Anda di halaman 1dari 16

Resume Seminar Nasional dan Presentasi Ilmiah

Peningkatan Pelayanan Kesehatan pada neonatus melalui implementasi developmental care Tugas mata kuliah Sistem Respirasi

Disusun oleh: Siti Sandra Liani 220110120015

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2013

I.

Resume Materi Seminar


Seminar Sesi 1

Materi 1: Dr. Elizabeth Jane Soepardi (Direktur Jenderal Bina Gizi & KIA Kementrian Kesehatan RI)

Target MDGs dan Kebijakan Pemerintah dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan pada Neonatus
Hal ini berkaitan dengan pencapaian MDGs nomor 4 yaitu penurunan angka kematian balita, bayi, dan neonatal yang telah disepakati oleh 198 negara termasuk Indonesia untuk berkomitmen mencapai target MDG. Di Indonesia target pencapaian MDG nomor 4 dengan target 2015 kematian neonatal 23/1000 kelahiran diperkirakan 2015 nanti sudah melebihi batas target MDG namun angka kematian neonatal mengalami penurunan yang lebih sedikit dibandingkan dengan angka kematian anak, ini disebabkan karena semakin bertambahnya usia maka semakin cepat

pengobatan/penyembuhannya. Sumber survey yang dapat dijadikan pedoman untuk memantau angka kematian balita, bayi, dan neonatal: 1. Sensus, 1x/10 th 2. Supas (Survey antar Sensus) 3. Susenas, 1x/1-3th 4. SDKI, 1x/3-5th survey yang baik dipakai untuk nasional adalah SDKI. Namun terdapat kendala pula dalam survey ini yaitu masalah civil registration, banyak masyarakat Indonesia yang tidak mempunyai akta kelahiran ataupun catatan tentang kematian. Intervensi yang dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian neonatal harus dilaksanakan secara komprehensif di semua tingkatan. Di tingkat masyarakat, perawatan neonatal di rumah, pemberian ASI eksklusif, serta penggunaan buku KIA harus diperhatikan. Pendidikan kesehatan tentang perawatan neonatal serta

pengetahuan tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif jika dilaksanakan dengan baik dan benar akan dapat menurunkan angka kematian. Dan pemberian dan pemberitahuan awal tentang pemakaian buku KIA adalah salah satu yang dapat menambah pengetahuan keluarga terutama ibu dalam meningkatkan kesehatan dan mendeteksi secara dini jika terjadi sesuatu yang tidak semestinya. Tidak memberi dan menyampaikan tentang penggunaan buku KIA dapat menjadi suatu pelanggaran hukum, namun karena tidak adanya SOP yang begitu jelas dan kebijakan hukum yang kurang begitu tegas sehingga hal tersebut tidak ditindak lanjut. Di tingkat pelayanan dasar, persalinan dan perawatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terampil dan harus pula tersedia pelayanan neonatal esensial. Selain itu kunjungan terhadap neonates juga berperan penting dan efektif untuk angka kematian bayi. Kunjungan dilaksanakan minimal 3 kali (6 48 jam, 3 -7 hari, 8 28 hari). Penanganan noenatus dengan komplikasi dan rujukan kasus juga harus diperhatikan sesuai dengan SOP. Intervensi di tingkat rujukan (penanganan khusus), yaitu di PONEK yang masih belum ada SOPnya dan di NICU. Dari segi akses dan kualitas pelayanan neonatal di Indonesia masih banyak yang harus diperbaiki, SOP yang belum lengkap, peralatan resusitasi yang tdiak selalu ada, masih banyak yang diberi susu formula, imunisasi BBL tidak dikerjakan, Vitamin K1 tersedia, tetapi pemberian tidak rutin, ruang neonatus sakit ada yang belum terpisah, pemantauan kurang, fasilitas cuci tangan kurang, SOP pencegahan kecelakaan belum ada, kualifikasi & jumlah dokter kurang memadai, jumlah perawat terampil kurang memadai, dan perawatan alat kurang. Meskipun telah tersedia incubator, sebagian besar dokter sudah SpA dan SpOg serta perawat dan bidan yang sudah terlatih, dan terdapat dokter jaga di ruang neonatus. Namun karena aspek yang harus diperbaiki sangat banyak maka kualitas pelayanan neonatal harus terus ditingkatkan. Kebijakan dan upaya peningkatan kualitas pelayanan neonates telah termaktub dalam UUD 1945 pasal 28B ayat 2 dan pasal 23H ayat 1 dan UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Pasal 131 ayat 1, yang berbunyi:

