Anda di halaman 1dari 26

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Jl. Terusan Arjuna No 6, Kebon Jeruk.

Jakarta Barat KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Hari/ Tanggal Ujian/ Presentasi Kasus : Jumat/ 25 Oktober 2013 SMF ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN RUMAH SAKIT HUSADA Nama NIM Penguji : Nur Hafizah Ainaa binti Abu Hassan : 11-2011-167 : Dr. Juliana, MKes, Sp.KK Tanda Tangan : Tanda Tangan :

A. IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Agama Suku Pendidikan Pekerjaan Status Pernikahan Alamat No. Rekam Medis Tanggal Berobat B. ANAMNESA Autoanamnesa dilakukan dengan pasien pada tanggal 22 Oktober 2013. Jam 11.15 WIB di Poliklinik Umum Kulit dan Kelamin, Unit Rawat Jalan RS Husada. 1) Keluhan Utama : : Ny. S : Perempuan : 37 tahun/ 15 Mei 1976 : Islam : Jawa : SD : Ibu Rumah Tangga : Menikah : Mangga besar : 14-XX-XX-XX : 22 Oktober 2013

Gatal-gatal pada malam hari di paha kiri sebelah depan sejak 2 minggu lalu.

2) Keluhan Tambahan berkelok-kelok.

Terdapat bintil-bintil kemerahan dan kecoklatan yang menjalar seperti bentuk benang

3) Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Poliklinik Kulit Kelamin, Unit Rawat Jalan RS Husada pada tanggal 22 Oktober 2013 sekitar jam 11.15 WIB dengan keluhan di paha kiri sebelah depan merasa panas dan gatal-gatal terutama pada malam hari. Keluhan pasien disertai dengan terdapatnya bintil-bintil merah yang membentuk garis lurus dan berkelok-kelok dengan panjang 4cm dan diameter 0,5cm disertai dengan garis sisa yang bentuk berkelok-kelok yang sudah berwarna kecoklatan tanpa bintil merah dengan panjang 7cm. Keluhan demam, mengigil dan badan terasa lemas disangkal oleh pasien. Sejak 2 minggu yang lalu, pasien mengatakan tiba-tiba pada kulit daerah paha kiri sebelah depan mulai timbul bintil kecil berwarna merah seperti digigit semut disertai rasa gatal dan panas. Keluhan gatal dirasakan hebat, terus menerus, namun lebih terasa gatalnya terutama pada malam hari. Pasien mengatakan dia ada menggunakan bedak Caladine apabila merasakan gatal di lokasi tersebut. Keluhan ini diawali dengan setelah 1 hari pasien pulang daripada bercuti di pantai Anyer, kemudian timbul bintil kecil berwarna merah seperti gigitan semut dan semakin lama bintil kecil berwarna merah tersebut semakin banyak, menimbul dan menjalar seperti bentuk benang berkelok-kelok. Pasien mengatakan panjang berkelok-kelok itu pada awalnya sekitar 2 cm dan makin lama semakin memanjang. Pasien mengaku bahwa di pantai pasien tidak menggunakan sandal dia ada menemani anaknya bermain pasir di pantai dan terdapat kontak antara kulit paha dengan pasir pantai karena pasien mengatakan ada pernah bermain sama pasir pantai lalu menguburkan seluruh kakinya di pasir. Sejak 1 minggu yang lalu, bintil-bintil kemerahan menjadi semakin panjang yang berkelok-kelok yang membentuk seperti gambaran terowongan yang bertambah panjang terutama setelah digaruk. Keluhan gatal semakin hebat terutama pada malam hari dan keluhan gatal tidak bertambah saat berkeringat. Untuk memperingan gatal yang dirasakan pasien mengoleskan salep namun keluhan tidak membaik. Pasien mengatakan terowongan semakin memanjang dan disertai dengan adanya bentol-bentol berwarna 2

merah baru dan terowongan yang sebelum ini berwarna merah warnanya mulai sembuh dengan menjadi warna kecoklatan dan menjadi datar. Sejak 2 hari sebelum ke Poliklinik Kulit Kelamin RS Husada pada tanggal 22 Oktober, pasien mengatakan semakin lama lesi di paha kirinya semakin panjang dan berkelok-kelok dan timbul bintil baru dan bintil kemerahan yang sebelumnya timbul sudah mereda dan mulai menjadi warna kecoklatan. Rasa gatal masih tetap dirasakan paling menojol pada malam hari. Pasien menyangkal ada keluhan yang sama pada daerah sela-sela jari kaki dengan tangan, pergelangan tangan, bokong, genital, ataupun tempat lain. Selain itu, pasien juga menyangkal adanya keluhan gatal apabila berkeringat di lipatan paha, ketiak, perut dan sela jari kaki dan tangan dan tidak ada riwayat digigit nyamuk atau serangga didaerah tersebut. Pasien jarang mencuci baju, memakai cincin, memakai wewangian di sekitar tangan. Pasien tidak memiliki riwayat kontak dengan binatang peliharaan seperti anjing atau kucing. Riwayat riwayat alergi obat, asma, gigi berlubang, nyeri menelan, keluar cairan kekuningan dari telinga, bersin-bersin pada pagi hari, batuk disangkal oleh pasien. Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit jantung. 4) Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit kulit seperti ini sebelumnya disangkal Riwayat alergi makanan dan obat disangkal Riwayat sering bersin pagi hari disangkal Riwayat penyakit asma disangkal Riwayat DM disangkal :

5) Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan seperti pasien Riwayat sakit keluarga dalam keluarga di sangkal Riwayat hipertensi disangkal Riwayat DM disangkal Riwayat asma disangkal 3

Riwayat dermatitis atopi disangkal

C. STATUS GENERALIS PEMERIKSAAN UMUM Keadaan Umum Kesadaran Keadaan Gizi Berat Badan Tanda-tanda vital Tekanan Darah Nadi Suhu Pernapasan : Tampak Sakit Ringan : Compos Mentis : Baik : 62 kg : : 130/70 mmHg : 78 x/menit : Afebris : 18 x/menit

PEMERIKSAAN FISIK Kepala Mata Telinga Hidung Mulut Thoraks Paru Jantung Abdomen Ekstremitas atas Ekstremitas bawah : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak tampak kelainan pada kulit kepala. : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, alis mata hitam : Normotia, tidak ada kelainan kulit : Normal, deviasi (-), sekret (-) : Bibir tidak pucat, tidak ada kelainan kulit : Bentuk normal, pergerakan simetris, statis dan dinamis : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) : Datar,supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba membesar, tidak terdapat kelainan : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, terdapat kelainan pada paha kiri atas sebelah depan (status dermatologis)

D. STATUS DERMATOLOGIS a) Lokasi/ region b) Distribusi c) Konfigurasi : Ekstremitas bawah, regio femoral (paha atas sebelah anterior) : Regional :

Ukuran milier, bentuk lesi teratur, penyebarannya sirkumskrip dan serpiginosa. Ukuran plakat, bentuk tidak teratur dan penyebarannya difus. : :

d) Effloresensi Primer

o Papul dengan dasar eritematosa, multiple, dengan ukuran milier, bentuk lesi teratur, batas tegas, sirkumskrip, menimbul dengan susunan serpinginosa dan panjang 4cm dan diameter 0,5cm. o Makula hiperpigmentasi pada bagian proksimal, multiple, batas tidak jelas, difus, bentuk tidak teratur dengan ukuran plakat dengan ukuran panjang 7cm. Sekunder :-

Makula hiperpigmentasi pada bagian proksimal, multiple, batas tidak jelas, difus, bentuk tidak teratur dengan ukuran plakat dengan ukuran panjang 7cm

Papul dengan dasar eritematosa, multiple, dengan ukuran milier, batas tegas, sirkumskrip, menimbul dengan susunan serpinginosa dan panjang 4cm dan diameter 0,5cm

E. LABORATORIUM Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan Anjuran F. RESUME Seorang pasien Ny. S, berusia 37 tahun datang berobat ke Poliklinik Umum Kulit dan Kelamin RS Husada pada tanggal 22 Oktober 2013 jam 11.15 WIB dengan keluhan gatalgatal dan panas pada malam hari di paha kiri sebelah depan sejak 2 minggu lalu. Keluhan pasien disertai dengan terdapatnya bintil-bintil merah yang membentuk garis lurus dan berkelok-kelok dan garis sisa yang berkelok-kelok yang sudah berwarna kecoklatan tanpa 6 :

Pemeriksaan Darah Rutin Pemeriksaan Hitung Eosinofil Pemeriksaan diff Pemeriksaan IgE

bintil merah dan datar. Keluhan ini dimulai sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan gatal dirasakan hebat, terus menerus, namun lebih terasa gatalnya terutama pada malam hari. Pasien mengatakan dia ada menggunakan bedak Caladine apabila merasakan gatal. Keluhan ini diawali dengan setelah 1 hari pasien pulang daripada bercuti di pantai Anyer dan pasien mengaku bahwa di pantai pasien tidak menggunakan sandal dia ada menemani anaknya bermain pasir di pantai dan terdapat kontak antara kulit paha dengan pasir pantai karena pasien mengatakan ada menguburkan seluruh kakinya di pasir. Sejak 1 minggu yang lalu, bintil-bintil kemerahan menjadi semakin panjang yang berkelok-kelok yang membentuk seperti gambaran terowongan terutama setelah digaruk dan pada awalnya sekitar 2 cm dan makin lama semakin memanjang Pasien mengatakan terowongan semakin memanjang dan terowongan yang sebelum ini berwarna merah warnanya mulai sembuh dengan menjadi warna kecoklatan dan menjadi datar. Pada status generalis tidak ditemukan adanya kelainan. Pada status dermatologis didapatkan di daerah regio femoral paha atas sebelah anterior tampak adanya papul dengan dasar eritematosa, multiple, dengan ukuran milier, bentuk lesi teratur, batas tegas, sirkumskrip, menimbul dengan susunan serpinginosa dan panjang 4cm dan diameter 0,5cm dan makula hiperpigmentasi pada bagian proksimal, multiple, batas tidak jelas, difus, bentuk tidak teratur dengan ukuran plakat dengan ukuran panjang 7cm. G. DIAGNOSIS Diagnosis Banding i. ii. Skabies : Cutaneus Larvae Migrans/ Creeping Eruption : Dermatitis Venenata

