa obat topical yang pernah dipakai. Di samping itu terjadi pelunakan dan pecahnya vesikel, bula dan pustule. Hasil akhir pengobatan ialah keadaan yang membasah menjadi kering, permukaan menjadi bersih sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi. Pengobatan cairan berguna juga untuk
89

menghilangkan gejala, misalnya rasa gatal, rasa terbakar, parestesi oleh bermacam-macam dermatosis. 1 Solusio atau larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut (solut) yang terlarut secara homogen dalam media pelarut misalnya air, alkohol, minyak, atau propilen glikol. Contoh dari solusio adalah solusio Burrowi, yodium tingtur, dan linimen5 6. Suspensi atau losio adalah suatu sistem berbentuk cair yang komponennya terdiri atas dua fase zat. Fase pertama merupakan fase eksternal/ kontinu dari suspensi, yang umumnya berbentuk cair atau semisolid, dan fase kedua merupakan fase internal yang merupakan partikel yang tidak larut dalam fase kontinu, namun terdispersi di dalamnya. Dalam suatu sediaan obat topikal, fase internalnya adalah zat atau obat aktif. Karena tidak larut dalam medium pendispersinya, maka zat aktif dalam suatu sediaan berbentuk suspensi atau losio dapat mengendap bila didiamkan, sehingga sebelum digunakan harus dikocok terlebih dahulu agar dosis obat aktif yang diaplikasikan merata. Losio banyak digunakan untuk pasien anak, karena mudah diaplikasikan secara merata. Penguapan air yang terkandung dalam sediaan ini setelah aplikasinya memberikan efek mendinginkan. Dibandingkan salep, losio dapat menyebabkan kondisi kulit yang kering, dan dapat menyebabkan abrasi pada kulit. Duweb dkk. (2003) membuktikan bahwa dalam konsentrasi sama (50 ug/g), salep calcipotriol lebih superior dibandingkan sediaan krim untuk pengobatan psoriasis vulgaris. Cal (2005) melaporkan pengaruh berbagai vehikulum dalam penyerapan terpenes pada kulit secara in vitro. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya diketahui penyerapan terpenes pada tiap vehikulum berbeda bermakna, dan secara berurutan dari yang terendah hingga tertinggi penetrasinya adalah emulsi < solusio < hidrojel. Sementara Breneman dkk. (2005) melaporkan penggunaan losio klobetasol propionat 0,05% lebih efektif dibandingkan dengan sediaan dalam bentuk krim dalam pengobatan dermatitis atopik. Serupa dengan penelitian yang dilakukan Breneman dkk. tersebut, Lowe N. dkk. (2005) juga membuktikan penggunaan losio klobetasol propionat 0,05% dalam terapi psoriasis tipe plak lebih efektif dibanding sediaan krim10 11 12. Harus diingat bahwa pengobatan dengan cairan dapat menyebabkan kulit menjadi terlalu kering. Jadi pengobatan cairan harus dipantau secara teliti, kalau keadaan sudah mulai
1

5 6

kering pemakaiannya dikurangi dan kalau perlu dihentikan untuk diganti dengan bentuk pengobatan lainnya. Cara kompres lebih disukai daripada cara rendam dan mandi, karena pada kompres terdapat pendinginan dengan adanya penguapan, sedangkan pada rendam dan mandi terjadi proses maserasi1 2 3 . Bahan aktif yang dipakai dalam kompres ialah biasanya bersifat astringen dan antimicrobial. Astringen mengurangi eksudat akibat presipitasi protein. Dikenal 2 macam cara kompres, yaitu1 : a. Kompres terbuka Dasar : Penguapan cairan kompres disusul oleh absorbsi eksudat atau pus. Indikasi : o o o Dermatosis medidans Infeksi kulit dengan eritema yang mencolok, misalnya erysipelas. Ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta.

Efek pada kulit : o Kulit yang semula eksudatif menjadi kering. o Permukaan kulit menjadi dingin. o Vasokonstriksi. o Eritema berkurang.

Cara :

123

Digunakan kain kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta tidak terlalu tebal (3 lapis). Balutan jangan terlalu ketat, tidak perlu steril, dan jangan menggunakan kapas karena lekat dan menghambat penguapan. Kasa dicelup ke dalam cairan kompres, diperas, lalu dibalutkan dan didiamkan, biasanya sehari dua kali selama 3 jam. Hendaknya jangan sampai terjadi maserasi. Bila kering dibasahkan lagi. Daerah yang dikompres luasnya 1/3 bagian tubuh agar tidak terjadi pendinginan.1 b. Kompres tertutup Sinonim : Kompres impermeable. Dasar : Vasodilatasi, bukan untuk penguapan. Indikasi : Kelainan yang dalam, misalnya limfogranuloma venerium. Cara Digunakan pembalut tebal dan ditutup dengan bahan impermeable, misalnya selofan atau plastik. 2. Bedak. Bedak yang dioleskan di atas kulit membuat lapisan tipis di kulit yang tidak melekat erat sehingga penetrasinya sedikit sekali1. Efek bedak ialah: o Mendinginkan. o Antiinflamasi ringan karena ada sedikit efek vasokonstriksi. o Anti-pruritus. o Mengurangi pergeseran pada kulit yang berlipat (intertrigo). o Proteksi mekanis.

Yang diharapkan dari bedak terutama ialah efek fisis. Bahan dasarnya ialah talcum venetum. Biasanya bedak dicampur dengan seng oksida, sebab zat ini bersifat mengabsorpsi air dan sabum, astringen, antiseptic lemah dan antipruritus lemah1. Indikasi pemberian bedak ialah: 1. Dermatosis yang kering dan superficial. 2. Mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah, misalnya pada varisela dan herpes zoster. Kontraindikasi Dermatitis yang basah, terutama bila disertai dengan infeksi sekunder. 3. Salap. Salap ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula lanolin atau minyak1. Indikasi pemberian salap ialah: 1. Dermatosis yang kering dan kronik. 2. Dermatosis yang dalam dan kronik, karena daya penetrasi salap paling kuat jika dibandingkan dengan bahan dasar lainnya. 3. Dermatosis yang bersisik dan berkrusta. Kontraindikasi Dermatitis madidans. Jika kelainan kulit terdapat pada bagian badan yang berambut, penggunaan salap tidak dianjurkan dan salap jangan dipakai di seluruh tubuh1. 4. Bedak Kocok. Bedak kocok terdiri atas campuran air dan bedak, yang biasanya ditambah dengan gliserin sebagai bahan perekat. Supaya bedak tidak terlalu kental dan tidak cepat menjadi
1

kering, maka jumlah zat padat maksimal 40% dan jumlah gliserin 10-15%. Hal ini berarti bila beberapa zat aktif padat ditambahkan, maka persentase tersebut jangan dilampaui1. Indikasi : 1. Dermatosis yang kering, superficial dan agak luas, yang diinginkan ialah sedikit penetrasi. 2. Pada keadaan subakut. Kontraindikasi : 1. Dermatitis madidans. 2. Daerah badan yang berambut. 5. Krim. Krim ialah campuran W (water, air), O (oil, minyak) dan emulgator1 2. Krim ada 2 jenis: Krim W/O: air merupakan fase dalam dan minyak fase luar. Krim O/W: minyak merupakan fase dalam dan air fase luar. Selain itu dipakai emulgator, dan biasanya ditambah bahan pengawet, misalnya paraben dan juga dicampur dengan parfum. Berbagai bahan aktif dapat dimasukkan di dalam krim. Indikasi : 1. Indikasi kosmetik. 2. Dermatosis yang subakut dan luas, yang dikehendaki ialah penetrasi yang lebih besar daripada bedak kocok. 3. Krim boleh digunakan di daerah yang berambut. Kontraindikasi :
1