Upaya pemeliharaan kesehatan bayi & anak harus ditujukan utk mempersiapkan generasi yg akan datang, yg sehat, cerdas & berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi & anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak anak masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 tahun. UU tersebut di atas menjadi dasar dalam melaksanakan intervensi pada anak. Penurunan angka kematian bayi adalah salah satu program dari suatu sistem kesehatan dari berbagai aspek: 1. Upaya kesehatan yang terus ditingkatkan dengan menerapkan standar pelayanan kesehatan, meningkatkan akses ke pelayanan rujukan, penguatan sistem pelayanan di pelayanan kesehatan dasar, dll. 2. Peningkatan kualitas SDM, pendistribusian SDM yang merata, serta pengawasan dan pembinaan yang kontinyu. 3. Ketersediaan alat dan obat yang sesuai standar aman dan terjangkau 4. Mengoptimalisasikan pemanfaatan dana APBD I dan II, BOK, Jamkesmas dan Jampersal, dana dekon, DAK, PHLN dalam rangka peningkayan pelayanan KIA 5. Kebijakan, administrasi, hukum dan informasi kesehatan harus dilaksanakan dan diberitahukan sebagaimana mestinya, agar tercipta koordinasi,

sinkronisasi, dan integrasi yang baik antar berbagai pihak. 6. Pelibatan aktif masyarakat, misalnya penggunaan buku KIA, P4K. 7. Kerja sama dengan organisasi profesi, LSM, Perguruan Tinggi dan swasta 8. Litbang Jika semua hal telah dilaksanakan sesuai SOP maka kita memiliki perlindungan hukum KUHP pasal 50 dan 51, sehingga pembuatan SOP adalah salah satu yang terpenting dalam intervensi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Ada beberapa upaya percepatan MDG 4: 1. Memperbaiki sistem & manajemen program pelayan kesehatan

2. Meningkatkan jangkauan & kualitas pelayanan kesehatan 3. Memperbaiki perilaku keluarga & masyarakat 4. Perbaikan perawatan kesehatan bayi & balita 5. Perbaikan careseeking & peningkatan pemanfaatan fasilitas kesehatan 6. Perbaikan derajat kesehatan & status gizi Ada pun upaya inovatif dalam percepatannya: 1. Jampersal 2. Pendampingan Tata kelola klinis dan penguatan rujukan 3. Program Sister Hospital 4. Pendampingan untuk peningkatan kompetensi Dokter, Bidan dan Perawat dalam tata laksana Neonatus MDG akan berakhir tahun 2015 , dan akan berlanjut kepada Post MDG hingga tahun 2030. Di Indonesia telah ada program EMAS, IDAI.

Materi II: Lily Rudjan, dr., Sp.A (K)

Konsep dan Praktik Developmental Care


Perawat adalah ujung tombak pelayanan kesehatan. Perawat harus mengetahui bagaimana kondisi bayi baru lahir sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup bayi. Di Indonesia bayi dengan berat lahir rendah 1-1.5 kg dengan asfiksia, prematur, dan infeksi masih kurang harapan hidupnya. Bayi premature harus mendapat perawatan yang holistic yaitu perpaduan antara intensif care dan developmental care. Developmental care harus dimulai sedini mungkin mulai dari ruang persalinan. Developmental care harus diterapkan, karena bayi prematur yang dirawat di NICU meskipun dengan kemajuan teknologi masih terdapat diabilitas. Diabilitas mayor meliputi retardasi mental, tuli, buta, lumpuh, epilepsy, 25% terjadi pada bayi dengan berat lahir di bawah 1,5 kg. Sedangkan disabilitas minor meliputi masalah

