Anda di halaman 1dari 15

Profil Potensi Investasi Provinsi Sulawesi Utara

1. Geografi, Administrasi dan Demografi Provinsi Sulawesi Utara terbentang antara 030 - 535 Lintang Utara dan 12330 - 12700 Bujur Timur. Ibu kota Sulawesi Utara adalah Manado dengan batas-batas administrasi, yaitu sebelah utara Negara Philipina dan Laut Pacific, sebelah barat yaitu Provinsi Gorontalo, sebelah selatan yaitu Teluk Tomini dan sebelah timur yaitu Laut Maluku. Luas seluruh wilayah Provinsi Sulawesi Utara mencapai 15,272.18 km2. Secara fisik wilayah ini terdiri atas wilayah daratan dan wilayah kepulauan dengan garis pantai kurang lebih 1,837 km. Secara administratif (sampai dengan tahun 2008) Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 9 daerah otonom, masing-masing 6 kabupaten dan 3 kota, yaitu Kabupaten Bolang Mongondow, Minahasa, Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Kepulauan Sangihe, Kepulauan Talaud, Kota Bitung, Kota Manado dan Kota Tomohan. Kabupaten terluas adalah Bolang Mongondow (8,358.04 km2) dan yang terkecil adalah kota Manado (157.25 km2). Perekonomian Sulawesi Utara terletak relatif dekat dengan kawasan Pasifik yang sedang dan akan semakin pesat perkembangan perekonomiannya saat ini yang dilengkapi dengan fasilitas prasarana bandara internasional dan pelabuhan laut yang sudah memiliki akses cukup luas, baik untuk transportasi domestik maupun internasional. Keunggulan posisi strategis Sulawesi Utara dengan ditunjang oleh sejumlah prasarana dan sarana yang cukup memadai, merupakan modal dasar yangharus dikelola secara optimal agar dapat berperan dalam memacu percepatan pembangunan di Provinsi Sulawesi Utara di era perdagangan bebas/AFTA. Nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan dalam setahun oleh para pelaku ekonomi di Sulawesi Utara yang tercermin
PROFIL POTENSI INVESTASI PROVINSI SULAWESI UTARA

dari PDRB untuk tahun 2008 mencapai Rp 15.76 triliun (HB) dan Rp 12.17 triliun (HK). Dilihat dari sisi penawaran, lokomotif pertumbuhan PDRB Sulawesi Utara terutama disumbangkan oleh sektor pertanian sebesar 26.45 persen, kemudian diikuti oleh sektor angkutan dan komunikasi sebesar 17.14 persen, sektor jasa-jasa 13.98 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 13.39 persen, sektor bangunan 10.62 persen, selanjutnya untuk sektor industri pengolahan. Dilihat dari sisi permintaan, kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Sulawesi Utara masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga dan share 59.04 persen. Perkembangan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan II 2008 cukup menggembirakan, tercermin dari laju pertumbuhan tahunan yang mencapai angka 4.51 persen atau secara triwulan 8.11 persen. 2. Sarana dan Prasarana Penunjang Investasi o Transportasi Darat Untuk menunjang mobilitas penduduk di darat, saat ini Provinsi Sulawesi Utara memiliki 12 buah terminal Bis yang representatif dan tersebar di 9 kabupaten/kota. Pada tahun 2008, kinerja tingkat pelayanan jalan nasional adalah kondisi jalan mantap 70.80 persen, tidak mantap 27.93 persen dan kritis 1.37 persen, sedangkan jalan provinsi kondisi jalan mantap 43.65 persen, tidak mantap 49.23 persen dan jalan kritis 7.12 persen. o Transportasi Laut Saat ini jumlah pelabuhan laut di Sulawesi Utara telah mencapai 13 buah terdiri atas Pelabuhan Laut Bitung yang merupakan pelabuhan internasional, Pelabuhan Manado, Pelabuhan Peta, Pelabuhan Likupang, Pelabuhan Siau, Tahuna, Lirung, Melonguane, Mangaran, Kawaluso, Karatung, Miangas dan Marore. Disamping itu, terdapat 4 buah pelabuhan penyebrangan (ferry). Transportasi Udara Melalui berbagai langkah/upaya pembangunan di Provinsi Sulawesi Utara, sampai saat ini telah memiliki 3 buah pelabuhan

