Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hampir 1 juta milyar laki-laki di dunia merokok, sekitar 35% dari mereka berada di negara maju dan 50% berada di negara berkembang. Sekitar 250 juta perempuan di dunia merupakan perokok. Sekitar 22% dari perempuan tersebut berada di negara maju dan 9% berada di negara berkembang.1 Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyebutkan bahwa jumlah perokok Indonesia terbanyak ketiga di seluruh dunia. Diketahui juga 4,8% dari 1,3 milyar perokok di dunia berasal dari Indonesia. Perbandingan jumlah perokok pria dengan wanita adalah 37,3% dan 1,6%.2 Asap rokok mengandung komponen-komponen yang beraneka ragam dan kebanyakan bersifat toksik bagi tubuh. Komponen yang dihisap dari asap rokok dapat berupa radikal bebas, nikotin, mutagen atau karsinogen dan konstituen lainnya. Radikal bebas yang terdapat dalam asap rokok jumlahnya sangat banyak, dalam satu kali hisap diperkirakan masuk 1014 molekul radikal bebas.3 Radikal bebas yang berlebihan di dalam tubuh inilah yang nanti akan menyebabkan timbulnya stres oksidatif. Pada diabetes melitus, pertahanan antioksidan dan sistem perbaikan seluler akan terangsang sebagai respons tantangan oksidatif. Sumber stres oksidatif yang terjadi berasal dari peningkatan produksi radikal bebas akibat autooksidasi glukosa, penurunan konsentrasi antioksidan berat molekul rendah di jaringan, dan gangguan aktivitas pertahanan antioksidan enzimatik. Kemaknaan stres oksidatif pada patologi penyakit sering tidak tentu. Dengan demikian stres oksidatif dan gangguan pertahanan antioksidan merupakan keistimewaan diabetes melitus yang terjadi sejak awal penyakit. Di samping itu, stres oksidatif juga memiliki kontribusi pada perburukan dan perkembangan kejadian komplikasi.4

Menurut sebuah artikel di Mayo Clinic, tembakau dapat meningkatkan kadar gula darah yang nantinya akan memicu terjadinya resistensi insulin dan semakin banyak seseorang itu merokok, maka semakin besar resiko seseorang tersebut untuk terkena diabetes.5 Pemberian vitamin C sebagai antioksidan dapat menekan proses stres oksidatif akibat asap rokok, maka disarankan penggunaan vitamin C yang adekuat pada perokok.3 Penderita diabetes memerlukan asupan antioksidan dalam jumlah besar karena peningkatan radikal bebas akibat hiperglikemia.4 Dari uraian diatas, peneliti ingin mengetahui apa pengaruh pemberian vitamin C terhadap kadar gula darah mencit yang dipaparkan asap rokok. 1.2. Rumusan Masalah Apakah ada pengaruh pemberian vitamin C terhadap kadar gula darah mencit yang dipaparkan dengan asap rokok. 1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah pemberian vitamin C dapat mempengaruhi kadar gula darah pada mencit yang terpapar asap rokok. 1.3.2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui pengaruh besarnya dosis vitamin C terhadap kadar gula darah mencit yang dipaparkan asap rokok. 1.4. Hipotesa Ada pengaruh pemberian vitamin C terhadap kadar gula darah mencit yang dipaparkan asap rokok.

1.3.1. Tujuan Umum

1.5.

Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca dan khusunya rekan sejawat Fakultas Kedokteran. 2. Diharapkan data yang diperoleh dapat dipakai sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya tentang manfaat vitamin C terhadap pengaruh kadar gula darah dalam darah mencit yang dipaparkan asap rokok.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vitamin C Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam keadaan kering, vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Oksidasi dipercepat dengan kehadiran tembaga dan besi. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam.6 2.1.1. Absorpsi, Metabolisme, Penyimpanan, dan Ekskresi Absorpsi vitamin C terjadi di usus halus melalui transpor aktif. Efisiensi mekanisme penyerapan menurun bila asupan meningkat. Sekitar 70-90% dari vitamin C diserap pada asupan harian antara 30 dan 180 mg, sedangkan efisiensi penyerapan menurun menjadi sekitar 50% atau kurang dari 50% seiring dengan meningkatnya dosis di atas 1 gram/hari. Ekskresi oleh ginjal meningkat bila asupan vitamin C meningkat.7 Konsumsi vitamin C berlebih akan dikeluarkan melalui urin dalam bentuk asam oksalat.8 Jumlah vitamin C pada tiap jaringan bervariasi. Konsentrasi yang tinggi dijumpai pada kelenjar pituitari dan adrenal, sel darah putih, mata, dan otak. Konsentrasi yang paling rendah dijumpai pada darah dan saliva.7 2.1.2. Fungsi Vitamin C
1. Sintesis Kolagen

Vitamin C diperlukan untuk hidroksilasi prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin, yang penting untuk pembentukan kolagen.6 Kolagen merupakan senyawa protein fibrous yang mempengaruhi integritas sel di semua jaringan ikat.7,8 Dengan demikian, vitamin C berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, perdarahan di bawah kulit, perdarahan gigi.8

