Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN I.

Latar Belakang Kanker kolorektal adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal atau tumbuh di dalam struktur saluran usus besar (kolon) dan atau rektum. Umumnya, karsinoma kolon jarang ditemukan sebelum umur 40 tahun kecuali bila mereka merupakan komplikasi dari penyakit kolitis ulseratif, kolitis granulomatosa, poliposis multipel familial, sindrom Gardner, dan sindrom Turcot. Pada populasi umum, risiko terjadinya kanker kolorektal secara nyata akan meningkat pada umur 50 tahun dan menjadi dua kali lipat lebih besar pada setiap dekade berikutnya. Karsinoma rektum lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada wanita, tetapi tidak ada perbedaan jenis kelamin yang mencolok pada karsinoma di daerah kolon yang lain. Dari kajian epidemiologi, disimpulkan ada pengaruh lingkungan yang sangat besar, khususnya diet, memainkan peranan yang nyata pada penyebab dari kanker kolon, yang peranannya lebih besar daripada pada kanker rektum. Faktor keturunan dapat juga berperan sebagai pencetus timbulnya kanker jenis ini. Sebagaimana pengaruh genetik dari sindrom karsinoma poliposis yang dapat diterangkan menurut hukum Mendel, maka predisposisi genetik pada kanker dapat timbul pada populasi umum. Sanak keluarga derajat satu (firstdegree relatives) dari pasien yang menderita karsinoma kolorektal mempunyai risiko tiga kali lipat lebih besar daripada kontrol (Sjamsuhidayat et al, 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA a. Anatomi Kolon Usus besar atau colon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m (5 kaki) yang terbentang dari caecum hingga canalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Usus besar terdiri dari 6 bagian, yaitu caecum, colon ascenden, colon transversum, colon descenden, colon sigmoid dan rectum (Lihat Gambar. 1). Bagian dari usus buntu hingga pertengahan kolon melintang sering disebut kolon kanan sedangkan bagian sisanya disebut dengan kolon kiri. Berbeda dengan mukosa usus halus, pada mukosa colon tidak dijumpai vili dan kelenjar biasanya lurus-lurus dan teratur. Permukaan mukosa terdiri dari pelapis epitel tipe absorptif diselang-seling dengan sel goblet. Pada lamina propria dan basis kripta secara sporadik terdapat nodul jaringan limfoid.

Gambar 2.1. Gambaran Kolon dan Rektum Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yaitu tenia yang lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga kolon berlipat-lipat dan berbetuk seperti sakulis yang disebut haustra. Kolon transversum dan kolon sigmoideum terletak intraperitoneal dan dilengkapi dengan mesenterium. Suplai darah kolon terutama melalui a.mesenterika superior dan inferior. Caecum, Colon accendens dan bagian colon transversum di perdarahi oleh cabang a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra dan a. Kolika media.Colon tranversum bagian kiri, colon deccendens, colon sigmoid dan sebagian besar rektum diperdarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika sinistra, a.sigmoid dan a.hemoroidalis superior.

Masing-masing mempunyai anastomosis dengan arteri yang berdekatan yang membentuk pembuluh darah kontinyu disekeliling keseluruhan kolon (arteri marginalis Drummond). Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena disalurkan melalui v.mesenterika superior untuk kolon assendens dan kolon transversum dan melalui vena mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid dan rectum. Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n.splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n.vagus. Karena distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang berbeda, nyeri alih pada kedua bagian kolon kiri dan kanan berbeda. b. Definisi Kanker kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitar kolon (usus besar). Di negara maju, kanker ini menduduki peringkat ketiga yang paling sering terjadi. Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas yang disebut adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang dapat terjadi pada semua bagian usus besar. c. Etiologi Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik mendominasi yang lainnya pada kasus sindrom herediter seperti familial Adenomatorus Polyposis(FAP) dan Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer (HNPC) (Sudoyo AW, 2007). Terdapat 3 kelompok kanker kolorektal berdasarkan perkembangannya yaitu: 1) kelompok yang diturunkan (inherited) yang mencakup kurang dari 10% dari kasus kanker kolorektal; 2) kelompok sporadik, yang mencakup sekitar 70%; 3) kelompok familial, mencakup 20%. Kelompok diturunkan adalah mereka yang dilahirkan sudah dengan mutasi germline (germline mutation), pada salah satu allele dan terjadi mutasi somatik pada allele yang lain. Contohnya adalah FAP (familial adenomatous polyposis) dan HNPCC (hereditery nonpolyposis colorectal cancer). HNPCC terdapat pada sekitar 5% dari kanker kolorektal. Kelompok sporadik membutuhkan dua mutasi somatik, satu pada masing masing allele-nya (Schwartz, 1995). Terdapat dua model perjalanan perkembangan kanker kolorektal (karsinogenesis) yaitu LOH (loss of heterozygocity) dan RER (replication error). Model