12

10

Dermatitis madidans. 6. Pasta. Pasta ialah campuran homogeny bedak dan vaselin. Pasta bersifat protektif dan mengeringkan1. Indikasi : Dermatosis yang agak basah. Kontraindikasi : Dermatosis yang eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk daerah genital eksterna dan lipatan-lipatan badan pasta tidak dianjurkan karena terlalu melekat. 7. Linimen. Linimen atau pasta pendingin ialah campuran cairan, bedak, salap1. Indikasi : Dermatosis yang subakut. Kontraindikasi : Dermatosis madidans. 8. Gel. Gel ialah sediaan hidrokoloid atau hidrofilik berupa suspense yang dibuat dari senyawa organic. Zat untuk membuat gel di antaranya ialah karbomer, metilselulosa, dan tragakan. Bila zat-zat tersebut dicampur dengan air dengan perbandingan tertentu akan terbentuk gel. Karbomer akan membuat gel menjadi sangat jernih dan halus1. Gel segera mencair, jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan. Absorpsi perkutan lebih baik daripada krim. 9. Lacquer Lacquer merupakan sediaan topikal yang relatif baru di bidang dermatologi. Sediaan ini mulai digunakan untuk mengobati kasus-kasus onikomikosis. Nail lacquer merupakan larutan yang terdiri dari etil asetat, isopropil alkohol, dan butil monoester asam maleat. Setelah aplikasinya di atas lempeng kuku, lacquer akan membentuk lapisan film di atas tempat aplikasi. Penelitian secara in vitro pada kuku yang telah dilepaskan, menunjukkan
1

11

sediaan ini mampu menembus lempeng kuku hingga kedalaman 0,4 cm. Sementara penelitian pada manusia dengan aplikasi sediaan antifungal (ciclopirox) dalam bentuk nail lacquer pada ke-20 kuku dan lima milimeter pada kulit di sekitar kuku selama enam bulan, didapatkan penyerapan ciclopirox secara sistemik mencapai lima persen dosis aplikasinya. Satu bulan setelah aplikasi dihentikan, kadar ciclopirox tidak terdeteksi lagi.7 8 10. Foam Foam merupakan suatu dispersi cairan dan atau zat padat dalam medium berbentuk gas. Dibandingkan dengan sediaan topikal lain, foam merupakan sediaan yang paling mudah diaplikasikan pada permukaan kulit tanpa memerlukan penekanan, sehingga sediaan ini menjadi pilihan untuk digunakan pada berbagai kelainan/ penyakit kulit dengan inflamasi yang berat dan luas, karena penekanan yang berlebihan pada kulit yang mengalami inflamasi menimbulkan rasa nyeri dan dapat memperberat reaksi inflamasi. 9 Sediaan topikal berbentuk foam dikemas dalam suatu wadah bertekanan yang berkatup. Hal tersebut menjadi salah satu kelemahan dari sediaan berbentuk foam, karena proses pembuatan wadah bertekanan merupakan hal yang rumit dan memerlukan biaya yang tinggi, sehingga harga sediaan berbentuk foam menjadi mahal. Suatu penelitian yang membandingkan kemampuan bentuk sediaan foam, salep, krim, dan jel dalam melepaskan zat aktif (betametason valerat) telah dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan sediaan foam memiliki kemampuan yang sama dengan salep dan jel dalam melepaskan komponen zat aktif, namun lebih baik dibandingkan sediaan krim. Penelitian lain dilakukan terhadap orang anak dan bayi dengan infeksi candida pada daerah popok. Ke 25 subyek diterapi dengan sediaan berbentuk foam yang mengandung nistatin, klorheksidin, dan prednisolon. Setelah dilakukan terapi selama 13 hari, seluruh subyek penelitian, termasuk subyek dengan manifestasi klinis yang berat menunjukkan kesembuhan.9

b. Bahan Aktif Memilih obat topical selain factor vehikulum, juga factor bahan aktif yang dimasukkan ke dalam vehikulum yang mempunyai khasiat tertentu yang sesuai untuk
7

12

pengobatan topical. Khasiat bahan aktif topical dipengaruhi oleh keadaan fisiko-kimia permukaan kulit, di samping komposisi formulasi zat yang dipakai1 2 3 . Di dalam resep harus ada bahan aktif dan vehikulum. Bahan aktif dapat berinteraksi satu sama lain. Yang penting ialah, apakah bahan yang kita campurkan itu dapat tercampurkan atau tidak, sebab ada obat/zat yang sifatnya O.T.T. (obat tidak tercampurkan). Asam salisilat, misalnya dapat dicampurkan dengan asam lainnya, contohnya asam benzoate atau dengan ter, resorsinol tidak tercampurkan dengan yodium, garam, besi atau bahan yang bersifat oksidator.Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa factor, termasuk konsentrasi obat, kelarutannya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas, dan efek vehikulum terhadap kulit. Bahan aktif yang digunakan di antaranya ialah 1: 1. Aluminium asetat. Contohnya ialah larutan Burowi yang mengandung aluminium asetat 5%. Efeknya ialah astringen dan antiseptic ringan. Jika hendak digunakan sebagai kompres diencerkan 1 : 101. 2. Asam asetat. Dipakai sebagai larutan 5% untuk kompres, bersifat antiseptic untuk infeksi Pseudomonas. 3. Asam benzoate. Mempunyai sifat antiseptic terutama fungisidal. Digunakan dalam salap, contohnya dalam salap Whitfield dengan konsentrasi 5%. Menurut British Pharmaceutical Codex susunannya demikian: R/ Acidi benzoici Acidi salicylici Petrolati
123