PROFIL POTENSI INVESTASI PROVINSI SULAWESI UTARA

udara, yaitu Bandar Udara Sam Ratulangi Manado (Bandara Internasional), Bandar Udara Naha dan Bandar Udara Melonguane (keduanya merupakan bandara lokal). Bandar Udara Sam Ratulangi Manado saat ini melayani penerbangan luar negeri dengan rute penerbangan ManadoDavao dan Manado- Singapura. o Energi Perkembangan kapasitas terpasang dan daya mampu pembangkit dalam kurun waktu tahun 1996-2001 masing-masing rata-rata 3.12 persen dan 3.64 persen. Saat ini sistem prasarana energi listrik di Sulawesi Utara dilayani oleh PT. PLN Wilayah VII yang bertanggung jawab dalam penyediaan energi listrik untuk melayani kebutuhan masyarakat Sulawesi Utara, baik untuk masyarakat maupun untuk kegiatan-kegiatan produksi.

3. Industri Kelapa Terpadu 3.1. Prospek Pasar Industri Kelapa Terpadu adalah industri pengolahan kelapa yang menghasilkan antara lain: Serat Kelapa (Coco Fiber), Tepung Kelapa, Santan Kelapa, Arang Briket, dan Nata de Coco. Neraca perdagangan tepung kelapa sebagai produk utama dari industri pengolahan kelapa terpadu menunjukkan rata-rata surplus yang besar setiap tahunnya (28,904,421 USD). Hal tersebut menunjukkan pasar luar negeri yang cukup baik untuk komoditas ini yang trend ekspornya terus meningkat. Disamping tepung kelapa, Serat Kelapa sebagai salah satu hasil pengolahan kelapa terpadu memiliki prospek pasar dalam negeri yang baik. Hal ini ditunjukkan oleh neraca perdagangan serat kelapa selama lima tahun (2004 2008) yang terlihat negatif, dengan nilai rata-rata selama lima tahun sebesar 13,229,883 USD. Dengan demikian, komoditas Coco Fiber cukup potensial untuk dikembangkan karena memiliki prospek pasar dalam negeri yang baik.

PROFIL POTENSI INVESTASI PROVINSI SULAWESI UTARA

3.2. Ketersediaan Bahan Baku Potensial Produksi kelapa Provinsi Sulawesi Utara sebesar 276,679 Ton/Tahun (Provinsi Sulawesi Utara dalam Angka, 2008, diolah). Sementara itu, di provinsi ini dijumpai 14 unit Industri Kelapa Terpadu. Apabila tiap unit Industri Kelapa Terpadu menyerap bahan baku sebesar 2,057 Ton/Tahun, maka jumlah bahan baku yang terserap sebanyak 40,457 Ton/Tahun. Dengan demikian jumlah bahan baku potensial yang tersedia di wilayah ini sebanyak 236,222 Ton/Tahun.

PROFIL POTENSI INVESTASI PROVINSI SULAWESI UTARA

3.3. Lokasi Pengembangan Lokasi pengembangan ditetapkan berdasarkan Kota/Kabupaten sentra produksi bahan baku dari industri yang akan dikembangkan. Berdasarkan daerah sentra produksi tersebut, Industri Kelapa Terpadu di Sulewesi Utara dapat dikembangkan di Kabupaten Minahasa Selatan, Minahasa Utara, dan Bolaang Mongondow, dengan produksi bahan baku kelapa masing-masing sebesar 89,733;44,014; dan 64,607 Ton/Tahun. 3.4. Kebutuhan dan Ketersediaan Tenaga Kerja Industri Kelapa Terpadu membutuhkan tenaga kerja sebanyak 700 orang/unit industri. Sementara itu jumlah pencari kerja terdaftar di Sulawesi Utara tahun 2008 sebanyak 1,503 orang (Depnakertrans, 2008). Dengan demikian kebutuhan tenaga kerja untuk pengembangan industri ini cukup tersedia.