Diagnosis Kerja H. PENATALAKSANAAN

a) Non-medikamentosa Memberikan informasi kepada pasien bahwa penyakit yang diderita disebabkan oleh cacing tambang. Memberikan informasi kepada pasien tentang pengobatan yang akan diterima. 7

Memberi saranan menggunakan alas kaki dalam berkegiatan di luar rumah atau pada area yang banyak terdapat penyakit cacing tambang Memberi saranan dengan menggunakan sepatu/ sandal/ alas kaki ketika bermain di pantai dan menghindari kontak langsung kulit dengan pasir yang dikhwatiri mempunyai larva cacing tambang yang dapat menginfestasi ke kulit.

Menghindari kontak yang terlalu banyak dengan hewan-hewan yang merupakan karier cacing tambang kucing dan anjing.

b) Medikamentosa i. Topikal ii. Menyemprotkan kloretil pada lesi

Sistemik Anti-helmintes Anti-histamin : Albendazol 400mg selama 3 hari : Loratadin 10mg selama 3 hari

R/ Albendazol tab 400mg No. III 1 dd tab 1 R/ Loratadin tab 10 mg No. III 1 dd tab 1

I. PROGNOSIS Ad Vitam Ad Fungsionam Ad Kosmetikam Ad Sanationam : Bonam : Bonam : Bonam : Bonam 8

ANALISA KASUS Pada kasus ini pasien adalah seorang pasien perempuan berusia 37 tahun dengan keluhan gatal-gatal pada malam hari di paha kiri sebelah depan sejak 2 minggu lalu. Keluhan disertai dengan adanya bintil-bintil merah yang berkelok-kelok disertai dengan garis sisa yang bentuk berkelok-kelok yang sudah berwarna kecoklatan tanpa bintil merah. Awalnya muncul seperti gigitan semut dan semakin lama bintil kecil berwarna merah tersebut semakin banyak, menimbul dan menjalar seperti bentuk benang berkelok-kelok sekitar 2 cm dan makin lama semakin memanjang. Pasien mempunyai riwayat bermain pasir pantai di Anyer dan pasien mengatakan bahwa di pantai pasien tidak menggunakan sandal dia ada menemani anaknya bermain pasir di pantai dan terdapat kontak antara kulit paha dengan pasir pantai karena pasien menguburkan seluruh kakinya di pasir. Hal ini terjadi karena cara infeksi adalah melalui kontak kulit dengan larva infektif pada tanah dan tanah berpasir yang lembap dan hangat. Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang pada binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Antara grup yang beresiko untuk terinfeksi dengan larva ini adalah orang yang tidak memakai alas kaki di pantai dan yang bermain pasir. Pasien ini terinfeksi dengan larva karena pasien bermain pasir pantai dan menguburkan seluruh kakinya pada pasir. Manusia yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh larva dimana larva menggunakan enzim protease untuk menembus melalui folikel, fisura atau kulit intak. Setelah penetrasi stratum korneum, larva melepas kutikelnya. Biasanya migrasi dimulai dalam waktu beberapa hari. Terjadi rasa gatal pada ujung lesi yang bertambah panjang karena terdapat larva. Larva filariform pada manusia tidak berkembang menjadi dewasa, infeksi larva terbatas hanya pada lapisan epidermis, yang menyebabkan kelainan berupa garis merah berbentuk serpingiosa. Enzim proteolitik yang disekresi larva menyebabkan inflamasi sehingga terjadi rasa gatal dan progresi lesi. Hal ini menyebabkan pasien sering merasakan gatal dan untuk mengurang rasa gatal pasien menggunakan bedah Caladine. Masa inkubasi dapat terjadi beberapa hari dan penyakit ini dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan bila tidak diobati. Pada status dermatologis, lokasi kelainan ini adalah di regio femoral di paha kiri sebelah anterior dan ditemukan papul dengan dasar eritematosa, multiple, dengan ukuran milier, bentuk lesi teratur, batas tegas, sirkumskrip, menimbul dengan susunan serpinginosa dan panjang 4cm 10