2. Sintesis Karnitin, Noradrenalin, Serotonin, dan Lain-lain

Karnitin memegang peranan dalam mengangkut asam lemak rantai panjang ke dalam mitokondria untuk dioksidasi. Karnitin menurun pada defisiensi vitamin C yang disertai dengan rasa lemah dan lelah.6 Perubahan dopamin menjadi noradrenalin membutuhkan vitamin C. Vitamin C berperan dalam perubahan triptofan menjadi 5-hidroksitriptofan dan pembawa saraf serotonin. Asam askorbat juga berperan dalam hidroksilasi berbagai steroid di dalam jaringan adrenal. Konsentrasi vitamin C di dalam kelenjar adrenal menurun bila aktivitas hormon adrenal meningkat. Dalam keadaan stres emosional, psikologis atau fisik, ekskresi vitamin C melalui urin meningkat. Vitamin C diperlukan untuk oksidasi fenilalanin dan tiroksin serta perubahan folasin menjadi asam tetrahidrofolat.6
3. Absorpsi dan Metabolisme Besi

Vitamin C mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus sehingga mudah diaborpsi. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk membebaskan besi bila diperlukan. Absorpsi besi dalam bentuk nonhem meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Vitamin C berperan dalam memindahkan besi dari transferin di dalam plasma ke feritin hati.6
4. Absorpsi Kalsium

Vitamin C membantu absorpsi kalsium dengan menjaga agar kalsium berada dalam bentuk cairan.8 5. Mencegah Infeksi Pauling (1970) pernah mendapat hadiah nobel dengan bukunya Vitamin C and the Common Cold , di mana ia mengemukakan bahwa dosis tinggi vitamin C dapat mencegah dan menyembuhkan pilek.6 Sel darah putih, yang merupakan bagian dari pertahanan imun tubuh, memiliki konsentrasi vitamin C yang paling tinggi dibandingkan komponen

tubuh lainnya. Kadar vitamin C yang tinggi pada sel darah putih ini dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif yang dihubungkan dengan respirasi seluler. Radikal bebas terbentuk selama fagositosis dan aktivasi neutrofil, yang dimaksudkan untuk membunuh bakteri atau jaringan yang rusak, namun dapat juga membunuh sel imun tubuh. Vitamin C dapat mengurangi terjadinya self-destruction dengan kerja antioksidannya.7 2.1.3. Farmakokinetik Vitamin C mudah diabsorpsi melalui saluran cerna. Pada keadaan normal tampak kenaikan kadar vitamin C dalam darah setelah diabsorpsi. Kadar dalam leukosit dan trombosit lebih besar daripada dalam plasma dan eritrosit. Distribusinya luas ke seluruh tubuh dengan kadar tertinggi dalam kelenjar dan terendah dalam otot dan jaringan lemak. Ekskresi melalui urin dalam bentuk utuh dan bentuk gram sulfatnya terjadi jika kadar dalam darah melewati ambang rangsang ginjal 1,4 mg%.10 2.1.4. Sumber Vitamin C Makanan yang kayak akan vitamin C meliputi buah citrus (jeruk, lemon), paprika, buah kiwi, stroberi, tomat, brokoli dan kentang. Hanya makanan dari kelompok buah dan sayur mengandung vitamin C.11 Berikut adalah tabel mengenai nilai vitamin C berbagai bahan makanan:

Tabel 2.1. Nilai vitamin C berbagai bahan makanan (mg/100 gram) Bahan Makanan Daun singkong Daun katuk Daun melinjo Daun pepaya Sawi Kol Kol kembang Bayam Kemangi Tomat masak Kangkung Ketela pohon mg 275 200 150 140 102 50 65 60 50 40 30 30 Bahan Makanan Jambu monyet buah Gandaria (masak) Jambu biji Pepaya Mangga muda Mangga masak pohon Durian Kedondong (masak) Jeruk manis Jeruk nipis Nenas Rambutan mg 197 110 95 78 65 41 53 50 49 27 24 58

kuning Sumber: Daftar Analisis Bahan Makanan, FK UI, 19926 2.1.5. Kebutuhan Sehari 1. Dewasa AKG vitamin C ialah 35 mg untuk bayi dan meningkat sampai kirakira 60 mg pada dewasa.8 Pada pria dewasa AKG vitamin C menjadi 95 mg/hari, sedangkan pada wanita dewasa 75 mg/hari.11 2. Pada wanita hamil dan menyusui RNI meningkat sampai 10 mg/hari pada trimester ketiga. Selama menyusui asupan vitamin C sebanyak 70 mg/hari mungkin sudah cukup.12 3. Anak Kandungan vitamin C pada air susu ibu adalah sebanyak 170 hingga 450 mikromol/l. LRNI pada bayi adalah sebanyak 6 mg/hari.12 4. Perokok Karena merokok menyebabkan timbulnya stress oksidatif, kebutuhan vitamin C sehari pada perokok bisa meningkat diatas 60 mg/hari.7,12 2.1.6. Vitamin C sebagai Antioksidan