PROFIL POTENSI INVESTASI PROVINSI SULAWESI UTARA

3.5. Nilai Investasi dan Kelayakan Finansial Secara umum untuk membangun satu unit industri kelapa terpadu diperlukan investasi sebesar Rp. 6,211,463,500,- atau 621,146.3 US$. Analisis Investasi Industri Kelapa dengan asumsi luas lahan 50 ha Net Present Value Internal Rate Return Laba bersih rata-rata Benefit Cost Ratio Pay Back Period ICOR ILOR Discount Rate ROI : Rp. 70.400.000.000 : 21,5% : Rp. 50.100.000 per tahun : 1,30 : 5,3 tahun : 3,60 : 9,50 : 10 % (selama 25 tahun) : 34,4

Dari analisis diatas terlihat bahwa usaha pengolahan kelapa layak dilakukan pada tingkat suku bunga komersial (15 %), dimana terlihat nilai NPV nya positif, nilai B/C rationya 1.3 artinya investasi ini mempunyai manfaat sebesar 1.3 terhadap pendapatan yang diperoleh, nilai IRR 21,5 % artinya kegiatan investasi/usaha pengolahan kelapa masih layak dilakukan sampai dengan suku bunga 21,5 %. Nilai Payback Period sebesar 5,3 artinya seluruh biaya kegiatan investasi dapat dikembalikan dalam jangka waktu 5,3 tahun . Sedangkan ICOR 3,60 mengindikasikan bahwa Misalnya target pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai 6 persen, dengan ICOR 3,6 berarti kebutuhan tingkat investasi dalam persentase terhadap PDB yang dibutuhkan untuk mencapai target pertumbuhan 6 persen adalah 21,6 persen dari PDB. Nilai ICOR suatu sektor bila berada di bawah 4

PROFIL POTENSI INVESTASI PROVINSI SULAWESI UTARA

mengindikasikan investasi pada sektor tersebut akan cukup efisien, Nilai Indeks ILOR sangat tergantung pada kebijakan ekonomi pemerintah berkaitan dengan aspek ketenagakerjaan. Hal ini berkaitan dengan pilihan kebijakan apakah industri yang akan dikembangkan bersifat padat karya (labor intensive) atau padat modal (capital intensive). Semakin tinggi nilai ILOR maka semakin besar kebutuhan tenaga kerja. Sedangkan nilai ROI (return on investment) yaitu prosentase (%) dari manfaat atas perbandingan dari biaya yang akan dikeluarkan. Dengan nilai 34,4 maka kegiatan pengolahan kelapa tersebut sangat layak. 3.6. Pelaku Usaha Berdasarkan data Departemen Perindustrian (2008), di Provinsi Sulawesi Utara terdapat 14 perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan berbahan baku kelapa.

4. Industri Pengalengan Ikan 4.1. Peluang Pasar Komoditas Pengalengan Ikan memiliki prospek pasar yang baik. Selama lima tahun (2004 2008) neraca perdagangannya terlihat positif dengan nilai rata-rata sebesar 104,159,180 USD. Hal ini menunjukkan peluang pasar luar negeri (ekspor) yang masih terbuka luas. Dengan demikian, Komoditas Pengalengan Ikan masih sangat potensial untuk dikembangkan. 4.2. Ketersediaan Bahan Baku Potensial Produksi ikan di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 192,152 Ton/Tahun (Provinsi Sulawesi Utara dalam Angka, 2008, diolah). Sementara itu, di provinsi ini dijumpai 3 unit Industri Pengalengan Ikan dan 10 unit industri ikan beku. Apabila tiap unit Industri Pengalengan Ikan menyerap bahan baku sebesar
PROFIL POTENSI INVESTASI PROVINSI SULAWESI UTARA

3,000 ton/ tahun, maka jumlah bahan baku yang terserap sebanyak 39,000 ton/tahun. Dengan demikian, di daerah ini tersedia bahan baku ikan untuk pengalengan ikan sebanyak 153,152 ton/tahun. 4.3. Lokasi Pengembangan Lokasi pengembangan ditetapkan berdasarkan Kota/Kabupaten sentra produksi bahan baku industri yang akan dikembangkan. Berdasarkan hal tersebut, Industri Pengalengan Ikan di Sulewesi Utara dapat dikembangkan di Kota Bitung, Minahasa Selatan, dan Bolaang Mongondow, dengan produksi bahan baku sebesar 133,571; 9,007; dan 13,789 ton/tahun. 4.4. Kebutuhan dan Ketersediaan Tenaga Kerja Industri Pengalengan Ikan membutuhkan tenaga kerja sebanyak 125 orang/unit industri. Sementara itu jumlah pencari kerja terdaftar di Sulawesi Utara tahun 2008 sebanyak 1,503 orang (Depnakertrans, 2008). Dengan demikian kebutuhan tenaga kerja untuk mengembangan industri ini cukup tersedia.

PROFIL POTENSI INVESTASI PROVINSI SULAWESI UTARA

4.5

Nilai Investasi dan Kelayakan Finansial Secara umum untuk membangun satu unit industri pengalengan ikan diperlukan investasi sebesar Rp. 98,964,256,000,- atau 9,896,425.6 US$.