dan diameter 0,5cm dan makula hiperpigmentasi pada bagian proksimal, multiple, batas tidak jelas, difus, bentuk tidak teratur dengan ukuran plakat dengan ukuran panjang 7cm. Gambaran lesi yang khas yaitu lesi yang bentuk berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan menunjukan gejala khas untuk Cutaneus Larvae Migrans/ Creeping Eruption. Pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah secara topikal disempotkan dengan kloretil pada lesi sepanjang lesi selama 45 detik sampai 1 menit selama 2 hari berturut. Pengobatan secara sistemik diberikan obat anti-helmintes, Albendazol 400mg 1 x 1 tablet selama 3 hari dan diberikan anti-histamin, Loratadin 10mg 1 x 1 tablet selama 3 hari untuk mengurangkan rasa gatal sekaligus dapat mengelakkan daripada mengaru. Selain itu diberikan juga edukasi kepada pasien mengenai informasi bahwa penyakit yang diderita disebabkan oleh cacing tambang, menjelaskan tentang pengobatan yang akan diterima, memberi saranan supaya menggunakan alas kaki/ sepatu/ sandal ketika dalam berkegiatan di luar rumah, ketika bermain di pantai dan menghindari kontak langsung kulit dengan pasir yang dikhwatiri mempunyai larva cacing tambang yang dapat menginfestasi ke kulit dan menghindari kontak yang terlalu banyak dengan hewan-hewan yang merupakan karier cacing tambang kucing dan anjing. Prognosis pada kasus ini untuk ad vitam, ad fungtionam, ad kosmetikum dan ad sanationam adalah baik.

11

TINJAUAN PUSTAKA CREEPING ERUPTION I. DEFENISI Creeping eruption disebut juga cutaneous larva migrans (CLM) disebabkan oleh penetrasi dan migrasi larva nematoda di dalam epidermis. Istilah creeping eruption digunakan pada kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelokkelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing. Umumnya oleh larva Ankilostoma braziliense dan A. caninum. Dapat juga terjadi Gnatostomiasis dan Strongyloidiasis. Creeping eruption termasuk dalam penyakit parasit hewani. Maksudnya parasit berupa hewan. Beberapa buku menyebutkan sebagai zoonosis, namun istilah ini kurang tepat karena zoonosis berarti penyakit pada hewan yang dapat ditularkan pada manusia, sedangkan penyakit ini bukan panyakit hewan. Jadi istilah penyakit parasit hewani lebih tepat. Infestasi biasanya terjadi melalui kontak dengan tanah atau pasir yang terkontaminasi dengan kotoran binatang. Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa alas kaki, atau yang sering berhubungan dengan tanah dan pasir. Demikian pula para petani atau tentara sering mengalami hal yang sama. II. EPIDEMIOLOGI Creeping eruption ditemukan di seluruh dunia tapi paling sering terjadi di daerah dengan iklim tropis atau subtropis yang hangat dan lembab, misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, terutama Amerika Serikat bagian tenggara, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Pusat, India, dan Asia Tenggara, di Indonesia pun banyak dijumpai. Dilaporkan adanya outbreak insiden CLM di perkemahan anak-anak di Miami, Florida pada tahun 2006. Dilaporkan 22 orang (33,7%) terdiri dari anak-anak dan dewasa, menderita CLM setelah 2,5 minggu berada di perkemahan. Dari analisa didapatkan 22 orang tersebut bermain di kotak pasir selama minimal 1 jam per hari, berjemur matahari 1 jam per hari, 17 dari 22 orang yang terkena ternyata tidak mengenakan sandal pada saat bermain pasir. Banyak yang mengakui adanya kucing yang berkeliaran dalam jumlah cukup banyak di sekitar perkemahan. 12

Gambar 1. Frekuansi penyebaran Cutaneus Larvae Migrans di Amerika Serikat Cara infeksi melalui kontak kulit dengan larva infektif pada tanah. Orang dari berbagai jenis umur, seksa dan ras bias terinfeksi jika terpajan larva. Grup yang beresiko adalah mereka yang pekerjaan atau hobinya berkontak dengan tanah berpasir yang lembab dan hangat antara lain sebagai berikut: i. ii. iii. iv. v. vi. vii. Orang yang tidak memakai alas kaki di pantai Anak-anak yang bermain pasir Petani/ tukang kebun Pembersih septic tank Pemburu Tukang kayu Penyemprot serangga

III.ETIOLOGI Creeping eruption biasanya ditujukan untuk lesi yang diakibatkan cacing tambang dengan hospes non-manusia. Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Ancylostoma braziliense adalah penyebab tersering. Di Asia Timur umumnya disebabkan oleh gnathostoma babi dan kucing. Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Strongyloides stercoralis, Dermatobia maxiales dan Lucilia caesar. Selain itu dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse bot fly) dan cattle fly. 13

Gambar 2. Bentuk Larva Stadium Tiga (Filariform Larva) Penyebab yang umum: i. ii. iii. Ancylostoma braziliense Ancylostoma caninum Uncinaria phlebotonum

Penyebab yang jarang: i. ii. iii. iv. v. vi. Ancylostoma ceylonicum Ancylostoma tubaeforme Necator amricanus Strongyloides papillosus Strongyloides westeri Ancylostoma duondenale

Gambar 3. Jenis-jenis cacing tambang (hookworm) 14

IV. SIKLUS HIDUP Siklus hidup Ancylostoma braziliense terjadi pada binatang dan serupa dengan Ancylostoma duodenale pada manusia. Siklus hidup parasit dimulai saat telur keluar bersama kotoran binatang ke tanah berpasir yang hangat dan lembab. Pada kondisi kelembaban dan temperatur yang menguntungkan, telur bisa menetas dan tumbuh cepat menjadi larva rhabditiform. Awalnya larva makan bakteri yang ada di tanah dan berganti dulu dua kali sebelum menjadi bentuk infektif (larva stadium tiga). Pada hospes alami binatang, larva mampu penetrasi sampai ke dermis dan ditranspor melalui sistem limfatik dan vena sampai ke paru-paru. Kemudian menembus sampai ke alveoli dan trakea dimana kemudian tertelan. Di usus terjadi pematangan secara seksual, dan siklus baru dimulai saat telur diekskresikan. Larva yang infektif dapat tetap hidup pada tanah selama beberapa minggu.