Vitamin C merupakan bahan yang kuat kemampuan reduksinya dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidroksilasi.9 Vitamin antioksidan bekerja sebagai scavenger, yaitu bereaksi dengan radikal bebas dengan cara memberikan satu elektron sehingga radikal bebas menjadi stabil atau mengkonversi radikal bebas menjadi tidak berbahaya. Antioksidan juga dapat memperbaiki kerusakan pada sel akibat radikal bebas.8 Definisi antioksidan menurut Panel on Dietary Antioxidant and Related Compounds of The Food and Nutrition Board adalah bahan makanan yang secara bermakna mampu mengurangi dampak buruk senyawa oksigen reaktif.4 Untuk menghasilkan energi, setiap sel di dalam tubuh membutuhkan asupan oksigen secara konstan. Ketika tubuh menggunakan oksigen, terbentuk radikal bebas atau produk samping dari oksigen yang tidak stabil.8 2.2. Glukosa Darah (Gula Darah) Glukosa adalah kristal putih yang solid, mudah larut dalam air, dan rasanya manis. Banyak dijumpai di alam, terutama pada buah-buahan, sayur-sayuran, madu, sirup jagung dan tetes tebu. Di dalam tubuh, glukosa didapat dari hasil pencernaan, hidrolisis dari amilum, sukrosa, maltosa dan laktosa. Glukosa dijumpai di dalam aliran darah (yang disebut kadar gula darah) dan berfungsi sebagai penyedia energy bagi seluruh sel-sel dan jaringan tubuh.8 2.2.1. Kadar Gula Darah Normal Kadar gula darah normal pada seseorang yang tidak makan dalam waktu 3 atau 4 jam terakhir adalah sekitar 90 mg/dl. Setelah makan makanan yang mengandung banyak karbohidrat sekalipun, kadar ini jarang melebihi 140 mg/dl kecuali orang tersebut menderita diabetes.13 2.2.2. Metabolisme Glukosa Darah Glukosa tak bisa dimetabolisme lebih lanjut sampai ia telah dikonversikan ke glukosa 6 fosfat oleh reaksi dengan ATP, reaksi ini dikatalisa oleh enzim heksokinase yang tak spesifik dan juga oleh glukokinase yang spesifik di dalam hati. Reaksi ini

dalam arah sebaliknya, hidrolisa sederhana glukosa 6 fosfat ke glukosa, dikatalisa oleh glukosa 6 fosfatase. Sekali glukosa menjadi glukosa 6 fosfat, ia dapat dikonversi menjadi glikogen untuk disimpan dan tak dapat berdifusi ke luar dari sel ini. Glukosa yang tidak dikonversi menjadi glikogen, melintasi hepar, melalui sirkulasi sistemik ke jaringan, di tempat dimana ia dapat dioksidasi, disimpan sebagai glikogen otot atau dikonversi menjadi lemak dan disimpan dalam depot-depot lemak. Glikogen di dalam hepar berperan sebagai cadangan karbohidrat dan melepaskan glukosa ke sirkulasi bila penggunaan glukosa di perifer merendahkan konsentrasi glukosa di dalam darah.14 2.2.3. Mekanisme Metabolik dan Hormonal Mengatur Kadar Glukosa Darah Pemeliharaan kadar glukosa darah yang stabil merupakan salah satu mekanisme homeostatik yang diatur paling ketat yang melibatkan hati, jaringan ekstrahepatik dan beberapa hormon. Sel hati bersifat permeabel bebas untuk glukosa (melalui pengangkut GLUT 2), sedangkan sel jaringan ekstrahepatik (selain sel pulau Langherhans pankreas) relatif impermeabel, dan pengangkut glukosa jaringan ini diatur oleh insulin. Oleh karena itu, penyerapan glukosa dari aliran darah adalah tahap penentu-kecepatan dalam pemakaian glukosa di jaringan ekstrahepatik.15 2.2.4. Peran Hormonal dalam Pengaturan Glukosa Darah Insulin dan glukagon merupakan pengatur utama daripada metabolisme glukosa. Tetapi banyak hormon lain yang ikut mengatur kadar glukosa darah di dalam tubuh seperti amylin, epinefrin (adrenalin), glukokortikoid (kortisol pada manusia) dan growth hormone.16,17 1. Insulin Selain efek hiperglikemia dalam meningkatkan penyerapan glukosa ke dalam hati, hormon insulin berperan sentral dalam mengatur glukosa darah. Hormon ini dihasilkan oleh sel pulau Langerhans di pankreas sebagai respons terhadap hiperglikemia. Sel-sel pulau Langerhans bersifat permeabel bebas terhadap glukosa melalui pengangkut GLUT 2,

