Anda di halaman 1dari 14

Sindrom Nefrotik A. Pengertian Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia.

Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 1997). Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat ( Mansjoer Arif, dkk. 1999). Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004). Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001). B. Etiologi Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi : 1. Sindrom nefrotik bawaan Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. 2. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid. Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis vena renalis.

Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik. 3. Sindrom nefrotik idiopatik Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi : 1. Kelainan minimal Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus. 2. Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik. 3. Glomerulonefritis proliferatif Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Dengan penebalan batang lobular. Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular. Dengan bulan sabit ( crescent) Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk. Glomerulonefritis membranoproliferatif Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk. Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.

4. Glomerulosklerosis fokal segmental Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk. C. Patofisiologi Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.7 Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya -glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.8 Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial. Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill.3 Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia.

Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia. Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.3 D. GEJALA KLINIS Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerahdaerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).9 Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.9 Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau

edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.9 Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.9 Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu. 9 Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah sembab, didapatkan pada 95% penderita. Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat. Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.2 Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.9

Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.1,5 Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM. Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal. PROTOKOL PENGOBATAN International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.10 A. Sindrom nefrotik serangan pertama 1. Perbaiki keadaan umum penderita : a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin konsentrat. c. Berantas infeksi. d. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi. e. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi. 2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari. B. Sindrom nefrotik kambuh (relapse) 1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan. 2. Perbaiki keadaan umum penderita. C. Penatalaksanaan Terapeutik 1. berat 2. 3. 4. 5. kurang 6. program Terapi prednison dgn dosis 2 mg/kg/hari sesuai Pembatasan sodium jika anak hipertensi Antibiotik untuk mencegah infeksi Terapi diuretik sesuai program Terapi albumin jika intake anak dan output urin Diit tinggi protein, diit rendah natrium jika edema

D. Pathways
Idiopatik Sekunder Bawaan Fokal Segmental

Sindrom Nefrotik

Kurang informasi

Gangguan pembentukan glomerulus

MK : Kurang pengetahuan tentang penyakit

Albumin melewati membran bersama urine

Hpoalbuminemia

T ekanan koloid turun, tekanan hidrostatik naik

Retensio cairan di rongga perut

Cairan masuk ke ekstra seluler

Asites

Retensio cairan seluruh tubuh

Gangguan citra tubuh

Edema anasarka Menekan diafragma Ekspansi otot pernapasan tidak optimal Nafas tidak adekuat Menkan isi perut Gangguan imobilisasi Mual muntah Penekanan terlalu dalam pada tubuh MK : Gangguan cairan dan elektrolit

Nafsu makan turun

MK : Gangguan pola napas

MK : Ganguan nutrisi kurang dari kebutuhan

Pengiriman nutrisi dan O2 ke jaringan turun

Hipoksia jaringan Kondisi lemah Daya tahan tubuh turun

MK : Gangguan tumbuh kembang

MK : Gangguan mobilitas fidsik

MK : Resiko infeksi

MK : Kerusakan integritas kulit

MK : Ganguan perfusi jaringan

Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Sindroma Nefrotik A. Pengkajian 1. Keadaan umum : 2. Riwayat : Identitas anak: nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll. Riwayat kesehatan yang lalu: pernahkah sebelumnya anak sakit seperti ini? Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami, imunisasi, hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan. Pola kebiasaan sehari hari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola istirahat tidur, aktivitas atau bermain, dan pola eliminasi. 3. Riwayat penyakit saat ini: Keluhan utama Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan. Alasan masuk rumah sakit Faktor pencetus Lamanya sakit 4. Pengkajian sistem Pengkajian umum : TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada (terkait dgn Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada tidaknya cyanosis, diaphoresis. Sistem pernafasan : kaji pola bernafas, adakah wheezing atau ronki, retraksi dada, cuping hidung. edema ).

Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku ( mood, kemampuan intelektual,proses pikir ), sesuaikah dgn tumbang? Kaji pula fungsi sensori, fungsi pergerakan dan fungsi pupil. Sistem air besar. gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya

hepatomegali / splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan buang Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.

Pengkajian keluarga Anggota keluarga Pola komunikasi Pola interaksi Pendidikan dan pekerjaan Kebudayaan dan keyakinan Fungsi keluarga dan hubungan 5. dapat Pemeriksaan penunjang Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), disertai hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal. B. Diagnosa Keperawatan 1. Kelebihan volume cairan b/d retensi sodium dan air. 2. Gangguan integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi. 3. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan 4. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d hospitalisasi pada anak. C. Intervensi Keperawatan 1. Gangguan volume cairan : lebih kebutuhan tubuh berhubungan dengan akumulasi cairan pada jaringan tubuh. dari

Tujuan : Gejala akumulasi cairan tidak terjadi Kriteria. hasil : Tidak ada edema

Intervensi : 1. Kaji intake dan output cairan Rasional : perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan. 2. Timbang berat badan setiap hari Rasional : untuk mengkaji adanya retensi 3. Kaji perubahan edema : Ukur lingkar lingkar abdomen Rasional : untuk mengkaji adanya acites Memonitor edema di sekitar mata dan daerah edema lainnya Catat adanya pitting jika ada Catat warna dan texture dari kulit 4. Pantau infus intra vena Rasional : Untuk mempertahankan masukan yang diresepkan 5. Berikan kortikosteroid sesuai ketentuan Rasional : Untuk mengurangi ekskresi protein dalam urine 6. Kolaborasi pemberian diuretik jika di instruksikan Rasional : Untuk mengurangi edema

2. Tujuan

Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh.

Kulit anak tidak menunjukkan adanya kerusakan integritas : kemerahan atau iritasi Intervensi 1. Berikan perawatan kulit Rasional : memberikan kenyamanan pada anak dan mencegah kerusakan kulit 2. Hindari pakaian ketat Rasional : dapat mengakibatkan area yang menonjol tertekan 3. Bersihkan dan bedaki permukaan kulit beberapa kali sehari Rasional : untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit karena gesekan dengan alat tenun 4. Topang organ edema, seperti skrotum Rasional : unjtuk menghilangkan aea tekanan

5. Ubah posisi dengan sering ; pertahankan kesejajaran tubuh dengan baik Rasional : karena anak dengan edema massif selalu letargis, mudah lelah dan diam saja 6. Gunakan penghilang tekanan atau matras atau tempat tidur penurun tekanan sesuai kebutuhan Rasional : untuk mencegah terjadinya ulkus 3. Tujuan Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal Intervensi : 1. Beri diet yang bergizi Rasional : membantu pemenuhan nutrisi anak dan meningkatkan daya tahan tubuh anak 2. Batasi natrium selama edema dan trerapi kortikosteroid Rasinal : asupan natrium dapat memperberat edema usus yang menyebabkan hilangnya nafsu makan anak 3. Beri lingkungan yang menyenangkan, bersih, dan rileks pada saat makan Rasional : agar anak lebih mungkin untuk makan 4. Beri makanan dalam porsi sedikit pada awalnya Rasional : untuk merangsang nafsu makan anak 5. Beri makanan spesial dan disukai anak Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan 6. Beri makanan dengan cara yang menarik Raional : untuk menrangsang nafsu makan anak Perubahan nutrisi ; kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan

DAFTAR PUSTAKA

Suryadi dan Yuliani, Rita. 2001. Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung Seto. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1. Media Aesculapius. Wong,L. Donna, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4, EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai