Anda di halaman 1dari 4

BPH merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada pria, dan insidensinya tergantung dengan usia

pasien. Pada temuan histologi pada penelitian otopsi menunjukkan prevalensi pada pria umur 41-50 tahun mencapai 20%, 51-60 tahun mencapai 50%, dan pada usia 80 tahun ke atas prevalensi mencapai lebih dari 90%. Meskipun berdasarkan bukti klinis penyakit ini agak lebih jarang terjadi, gejala dari obstruksi prostat juga tergantung dengan usia. Pada usia 55 tahun, kira-kira 25% pria dilaporkan mengalami gejala obstruktif. Pada usia 75 tahun, 50% pria mengeluh penurunan dari kekuatan dan pancaran urine.

Faktor risiko dari perkembangan BPH tidak diketahui secara pasti. Beberapa studi menunjukkan adanya predisposisi genetik dan beberapa menunjukkan adanya perbedaan ras. Kira-kira 50% dari pria di bawah usia 60 tahun yang menjalani pembedahan untuk BPH memiliki riwayat genetik. Hal ini kemungkinan besar termasuk ke dalam trait autosomal dominan dan pria keturunan pertama dari pasien BPH memiliki peningkatan risiko relatif yang mencapai empat kali lipat.

Etiology Etiologi dari BPH tidak diketahui secara lengkap, akan tetapi kemungkinan merupakan multifaktorial dan dikontrol oleh sistem endokrin. Prostat tersusun atas elemen stroma dan epitel, dan tiap-tiap stroma dan epitel tersebut, baik itu berdiri sendiri maupun dengan kombinasi, dapat menyebabkan peningkatan nodul hiperplasia dan gejala BPH. Setiap elemen dapat dijadikan target pada skema manajemen medik.

Observasi dan studi klinis pada pria telah terbukti menunjukkan bahwa BPH di bawah kontrol sistem endokrin. Kastrasi menyebabkan adanya regresi dari BPH dan peningkatan pada gejala berkemih. Penelitian lainnya juga telah mendemonstrasikan adanya korelasi positif antara kadar testosteron bebas dan estrogen dengan volume BPH. Penelitian ini kemungkinan menunjukkan hubungan antara penuaan dan BPH yang mana disebabkan oleh peningkatan kadar estrogen akibat penuaan dapat menyebabkan induksi reseptor androgen yang kemudian meningkatkan sensitisasi prostat pada testosteron bebas. Akan tetapi belum ada studi yang dapat mendemonstrasikan peningkatan jumlah reseptor estrogen pada BPH pada manusia.

Patologi Sebagaimana telah disebutkan di atas, BPH berkembang pada zona transisional. Hal ini merupakan proses hiperplastik yang berasal dari peningkatan jumlah sel. Evaluasi mikroskopik menunjukkan adanya pola pertumbuhan noduler yang terdiri atas jumlah stroma dan epitel yang bervariasi. Stroma disusun oleh sejumlah collagen dan otot polos. Perbedaan representasi dari komponen histologis dari BPH menunjukkan, pada sebagian kasus, responsivitas potensial pada terapi medikal. Jadi terapi alfa-bloker dapat menunjukkan respon yang baik pada BPH yang komponen utamanya adalah otot polos, ketika BPH yang predominan tersusun oleh epitel mengalami respon yang membaik pada 5-alpha-reductase inhibitors. Pasien yang komponen signifikannya adalah kolagen pada stroma kemungkinan tidak merespon kedua bentuk terapi medik. Sungguh disayangkan, tidak dapat diprediksi responsivitas penyakit pada terapi spesifik.

Bila nodul BPH pada zona transisi membesar, nodul ini akan menekan zona yang lebih luar dari prostat yang menyebabkan pembentukan kapsul surgikal. Batas ini memisahkan antara zona transisi dari zona perifer dan menjadi sebuah bidang belah pada enukleasi terbuka pada prostat selama prostatektomi simpel terbuka.