Gambar 4. Siklus hidup pada hospes alami Ancylostoma braziliense V. PATOGENESIS Creeping eruption disebabkan oleh berbagai spesies cacing tambang binatang yang didapat dari kontak kulit langsung dengan tanah yang terkontaminasi feses anjing kucing. Hospes normal cacing tambang ini adalah kucing dan anjing. atau Telur cacing

diekskresikan ke dalam feses, kemudian menetas pada tanah berpasir yang hangat dan lembab. Kemudian terjadi pergantian bulu dua kali sehingga menjadi bentuk infektif (larva stadium tiga). Manusia yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh 15

larva dimana larva menggunakan enzim protease untuk menembus melalui folikel, fisura atau kulit intak. Setelah penetrasi stratum korneum, larva melepas kutikelnya. Biasanya migrasi dimulai dalam waktu beberapa hari. Masa inkubasi dapat terjadi beberapa hari dan penyakit ini dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan bila tidak diobati. Pada binatang, larva dapat berpenetrasi lebih dalam sampai lapisan dermis serta menginfeksi darah dan jaringan limpha. Cacing tambang yang sampai lumen usus akan bereproduksi menghasilkan lebih banyak telur lalu dieksresikan melalui feces dan mulailah siklus baru.

Gambar 5. Gambaran siklus hidup Ancylostoma braziliense Larva stadium tiga menembus kulit manusia dan bermigrasi beberapa cm per hari, biasanya antara stratum germinativum dan stratum korneum. Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal. Hal ini menginduksi reaksi inflamasi eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit. Larva bemigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan jarang menembus ke dermis. Manusia merupakan hospes aksidental dan larva tidak mempunyai enzim kolagenase yang cukup untuk penetrasi membrane basalis sampai ke dermis. Sehingga penyakit ini menetap di kulit saja. Enzim proteolitik yang disekresi larva menyebabkan inflamasi sehingga terjadi rasa gatal dan progresi lesi. Meskipun larva tidak bisa mencapai intestinum untuk melengkapi siklus hidup, larva seringkali migrasi ke paru-paru sehingga 16

terjadi infiltrat paru. Pada pasien dengan keterlibatan paru-paru didapat larva dan eosinofil pada sputumnya. Kebanyakan larva tidak mampu menembus lebih dalam dan mati setelah beberapa hari sampai beberapa bulan. VI. MANIFESTASI KLINIK Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Adanya jam atau hari. Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari. Terjadi rasa gatal pada ujung lesi yang bertambah panjang karena terdapat larva. Larva filariform pada manusia tidak berkembang menjadi dewasa, infeksi larva terbatas hanya pada lapisan epidermis, yang menyebabkan kelainan berupa garis merah berbentuk serpingiosa yang disebut Creeping eruption. Masuknya larva ke kulit dapat menimbulkan erupsi yang tidak spesifik, dapat berupa sensasi tingling atau prickling selama 30 menit sejak larva masuk kulit. Kemudian jaringan kulit yang ditembus larva filariform berubah menjadi papul keras, merah dan gatal. Larva dapat tidur selama beberapa minggu atau bulan atau segera memulai aktifitasnya. Dalam beberapa hari berikutnya, akan terbentuk terowongan sempit di intrakutan yang menimbul dengan diameter 2-3 mm dengan panjang 3-4 cm dan berwarna kemerahan. Terowongan ini membentuk garis yang semakin panjang sesuai dengan gerakan larva yang ada didalamnya. Penyakit ini self-limited dengan kematian larva dalam waktu sebulan atau dua bulan. Lebar lesi berkisar antara 3mm dan panjang bervariasi mencapai 15-20 cm. Lesi bisa tunggal atau multipel, sangat gatal dan bisa juga nyeri. Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong, paha, juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada. Sering terjadi ekskoriasi dan infeksi sekunder oleh bakteri. Sepanjang garis yang berkelok-kelok terdapat vesikel kecil yang sewaktu-waktu memungkinkan terjadinya infeksi sekunder jika kulit digaruk. 17 lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah ada di kulit selama beberapa