5 3 28

13

Olei cocos

64

Modifikasi salap tersebut ialah A.A.V. II yang digunakan untuk penyakit jamur superficial. Salap tersebut berisi asam salisilat 6% dan asam benzoate 12%. Sedangkan salap lain ialah A.A.V. I berisi asam salisilat 3% dan asam benzoate 6%, jadi konsentrasi bahan aktif hanya separuhnya1. 4. Asam borat. Konsentrasinya 3%, tidak dianjurkan untuk dipakai sebagai bedak, kompres atau dalam salap berhubungan efek antiseptiknya sangat sedikit dan dapat bersifat toksik, terutama pada kelainan yang luas dan erosive terlebih-lebih pada bayi1. 5. Asam salisilat. Merupakan zat keratolitik yang tertua yang dikenal dalam pengobatan topical. Efeknya ialah mengurangi proliferasi epitel dan menormalisasi keratinisasi yang terganggu. Pada konsentrasi rendah (1-2%) mempunyai efek keratoplastik, yaitu menunjang pembentukan keratin yang baru. Pada konsentrasi tinggi (3-20%) bersifat keratolitik dan dipakai untuk keadaan dermatosis yang hiperkeratotik. Pada konsentrasi sangat tinggi (40%) dipakai untuk kelainan-kelainan yang dalam, misalnya kalus dan veruka plantaris. Asam salisil dalam konsentrasi 1 dipakai sebagai kompres, bersifat antiseptic. Penggunaannya, misalnya untuk dermatitis eksudatif. Asam salisil 3%-5% juga bersifat mempertinggi absorbs per kutan zat-zat aktif. 6. Asam undesilenat. Bersifat antimikotik dengan konsentrasi 5% dalam salap atau krim. Dicampur dengan garam seng (Zn undecylenic) 20 %1. 7. Asam vit.A (tretinoin, asam retinoat). Efek 1:
1

14

o Memperbaiki keratinisasi menjadi normal, jika terjadi gangguan. o Meningkatkan sintesis D.N.A. dalam epithelium germinatif. o Meningkatkan laju mitosis. o Menebalkan stratum granulosom. o Menormalkan parakeratosis. Indikasi : o Penyakit dengan sumbatan folikular. o Penyakit dengan hyperkeratosis. o Pada proses menua kulit akibat sinar matahari. 8. Benzokain. Bersifat anesthesia. Konsentrasinya -5%, tidak larut dalam air, lebih larut dalam minyak (1 : 35), dan lebih larut lagi dalam alcohol. Dapat digunakan dalam vehikulum yang lain. Sering menyebabkan sensitisasi1. 9. Benzil benzoate. Cairan berkhasiat sebagai skabisid dan pedikulosid. Digunakan sebagai emulsi dengan konsentrasi 20% atau 25%1. 10. Camphora. Konsentrasinya 1-2%. Bersifat antiprutitus berdasarkan penguapan zat tersebut sehingga terjadi pendinginan. Dapat dimasukkan ke dalam bedak atau bedak kocok yang mengandung alcohol agar dapat larut. Juga dapat dipakai dalam salap dan krim1. 11. Kortikosteroid topical.

15

Pada tahun 1952 Sulzberger dan Witten memperkenlakan hidrokortison dan hidrokortison asetat sebagai obat topical pertama dari golongan kortikosteroid (K.S.). Hal ini merupakan kemajuan yang sangat besar dalam pengobatan penyakit kulit topical karena KS mempunyai khasiat yang sangat luas, yaitu: anti inflamasi, anti alergi, anti pruritus, anti mikotik dan vasokonstriksi. Pada penyelidikan ternyata bahwa kortison dan Adeno-Cortico-Trophic Hormone (A.C.T.H.) tidak efektif sebagai obat topical1 2. Pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 1960 diperkenalkan KS yang lebih poten daripada hidrokortison, yaitu KS yang bersenyawa halogen yang dikenal sebagai fluorinated corticosteroid. Penambahan 1 atom F pada posisi 6 dan 9 dan satu rantai samping pada posisi 16 dan 17, menghasilkan bentuk yang mempunyai potensi tinggi. Zat-zat ini pada konsentrasi 0,025% sampai 0,1% memberikan pengaruh anti inflamasi yang kuat, yang termasuk dalam golongan ini ialah, antara lain: betametason, betametason valerat, betametason benzoate, fluosinolon asetonid, dan triamsinolon asetonid. Penggolongan Kortikosteroid topical dibagi menjadi 7 golongan besar, di antaranya berdasarkan anti-inflamasi dan antimitotik. Golongan I yang paling kuat daya antiinflamasi dan anti-mitotiknya (superpoten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi lemah)1. No 1. Klasifikasi Golongan I (Super Poten) Golongan Generik 0,05% betamethason dipropionat 0,05% diflorason diacetat 0,05% clobetasol proprionat 0,05% proprionat
12

halobetasol

16

2.

Golongan II (Potensi tinggi)

0,1% amcinonid 0,05% betamethason dipropionat

3. Golongan III (Potensi tinggi) -

0,01% mometason fuorat 0,05% diflorason diacetat 0,01% halcinonid 0,05% flucinonid 0,250,05% desoximetason 0,1% triamsinolon acetonid 0,005% fluticason propionit 0,1% amcinonid 0,05% betamethason dipropionat

4. Golongan IV (Potensi medium) -

0,05% diflorason diacetat 0,05% desoximetason 0,1% triamsinolon acetonid 0,05% flurandrenolid 0,01% mometason fuorat 0,2 % hydrocortison

5.

Golongan V (Potensi medium)

0,1% triamsinolon acetonid 0,005% fluticason propionit 0,05% betamethason

dipropionat

17

6. Golongan VI (Potensi medium) valerat 7. Golongan VII (Potensi lemah) -

0,05% diflorason diacetat 0,05% flurandrenolid 0,01% mometason fuorat 0,2% hydrocortisone 0,1% prednicarbit 0,05% desonid 0,05% aclometason 0,1% triamsinolon acetonid 0,05% betamethason

0,05% desonid 0,1% hydrocortison butyrate Hidrocortison, deksamethason, glimetalon, prednisolon, metilprednisolon.

Tabel. Penggolongan Kortikosteroid Topikal Berdasarkan Potensi Klinis. Indikasi K.T. dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk suatu penyakit kulit (MARKS, 1985). Harus selalu diingat bahwa K.T. bersifat paliatif dan supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal. Dermatosis yang responsive dengan K.T. ialah: psoriasis, dermatitis atopic, dermatitis kontak, dermatitis seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis numularis, dermatitis statis, dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dan dermatitis solaris (fotodermatitis1 2).

12

18

Dermatosis yang responsive dengan kortikosteroid intralesi ialah keloid, jaringan parut hipertrofik, alopesia areata, akne berkista, prurigo nodularis, morfea, dermatitis dengan likenifikasi, liken amiloidosis, dan vitiligo.Di samping K.T. tersebut ada pula kortikosteroid yang disuntikan intralesi, misalnya triamsinolon asetonid.1 Pemilihan jenis K.T. Dipilih K.T. yang sesuai, aman, efek samping sedikit dan harga murah; di samping itu ada beberapa factor yang perlu dipertimbangkan, yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit, luas/tidaknya lesi, dalam/dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi. Perlu juga dipertimbangkan umur penderita.