4.6. Pelaku Usaha Berdasarkan data Departemen Perindustrian (2008), di Provinsi Sulawesi Utara terdapat 13 perusahaan yang bergerak di bidang industri berbahan baku Ikan.

5. Industri Ikan Beku 5.1. Prospek Pasar Komoditas Ikan Beku memiliki prospek pasar yang baik. Selama lima tahun (2004 2008) yang menunjukkan nilai positif, dengan nilai rata-rata sebesar 411,017,281 USD. Hal ini menunjukkan peluang pasar luar negeri (ekspor) yang masih terbuka luas. Dengan demikian, Komoditas ikan beku masih sangat potensial untuk dikembangkan. 5.2. Ketersediaan Bahan Baku Potensial Produksi ikan di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 192,152 Ton/Tahun (Provinsi Sulawesi Utara dalam Angka, 2008, diolah). Sementara itu, di provinsi ini dijumpai 10 unit industri ikan beku dan 3 unit pengalengan ikan. Apabila tiap unit industri ikan beku dan pengalengan ikan menyerap bahan baku sebesar 3,000 ton/ tahun, maka jumlah bahan baku yang terserap sebanyak 39,000 ton/tahun. Dengan demikian potensi bahan baku yang tersedia di wilayah ini sebanyak 153,152 ton/tahun. 5.3. Lokasi Pengembangan

PROFIL POTENSI INVESTASI PROVINSI SULAWESI UTARA

Lokasi pengembangan ditetapkan berdasarkan Kota/Kabupaten sentra produksi bahan baku dari industri yang akan dikembangkan. Berdasarkan hal tersebut, Industri Pengalengan Ikan di Sulewesi Utara dapat dikembangkan di Kota Bitung, Kabupaten Minahasa Selatan, dan Bolaang Mongondow, dengan produksi bahan baku sebesar 133,571; 9,007; dan 13,789 ton/tahun. 5.4. Kebutuhan dan Ketersediaan Tenaga Kerja Industri ikan beku membutuhkan tenaga kerja sebanyak 78 orang/unit industri. Sementara itu jumlah pencari kerja terdaftar di Sulawesi Utara tahun 2008 sebanyak 1,503 orang (Depnakertrans, 2008). Dengan demikian kebutuhan tenaga kerja untuk pengembangan industri ini cukup tersedia.

5.5. Nilai Investasi dan Kelayakan Finansial Secara umum untuk membangun satu unit industri ikan beku diperlukan investasi sebesar Rp. 35,567,458,000 atau 3,556,745.8 US$. 5.6. Pelaku Usaha Berdasarkan data Departemen Perindustrian (2008), di Provinsi Sulawesi Utara terdapat 10 perusahaan industri Ikan Beku dan 3 perusahaan industri Pengalengan Ikan. 6. Industri Tepung Ikan 6.1. Prospek Pasar Tepung Ikan merupakan salah satu bahan baku industri pakan ternak. Prospek pasar dalam negeri industri tepung ikan sangat baik. Selama lima tahun (2004 2008) rata-rata nilainya negatif sebesar 15,663,955.8 USD. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan dalam negeri belum terpenuhi sehingga peluang pasar dalam negeri yang masih terbuka luas. 6.2. Ketersediaan Bahan Baku Potensial
PROFIL POTENSI INVESTASI PROVINSI SULAWESI UTARA