Gambar 6. Gambaran Cutaneus Larvae Migrans di kaki Tanda dan gejala sistemik (mengi, batuk kering, urtikaria) pernah dilaporkan pada pasien dengan infeksi ekstensif. Tanda sistemik termasuk eosinofilia perifer dan peningkatang kadar IgE. Pada kasus creeping eruption bias terjadi sindrom loeffler dan mtositis namun jarang dijumpai. Larva bias bermigrasi ke usus halus dan menyebabkan enteritis eosinofilik. VII. DIAGNOSIS Diagnosis creeping eruption ditegakkan berdasarkan atas gambaran klinnis, riwayat pajanan epidemiologi dan ditemukan lesi yang khas. Bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, papul atau vesikel menimbul, dan terdapat di atasnya. Biopsi spesimen diambil pada ujung jalur yang mungkin

mengandung larva tetapi biopsi kurang mempunyai arti karena larva sulit ditemukan. Bila infeksi ekstensif bisa dijumpai tanda sistemik berupa eosinofilia perifer, sindrom loeffler (infiltrate paru yang berpindah-pindah), peningkatan kadar IgE. Hanya sedikit pasien yang menunjukkan eosinofilia perifer dan peningkatan IgE. Untuk menunjang diagnosa bisa dilakukan biopsi kulit. Biopsi kulit yang diambil tepat di atas lesi menunjukkan larva (tes periodic asam schiff positif) di terowongan suprabsalar, terowongan pada membrane basalis, spongiosis dengan vesikel intraepidermal, nekrosis keratinosit dan infiltrat kronis oleh eosinofil pada lapisan epidermis dan dermis bagian atas. Penyakit ini akan sembuh sendiri (self limited), sekitar 50% larva mati dalam 12 minggu walaupun tanpa terapi

18

VIII. DIAGNOSIS BANDING Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan skabies. Pada skabies terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti pada penyakit ini. Bila melihat bentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan dermatofitosis. Pada permulaan lesi berupa papul, karena itu sering diduga insect bite. Bila invasi larvae yang multipel timbul serentak, papul-papul lesi dini sering menyerupai herpes zoster stadium permulaan. Diagnosis banding mencakup serkaria atau dermatitis kontak, infeksi bakteri atau jamur, skabies, myiasis, loiasis dan beberapa parasit migran lainnya. IX. PENATALAKSANAAN Cutaneous larva migrans ini adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri. Berapa lama penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya tergantung spesies larva yang menginfeksi. Pada beberapa kasus, lesi akan sembuh tanpa terapi dalam 4 sampai 8 minggu. Tetapi, terapi yang efektif dapat mepercepat penyembuhan penyakit ini .Adapaun terapi yang dapat digunakan adalah sebab: i. Non-Medika Mentosa Infeksi cacing tambang binatang dapat dicegah dengan meningkatkan sistem sanitasi yang baik terutama yang terkait dengan feses. Pemakaian sepatu pada area dimana banyak terdapat penyakit cacing tambang. Memperhatikan kebersihan dan menghindari kontak yang terlalu banyak dengan hewan-hewan yang merupakan karier cacing tambang. Menghindari kontak kulit langsung dengan tanah yang tercemar kotoran binatang. Pengobatan cacing tambang untuk kucing dan anjing merupakan hal yang utama untuk mencegah creeping eruption. Kotoran binatang harus dipindahkan secara benar dari area aktivitas manusia. Creeping eruption bisa dicegah dengan mudah dengan memakai alas kaki yang memadai setiap saat. ii. Medikamentosa Jika dibiarkan saja tanpa pengobatan, larva akan mati dan diabsorbsi. Meskipun penyakit ini self-limited, rasa gatal yang hebat dan resiko infeksi sekunder memaksa seseorang untuk berobat. Untuk kasus yang ringan biasanya tidak memerlukan 19

pengobatan. Jika perlu dapat diberikan secara topikal. Pengobatan topikal ditujukan untuk lesi awal yang terlokalisasi. Untuk kasus yang lebih berat dapat diberikan obat peroral. Pengobatan oral untuk lesi yang luas atau gagal dengan topikal. Antihistamin membantu mengurangi rasa gatal. Jika terjadi infeksi sekunder oleh bakteri dapat diberikan antibiotik. 1) Pengobatan Sistemik (Oral) a) Anti-Helmintes i) Tiabendazol Merupakan drugs of choice. Sejak tahun 1963 telah diketahui bahwa efektif. antihelminthes berspektrum luas, misalnya tiabendazol ternyata

Dosisnya 50mg/kgBB/hari, dua kali sehari, diberikan berturut-turut selama dua hari. Dosis maksimum 3 gr sehari. Jika belum sembuh dapat diulangi setalah beberapa hari. Obat ini sukar didapat. Efek sampingnya mual, pusing dan muntah. Menghambat enzim fumarat reduktase sehingga menginhibisi pembentukan mikrotubuli. Akan terjadi gangguan ambilan glukosa dan inhibisi malat dehidrogenase. Merupakan anihelminthes heterosiklik generasi ketiga. a) Dewasa Topikal berupa supensi 10-15% (kadang dicampur dengan krim kortikosteroid) secara oklusi, 2 kali sehari, selama minimal 1 minggu Oral 25-50 mg/kgBB/hari, tiap 12 jam, selama 2-5 hari