Aplikasi klinis a. Cara aplikasi Pada umumnya dianjurkan pemakaian salap 2-3 x/hari sampai penyakit tersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis ialah menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang; berupa toleransi akut yang berarti efek vasokonstriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan beberapa hari efek vasokonstriksi akan timbul kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan1. b. Lama pemakaian steroid topical. Lama pemakaian steroid topical sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu untuk steroid potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk potensi kuat. Sebagai ilustrasi dapat diberikan contoh sebagai berikut1: 1. Psoriasis

Penyakit psoriasis dengan skuamam tebal berupa plakat, memerlukan steroid yang poten (golongan I) dengan vehikulum salap atau krim.
1

19

2. Dermatitis atopic Pada anak diperlukan steroid topical yang lemah mengingat umur anak, lokalisasi penyakit dan kulit pada anak masih halus dan tipis. Dipilih bentuk krim. Pada dewasa diperlukan K.T. yang poten dalam bentuk salap. 3. Dermatitis kontak alergik Pemakaian steroid dengan potensi sedang biasanya cukup untuk mengatasi penyakit ini. Zat penyebab harus dihindari. 4. Dermatitis dishidrotik Dermatitis ini memerlukan steroid yang poten dalam bentuk salap, sebab kulit di daerah itu tebal. 5. Dermatitis numular Lesi biasanya multiple dan memerlukan K.T. yang poten. 6. Dermatitis seboroik Dermatitis ini cukup sensitive terhadap K.T. dan memerlukan steroid potensi sedang. 7. Dermatitis intertriginosa Dermatitis ini memerlukan K.T. dengan potensi sedang untuk menghilangkan gejala gatal dan rasa panas1.

Efek samping Efek samping terjadi bila: 1. Penggunaan K.T. yang lama dan berlebihan. 2. Penggunaan K.T. dengan potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan secara oklusif.

20

Harus diingatkan bahwa makin tinggi potensi K.T., makin cepat terjadinya efek samping. Gejala efek samping: 1. Atrofi. 2. Strie atrofise. 3. Telangiektasis. 4. Purpura. 5. Dermatosis akneformis. 6. Hipertrikosis setempat. 7. Hipopigmentasi. 8. Dermatitis perioral. 9. Menghambat penyembuhan ulkus. 10. Infeksi mudah terjadi dan meluas. 11. Gambaran klinis penyakit infeksi menjadi kabur. Dermatofitosis yang diobati dengan K.T. gambaran klinisnya menjadi tidak khas karena efek anti-inflamasinya. Pinggir yang eritematosa dan berbatas tegas menjadi kabur dan meluas dikenal sebagai tinea incognito1. Pencegahan efek samping Efek samping sistemik jarang sekali terjadi, agar aman dosis yang dianjurkan ialah jangan melebihi 30 gram sehari tanpa oklusi1. Pada bayi kulit masih tipis, hendaknya dipakai K.T. yang lemah. Pada kelainan akut dipakai pula K.T. yang lemah. Pada kelainan subakut digunakan K.T. sedang, jika kelainan kronis dan tebal dipakai K.T. kuat. Bila telah membaik pengolesan dikurangi, yang semula

21

dua kali sehari menjadi sekali sehari atau diganti dengan K.T. sedang/lemah untuk mencegah efek samping. Jika hendak menggunakan cara oklusi jangan melebihi 12 jam sehari dan pemakaiannya terbatas pada lesi yang resisten. Pada daerah lipatan (inguinal, ketiak) dan wajah digunakan K.T. lemah/sedang. K.T. jangan digunakan untuk infeksi bacterial, infeksi mikotik, infeksi virus, dan scabies. Di sekitar mata hendaknya berhati-hati untuk menghindari timbulnya glaucoma dan katarak. Terapi intralesi dibatasi 1 mg pada satu tempat, sedangkan dosis maksimum per kali 10 mg1. 12. Mentol. Bersifat antipruritik seperti camphora. Pemakaiannya seperti pada camphora,

konsentrasinya -2%. 13. Podofilin. Damar podofilin digunakan dengan konsentrasi 25% sebagai tingtur untuk kondiloma akuiminatum. Setelah 4-6 jam hendaknya dicuci1. 14. Selenium disulfid. Digunakan sebagai sampo 1% untuk dermatitis seboroik pada kepala dan tinea versikolor. Kemungkinan terjadinya efek toksik rendah. 15. Sulfur. Merupakan unsur yang telah digunakan selama berabad-abad dalam dermatologi. Bersifat antiseboroik, anti-akne, antiskabies, anti bakteri positif gram dan jamur. Yang digunakan ialah sulfur dengan tingkat terhalus, yaitu sulfur presipitatum (belerang endap) berupa bubuk kuning kehijauan. Biasanya dipakai dalam konsentrasi 4-20%. Dapat digunakan dalam pasta, krim, salap, dan bedak kocok. Contoh dalam salap ialah salap 2-4 yang mengandung asam salisilat 2% dan sulfur presipitatum 4%. Sedangkan contoh dalam bedak kocok ialah losio kummerfeldi dipakai untuk akne. Susunannya ialah sebagai berikut1: R/ Camphorae
1

22

Sufuris praecipitati Mucilaginis gummi arabici Solutionis hydratis calcici Aquae rosarum 16. Ter.

20 10 134 133

Preparat golongan ini didapat sebagai hasil destilasi kering dari batubara, kayu dan fosil. Yang berasal dari batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens. Yang berasal dari kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski. Contoh yang berasal dari fosil ialah iktiol1. Preparat ter sering yang digunakan ialah karbonis detergens karena tidak berwarna hitam seperti yang lain dan tidak begitu berbau. Konsentrasi 2-5%. Efeknya antipruritus, antiradang, antiekzem, antiakantosis keratoplastik, dapat digunakan untuk psoriasis dan dermatitis kronik dalam salap. Jika terjadi lesi yang universal, misalnya pada psoriasis, tidak boleh dioleskan di seluruh lesi karena akan diabsorbsi dan member efek toksik terhadap ginjal. Cara pengolesan digilir, tubuh dibagi 3, hari 1: kepala dan ekstremitas atas, hari 2: batang tubuh dan hari 3: ekstremitas bawah1. Efek sampingnya pada pemakaian ter perlu diperhatikan adanya reaksi fototoksik, pada ter yang berasal dari batubara dapat juga terjadi folikulitis dan ter akne. Efek karsinogen ter batubara dapat terjadi pada pemakaian yang lama. Pada pemakaian dalam waktu yang singkat efek samping ini tidak pernah terjadi. 17. Tiosulfas natrikus. Kristal mudah larut dalam air. Bersifat antimikotik untuk tinea versikolor dengan larutan 25%1. 18. Urea.