belajar, ADHD, IQ rendah, deficit neuropsikoloig, masalah integrasi visual-motorik, ksulitan tempramen, gangguan bicara, dan 50-70% dari bayi berat lahir rendah mengalami masalah regulasi. Selain itu developmental care juga untuk

meminimalkan efek pemisahan antara ibu dan bayi, yang akan mengakibatkan bayi menunjukkan kelainan neuromotorik halus, kesulitan belajar dan masalah perilaku sepanjang perjalanannya menuju dewasa. Oleh karena itu bayi beresiko mengalami kekerasan, kekacauan regulasi, dan mengalami masalah dalam hubungan dengan orang lain. Perkembangan otak yang harusnya berada di intra uterin pada bayi prematur terjadi di ektra uterin sehingga proses synaptogenesis dan myelination tidak sempurna (pembentukan sinaps kurang) sehingga sel mengalami apoptosis (kerusakan otak) dan menimbulkan stress dan rasa nyeri. Konsep developmental care focus terhadap respon bayi secara terus-menerus, melibatkan keluarga dalam perawatan untuk meminimalkan stimulus yang akan menimbulkan bahaya tau stress pada bayi. Komponen yang harus ada dalam penerapan neurodevelopmental care adalah: 1. Desain NICU 2. Kebiasaan perawat 3. Rencana asuhan keperawatan 4. Manajemen nyeri 5. Metode minum bayi 6. Keluarga semua komponen tersebut harus berjalan untuk meningkatkan kesehatan bayi, dalam konteks ini kesejarteraan bayi adalah yang paling utama. Untuk dapat

melaksanakannya secara ahli, tenaga kesehatan memerlukan 2 tahun training (NIDCAP) sehingga dapat melihat sinyal yang diberikan bayi dan melakukan pengkajian dengan benar. Sedangkan model yang kedua adalah Synactive Model of Neonatal Behavioral Organization mematangkan, mengintegrasikan, dan

mensinkronisasikan 5 subsistem yaitu autonomic, motoric, state, perhatian lingkungan, dan regulasi diri. Observasi perilaku bayi sebelum-saat-sesudah prosedur, jika bayi mendekat mengindikasikan bahwa bayi senang dan jikan bayi menjauh atau menghindar maka bayi tidak suka dengan perlakuan yang diberikan. Sebagai tenaga kesehatan kita harus membayangkan bagaimana menjadi bayi, kehidupan yang berbeda antara intra uterin dengan ektra uterin sangat menjadikan bayi tidak nyaman, maka dari itu kita harus mneciptakan kehidupan intra uterin di ektra uterin. Strategi intervensi yang dapat dilaksanakan yaitu: 1. Ritme sirkardian Mengoptimalkan pola tidur-bangun bayi untuk menseksesikan hormone pertumbuhan dengan cara memasang incubator, meminimalkan handling, berbicara dengan lembut, dll. 2. Posisi Memberikan posisi ternyaman bagi bayi, yaitu dengan posisi fleksimengarah ke garis tengah, tertahan seluruh badannya oleh nest seperti saat bayi berada dalam kandungan. Bayi harus sering diobservasi untuk melihat kenyaman posisi bayi dan dilakukan perubahan posisi untuk menghindari bentuk tubuh yang tidak sesuai karena terlalu lama dalam posisi tertentu. 3. Sentuhan dan rangsang gerakan Saat memindahakan bayi harus mencakup keseluruhan badan bayi, saat melakukan prosedur harus dengan dua orang (1 orang melakukan prosedur sedang yang lain membantu bayi untuk meminimalkan stress: nyeri yang tidak tertahan dapat menimbulkan ekrusakan sel saraf), melakukan pijatan halus yang mungkin menstimulasi pembentuan myelin dan memperbaiki

hipotalamus, kangoroo

care yang dilakukan oleh ibu dan bayi akan

meningkatkan regulasi diri, meminimalkan nyeri dan stress. 4. Hearing intervention