10

dan glukosa mengalami fosforilasi oleh glukokinase. Oleh karena itu, peningkatan glukosa darah akan meningkatkan aliran metabolik melalui glikolisis, siklus asam sitrat, dan pembentukan ATP. Peningkatan ATP menghambat kanal K+ yang peka ATP, menyebabkan depolarisasi membrane sel yang meningkatkan influks Ca2+ melalui kanal Ca2+ peka voltase, dan merangsang eksositosis insulin. Oleh karena itu, kadar insulin dalam darah setara dengan konsentrasi glukosa darah. Zat-zat lain yang menyebabkan pengeluaran insulin dari pankreas adalah asam amino, asam lemak bebas, badan keton, glukagon, sekretin dan obat sulfonylurea tolbutamid dan gliburid.15 2. Glukagon Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas. Sekresinya dirangsang oleh hipoglikemia. Di hati, glukagon merangsang glikogenolisis dengan mengaktifkan fosforilase. Tidak seperti epinefrin, glukagon efek ini, tidak berefek pada fosforilase otot. Glukagon cAMP. juga Baik meningkatkan glukoneogenesis dari asam amino dan laktat. Pada semua glukagon bekerja melalui pembentukan glikogenolisis maupun gluconeogenesis di hati berperan menimbulkan efek hiperglikemik.15 3. Amylin Amylin juga termasuk hormon yang dihasilkan oleh sel bersamaan dengan insulin. Amylin menurunkan kadar glukagon, yang mana nanti akan mengurangi produksi glukosa di hati untuk mencegah kadar glukosa terlalu tinggi selama waktu makan.17 Selain itu, amylin juga berperan dalam menekan sekresi glukagon postprandial dan memperlambat pengosongan lambung.16 4. Epinefrin (Adrenalin)

11

Epinefrin disekresikan oleh medula adrenal sebagai respons terhadap hipoglikemia (serta stimulus stress lainnya).16 Epinefrin menyebabkan glikogenolisis di hati dan otot karena stimulasi fosforilase melalui pembentukan cAMP. Di otot, glikogenolisis menyebabkan peningkatan glikolisis, sedangkan di hati hal ini menyebabkan pembebasan glukosa ke dalam aliran darah.15 Epinefrin juga merangsang penghancuran dan pelepasan lemak yang menuju ke hati, dimana lemak dikonversi ke glukosa dan keton.17,18 5. Glukokortikoid Glukokortikoid disekresikan oleh korteks adrenal sebagai respons terhadap stress. Glukokortikoid merangsang gluconeogenesis dan sintesis glikogen di hati, serta mengurangi pengambilan glukosa jaringan otot dan lemak.17 Selain itu, glukokortikoid juga bekerja secara antagonistik terhadap insulin.15 6. Growth Hormone Growth hormone disekresikan oleh pituitari sebagai respons hipoglikemia. Hormon ini menurunkan penyerapan glukosa di otot. Sebagian efek ini dapat bersifat tidak-langsung karena hormone ini merangsang mobilisasi asam lemak bebas dari jaringan adiposa yang menghambat pemakaian glukosa.15,17 Kadar growth hormone yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya resistensi insulin.17

2.2.5. Ekskresi Glukosa Glukosa difiltrasi oleh glomerulus dan reabsorpsi tubulus normal rata-rata > 99% glukosa yang memasuki filtrate glomerulus. Tubulus proksimalis ginjal bertanggung jawab bagi kembalinya glukosa ke sirkulasi. Jika aliran plasma ginjal normal dan ginjal sehat, maka pada konsentrasi glukosa darah kapiler > 10 mmol/l,

12

cukup glukosa yang difiltrasi ke tubulus ginjal untuk menjenuhkan proporsi bermakna dari kapasitas reabsorpsi yang bervariasi dan timbul glikosuria yang bisa dideteksi. Konsentrasi 10 mmol/l ini dikenal sebagai ambang ginjal bagi glukosa. Pengurangan aliran plasma ginjal (seperti pada payah jantung atau deplesi natrium) atau kerusakan glomerulus yang berat, yang mengurangi kecepatan filtrasi glukosa melalui glomerulus. Dalam kasus seperti ini, konsentrasi glukosa darah yang tinggi tak akan menyebabkan konsentrasi glukosa filtrat glomerulus setinggi jika aliran plasma ginjal normal. Jika kekuatan reabsorpsi tubulus tak berubah maka peningkatan ambang ginjal untuk glukosa dengan hiperglikemia ringan tak akan menyebabkan glikosuria. Sekitar 2% pasien diabetes, terutama pasien yang tua, mempunyai ambang ginjal yang tinggi untuk glukosa.14 2.2.6. Pengaruh Vitamin C terhadap Kadar Gula Darah Peran vitamin C pada perjalanan diabetes adalah sebagai inhibitor enzim aldose reduktase, sehingga penggunaan ekuivalen pereduksi berkurang. Kesediaan ekuivalen pereduksi berguna untuk konversi glutation teroksidasi menjadi glutation tereduksi. Hal tersebut selanjutnya dapat mencegah penumpukan sorbitol pada jaringan. Pengurangan penumpukan sorbitol di jaringan ini selanjutnya akan menekan proses glikasi nonenzimatik.4 Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Cunningham, vitamin C memperbaiki pengaturan glukosa darah, menurunkan dengan cepat plasma glukosa HbA1c. Hal ini disebabkan vitamin C mempunyai reseptor yang sama dengan insulin.19 Lain halnya dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Branch, pemberian vitamin C memberikan efek yang berbeda, yaitu meningkatkan kadar glukosa darah.20,21 2.3. Rokok Merokok adalah suatu kata kerja yang berarti melakukan kegiatan atau aktifitas menghisap, sedangkan perokok adalah orang yang suka merokok.22