23

Dengan konsentrasi 10% dalam krim mempunyai efek sebagai emolien, dapat dipakai untuk iktiosis atau xerosis kutis. Pada konsentrasi 40% melarutkan protein1. 19. Zat antiseptic. Zat ini bersifat antiseptic dan/atau bakteriostatik. Zat-zat antiseptic lebih disukai dalam bidang dermatologi daripada zat antibiotic, sebab dengan memakai zat antiseptic persoalan resistensi terhadap antibiotic dapat dihindarkan1. Golongan antiseptic1: a. Alcohol. Etanol 70% mempunyai potensi antiseptic yang optimal. Efek sampingnya menyebabkan kulit menjadi kering. b. Fenol. o Fenol: pada konsentrasi tinggi, misalnya fenol likuifaktum yang berkonsentrasi jenus mempunyai efek kaustik, sedangkan pada konsentrasi rendah bersifat bakteriostatik dan antipruritik (1/2-1%). o Timol: bersifat desinfektan pada konsentrasi 0,5% dalam bentuk tingtur. o Resorsinol: efeknya ialah antibacterial, antimikotik, keratolitik, antiseboroik, konsentrasi 2-3%. o Heksaklorofen: senyawa ini mengandung klor. Bersifat bakteriostatik. Larutan heksaklorofen 3% berkhasiat terhadap kuman positif-gram. c. Halogen. Yodium. Bersifat bakteriostatik, misalnya pada tingtur yodium dan lugol. Tingtur yodium berwarna coklat, dapat menyebabkan iritasi., vesikulasi kulit, dan deskuamasi. Khasiatnya antibacterial dan antimikotik dengan konsentrasi 1%. Dalam klinik yodium

24

dipakai untuk desinfeksi kulit pada pembedahan. Segera sesudah itu kulit harus dibersihkan dengan alcohol 70%.

d. Zat-zat pengoksidasi. Zat pengoksidasi dipakai sebagai desinfektan pada dermato-terapi topical. 1. Permanganas kalikus Zat ini mempunyai efek antiseptic lemah dalam larutan encer dalam air. Pada konsentrasi tinggi bersifat astringen dan kaustik. Dipakai sebagai kompres terbeku (1:10.000) untuk dermatosis yang akut dan eksudatif. Untuk ulkus yang eksudatif dapat dipakai konsentrasi 1:5000. Larutan harus dibuat segar karena cepat mengadakan dekomposisi (warna coklat)1. 2. Benzoll-peroksid Zat ini merupakan zat pengoksidasi kuat pada konsentrasi 2,5-10%. Bersifat antiseptic, merangsang jaringan granulasi dan bersifat keratoplastik. Efek samping kadangkadang terjadi alergi dan memutihkan pakaian. e. Senyawa logam berat. 1. Merkuri Zat ini dulu banyak dipakai dalam dermatologi. Sekarang tidak dipakai lagi karena sensitisasi garam-garam merkuri. 2. Perak a. Larutan perak nitrat Perak nitrat berbentuk Kristal putih, mudah larut dalam air, warna perak nitrat berubah menjadi hitam bila terkena sinar matahari, karena itu harus disimpan dalam botol berwarna gelap. Larutan perak nitrat dipakai untuk ulkus yang disertai pus yang disebabkan oleh kuman negative-gram. Konsentrasinya 0,5% atau 0,25% bersifat antiseptic dan astringen.
1

25

Kompres ini mewarnai kulit, tetapi akan hilang sendiri perlahan-lahan. Jika terkena lantai akan menjadi hitam dan tidak dapat hilang. Dapat pula dipakai dengan konsentrasi 1 untuk dermatitis eksudatif yang kurang atau tidak member perbaikan dengan kompres lain.Larutan dengan konsentrasi 20% bersifatkaustik dipakai pada ulkus dengan hipergranulasi. Caranya ditutul dengan lidi dan kapas sehari sekali. Kulit disekitarnya tidak boleh terkena karena akan rusak1. b. Sufadiazin perak Sufadiazin perak dipakai untuk pengobatan luka bakar. Juga dipakai untuk nekrolisis epidermal toksik. Kerjanya sebagai antiseptic berdasarkan gugus sulfa dan gugus peraknya. Sulfa berkhasiat untuk kuman positif-gram, sedangkan perak bersifat astringen dan untuk kuman negative-gram. Konsentrasi 1% dalam krim. f. Zat warna. Zat warna masih sering dipakai dalam pengobatan topical. Efeknya ialah astringen dan antiseptic. Misalnya:Zat warna akridin, umpamanya akridin laktat (rivanol) dipakai untuk kompres dengan konsentrasi 1, juga bersifat deodorant. Metal rosanilin klorida atau gentian violet, dipakai dalam konsentrasi 0,1-1% dalam air. Zat ini juga mempunyai efek antimikroba terhadap Candida albicans, di daerah intertrigo atau anogenital1.

B. PENGOBATAN SISTEMIK1 1. Antibiotik sistemik a. Golongan Tetracyclin Golongan teracyclin bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Absorbsinya 30 80% dalam saluran cerna. Doksisiklin dan minoksiklin 90%. Adanya makanan dalam lambung menghambat penyerapan golongan tetracyclin, kecuali doksisiklin dan minoksiklin. Ditimbun dalam hati, limpa, dan sumsum tulang, serta dentin
1

26

dan email gigi dari gigi yang belum erupsi. Doksisiklin dan minoksiklin penetrasi ke jaringan lebih baik. Diekskresi melalui urine dan feces1. Golongan tetracyclin dibagi 3 berdasarkan sifat farmakokinetiknya, yaitu : (1) Tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin, absorbsinya tidak lengkap, waktu paruh 6 12 jam. (2) Dimetilklortetrasiklin, absorbsinya lebih baik, masa paruh 16 jam. (3) Doksisiklin dan minoksiklin absorbsinya lebih baik sekali, masa paruh 17 20 jam, cukup diberikan 1 atau 2 kali sehari. Tetracyclin dapat mengakibatkan perubahan warna gigi dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil. Efek samping yang lain iritasi lambung, dan infeksi jamur vagina. Dois 4 x 250 mg setiap hari, diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan selama 4 8 minggu berikutnya. Dimekksosiklin dosis tinggi 4 x 250 mg sehari diberikan 1 jam sebelum makan selama 3 6 minggu dan dosis disesuaikan setiap 3 4 minggu berikutnya. Dosis rendah 150 mg sehari diberikan 1 jam sebelum makan selama 6 minggu dan dosis berikutnya disesuaikan setiap 6 minggu. Obat ini jarang dipakai. Doxycyclin efektif membunuh kuman gram positif dan negatif. Dosis tinggi 2 x 200 mg sehari diberikan selama 2 4 mingu, selanjutnya dosis disesuaikan dengan keadaan penyakit. Dosis rendah 1 x 200 mg sehari diberikan selama 6 8 minggu, selanjutnya disesuaikan sesuai keadaan penyakit. Efek sampingnya berupa fototoksik, renal diabetes insipidus syndrom. Minoksiklin efektif untuk membunuh bakteri gram positif dan negatif. Dosis 2 x 100 mg sehari diberikan 3 -6 minggu, selanjutnya dosis disesuaikan setiap 3 6 minggu berikutnya. Dosis rendah 50 100mg sehari diberikan selama 4 6 minggu selanjutnya dosis disesuaikan setiap 6 minggu. Efek sampingnya adalah gangguan keseimbangan, nousea, diskolorisasi kulit warna abu-abu sampai biru. b. Erytromycin