b) Anak-anak Dengan dosis 25-50 mg/kgBB/hari setiap 12 jam. Tidak lebih dari 3 gr/hari. Tiabendazol lebih toksik daripada benzimidazol dan ivermectin sehingga lebih dipilih agen yang lain. Efek samping yang sering berupa pusing, anoreksia, nausea dan muntah. Permasalahan yang lebih jarang seperti nyeri epigastrium, kram abdomen, diare, pruritus, nyeri kepala, mengantuk, dan simtom neuroleptik. Pernah dilaporkan kerusakan hati yang ireversibel dan sindrom Steven Johnson. Tiabendazol pada anak di 20

bawah 15 kg

masih

terbatas

penggunaaannya. Obat ini tidak boleh

digunakan untuk ibu hamil atau yang menderita penyakit hati maupun ginjal. ii) Ivermectin Antiparasit semisintetik makrosiklik yang berspektrum luas terhadap nematoda. Cara kerjanya dengan menghasilkan paralisis flaksid melalui pengikatan kanal klorida yang diperantarai glutamat. Mungkin merupakan drug of choice karena keamanan, toksisitas rendah dan dosis tunggal. a) Dewasa 12 mg atau 200 ug/kgBB dosis tunggal

b) Anak-anak <5tahun : 150 ug/kgBB dosis tunggal

>5 tahun : sama dengan dewasa

Efek samping mencakup kelelahan, pusing, nausea, muntah, nyeri perut dan bercak kemerahan. Hindari penggunaan bersama obat yang meningkatkan aktivitas GABA seperti barbiturat, benzodiazepine dan Ivermectin tidak boleh diberikan pada ibu hamil. iii) Albendazol Antihelmintas bersepektrum luas yang mengganggu ambilan glukosa dan agregasi mikrotubuli. Sebagai alternatif pengganti tiabendazol. a) Dewasa 400 mg per oral, sekali sehari, selama 3 hari atau 2x200 mg sehari selama 5 hari asam valproat.

b) Anak-anak < 2tahun : 200 mg/hari selama 3 hari dan diulang 3 minggu kemudian jika perlu > 2 tahun : sama seperti dewasa

Bila digunakan 1-3 hari, albendazol hampir bebas efek samping. Bisa terjadi gejala ringan distres epigastrium, diare, sakit kepala, nausea, 21

pusing, lesu dan insomnia. Pada pemakaian jangka panjang harus dicek darah dan fungsi hati. Tidak bileh diberikan pada orang yang hipersensitif terhadap benzimidazol lainnya atau orang dengan sirosis. Kemanan pada ibu hamil dan anak kurang dari 2 tahun masih belum diketahui. iv) Mebendazol Antihelmintes spektrum luas yang menginhibisi perakitan mikrotubuli dan memblok ambilan glukosa sehingga terjdai deplesi cadangan glikogen parasit. a) Dewasa 200 mg per oral, 2 kali sehari selama 4 hari

b) Anak-anak <2 tahun : tidak disarankan >2 tahun : seperti dewasa

Bisa terjadi nausea, muntah, diare dan nyeri abdominal. Efek samping yang jarang berupa reaksi hipersensitivitas, agranulositosis, alopesia dan peningkatan enzim hati. Mebandazol teratogenik pada binatang sehingga tidak disarankan untuk ibu hamil. Pada anak kurang dari 2 tahun harus berhati-hati karena masih kurangnya penelitian. karbamazepin Kadar plasma bisa atau fenitoin. berkurang pada penggunaan bersama Meningkat ada penggunaan orang dengan sirosis. Hasil studi

bersama simetidin. Harus berhati-hati pada yang dilakukan Tae Hyeung Kim,

Byeung Song Lee, dan Wook Mok Sohn mendapatkan bahwa ivermectin dosis tunggal 12 mg pada studi acak 21 pasien didapat hasil lebih efektif daripada albendazol 400mg dosis tunggal. Tiabendazol juga merupakan pengobatan yang efektif untuk CLM. dosis tunggal. b) Anti-Pruritus : Antihistamin membantu mengurangi rasa gatal. c) Antibiotik : Jika terjadi infeksi sekunder disebabkan oleh bakteri. 22 Namun ivermectin dan

tiabendazol sukar didapat sehingga disarankan pengobatan dengan albendazol

2) Pengobatan Topikal Obat pilihan berupa tiobendazol topikal 10%, diaplikasi 4 kali sehari selama satu minggu.Topikal thiabendazole adalah pilihan terapi pada lesi yang awal, untuk melokalisir lesi., menurangi lesi multiple dan infeksi folikel oleh cacing tambang. Obat ini perlu diaplikasikan di sepanjang lesi dan pada kulit normal di sekitar lesi. Dapat juga digunakan solutio tiobendazol 2% dalam DMSO (dimetil sulfoksida) atau tiobendazol topikal ditambah kortikosteroid topikal yang digunakan secara oklusi dalam 24-48 jam. Eyster mencoba pengobatan topical solusio tiabendazol dalam DMSO dan ternyata efektif. Demikian pula pengobatan secara oklusi selama 34-48 jam telah dicoba oleh Davis. Obat lain ialah albendazol, dosis sehari 400 mg sebagai obat dosis tunggal, oral atau tiabendazole topical merupakan terapi yang direkomendasikan. Namun pengobatan ini mempunyai efek samping seperti nausea, diare, anoreksia, pusing, sakit kepala, pembesaran KBG dan reaksi alergi. Keamanan pengobatan ini selama kehamilan masih belum diketahui. 3) Cryotheraphy Cara terapi ialah dengan cryotherapy yakni menggunakan etil klorida atau dry ice dengan penekanan 45 detik sampai 1 menit, 2 hari berturut-turut. Penggunaan N 2 cair juga pernah dicoba. Cara beku dengan menyemprotkan kloretil sepanjang lesi.