13

2.3.1. Jenis Rokok Bahan baku rokok hanya tembakau baik menggunakan filter maupun non filter dikenal sebagai rokok putih. Rokok kretek adalah rokok dengan atau tanpa filter yang menggunakan tembakau rajangan dengan cengkeh rajangan digulung dengan kertas sigaret boleh memakai bahan tambahan asalkan diizinkan pemerintah. Rokok campuran adalah rokok yang dihisap oleh seseorang dalam waktu tidak tentu dengan jenis rokok kretek maupun rokok putih. Rokok filter adalah rokok yang bagian pangkalnya terdapat gabus. Rokok non filter adalah rokok yang bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.23 2.3.2. Kandungan Rokok Asap rokok mengandung berbagai bahan kimia antara lain nikotin, karbon monoksida, tar dan khusus rokok kretek mengandung eugenol. Bahan-bahan kimia tersebut bersifat toksik, terdiri darinitrosamin dan oksigen reaktif yang apabila teroksidasi dapat membentuk radikal bebas seperti nitrit oksida dan nitrit peroksida (NO, NO2) dalam fase gas serta quinon, semiquinon dan hydroquinone (Q, HQ dan HQ2) dalam fase tar. Zat-zat tersebut dapat bereaksi secara langsung dengan unsurunsur ekstraselular dan interseluler seperti protein, lipid, karbohidrat dan DNA. Pembentukan senyawa radikal bebas yang tidak segera dinetralkan oleh sistem antioksidan dapat menimbulkan terjadinya stress oksidatif yang banyak dihubungkan dengan penyakit degeneratif, kanker, gangguan sistem imun dan proses penuaan dini.24 Tabel 2.2. Kandungan kimia tembakau bahan rokok Golongan Selulose Gula Trigliserida Protein Nikotin Pati Abu (Ca, K) Kandungan (%) 7 16 0 22 1 3,5 20 0,6 5,5 27 9 25

14

Bahan organic 7 25 Sumber: Tirtosastro, Samsuri dan Murdiyati, AS25 2.3.3. Rokok sebagai Radikal Bebas Rokok mengandung bermacam-macam kompnen yang merugikan bagi tubuh.26 Salah satu komponen yang merugikan tubuh merupakan radikal bebas. Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia baik berupa atom maupun molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya. Radikal bebas merupakan juga suatu kelompok bahan kimia dengan reaksi jangka pendek yang memiliki satu atau lebih elektron bebas.27 Radikal bebas ini dapat merusak sel atau jaringan tubuh, termasuk DNA yang dibutuhkan tubuh untuk reproduksi sel. Faktor lingkungan seperti asap rokok dan sinar ultraviolet juga dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas dalam tubuh.8 Radikal bebas dalam tumbuh menyebabkan kerusakan sel karena mengambil elektron dari sel untuk menjadi stabil. Akibatnya sel menjadi tidak berfungsi dan dalam waktu lama dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti kanker, penyempitan pembuluh darah, katarak, diabetes dan penyakit degeneratif.8

2.4.

Kerangka Teori Vitamin C Rokok

Antioksidan

Radikal Bebas

Kadar gula darah / Gambar 2.1. Kerangka teori

15

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Konsep Paparan Asap Rokok Vitamin C Variabel Independent Kadar Gula Darah Pada Mencit

Variabel Dependent

16

Gambar 3.1. Kerangka Konsep 3.2. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental yang didesain mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL). 3.3. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 5 minggu yang dimulai dari bulan Agustus 2013 sampai dengan bulan Desember 2013. 3.3.2. Tempat Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium FMIPA Biologi USU (Universitas Sumatera Utara) Medan. 3.4. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah sekelompok subjek dengan karakteristik tertentu, meliputi mencit yang didapatkan di FMIPA USU. 3.4.2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit, sebanyak 30 ekor. 3.5. Teknik Pengolahan Sampel Jumlah hewan percobaan per kelompok ditentukan dengan rumus .28 Keterangan:

3.3.1. Waktu Penelitian

3.4.1. Populasi

17

jumlah kelompok perlakuan yang dalam penelitian ini ada sebanyak 5 kelompok jumlah sampel dalam tiap-tiap kelompok perlakuan Rumus: (t1)(n1) ( 5 1) ( n 1 ) 4(n1) 4n 4 4n 4n n 15 15 15 15 15 + 4 19 4,75 ~ 5

Jumlah hewan coba (mencit) yang digunakan dalam satu kelompok adalah 5 ekor + 1 ekor (cadangan). Pada penelitian ini ada 5 kelompok yang mendapat perlakuan berbeda. Jadi jumlah hewan yang digunakan untuk penelitian ini adalah 30 ekor (5 kelompok 6 ekor). 3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Mencit 2. Berat badan: 20 25 gram 3. Umur: 8 12 minggu 4. Sehat, perilaku dan aktivitas mencit normal 3.6.2. Kriteria Eksklusi 1. Mencit mengalami sakit 2. Berat badan mencit menurun 3. Mencit mati dalam penelitian

3.6.1. Kriteria Inklusi

18

3.7.