LOH mencakup mutasi tumor gen supresor meliputi gen APC, DCC, dan p53 serta aktifasi onkogen yaitu K-ras. Model ini contohnya adalah perkembangan polip adenoma menjadi karsinoma. Sementara model RER karena adanya mutasi gen hMSH2, hMLH1, hPMS1, dan hPMS2. Model terakhir ini contohnya adalah perkembangan HNPCC. Pada bentuk sporadik, 80% berkembang lewat model LOH dan 20% berkembang lewat model RER (Robbins, 2005). Banyak kelainan genetik yang dikaitkan dengan keganasan kolorektal diantaranya sindrom poliposis. Namun demikian sindrom poliposis hanya terhitung <1% dari semua kanker kolorektal. Selain itu terdapat Hereditary Non-poliposis Colorectal Cancer (HNPCC atau sindroma Lynch) terhitung 2-3% dari kanker kolorektal. KKR terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang mengontrol pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal menjadi jaringan adenomatosa dan akhirnya karsinoma kolon melibatkan sejumlah mutasi yang mempercepat pertumbuhan sel. Terdapat dua mekanisme instabilitas genom yang berujung pada kanker kolorektal yakni: Instabilitas kromosom (Krosomal Instability atau CIN); Instabilitas Mikrosatelit (microsatellite instability atau MIN). Instabilitas kormosom merupakan hasil perubahan perubahan besar pada kromosom seperti translokasi, amplifikasi, delesi dan berbagai bentuk kehilangan alel lainnya disertai dengan hilangnya heterozigositas pada DNA yang berdekatan dengan lokasi kelainan-kelainan tersebut.Awal dari proses kejadian KKR yang melibatkan mutasi somatik terjadi pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC). Kelainan pada APC yang sporadik maupun yang familial seperti familial adenomatous polyposis (FAP). Gen APC mengatur kematian sel dan mutasi pada gen ini menyebabkan proliferasi yang selanjutnya berkembang menjadi adenoma. Mutasi pada protooncogene selular K-ras yang biasanya terjadi pada adenoma kolon yang berukuran besar yang akan menyababkan gangguan pertumbuhan sel yang tidak normal. Instabiliats mirosatelit dimana terjadi peningkatan resiko terjadinya mutasi-mutasi noktah( point mutation) yang mempengaruhi satu atau lebih pasangan basa DNAsecara acak sepanjang genom. Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa lingkungan berperan penting pada kejadian kanker kolorektal. Risiko mendapat kanker kolorektal meningkat pada masyarakat yang bermigrasi dari wilayah dengan insiden kanker kolorektal yang rendah ke wilayah risiko tinggi. Hal ini menambah bukti bahwa lingkungan sentrum perbedaan pola makanan berpengaruh pada karsinogenesis. d. Epidemiologi