27

Merupakan obat pilihan untuk penderita yang sensitif pada tetrasiklin dan wanita hamil. Memiliki efek bakterisida terhadap P.Acnes. Dosis 1gr/hari1. c. Klyndamicyn Efektif untuk akne bentuk kistik, absorbsinya tidak dipengaruhi makanan. Dosis 150 300 mg sehari 2 kali. 2. Hormonal a. Kortikosteroid Kortikosteroid intralesi berguna untuk lesi nodulokistik besar dan sinus pada acne conglobata. Cepat mengurangi peradangan dan mencegah timbulnya cicatric. Dipakai larutan dengan konsentrasi 2,5 mg/ml dan penyuntikan dapat diulangi 1 2 minggu. Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk acne tipe nodulokistik dengan cicatric yang hebat dan diberikan dalam jangka waktu yang pendek1. b.Esterogen (Oral Contraceptive Pills (OCPs)) OCPs menurunkan sirkulasi androgen, yang akhirnya dapat menurunkan produksi sebum. Estrogen pada OCPs meningkat setara dengan sex-hormon-binding globulin, dimana, akhirnya, menurunkan jumlah testosterone bebas. Estrogen juga menurunkan sekresi gonadotropin oleh pituitai anterior, dengan konsekuensi penurunan produksi androgen pada ovarium. Saat OCPs digunakan untuk terapi akne, dokter harus meresepkan formulasi yang mengandung progestin dengan efek androgen yang rendah. Progestin yang tepat digunakan antara lain norethindrone (Norlutin), norethindrone acetate (Aygestin), ethynodiol diacetate (Zovia), dan norgestimate (Ortho-Cyclen)1. 3. D.D.S (Diamino Diefil Sulfon)

28

Seperti sulfonamida, DDS dapat menghambat pemakaian PABA (Para Aminino Benzoid Acid) oleh bakteri. DDS tidak pernah dipakai sendiri, biasanya dipakai bersamasama dengan antibiotika dan obat yang dapat mengadakan pengelupasan kulit. 4. Vitamin A Bila diberikan peroral bersama-sama dengan antibiotika oral dan topikal, vitamin A asam sangat efektif untuk akne bentuk nodul dan kistik yang hebat. Diduga vitamin ini mempengaruhi produksi atau metabolisma androgen. Dosis : 50.000 100.000 IU/hari. 5. Isoretinoit Suatu bentuk 13- cis/asam retinoat digunakan untuk pengobatan akne berbentuk kistik dan konglobata. Pada kebanyakan kasus obat ini memberikan remisi sempurna selama berbulan-bulan dan sampai bertahun-tahun. Dosis : 1 mg/kg/hari. Efek samping : gangguan selaput lendir dan kulit seperti keilitis, serosis dan pendarahan hidung. Isoretinoit bersifat keratogenik1. 6. Senk (Zink) Efeknya belum diketahui secara pasti, tetapi diduga mempunyai efek inflamasi.Unsur ini berpengaruh terhadap epitelisasi, aktivitas enzim pada metaboloisme vitamin A, dan memperbaiki gangguan kemotaksis leukosit. Dosis 3 x 200 mg/hari1.

C. PENGOBATAN SINAR ULTRAVIOLET Sinar ultra violet (UV) adalah radiasi gelombang elektromagnetik non ionisasi dengan panjang gelombang 10-400 nm. Sinar tak tampak ini dibagi dalam tiga spektrum: UV A (320400 nm), UV B (290-320 nm), dan UV C (10-190 nm). Sumber sinar UV dapat sinar matahari atau buatan (karbon, xenon, merkuri, lampu fluoresen).

29

Fototerapi adalah penggunaan radiasi elektromagnetik non ionisasi untuk kepentingan pengobatan. Di bidang dermatologi ini meliputi fototerapi UV A/UV B/UV A-B, regimen Goeckerman, fototerapi UV selektif, dan fororerapi di rumah. Fotokemoterapi adalah fototerapi yang dikombinasi dengan bahan kimia yang bersifat photosensitker seperti psoralen dalam PUVA. Fototes adalah penggunaan sinar UV untuk membantu menegakkan diagnosis dengan dua teknik yang berbeda. Tehnik pertama dengan mendeteksi bahan yang diuji dengan fluoresen, teknik kedua dengan menginduksi lesi kulit pada penderita yang dicurigai menderita penyakit kulit fotosensitif.

D. PENGOBATAN LASER Sinar laser yang ditembakkan pada kulit atau area yang bermasalah akan diserap oleh sel kulit tertentu dan kemudian diubah menjadi panas pada area tersebut. Fungsinya adalah untuk menstimulasi pembentukan sel kolagen baru yang menjaga kekenyalan kulit. Panjang gelombang dari sinar laser adalah yang terpenting pada perawatan ini. Alat dan jenis laser yang digunakan terkadang sama hanya panjang gelombangnya yang berbeda1.

Macam-macam laser Terdapat beberapa jenis laser yang umum digunakan untuk perawatan kecantikan khususnya di Indonesia, diantaranya1 : 1. Fractional CO2 Laser Fractional CO2 adalah laser yang menggunakan teknologi fractional carbon dioxide (SmartXide DOT) untuk mengatasi masalah jaringan parut (skar) dan kerut-kerut karena penuaan kulit. Sinar laser yang dihasilkan oleh alat ini secara akurat melakukan pengangkatan kulit lapis perlapis dan mampu merangsang
1

30

pembentukan kolagen baru dengan cara memberi panas hanya pada kedalaman dan area kulit yang tertimpa sinar laser (teknologi SmartXide DOT). Biasa digunakan untuk peremajaan kulit, mencerahkan kulit serta mengatasi masalah kulit lainnya seperti keriput, pigmentasi, tumor jinak, jerawat, kutil dan bekas luka. 2. Nd YAG Teknik laser ini sangat baik digunakan untuk menghilangkan bulu-bulu atau rambut yang yang tumbuh pada area-area tertentu seperti di ketiak, area bikini, diatas bibir (kumis), di lengan dan tungkai1. 3. Q Switched Nd YAG Laser pigmen (Q-switch Nd YAG laser) digunakan untuk mengatasi kelainan pigmentasi pada kulit karena photoaging seperti lentigo senilis, freckles, tanda lahir berupa bercak hitam keabuan/kecoklatan dan juga dapat menghilangkan tattoo pada tubuh. Fungsi Banyak manfaat yang bisa Anda rasakan dari perawatan teknik laser ini, diantaranya :

Mengatasi kerutan dan garis yang muncul pada area wajah, mengencangkan kulit wajah dan leher, menghilangkan flek serta untuk peremajaan kulit Memutihkan kulit wajah dan tubuh Menghilangkan bekas luka, bekas jerawat, tahi lalat dan spider veins Menghilangkan tato Menghilangkan bulu-bulu (hair removal) yang tubuh pada bagian ketiak, kaki, tangan, wajah dan organ intim.

Melangsingkan tubuh dan menyamarkan stretch mark atau selulit.

31

E. PENGOBATAN KRIOTERAPI Merupakan bedah beku dengan menggunakan cryogen bisa berupa nitrogen cair atau karbondioksid padat. Mekanismenya adalah dengan membekukan sel-sel, pembuluh darah dan respon inflamasi lokal. F. PENGOBATAN BEDAH LISTRIK Bedah listrik (electrosurgery) adalah suatu cara pembedahan atau tindakan dengan perantaraan panas yang ditimbulkan arus listrik bolak-balik berfrekwensi tinggi yang terkontrol untuk menghasilkan destruksi jaringan secara selektif agar jaringan parut yang terbentuk cukup estetis den aman baik bagi dokter maupun penderita. Tehnik yang dapat dilakukan dalam bedah listrik adalah : elektrofulgurasi, elektrodesikasi, elektrokoagulasi, elektroseksi atau elektrotomi, elektrolisis den elektrokauter1. Elektrodesikasi Merupakan salah satu teknik bedah listrik. Elektrodesikasi dan kuret dilakukan di bawah prosedur anestesia lokal, awalnya tumor dikuret, kemudian tepi dan dasar lesi dibersihkan dengan elektrodesikasi, diulang-ulang selama dua kali. Prosedur ini relatif ringkas, praktis, dan cepat serta berbuah kesembuhan. Namun kerugiannya, prosedur ini sangat tergantung pada operator dan sering meninggalkan bekas berupa jaringan parut1. G. PENGOBATAN BEDAH SKALPEL Satu cara konservatif namun tetap dipakai sampai sekarang ialah bedah skalpel. Sebaiknya bedah ini dilebihkan 3-4 mm dari tepi lesi. Keuntungan prosedur ini ialah tingkat kesembuhan yang tinggi serta perbaikan kosmetis yang sangat baik1.
1

32

Morfologi Kulit
Dermatologi dapat dipelajari secara sistematis setelah PLENCK (1776) menulis bukunya yang berjudul System Hautkrankheiten. Berdasarkan eloresensi (ruam), penyakit kulit mulai dipelajari secara sistematis. Sampai kini pemikiran PLENCK masih dipakai sebagai dasar membuat diagnosis penyakit kulit secara klinis, walaupun di tambah dengan segala kemajuan tekhnologi di bidang bakteriologi, mikologi, histopatologi, dan imunologi. Jadi untuk mempelajari ilmu penyakit kulit mutlak diperlukan pengetahuan tentang ruam kulit atau morfologi atau ilmu yang mempelajari lesi kulit. Efloresensi kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya penyakit. Proses tersebut dapat merupakan akibat biasa dalam perjalanan proses patologik. Kadang-kadang perubahan ini dapat dipengaruhi keadaan dari luar misalnya trauma, garukan, dan pengobatan yang diberikan sehingga perubahan tersebut tidak biasa lagi. Dalam hal ini gambaran klinis

33

morfologik penyakit menyimpang dari biasanya dan sulit dikenali. Demi kepentingan diagnosis penting sekali untuk mencari kelainan yang pertama (efloresensi primer), yang biasanya khas untuk penyakit tersebut. Menuru PARKEN (1966) yang di sebut Efloresensi (ruam) primer adalah : macula, papul, plak, urtika, nodus, nodulus, vesikel, bula, pustule, dan kista. Sedangkan yang dianggap sebagai Efloresensi sekunder adalah skuama (sangat jarang sekali timbul sebagai efloresensi primer) Krusta, erosi, ulkus, dan sikatriks Untuk mempelajari macam-macam kelainan kulit lebih sistematis sebaiknya di buat pembagian menurut SIEMENS (1958) yang membaginya sebagai berikut : -Setinggi permukaan kulit : Makula -Bentuk pealihan, tidak terbatas pada permukaan kulit : Eritema, Telangiektasis -Diatas Permukaan kulit : Urtika, Vesikel, bula, kista, pustule, abses, papul, nodus, tumor, vegetasi. -Bentuk peralihan, tidak terbatas pada suatu lapisan saja : Sikatriks, cekung, hipotrofi, anetoderma, erosi, ekskoriasi, ulkus (tukak) yg melekat di atas kulit (deposit) skuama, krusta, sel-sel asing dan hasil metaboliknya, kotoran. Dibawah ini akan diberikan defenisi berbagai kelainan kulit dan istilah-istilah yg berhubungan dengan kelainan tersebut. 1. Makula : Kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna semata-mata. Conth :Melanoderma, leukoderma, purpura, petekie, ekimosis. 2. Eritema : Kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah kapiler yang reversible.

34

3. Urtika 4. Vesikel

Edema setempat yang timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan.

: Gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang dari cmgaris tengah, dan mempunyai dasar, vesikel berisi darah disebut vesikel hemoragik

5. Pustul

: Vesikel yang berisi nanah, bila nanah mengendap di bagian bawah disebut vesikel hipopion

6. Bula

: Vesikel yang berukuran lebih besar. Dikenal juga istilah bula hemoragik, bula purulent dan bula hipopion.

7. Kista

: Ruangan berdinding dan berisi cairan, sel, maupun sisa sel. Kista terbentuk bukan akibat peradangan, walaupun kemudian dapat meradang. Didnding kista merupakan selaput yang terdiri atas jaringan ikat dan biasanya dilapisi sel epitel atau endotel. Kista terbentuk dari kelenjar yang melebar dan tertutup. Saluran kelenjar, pembuluh darah, saluran getah bening atau lapisan epidermis. Isi kista terdiri atas hasil dindingnya yaitu serum, getah bening, keringat, sebum, sel-sel epitel, lapisan tanduk, dan rambut.

8. Abses

: Merupakan kumpulan nanah dalam jaringan, bila mengenai kulit berarti di dalam kutis atau subkutis. Batas antara ruangan yang berisikan nanah dan jaringan disekitarnya tidak jelas. Abses biasanya terbentuk dari infiltrate radang. Sel dan jaringan hancur membentuk nanah. Dinding abses terdiri atas jaringan sakit yang belum menjadi nanah.