Alat dan Bahan Jarum oval gavage, spuit 1 ml, timbangan, sonde lambung, smoking chamber

3.7.1. Alat dan blood glucose test meter merk Gluco Dr. serta stick. 3.7.2. Bahan Mencit, vitamin C tab 50 mg, alkohol 70%, aquadest, dan rokok. Rokok yang digunakan adalah rokok kretek merk Gudang Garam dengan kandungan yang dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.1. Kandungan asap rokok kretek Kandungan (mg/batang) Nikotin CO Tar Eugenol 2,76 16,66 45,77 14,70 Sumber: Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Jakarta24 3.8. 3.9. Variabel Penelitian Vitamin C Paparan asap rokok

3.8.1. Variabel Independent

3.8.2. Variabel Dependent Kadar gula darah Definisi Operasional o Vitamin C adalah vitamin yang mudah larut dalam air yang berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas serta stres oksidatif. o Asap rokok adalah asap yang ditimbulkan gulungan tembakau (kira-kira sebesar kelingking) yg dibungkus (daun nipah, kertas) dan mengandung zat nikotin, tar, dan lain-lain. o Kadar gula darah adalah kadar gula atau glukosa (mg/dL) di dalam darah.

19

3.10.

Etika Penggunaan Hewan Penelitian Penggunaan dan penanganan hewan penelitian dilakukan sesuai dengan aturan

etika penelitian hewan penelitian yang diatur dalam Deklarasi Helsinki untuk memperoleh ethical clearance dari komite etik penelitian hewan FMIPA Biologi Universitas Sumatera Utara, Medan. 3.11. Pelaksanaan Penelitian Mencit ditempatkan di dalam kandang yang terbuat dari bahan plastik dengan ukuran 30x20x10 cm yang ditutup dengan kawat kasa. Dasar kandang dilapisi dengan sekam padi setebal 0.5-1 cm dan diganti setiap 3 hari. Cahaya ruangan dikontrol 12 jam terang dan 12 jam gelap. Sedangkan suhu dan kelembaban ruangan dibiarkan berada pada kisaran alamiah. Pakan (pellet) dan minum (air PAM) diberikan setiap hari. Percobaan dimulai setelah aklimatisasi. 3.11.2. Perlakuan Hewan Percobaan Jumlah keseluruhan hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 ekor. Penelitian ini terdiri dari 6 perlakuan, yaitu: 1. Kelompok I (P0-) = terdiri dari 5 ekor mencit sebagai kontrol selama 14 hari. 2. Kelompok II (P0+) = terdiri dari 5 ekor mencit yang diberikan asap rokok selama 14 hari 3. Kelompok III (P1) = terdiri dari 5 ekor mencit yang diberikan vitamin C dengan dosis 0,10 mg/kgBB/hari ditambah dengan paparan asap rokok selama 14 hari. 4. Kelompok IV (P2) = terdiri dari 5 ekor mencit yang diberikan vitamin C dengan dosis 0,20 mg/kgBB/hari ditambah dengan paparan asap rokok selama 14 hari.

3.11.1. Pemeliharaan Hewan Percobaan

20

5. Kelompok V (P3) = terdiri dari 5 ekor mencit yang diberikan vitamin C dengan dosis 0,30 mg/kgBB/hari ditambah dengan paparan asap rokok selama 14 hari. Tabel 3.2. Perlakuan Hewan Coba Kelompok P0P0+ P1 P2 P3 Perlakuan Vitamin C Lamanya Pemberian 14 hari 14 hari Dosis 0,10 mg/gBB/hari Dosis 0,20 mg/gBB/hari Dosis 0,30 mg/gBB/hari 14 hari 14 hari 14 hari

Dipaparkan asap rokok Dipaparkan asap rokok Dipaparkan asap rokok Dipaparkan asap rokok

3.11.3. Prosedur Pelaksanaan Uji Pengaruh Pemberian Vitamin C Sebelum percobaan, mencit ditimbang dan ditempatkan dalam kandang tersendiri di dalam ruangan laboratorium (aklimatisasi). Mencit dibagi secara acak kedalam 6 kelompok perlakuan. 0 7 Perlakuan pada hewan percobaan selama 14 hari n=6
Tidak diberikan vitamin C dan paparan asap rokok

14

n=6

n=6

n=6

n=6

Diberikan paparan asap rokok

21

Diberikan vitamin C dengan dosis 0,10 mg/gBB/hari dan paparan asap rokok Diberikan vitamin C dengan dosis 0,20 mg/gBB/hari dan paparan asap rokok Diberikan vitamin C dengan dosis 0,30 mg/gBB/hari dan paparan asap rokok