10

Produksi ikan di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 192,152 Ton/Tahun (Provinsi Sulawesi Utara dalam Angka, 2008, diolah). Di provinsi ini belum terdapat industri tepung ikan, namun terdapat 10 unit industri ikan beku dan 3 unit pengalengan ikan. Apabila tiap unit industri ikan beku dan pengalengan ikan menyerap bahan baku sebesar 3,000 ton/ tahun, maka jumlah bahan baku yang terserap sebanyak 39,000 ton/tahun. Dengan demikian potensi bahan baku yang tersedia di wilayah ini sebanyak 153,152 ton/tahun. Lokasi Pengembangan Lokasi pengembangan industri ditetapkan berdasarkan Kota/Kabupaten sentra produksi bahan baku dari industri yang akan dikembangkan. Berdasarkan hal tersebut, Industri Tepung Ikan di Sulewesi Utara dapat dikembangkan di Kota Bitung, Kabupaten Minahasa Selatan, dan Bolaang Mongondow dengan produksi bahan baku masing-masing 133,571; 9,007; 13,789 Ton/Tahun. 6.3. Kebutuhan dan Ketersediaan Tenaga Kerja Industri Tepung Ikan membutuhkan tenaga kerja sebanyak 78 orang/unit industri. Sementara itu jumlah pencari kerja terdaftar di Sulawesi Utara tahun 2008 sebanyak 1,503 orang (Depnakertrans, 2008). Dengan demikian kebutuhan tenaga kerja untuk mengembangan industri ini cukup tersedia. 6.4. Nilai Investasi dan Kelayakan Finansial Secara umum untuk membangun satu unit industri tepung ikan diperlukan investasi sebesar Rp. 2,484,942,000 atau 248,494.2 US$. 6.5. Pelaku Usaha Berdasarkan data Departemen Perindustrian (2008), di Provinsi Sulawesi Utara belum ada perusahaan yang bergerak di bidang Industri Tepung Ikan. Namun, terdapat 10 perusahaan industri Ikan Beku dan 3 perusahaan industri Pengalengan Ikan.
PROFIL POTENSI INVESTASI PROVINSI SULAWESI UTARA

11

7. Industri Minyak Atsiri 7.1. Prospek Pasar Komoditas Minyak Atsiri memiliki prospek pasar yang baik. Selama lima tahun (2001 2005) neraca perdagangannya terlihat positif dengan nilai rata-rata sebesar 47,454,475 USD. Hal ini menunjukkan peluang pasar luar negeri (ekspor) yang masih terbuka luas. Dengan demikian, komoditas minyak atsiri masih sangat potensial untuk dikembangkan. 7.2. Ketersediaan Bahan Bakum Potensial Produksi Cengkeh, sebagai bahan baku Minyak Atsiri, di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 15,740 ton/tahun (Provinsi Sulawesi Utara dalam Angka, 2004, diolah). Sementara itu, di provinsi ini tidak dijumpai Industri Minyak Atsiri. Dengan demikian jumlah bahan baku potensial yang tersedia untuk industri ini sebanyak 15,740 ton/tahun. 7.3. Lokasi Pengembangan Lokasi pengembangan ditetapkan berdasarkan Kota/Kabupaten sentra produksi bahan baku dari industri yang akan dikembangkan. Berdasarkan hal ini, Industri Minyak Atsiri di Sulewesi Utara dapat dikembangkan di Kabupaten Minahasa dengan potensi bahan baku sebesar 5,823 ton/tahun; Kabupaten Minahasa Selatan dengan potensi bahan baku sebesar 3,450 ton/tahun; dan Kabupaten Bolaang Mongondow dengan potensi bahan baku sebesar 4,068 ton/ tahun. 7.4. Kebutuhan dan Ketersediaan Tenaga Kerja Industri Minyak Atsiri membutuhkan tenaga kerja sebanyak 54 orang/unit industri. Sementara itu jumlah pencari kerja terdaftar di Sulawesi Utara tahun 2008 sebanyak 1,503 orang (Depnakertrans, 2008). Dengan demikian kebutuhan tenaga kerja untuk mengembangan industri ini cukup tersedia.
PROFIL POTENSI INVESTASI PROVINSI SULAWESI UTARA

12

7.5. Nilai Investasi dan Kelayakan Finansial Secara umum untuk membangun satu unit industri minyak atsiri diperlukan investasi sebesar Rp. 329,274,000 atau 32,927 US$.

7.6. Pelaku Usaha Berdasarkan data Departemen Perindustrian (2008), di Provinsi Sulawesi Utara tidak ada perusahaan yang bergerak di bidang industri Minyak Atsiri. 8. Industri Pengolahan Kopi 8.1. Prospek Pasar Komoditas Kopi Olahan memiliki prospek pasar yang baik. Selama lima tahun (2004 2008) neraca perdagangannya terlihat positif dengan nilai rata-rata sebesar 276,412,023 USD. Hal ini menunjukkan peluang pasar luar negeri (ekspor) yang masih terbuka luas. Dengan demikian, komoditas kopi olahan masih sangat potensial untuk dikembangkan. 8.2 Ketersediaan Bahan Baku Potensial Produksi kopi di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 8,886 ton/tahun (Provinsi Sulawesi Utara dalam Angka, 2008,diolah). Sementara itu, di provinsi ini dijumpai 3 unit Industri Kopi Olahan. Apabila tiap unit Industri Kopi Olahan menyerap bahan baku sebesar 1,440 ton/ tahun, maka jumlah bahan baku yang terserap sebanyak 4,320 ton/tahun. Dengan demikian jumlah bahan baku potensial yang tersedia sebanyak 4,566 ton/tahun.