Pathophysiology Patofisiologi BPH dapat dihubungkan pada gejala BPH baik karena komponen obstruktif dari prostat maupun respon sekunder buli pada resistensi outlet. Komponen obstruktif dapat dibagi lagi menjadi obstruksi mekanik dan dinamik. Ketika terjadi pembesaran prostat, dapat terjadi obstruksi mekanik yang diakibatkan oleh intrusi prostat ke lumen uretra maupun bladder neck, menyebabkan adanya peningkatan resistensi bladder outlet. Tepat sebelum adanya klasifikasi zonal dari prostat, urologist sering merujuk pada adanya 3 lobus dari prostat, yang dalam penamaannya disebut lobus media dan 2 lobus lateral. Ukuran prostat pada pemeriksaan rectal toucher berkorelasi rendah pada gejala, yang pada sebagian kasus, hal ini disebabkan tidak terabanya lobus media. Komponen dinamik dari obstruksi prostat menjelaskan variasi alami dari gejala yang dialami oleh pasien. Stroma prostat, yang tersusun atas otot polos dan kolagen, kaya akan suplai saraf adrenergik. Tingkatan stimulasi otonom kemudian menetapkan tonus uretra pars prostatika. Penggunaan terapi alfa bloker menurunkan tonus ini, menyebabkan adanya penurunan resistensi outlet. Gejala-gejala iritatif dari BPH terjadi karena respon sekunder dari

buli pada peningkatan resistensi outlet. Obstruksi outlet buli menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia m. detrusor selain dari deposisi kolagen. Meskipun deposisi kolagen ini lebih bertanggungjawab pada penurunan komplians buli, ketidakstabilan detrusor juga merupakan salah satu faktor. Pada inspeksi keseluruhan, penebalan otot detrusor terlihat sebagai gambaran trabekulasi pada pemeriksaan cystoscopic. Jika tidak dapat dinilai, hernia mukosa antara otot detrusor terlihat sebagai trabekulasi pada saat sistoskopi. Jika tidak ditandai, herniasi mukosa antara otot detrusor menyebabkan pembentukan divertikel (sering disebut false diverticula yang disusun oleh mucosa and serosa.

Diagnosis banding Gejala obstruktif lain dari traktus urinarius bagian bawah seperti striktur uretra, kontraktur leher buli, batu buli, atau carcinoma prostat, harus ditanyakan lagi ketika mengevaluasi pasien yang dianggap mengalami BPH. Tidak adanya riwayat instrumentasi uretra, uretritis, atau trauma dapat menyingkirkan adanya striktur uretra atau bladder neck contracture. Hematuria dan nyeri sering dihubungkan dengan batu buli. Ca prostat kemungkinan dapat dideteksi dengan rectal toucher maupun peningkatan PSA (see below).

Infeksi saluran kemih, yang menyerupai gejala iritatif dari BPH dapat diidentifikasi dengan urinalisis dan kultur urin. Bagaimana pun juga, ISK dapat juga menjadi komplikasi dari BPH. Meskipun keluhan iritatif juga dihubungkan dengan ca buli, khususnya carcinoma in situ, urinalisis biasanya menunjukkan adanya hematuria.

Demikian pula pada pasien dengan neurogenic bladder yang mungkin memiliki beberapa tanda dan gejala BPH, namun riwayat penyakit neurologis, stroke, diabetes mellitus, maupun cedera punggung terdapat pada pasien neurogenic bladder. Pemeriksaan juga dapat menunjukkan adanya penurunan sensasi perineal maupun ekstremitas bagian bawah maupun perubahan pada tonus sfingter rectum maupun refleks bulbocavernosa. Perubahan simultan dari fungsi saluran pencernaan (konstipasi) meningkatkan kemungkianan adanya kelainan neurologis.

Treatment

Setelah pasien dievaluasi, pasien harus diberitahukan mengenai pilihan terapi dari BPH. Dokter memberikan penjelasan pilihan terapi berdasarkan efek relatif dan efek samping dari pilihan terapi. Rekomendasi tatalaksana spesifik dapat diberikan untuk kelompok pasien tertentu. Pada pasien dengan gejala ringan (skor 0-7), watchful waiting only harus dipertimbangkan. Pada akhir spektrum terapi, indikasi absolut pembedahan termasuk retensi urin refrakter (kegagalan minimal sekali kesempatan pada saat pelepasan kateter), ISK rekuren karena BPH, gross hematuria rekuren karena BPH, batu buli karena BPH, renal insufficiency karena BPH, maupun divertikel buli yang besar.

Anda mungkin juga menyukai