Secara epidemiologi, kanker kolorektal didunia mencapai urutan ke-4 dalam hal kejadian, dengan jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan dengan perbandingan 19,4% dan 15,3% per 100.000 penduduk. Penyakit tersebut banyak ditemukan di Amerika Utara, Australia, Selandia Baru dan sebagian Eropa. Kejadian beragam di antara berbagai populasi etnik, ras atau populasi multietnik/multirasial. Secara umum didapatkan kejadian kanker kolorektal meningkat tajam setelah usia 50 tahun. Suatu fenomena yang dikaitkan dengan pajanan terhadap berbagai karsinogen dan gaya hidup. Kanker kolorektal adalah penyebab kematian kedua terbanyak dari seluruh pasien kanker di Amerika Serikat. Lebih dari 150.000 kasus baru, terdiagnosis setiap tahunnya di AS dengan angka kematian pertahun mendekati angka 60.000. Di Amerika Serikat umunya ratarata pasien kanker kolorektal adalah berusia 67 tahun dan lebih dari 50% kematian terjadi pada mereka atas 55 tahun. Pada tahun 2002, terdapat lebih dari satu juta kasus kanker kolorektal baru yang menempatkan kanker ini pada urutan ke-3 jenis kanker yang paling sering terjadi didunia. Di seluruh dunia, 95% pria penderita kanker terkena kanker kolorektal sedangkan wanita angkanya mencapai 9,3% dari jumlah total penderita kanker. Diperkirakan lebih dari 50% penderita kanker kolorektal meninggal karena penyakit ini. Pada tahun 2002, lebih dari setengah juta orang meninggal karena kanker kolorektal. Pada pria, kanker kolorektal menempati urutan ketiga sebagai kanker tersering setelah kanker prostat dan kanker paruparu.Sementara pada wanita, kanker ini pun menempati urutan ketiga setelah kanker payudara dan kanker paru-paru. Dari berbagai laporan, di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus kanker kolorektal, meskipun belum ada data pasti. Data di Departemen Kesehatan didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk. Kanker kolorektal adalah kanker yang yang sering di diagnosis dan merupakan penyebab utama ketiga kanker baik pada pria maupun wanita di US, sekitar 141.210 merupakan kasus baru dan 49.380 kematian yang diperkirakan pada tahun 2011. Insidensi dan angka kematian kanker kolorektal meningkat sejalan dengan usia,secara keseluruhan, 90% merupakan kasus baru dan 94% kematian terjadi pada individu yang berusia atau lebih. Insidensi ksnker kolorektal dan angka kematian 35-40% lebih tinggi pria dari pada wanita, hal ini belum secara keseluruhan dapat di mengerti, tetapi mungkin mencerminkan unteraksi yang kompleks antara perbedaan gender terkait dengan paparan hormon dan faktor risiko. Gambaran USG pada Ca colon

Merupakan salah satu imaging diagnostic untuk pemeriiksaan alat-alat tubuh yang mempelajari bentuk, ukuran anatomi, gerakan serta hubungan dengan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan ini bersifat noninvasive, tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita, dapat dilakukan dengan cepat, aman dan data yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik yang tinggi, tidak ada kontraindikasi karena pemeriksaan ini sama sekali tidak memperburuk penyakit penderita. Suatu penyulit yang umum pada pemeriksaan USG disebabkan karena USG tidak amapu menembus bagian badan tertentu. 70% gelombang suara yang mengenai tulang akan dipantulkan dan diperkirakan 25% pemeriksaan di abdomen diperoreh hasil yang kurang memuaskan karena gas dalam usus. USG sulit dilakukan untuk memeriksa kanker dalam kolon. Pada tes ini menggunakan gelombang suara untuk mengambil gambar di bagian dalam tubuh, pola yang tidak normal dari gambar dapat mengindikasikan adanya suatu tumor. Gambar 1. Gambaran USG Colon

Gambar. 1.- We can observe a hypoecoic thickening of the colon wall, whose diameter is of around 15 mm; in addition, the loss of the stratification in layers and the mobility of the intestinal loop are evident.

Daftar Pustaka 1. Sjamsuhidayat; Karnadihardja, W; Rudiman, R; Lukman, K; Ruchiyat, Y; Prabani, C. 2006. Panduan Pengelolaan Adenokarsinoma Kolorektal. PT. Roche Indonesia. 2. Robbins. 2005. Pathologic Basis of Disease.7th Edition. International Edition. Pennsylvania: Elsevier. 3. Murdani Abdullah. Tumor Kolorektal. In: Sudoyo W Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata Marcellus, Setiati Siti, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakutas Kedokteran Universitas Indonesia. 4. American Cancer Society. Cancer Prevention & Early Detection Facts & Figures 2010. Atlanta, GA: American Cancer Society;2010. 5. D. Martnez-Ares, I. Martn-Granizo Barrenechea, J. Souto-Ruzo, J. Yez Lpez, A. Pallars Peral andJ. L. Vzquez-Iglesias. The value of abdominal ultrasound in the diagnosis of colon cancer. REV ESP ENFERM DIG 2005; 97(12): 877-886

Anda mungkin juga menyukai