Anda di halaman 1dari 5

Tabel 2.3 Kandungan Proksimat Kulit Buah Kakao (Hamzat, dkk.

, 2010) Komponen Berat Kering Total Abu Protein Serat NDF ADF Lignin Hemiselulosa Selulosa Total Gula g/kg berat kering 889.6 1.5 90.7 0.4 91.4 1.7 357.4 0.9 597.8 18.8 470.4 9.3 211.6 2.6 127.5 9.6 261.5 3.0 33.0 0.6 % berat kering 100 10,2 10,3 40,2 66,7 52,9 23,8 14,3 29,4 3,7

Mean Standard deviation. Source: http://www.academicjournals.org/SRE

Gambar 4. Perolehan total gula pereduksi dari tongkol jagung menggunakan 1.75% (w/w) H3PO4

Sanchez, dkk., (2003) melakukan penelitian untuk memperoleh gula pereduksi dengan menggunakan hidrolisis asam sulfat encer dua tahap pada jerami. Jerami diberi perlakuan pendahuluan dengan melarutkannya pada asam sulfat encer (0.5%-1% berat), dan kemudian dihidrolisis tahap pertama dalam reaktor pada temperatur 170 C, 180C , 190C , 210C ,215C, dan 220C untuk waktu reaksi antara 3 dan 10 menit. Hidrolisis tahap kedua dilakukan dengan mengeringkan padatan dari tahap pertama selama 2 jam pada 120C . Hidrolisis dilakukan pada 230 C dengan waktu reaksi selama 10 menit. Total gula pereduksi yang dihasilkan (xilosa dan glukosa) dalam larutan hasil hidrolisis kemudian dianalisis dengan menggunakan GC. Hasil tertinggi xilosa (menunjukkan hidrolisis hemiselulosa yang efisien) dicapai pada temperatur 190 C dan waktu reaksi 5-10 menit.

Burns, dkk. (2010) telah melakukan penelitian perlakuan pendahuluan pada switchgrass dengan menggunakan NaOH untuk memproduksi etanol. Rasio solid/liquid yang digunakan oleh Burns adalah 0,1 g/mL pada temperatur 121, 50, dan 21 C (temperatur ruang) dengan variasi konsentrasi NaOH 0.5, 1.0, and 2.0%, w/v. Hasil penelitian menunjukkan kondisi perlakuan pendahuluan menggunakan NaOH yang optimum adalah pada 50 C, 12 jam, dan 1.0% NaOH dengan total gula pereduksi 453.4 mg/g biomassa. Selain itu gula pereduksi dengan total 410 mg/g biomassa dapat dihasilkan pada 21 C, 6,5 jam, 2,5% NaOH. Hal ini menunjukkan dengan energi rendah gula pereduksi tetap dapat dihasilkan walaupun dengan jumlah yang lebih sedikit dan membutuhkan waktu yang lebih lama.

Lignocellulose-to-ethanol conversion is a promising technology to supplement corn-based ethanol production. However, the recalcitrant structure of lignocellulosic material is a major obstacle to the efficient conversion. To improve the enzymatic digestibility of switchgrass for the fermentable sugar production in hydrolysis, sodium hydroxide pretreatment of the biomass feedstock was investigated. At 121, 50, and 21 _C, raw switchgrass biomass at a solid/liquid ratio of 0.1 g/mL was pretreated, respectively, for 0.25-1, 1-48, and 1-96 h at different NaOH concentrations (0.5, 1.0, and 2.0%, w/v). Pretreatments were evaluated based on the yields of lignocellulose-derived sugars in the subsequent enzymatic hydrolysis. At the best pretreatment conditions (50 _C, 12 h, and 1.0% NaOH), the yield of total reducing sugars was 453.4 mg/g raw biomass, which was 3.78 times that of untreated biomass, and the glucan and xylan conversions reached 74.4 and 62.8%, respectively. Lignin reduction was closely related to the degree of pretreatment. The maximum lignin reductions were 85.8% at 121 _C, 77.8% at 50 _C, and 62.9% at 21 _C, all of which were obtained at the combinations of the longest residence times and the greatest NaOH concentration. Cellulase and cellobiase loadings of 15 FPU/g dry biomass and 20 CBU/g dry biomass were sufficient to maximize sugar production.

Gambar 1 Perolehan total gula pereduksi dari switchgrass (- - -) tanpa perlakuan pendahuluan, () 0.5, () 1.0, dan () 2.0% NaOH pada 121 oC (Burns, dkk., 2009)

Gambar 2 Perolehan total gula pereduksi dari switchgrass (- - -) tanpa perlakuan pendahuluan, () 0.5, () 1.0, dan () 2.0% NaOH pada 50 oC (Burns, dkk., 2009)

Gambar 3 Perolehan total gula pereduksi dari switchgrass (- - -) tanpa perlakuan pendahuluan, () 0.5, () 1.0, dan () 2.0% NaOH pada 21 oC (Burns, dkk., 2009)

Anda mungkin juga menyukai