8.3. Lokasi Pengembangan Lokasi pengembangan ditetapkan berdasarkan Kota/Kabupaten sentra produksi bahan baku dari industri yang akan dikembangkan. Berdasarkan hal ini,Industri Kopi Olahan di Sulewesi Utara dapat dikembangkan di Kabupaten
PROFIL POTENSI INVESTASI PROVINSI SULAWESI UTARA

13

Minahasa dan Kota Manado dengan produksi bahan baku masing-masing sebesar 2,350 dan 1,563 Ton/Tahun. 8.4. Kebutuhan dan Ketersediaan Tenaga Kerja Industri Kopi Olahan membutuhkan tenaga kerja sebanyak 60 orang/unit industri. Sementara itu jumlah pencari kerja terdaftar di Sulawesi Utara tahun 2008 sebanyak 1,503 orang (Depnakertrans, 2008). Dengan demikian kebutuhan tenaga kerja untuk mengembangan industri ini cukup tersedia. 8.5. Nilai Investasi dan Kelayakan Finansial Secara umum untuk membangun satu unit industri kopi olahan diperlukan investasi sebesar Rp. 3,042,843,000 atau 304,284.3 US$. 8.6. Pelaku Usaha Berdasarkan data Departemen Perindustrian (2008), di Provinsi Sulawesi Utara terdapat 3 perusahaan yang bergerak di bidang Industri Kopi Olahan. 9. Industri Minyak Kelapa 9.1 Prospek Pasar Komoditas Minyak Kelapa memiliki prospek pasar yang baik. Selama lima tahun (2004 2008) neraca perdagangannya terlihat positif dengan nilai rata-rata sebesar 218,659,959.6 USD. Nilai positif neraca perdagangan juga menunjukan kecenderungan yang semakin meningkat. Hal ini menunjukan peluang pasar luar negeri (ekspor) yang masih terbuka luas. Dengan demikian, komoditas minyak kelapa masih sangat potensial untuk dikembangkan. 9.2. Ketersediaan Bahan Baku Potensial Produksi kelapa Provinsi Sulawesi Utara sebesar 276,679 Ton/Tahun (Provinsi Sulawesi Utara dalam Angka, 2008, diolah). Sementara itu, di provinsi ini terdapat industri berbahan baku kelapa sebanyak 14 unit yang menyerap bahan
PROFIL POTENSI INVESTASI PROVINSI SULAWESI UTARA

14

baku sebesar 40,457 ton/tahun. Dengan demikian jumlah bahan baku potensial yang tersedia sebanyak 236,222 ton/ tahun. 9.3. Lokasi Pengembangan Lokasi pengembangan ditetapkan berdasarkan Kota/Kabupaten sentra produksi bahan baku dari industri yang akan dikembangkan. Berdasarkan hal ini, Industri Minyak Kelapa di Sulewesi Utara dapat dikembangkan di Kabupaten Minahasa Selatan, Minahasa Utara, dan Bolaang Mongondow dengan produksi bahan baku masing-masing sebesar 89,733; 44,014; dan 64,607 ton/tahun. 9.4. Kebutuhan dan Ketersediaan Tenaga Kerja Industri Minyak Kelapa membutuhkan tenaga kerja sebanyak 200 orang/unit industri. Sementara itu jumlah pencari kerja terdaftar di Sulawesi Utara tahun 2008 sebanyak 1,503 orang (Depnakertrans, 2008). Dengan demikian kebutuhan tenaga kerja untuk mengembangan industri ini cukup tersedia. Nilai Investasi dan Kelayakan Finansial Secara umum untuk membangun satu unit industri minyak kelapa diperlukan investasi sebesar Rp. 1,759,602,000 atau 175,960.2 US$. 9.5. Pelaku Usaha Berdasarkan data Departemen Perindustrian (2008), di Provinsi Sulawesi Utara terdapat 6 unit Industri Minyak Kelapa dan 8 unit industri kelapa terpadu, yang sama-sama menggunakan bahan baku kelapa..

PROFIL POTENSI INVESTASI PROVINSI SULAWESI UTARA

15

Anda mungkin juga menyukai