Pada hari ke-15, dilakukan pemeriksaan kadar gula darah pada mencit Gambar 3.2. Prosedur Pelaksanaan Uji Pengaruh Pemberian Vitamin C 3.11.4. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Sebelum penelitian dimulai, dilakukan aklimatisasi pada mencit; ditimbang dan ditempatkan di dalam ruangan laboratorium. Mencit dibagi secara acak ke dalam 5 kelompok yang mendapat perlakuan berbeda. Mencit diberi pakan pellet dan air minum secara ad libitum setiap hari. Setelah itu, mencit diberi perlakuan sebagai berikut: 1. Proses pemaparan asap rokok Proses pemaparan asap rokok menggunakan smoking chamber. Mencit yang awalnya berada di dalam kandang, dipindahkan ke dalam smoking chamber, katup oksigen dibuka kemudian rokok dipasangkan ke pipa yang

22

dihubungkan oleh pompa, selanjutnya rokok dibakar dan pompa dinyalakan. Biarkan asap rokok masuk ke dalam smoking chamber. Pemaparan dilakukan setiap pagi mulai dari pukul 07.00 08.00 pada tiap kelompok yang mendapat perlakuan pemaparan asap rokok, kecuali kelompok kontrol P0-.24 2. Proses pemberian vitamin C Proses pemberian vitamin C pada mencit menggunakan sonde lambung. Dosis pemberian vitamin C tergantung dari kelompok perlakuan dan hanya diberikan pada kelompok P1, P2, dan P3, yaitu masing-masing sebanyak 0,10 mg/gBB/hari, 0,20 mg/gBB/hari dan 0,30 mg/gBB/hari. Pemberian vitamin C dilakukan setelah pemaparan asap rokok dilakukan dan dilakukan selama 14 hari.3,24 3.11.5. Prosedur Pemeriksaan dan Pengamatan Setelah 14 hari perlakuan, masing-masing hewan percobaan dilakukan dekapitasi yang kemudian diambil darahnya sebanyak 5 tetes, secara intrakardial, kemudian dilakukan uji laboratorium, dan dilakukan pengamatan sebagai berikut:

3.11.5.1.Pengamatan Kadar Gula Darah Pemeriksaan kadar gula darah mencit dilakukan pada hari ke-15, setelah perlakuan pada semua hewan coba. Pemeriksaan kadar gula darah menggunakan alat blood glucose test meter merk Gluco Dr beserta stick-nya. 3.11.5.2.Cara Penggunaan 1. Hidupkan meter dengan memasukkan strip test atau menekan tombol M 2. Ambil darah menggunakan spuit 3. Sampel darah harus cukup untuk mengisi ujung strip test

23

4. Sentuhlah tetesan darah ke ujung atas strip test, kemudian pada layar akan tampak hitung mundur angka 5 sampai angka 1, kemudian hasil ditampilkan 3.12. Teknik Pengolahan Data Data hasil penelitian dipresentasikan dalam bentuk rata-rata () simpangan baku. Dilakukan uji normalitas dan homogenitas data. Jika data berdistribusi normal dan homogen, maka dilakukan uji ANOVA. Bila dijumpai perbedaan, maka dilakukan uji Post Hoc untuk melihat perbedaan antar kelompok kontrol dan masingmasing perlakuan. Bila distribusi data tidak normal atau tidak homogen, maka dilakukan transformasi data yang nantinya akan diuji lagi normalitas dan homogenitas datanya. Apabila distribusi data masih tidak normal atau tidak homogen, maka diuji dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis. Untuk melihat perbedaan antar kelompok kontrol dan kelompok perlakuan digunakan uji Mann Whitney. Semua pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS 20.0.

3.13. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Keseluruhan kegiatan penelitian ini, mulai dari persiapan hingga penulisan hasil penelitian 5 minggu. Urutan kegiatan dan jadwal pelaksanaan secara lengkap dapat dilihat pada tabel 3.3. berikut ini: Tabel 3.3. Urutan kegiatan No. 1 2 3 Kegiatan Persiapan Pelaksanaan Analisis Data 1 Minggu ke2 3 4 5

24

Penulisan Hasil

3.14. Perkiraan Biaya Penelitian Tabel 3.4. Perkiraan biaya penelitian 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Jenis Pengeluaran Bahan KTI Jilid KTI Mencit (30 ekor @ 25.000) : 3 Pemeliharaan dan Pemakaian Lab Smoking chamber Rokok Vitamin C Blood glucose test meter + stick TOTAL Jumlah Rp. 50.000,Rp. 50.000,Rp. 250.000,Rp. 500.000,Rp. 50.000,Rp. 50.000,Rp. 50.000,Rp. 500.000,Rp. 1.500.000,-

DAFTAR PUSTAKA 1. Octafrida M, Dina. Hubungan Merokok dengan Katarak di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan . Medan: Universitas Sumatera Utara. 2011. Skripsi. 2. Yuliansari, Deni. Jumlah perokok Indonesia terbanyak ketiga di dunia. [online] (http://www.antaranews.com/berita/313477/jumlah-perokokindonesia-terbanyak-ketiga-di-dunia, diakses 4 Juli 2013). 2012. 3. Ishlahiyah, Cita. Pengaruh pemberian vitamin C terhadap jumlah spermatozoa mencit jantan strain Balb/c yang diberi paparan asap rokok . Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2006. Skripsi.
4. Bambang S, Eko S. Stres Oksidatif dan Peran Antioksidan pada Diabetes

Melitus

[online]

Vol

55,

No

2,

(http://mki.idionline.org/index.php?