Perhatikan tingkat kebisingan yang ada di ruang NICU dan minimalkan hingga <55 dB. Bayi direkomendasikan mendengarkan musik tertentu jika sebelumnya (di intre uterin) telah diperdengarkan. 5. Intervensi Visual Perhatihan faktor-faktor yang memengaruhi respon bayi secara visual diantaranya lokasi NICU, perubahan iklim dan cuaca, penggunaan foto terapi, pemeriksaan optalmologi, dll. Bayi yang terkena achya secara terus-menerus akan membuka mata atau merespon untuk membuka mata di bandingkan dengan bayi yang tidak terlalu sering terkena cahaya, lindungi mata bayi saat dilakukan prosedur foto terapi. Intervensi lain yang dapat diberikan yaitu dengan pemberian penghsapan non nutrisi untuk memfasilitasi kebisaaan menghisap dan memperbaiki pencernaan yang dilakukan pada saat transisi pemberian nutrisi secara paksa. Mengenal isyarat perlaku bayi dalam penatalaksanaan developmental care sangat diperlukan isyarat positif dan negatif menetukan intervensi yang akan dilakukan. Dapat disimpulkan bahwa medical care dilakukan untuk menyelamatkan kehidupan sedangkan developmental care untuk kehidupan yang berkualitas dengan menurunkan stimulus stress secara perseorangan dengan melibatkan keluarga.

Materi III: Yeni Rustina, SKp., MAppSc., PhD

Dampak Developmental Care terhadap Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Pada Neonatus
Kemajuan IPTEK di bidang kesehatan harus meningkatkan angka kelangsungan hidup bayi risiko tinggi: prematur/BBLR dengan kualitas hidup yang baik. Sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 pasal 131 bahwa upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang

sehat, cerdas, dan berkualitas (Golden Generation), faktor biologis dan lingkungan sangat memengaruhi terbentuknya generasi tersebut. Bayi baru lahir harus beradaptasi dengan lingkungan barunya dengan dukungan dari tenaga kesehatan dan keluarga, jika bayi mampu beradaptasi maka asuhan yang diberikan adalah asuhan yang normal namun jika bayi tidak mampu beradaptasi maka harus diberikan perawatan khusus dengan pelayanan kesehatan yang tepat, mencapai kondisi klien yang optimal, dan menggunakan berbagai sumber yang tersedia secara efektif. Dari hospitalisasi yang dilakukan terdapat dampak yang akan timbul seperti: 1. Resiko komplikasi: infeksi, cedera 2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak: rasa saling percaya, kelekatan emosional anak-keluarga 3. Gangguan parenting 4. Masalah keuangan sehingga diperlukan developmental care untuk meminimalkan dampak tersebut. Developmental care memiliki manfaat yang begitu banyak untuk meningkatkan kualitas hidup bayi dan menurunkan angka kematian bayi, diantaranya: 1. Menurunkan angka infeksi angka perdarahan intraventrikular, lama rawat dan biaya perawatan 2. Meningkatkan berat badan secara bermakna, dan pemulangan dini pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram 3. Menurunkan dukungan ventilasi, memperpendek lama rawat, dan

memperbesar kenaikan berat badan 4. Hasil penelitian terhadap 31 randomized control trials diidentifikasi bahwa intervensi developmental care dapat: Menurunkan dukukungan respirasi Menurunkan lama dan biaya rawat Meningkatkan perkembangan persyarafan

Disimpulkan bahwa developmental care yang dilaksanakan pada bayi baru lahir (khususnya BBLR dan Prematur): risiko gangguan tumbuh kembang dapat mendukung tercapainya tujuan pelayanan kesehatan:Bayi tumbuh dan berkembang secara optimal.

Seminar Sesi II
Materi I: Bayu Wahyudi, dr , MPHM.,MHKes., SpOG (Direktur Utama RSUP. Dr. Hasan Sadikin Bandung)

Kebutuhan Penerapan Developmental Care dalam Setting Klinik


Yang dimaksud dengan kebutuhan penerapan developmental care dalam setting klinik adalah bagaimana Rumah Sakit menyiapkan dan mengelola lingkungan

perawatan sehingga bayi dan anak-anak mendapatkan stimulus lingkungan yang adekuat, sehingga stres terhadap lingkungan rumah sakit dapat diminimalkan untuk mendukung terjadinya peningkatan stabilitasi fisiologis tubuh, kecerdasan emosional, sosial maupun kecerdasan spiritual bagi bayi dan anak-anak. Developmental care dalam setting klinik adalah asuhan perkembangan sejak bayi di tatanan pelayanan klinik rumah sakit, perawatan perkembangan dalam setting klinik membantu neonatus dengan transisi dari dalam rahim ke ekstra rahim. Banyak aspek yag harus diperhatikan dalam penerapan developmental care, yaitu: 1. Organisasi 2. Peraturan 3. Homeostasis 4. Kompetensi 5. Sistem Penerapan developmental care dalam setting klinik harus sesuai dengan SOP. Penerapannya meliputi:

1. Pemberian penutup inkubator untuk meminimalkan pencahayaan 2. Pemberian nesting atau sarang untuk menampung pergerakan yang berlebihan dan memberi bayi tempat yang nyaman 3. Pengaturan posisi fleksi untuk mempertahankan normalitas batang tubuh dan mendukung regulasi diri 4. Minimalisasi tindakan membuka dan menutup inkubator untuk hal yang tidak perlu 5. Pengadaan jam tenang 6. Fasilitasi ikatan orangtua-anak berupa kunjungan orangtua 7. Perawatan metode kanguru atau skin to skin contact SDM yang terlibat dalam pelayanan kesehatan khususnya perawat harus diberdayakan agar dapat mengenali perilaku bayi, memberikan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan bayi, mengenali perubahan-perubahan fisiologis, mengenali kemampuan beradaptasi bayi. Kebijakan RS juga ikut berperan untuk melaksanakan developmental care pada setting klinis harus dipertimbangkan pada setiap pengembangan rumah sakit. Pengelolaan lingkungan RS meliputi: 1. Ruang Rawat Inap 2. Ruang Rawat Jalan 3. Ruang Rawat Gawat Darurat Intervensi yang dilakukan pihak RS: 1. Mengadakan kegiatan koordinasi pelayanan kesehatan dengan Global Fun/ pemerintah luar negeri dan Provinsi Jabar 2. Membina kepercayaan sejak awal dengan klien dan keluarga dan pihak lain yang terkait 3. Ruang tunggu di poli anak dilengkapi tempat bermain 4. Lingkungan yang menyenangkan mangatasi rasa takut pada anak

5. Tersedianya taman balita 6. Pelayanan yang seragam dan tidak bergantung padakemampuan membayar pasien 7. Memerhatikan kenyamanan dan keamanan klien 8. Lingkungan yang resik Pada dasarnya, developmental care dalah perpaduan antara keterampilan, pengetahuan, dan sikap untuk melaksanakan continuing of care.

Materi II: Ns. Sheizi Prista Sari, M.Kep

Kebutuhan Penerapan Developmental Care dalam Setting Komunitas


Yaitu kehidupan yang akan dihadapi bayi dan keluarga setelah perawatan di RS untuk mencapai hidup yang berkualitas. Kondisi Bayi Bayi dengan kondisi lahir terlalu cepat, terlalu kecil, dan terlalu sakit harus mendapatkan perawatan khusus di NICU hingga ke rumah. Kondisi pemulangan bayi dengan gangguan saat lahir harus diobservasi lama hari rawatnya, pemberian oksigen atau feeding tube, pengaturan suhu tubuh yang baik, kemapuan makan yang mulai berkembang, dan tindakan medis yang masih harus dilakukan. Kondidi Keluarga Kondisi psikologis keluarga juga harus diperhatikan apakah keluarga bahagia, cemas, taku, stress. Pengetahuan keluarga menganai perawatan bayi premature juga harus ditinjau, jika masih kurang atau tidak mengetahui maka petugas kesehatan harus memenuhi kebutuhan informasi tersebut. Lalu perhatikan pula perasaan orang tua mengnai perannya sebagai orang tua yang memiliki nak yang berbeda. Keluarga Rawan

Yaitu keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, orang tua tunggal atau yan terlalu muda, orag tua yang memiliki ketergantikan terhadap alcohol, narkotika, dan gaya hidup yang tidak sehat, keluarga dengan riwayat KDRT dan masalah keuangan. Harus ada kesinambungan dan kelanjutan dalam penerapan developmental care pada setting komunitas, dengan adanya koordinasi antara pihak RS, Keluarga, Kader kesehatan, dan tenaga kesehatan khususnya perawat komnitas.