23

Gambar 7. Cara melakukan krioterapi Cara tersebut di atas agak sulit karena kita tidak mengetahui secara pasti di mana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan di sekitarnya. Terapi ini efektif bila epidermis terkelupas bersama parasit. Seluruh terowongan harus dibekukan karena parasit diperkirakan berada dalam terowongan. Cara ini bersifat traumatik dan hasilnya kurang dapat dipercaya. 4) Lain-lain Pengobatan cara lama dan sudah ditinggalkan adalah dengan preparat antimony. Penggunaan topikal spray etil klorida, nirtogen cair, fenl, CO 2 beku, piperazin sitrat, elektrokauter dan radiasi tidak behasil karena larva bisa lolos. Kemoterapi dengan klorokuin, antimony, dan dietilkarbamazin juga tidak berhasil. X. KOMPLIKASI Komplikasi yang sering terjadi adalah ekskoriasi dan infeksi sekunder oleh bakteri akibat garukan. Infeksi umumnya disebabkan oleh Streptococus terjadi selulitis dan reaksi alergi. XI. PROGNOSIS Prognosis bisanya baik. Ini merupakan penyakit yang self-limited. Manusia merupakan hospes aksidental yang dead end di mana larva akan mati dan lesi membaik dalam waktu 4-8 minggu. Dengan pengobatan progresi lesi dan rasa gatal akan hilang dalam waktu 48 jam. Bisa terjadi reaksi hipersensitivitas. Sering terjadi eosinofilia perifer. Tidak terjadi imunitas protektif sehingga bisa terjadi infeksi berulang pada pajanan berikutnya. pyogenes. Bisa juga

24

KESIMPULAN Creeping eruption merupakan penyakit subtropis. Orang yang beresiko terinfeksi kulit adalah yang disebabkan oleh larva mereka yang cacing

tambang binatang dan bersfiat self-limited. Penyakit ini sering dijumpai di daerah tropis dan sering berhubungan dengan tanah berpasir dan tidak memakai alas kaki. Penyebab kelainan ini adalah Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Penyebab tersering adalah Ancylostoma braziliense. Manusia terinfeksi melalui kontak kulit dengan tanah yang terkontaminasi ini. Manusia merupakan hospes aksidental di mana larva jarang sekali namun dapat ditemukan infiltrat paru yang disebut sindrom loeffler. Gejala klinis yang timbul berupa gatal, papul eritematosa, kadang disertai rasa nyeri, serta lesi khas yang berbentuk linear berkelok-kelok. Dapat terjadi ekskoriasi dan infeksi sekunder yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus pyogenes. Ditemukan eosinofilia perifer dan peningkatan kadar IgE. Tempat pedileksi di bagian tubuh mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada. Penatalaksanaan yang baik adalah edukasi mengenai pencegahan. Pengobatan dapat diberikan antiheliminthes topikal maupun oral, digunakan antihelminthes berspektrum luas. Ivermectin dosis tunggal 12 mg, Albendazol 400 mg dosis tunggal, Tiabendazol 50 mg/kgbb dalam 2 dosis.

25

DAFTAR PUSTAKA 1. Peris, M. Pruritic, serpiginous eruption in a returning traveller. CMAJ 2008;179:51-52. diunduh dari: http://www.cmaj.ca/cgi/content/full/179/1/51 2. Djuanda. A, Hamzah. Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat, cetakan pertama, Jakarta: Baai Penerbit FKUI.2005; 125-126. 3. Tierney, M, Papadakis. Cutaneous Larva Migran. Terdapat dalam: Current medical diagnosis & treatment 45th ed[ebook]. San Francisco:Mc Graw Hill.2003.pg 1520. 4. Gerd P, Thomas J.Cutaneous Larva Migran. Terdapat dalam Fitzpatrick`s dermatology in general medicine 6th ed[ebook]. New York: Mc Graw Hill;2003.ch236. 5. Ngan, V. Cutaneous larva migran. DermNetNZ: New Zealand.2007. diunduh dari: http://www.dermnetnz.org/arthropods/larva-migrans.html 6. Lydia, M. Cutaneous larva migran. Emdeicine. 2008. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1108784 7. Baron, S, cutaneous larva migrans. Terdapat dalam: medical mirobiology 4th ed. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/bv.fcgi?call=bv 8. Carlson, Amy Olivia. Cutaneous larva migran. 2005. Diunduh dari: http://www.stanford.edu/group/parasites/ParaSites2005/CLM

26

Anda mungkin juga menyukai