9. Papul

: Penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumskrip, berukuran diameter lebih kecil dari cm dan berisikan zat padat. Bentuk papul dapat bermacammacam, misalnya setengah bola, contohnya pada eksem atau dermatitis, kerucut, pada keratosis folikularisdatar pada veruka plana juvenilis, datar dan berdasar polygonal pada liken planus, berduri pada veruka vulgaris, bertangkai pada fibroma pendulans dan pada veruka filiformis. Warna papul dapat merah akibat peradangan, pucat, hiperkrom, putih, atau seperti kulit di sekitarnya. Beberapa infiltrate mempunyai warna sendiri yang biasanya baru terlihat setelah eritema yang timbul bersamaan di tekan dan hilang. (lupus, sifilis). Letak papul apat epidermal atau kutan.

35

10. Nodus

: Masa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan, dapat menonjol, jika diameternya lebih kecil daripada 1 cm disebut nodulus.

11.Plak(Plaque) : Peninggian di atas permukaan kulit, permukaannya rata dan berisi zat padat (biasanya infiltrate) diameternya 2 cm atau lebih. Contohnya papul yang melebar atau papul-papul yang berkonfluensi pada psoriasis. 12.Tumor : Istilah umum untuk benjolan yang berdasarkan pertumbuhan sel maupun jaringan. 13. Infiltrat 14. Vegetasi : adalah tumor terdiri atas kumpulan sel radang. : Pertumbuhan berupa penonjolan bulat atau runcing yang menjadi satu. Vegetasi dapat di bawah permukaan kulit, misalnya pada tubuh. Dalam hal ini disebut granulasi seperti pada tukak. 15. Sikatriks : Terdiri atas jaringan tak utuh, relief kulit tidak normal, permukaan kulit licin dan tidak terdapat adneksa kulit. Sikatriks dapat atrofik kulit mencekung dan dapat hpertrofik, yang secara klinis terlihat menonjol karena kelebihan jaringan ikat. Bila sikatriks hipertrofik dapat menjadi patologik, pertumbuhan melampaui batas luka disebut keloid. 16. Anetoderma : Bila kutis kehilangan elastisitas tanpa perubahan berarti pada bagian kulit yang lain, dapat di lihat bagian-bagian yang bila di tekan dengan jari seakanakan berlubang. Bagian yang jaringannya elastiknya atrofi dis sebut anetoderma. Contoh : striae gravidarum. 17. Erosi : Kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak melampaui strartum basal. Contoh bila kulit di garuk sampai stratum spinosum akan ke luar cairan sereus dari bekas garukan. 18. Ekskoriasi : Bila garukan lebih dalam lagi sehingga tergores sampai ujung papil. Maka akan terlihat darah yang keluar selain serum. Kelainan kulit yang disebabkan oleh hilangnya jaringan sampai dengan stratum papilare di sebut ekskoriasi.

36

19.Ulkus

: Hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi. Ulkus dengan demikian mempunyai tepi, dinding , dasar da nisi. Termasuk erosi dan ekskoriasi dengan bentuk linear ialah fisura atau rhagades, yakni belahan kulit yang terjadi oleh tarikan jaringan disekitarnya, terutama terlihat pada sendi dan batas kelit dengan selaput lendir.

20. Skuama

: Lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama dapat halus sebahgai taburan tepung, maupun lapisan tebal dan luas sebagai lembaran kertas.

21. Krusta

: Cairan badan yang mongering dapat bercampur dengan jaringan nekrotik, maupun benda asing (kotoran, obat, dan sebagainya) warnanya ada beberapa macam : kuning muda berasal dari serum, kuning kehijauan berasal dari pus, dan kehitaman berasal dari darah.

22. Likenifikasi : Penebalan kulit disertai relief kulit yang makin jelas. 23. Guma : Infiltrat sirkumskrip, menahun, destruktif, biasanya melunak.

24. Eksantema : Kelainan kulit yang timbul serentak dalam waktu singkat, dan tidak berlangsung lama, umumnya di dahului oleh demam. 25. Fagedenikum : Proses yang menjurus ke dalam dan meluas (ulkus tropikum, ulkus mole) 26. Terebrans : Proses yang menjurus ke dalam. 27. Monomorf : Kelainan kulit yang pada satu ketika terdiri atas hanya satu macam ruam kulit. 28. Polimorf : Kelainan kulit yang sedang berkembang, terdiri atas bermacam-macam efloresensi. 29. Telangiektasis : Pelebaran kapiler yang menetap pada kulit. 30. Roseola : Eksantema yang lenticular berwarna merah tembaga pada sifilis dan frambusia.

37

31. Eksantema skarlatiniformis : Erupsi yang difus dapat generalisata atau lokalisata berbentuk eritema nummular. 32. Eksantema morbiliformis : Erupsi berbentuk eritema yang lentikuler. 33. Galopans : Proses yang sangat cepat meluas (ulkus diabetikum galopans)

Berbagai istilah Ukuran, susunan kelainan/ bentuk serta penyebaran dan lokalisasi dijelaskan berikut ini : I. Ukuran -Miliar : sebesar kepala jarum pentul -Lentikular : sebesar biji jagung -Numular : sebesar uang logam 5 rupiah atau 100 rupiah. -Plakat : en plaque, lebih besar dari nummular. II. Susunan kelainan/bentuk -Liniar: seperti garis lurus -Sirsinar/anular : seperti lingkaran -Arsinar :berbentuk bulan sabit -Polisiklik : Bentuk pinggiran yang sambung menyambung -Korimbiformis : Susunan seperti induk ayam yang dikelilingi anak-anaknya. Bentuk lesi : -Teratur : misalnya bulat, lonjomg, seperti ginjal dan sebagainya. -Tidak Teratur : tidak mempunyai bentuk teratur. III. Penyebaran dan Lokasi

38

-Sirkumskrip : Berbatas Tegas -Difus : tidak berbatas tegas.

-Generalisata : tersebar pada sebagian besar bagian tubuh. -Regional : Mengenai daerah tertentu badan. -Universalis : Serluruh atau hamper seluruh tubuh. -Solitar : Hanya satu lesi -Herpetiformis : Vesikel berkelompok seperti pada herpes zoster. -Konfluens : dua atau lebih lesi yang menjadi satu. -Diskret : Terpisah satu dengan yang lain. -Serpiginosa : Proses yang menjalart ke satu jurusan di ikuti oleh penyembuhan pada bagian yang di tinggalkan. -irisformis : eritema berbentuk bulat, lonjong dengan vesikel warna yang lebih gelap ditengahnya. -Simetrik : mengenai kedua belah badan yang sama. -Bilateral : mengenai kedua belah badan -unilateral : mengenai sebelah badan

39

Anda mungkin juga menyukai