Materi III: Siti Yuyun Rahayu Fitri, S.Kp., M.Si

Penelitian dan Evidance Base Practised Berbasis Developmental Care


Latar belakang dilakukannya penelitian tentang developmental care karena upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi telah banyak dilakukan berbagai pihak dan multi dimensi. Dan karena angka BBLR dan premature masih tinggi dan berpengaruh terhadap kualitas hidupnya ke depan. Penelitian awal dilaksanakan oleh Heidelise Als, 1986 dengan dicetuskannya Newborn Individualized Developmental Care and Assessment Program (NIDCAP), meskipun pada awalnya penelitian ditolak karena kelemahan desain penelitian namun ini menjadi dasar penelitian selanjutnya. Karaktesistik pengetahuan meliputi: 1. Level Evidence Based Practice, terdiri dari VII level evidence 2. Cakupan outcome: a. Jangka Pendek : Respiratory Feeding Wight gain Neurobehavorial

Sleep organization, dll b. Jangka Panjang: Pengaruh pada Neurodevelopmental 3. Aspek sistem dan personal Pengaruh developmental care terhadap bayi, keluarga, staff pelayanan, dan sistem. Berbagai penelitian telah banyak dilakukan terdapat hasil sebgai berikut: 1. Peningkatan yang signifikan pada neurobehavioral, electrofisiologi dan perkembangan struktur neurologi pada bayi yang mendapat perawatan developmental care. 2. NIDCAP dapat meningkatkan perkembangan otak, kompetensi fungsional otak, kesehatan dan kualitas hidup. NIDCAP juga berdampak pada cost effective, humanis dan etis dan bisa menjadi standar di seluruh NICU. 3. Namun Sebuah Systematic review terhadap 627 preterm infant menunjukkan bahwa tidak ada bukti bahwa NIDCAP dapat meningkatkan dampak

neurodevelopmental jangka panjang maupun aspek medical jangka pendek. 4. Efek NIDCAP pada aspek berikut: a. Perkembangan psikomotor / Status neorologis: signifikan meningkat b. Outcome pelayanan medis dan keperawatan : aspek klinis (respirasi, pertumbuhan, hubungan orang tua-anak) c. cost efektif : NIDCAP memperpendek hari rawat Tantangan dan hambatan yang ada dalam penelitian Developmental care adalah belum adanya penelitian tentang efek jangka panjang dari penerapan developmental care. Potensi Riset di masa mendatang sangat banyak, diantaranya: 1. Dampak NIDCAP terhadap aspek neurodevelopmental jangka panjang

2. Interrelationship aspek respirasi, feeding, peningkatan berat badan dan morbiditas 3. Penelitian terkait dampak NIDCAP terhadap outcome yang spesifik 4. Penelitian dengan jumlah sampel banyak dan akurat 5. Modifikasi lingkungan 6. Pengembangan produk alat kesehatan yang mendukung NIDCAP, misal : Popok untuk bayi prematur Bantal gel Kasur anti penekanan Penutup inkubator Baby nests Pacifier, dll

II.

Resume Presentasi Oral

Pengaruh Konseling Perilaku Terhadap Kepatuhan Pengobatan Klien TB Paru Fase Intensif di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Karawang
Oleh Oom Komalasari dari Magister Unpad Latar belakang dilakukannya penelitian: 1. TB paru masih menjad masalah kesehatan yang sering terjadi 2. Kepatuhan terhadap pengobatan masih belum optimal 3. Sebagai upaya perawat sebagai konselor Tujuan penelitian: 1. Mengetahui pengaruh konseling terhadap kepatuhan pengobatan klien TB paru 2. Mengukur tingkat kepatuhan pengobatan klien Tb paru Setelah mengguanakan analisis bivariate ditemukan bahwa tidak ada pengaruh antara konseling dengan kepatuhan pengobatan. Uji statistic non paramedik untuk mengukur tingkat kepatuhan responden sebelum intervensi ataupun setelah intervensi didapatkan hasil keduanya mengalami kenaikan.

Anda mungkin juga menyukai