25

uPage=mki.mki_dl&smod=mki&sp=public&key=MTItMTQ=, diakses 4 Juli 2013). 2005.


5. Collazo-Clavell, Maria. Diabetes: Does alcohol and tobacco use increase my

risk?. [online] (http://www.mayoclinic.com/health/diabetes/AN00548, diakses 4 Juli 2013). 2011. 6. Almatsier, Sunita. Gizi Dasar. Dalam: Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. 2004: 185-90.
7. Gordon M. Wardlaw, Jeffrey S. Hampl, Robert A. Disilvestro. The Water-

Soluble Vitamins. In: Perspectives in Nutrition. New York, US: McGrawHill. 2004: 352-6. 8. Dewi Cakrawati, Mustika NH. Bahan Pangan, Gizi, dan Kesehatan. Bandung: Penerbit Alfabeta. 2012. 9. Budiyanto, M Agus Krisno. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Press. 2009. 10. Hedi R. Dewoto & S. Wardhini B.P. Vitamin dan Mineral. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FK UI. 2003: 777-9.
11. Karen ED, Lisa MB. Vitamins. In: Nutrition for Foodservice and Culinary

Professionals. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 2007: 226-9. 12. Eastwood, Martin. Vitamins. In: Principles of Human Nutrition. Oxford, UK: Blackwell Publishing. 2003: 249-53. 13. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemahan oleh Irawati, dkk. 2008. Jakarta: EGC. 14. Baron, D.N. Kapita Selekta Patologi Klinik. Terjemahan oleh Petrus Andrianto, Johannes Gunawan. 1995. Jakarta: EGC. 15. Murray R, Granner D, Rodwell V. Biokimia Harper. Edisi 27. Jakarta: EGC. 2009.

26

16. Stephen LA, Kathy B, Barb S, et al. Glucose Metabolism and Regulation:

Beyond Insulin and Glucagon. Diabetes Spectrum, July 2004 vol. 17 no. 3 183-190.
17. Kennedy, Martha Nolte. Blood Sugar & Other Hormones :: Diabetes

Education

Online.

[online]

(http://dtc.ucsf.edu/types-of-

diabetes/type1/understanding-type-1-diabetes/how-the-body-processessugar/blood-sugar-other-hormones/, diakses 12 Juli 2013). 2013. University Of California, San Francisco. 18. Brandt, Stephen. Endocrine Regulation of Glucose Metabolism. In: Endocrine. Indiana, US: Rose-Hulman Institute of Technology, Department of Chemistry. 1999. 19. Cunningham, John J. The Glucose/Insulin System and Vitamin C: Implications in Insulin Dependent Diabetes Mellitus. Journal of The American College of Nutrition, April 1998 vol. 17 no. 3 105-108 20. Branch, D.R. High-dose vitamin C supplementation increases plasma glucose . Diabetes Care, July 1999 vol. 22 no. 7 1218-1219 21. Sari, Kristiana S. Pengaruh vitamin C (Ascorbic acid) terhadap peningkatan kadar glukosa dalam darah mencit. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, 2007. Skripsi. 22. Azwa, Fariza. Tingkat Pengetahuan Pelajar Sekolah Menengah Sains Hulu Selangor Mengenai Efek Rokok Terhadap Kesehatan . Medan: Universitas Sumatera Utara. 2011. 23. Sitepoe M. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana. 2000. 24. Muhammad, Ismiyati. Efek antioksidan vitamin C terhadap tikus (Rattus novergicus L) jantan akibat pemaparan asap rokok. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 2009. Tesis.

27

25. Tirtosastro, Samsuri dan Murdiyati, AS. Kandungan Kimia Tembakau dan Rokok. Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 2(1), April 2010: 33-43. 26. Komala, P Setia Rahardja. Efek fluvastatin terhadap selisih jumlah leukosit, neutrofil, dan alkali fosfatase serum pada tikus wistar sebelum dan sesudah paparan asap rokok. Semarang: Universitas Diponegoro. 2011. Tesis. 27. Arief, 2007. 28. Federer W. Experimental Design, Theory and Application. New York: Mac Millan. 1963. Sjamsul. Radikal Bebas. [online] (http://old.pediatrik.com/buletin/06224113752-x0zu6l.pdf, 12 Juli 2013).

Anda mungkin juga menyukai