Anda di halaman 1dari 2

KITA BERJUANG Terbangun aku, terloncat duduk, kulayangkan pandang jauh keliling, kulihat hari'lah terang, jernihkan falak,

telah lamalah kiranya fajar menyingsing kuisap udara legalah dada, kupijak tanah tiada guyah, kedengar bisikan hatiku rawan: "kita berperang, kita berjuang!" sebagai dendang menyayu kalbu, bangkitlah hasrat damba nan larang, ingin kemedan ridla menyerbu: "beserta saudara turut bejuang!" MERAH PUTIH Merah putih! dulu, sebelum kau berkibar di tiang tinggi dibelai, dipeluk angin merdeka, engkau hanya lambang harapku, Meski kau mewakili bangsa tidak berdaya, tidak bernama di sejarah dunia, namun kau tersimpan dalam hatiku, lambang kasihku pada nusaku. Merah putih! kini,kulihat kau terkibar di tengah bangsa lambang kebangsaanku di timur raya, engkau panji perjuanganku mengejar kemuliaan bagi bangsaku, dan demi tuhan pencipta bangsaku, selama masih bersiut nafas didada, denyut darahku penyiram medan ta'kan kembali kau masuk lipatan! PAHLAWAN TAK DIKENAL Setahun yang lalu dia terbaring tetapi bukan tidur, saying sebuah lubang peluru bundar didadanya senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang dia tidak ingin bila mana dia datang kedua tanganya memeluk senapan dia tidak tahu untuk siapa dia dating

kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur saying wajah sunyi setengah tengadah menangkap sepi padang senja dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu dia masih sangat muda hari itu 10 November, hujanpun mulai turun orang-orang ingin kembali memandangnya sambil merangkai karangan bunga tapi yang tampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya sepuluh tahun yang lalu dia terbaring tapi bukan tidur, saying sebuah peluru bundar di dadanya senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda HARI KEMERDEKAAN Akhirnya takterlawan olehku tumpah dimataku, dimata sahabat-sahabatku ke hati kita semua bendera-bendera dan bendera-bendera bendera kebangsaanku aku menyerah kepada kebanggan lembut tergenggam satu hal dan kukenal tanah dimana kuberpijak berderak awan bertebaran saling memburu angin meniupkan kehangatan bertanah air semat getir yang menikam berkali makin samar mencapai puncak kepecahnya bunga api pecahnya kehidupan kegirangan menjelang subuh aku sendiri jauh dari tumpahan keriangan dilembah memandangi tepian laut tetapi aku menggengam yang lebih berharga dalam kelam kulihat wajah kebangsaanku makin bercahaya makin bercahaya dan fajar mulai kemerahan.

Anda mungkin juga menyukai