Anda di halaman 1dari 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Epidemiologi Kanker kepala dan leher ditemukan hanya 4 % dari seluruh keganasan yang ditemukan. Diperkirakan hampir 13.000 orang dari 41.000 penderita kanker kepala dan leher di Amerika Serikat meninggal setiap tahunnya. Sedangkan di berbagai Negara lainnya, angka kematian akibat kanker kepala dan leher hampir sama di setiap Negara Kanker ini lebih banyak ditemukan pada pria dengan perbandingan pria dan wanita adalah 2:1.4 Seperti kanker kepala leher lainnya rata-rata kejadian dari kanker tonsil sangat bervariasi di seluruh dunia dan bahkan di dalam populasi. Populasi kulit hitam di AS memiliki tingkat insiden yang lebih tinggi dibandingkan kulit putih dan Hispanik di seluruh negera. Di sebagian besar benua

Menariknya, di Hong-Kong dan di Taiwan, tempat-tempat dengan pengaruh barat yang besar, didapatkan 6 sampai 12 kali lebih tinggi daripada di Beijing. Di India, dengan tingkat tinggi kanker oral, tingkat kejadian kanker tonsil masing-masing adalah antara 0,8 dan 2,8 pada pria dan 0,2 dan 0,5 pada wanita. Satu-satunya tempat dari seluruh dunia di mana wanita memiliki insiden lebih tinggi daripada laki-laki berada di Filipina dan di Vietnam. Menariknya, ini juga benar untuk penduduk Filipina yang ada di Kalifornia. 5 Di Eropa, tingkat insiden menunjukkan variasi yang besar dengan variabilitas intra nasional dibeberapa negara. Tingkat tertinggi terlihat di bagian Perancis, di Somme, dimana tingkat pria setinggi 6,4 dan bagi perempuan 0,8. Di Swedia dengan standarisasi umur adalah 0,9 untuk pria dan 0,3 untuk perempuan.5 Beberapa penelitian telah menilai perubahan kejadian kanker tonsil dari waktu ke waktu di berbagai belahan dunia. Frisch dan perguruan tinggi menggunakan program SEER untuk menilai adanya perubahan dalam kejadian kanker tonsil antara 1973-1995 dan menemukan besar tiap tahunan meningkat pada pria (2,7% pada kulit hitam dan 1,9% dalam putih), sementara tidak ada kenaikan serupa terlihat pada kanker oral lainnya. Di Finlandia di mana mereka memiliki registri kanker secara nasional yang mencakup seluruh penduduk. Syrjanen menyelidiki kecenderungan waktu dan menemukan peningkatan 2 kali lipat pada kanker tonsil dalam 40 tahun terakhir pada laki-laki dan perempuan.5

angkanya cenderung lebih tinggi pada laki-laki dari pada wanita dengan rasio 2:1 5:1. Pada tahun 1993 1997 SEER, Surveillance Epidemiology and End Result, meliputi sekitar 14% dari penduduk AS pada semua usia tingkat kejadian kanker tonsil dalam kulit putih adalah 1,4 untuk pria dan 0,4 untuk perempuan. Untuk kulit hitam rata-rata adalah 2,9 dan 0,6 per 100 000 orang tiap tahun.5 Sebaliknya, di Cina, tingkat kanker tonsil umumnya rendah, misalnya di Beijing dimana masing-masing persentasenya adalah 0,1 untuk pria dan 0,0 untuk perempuan.
5

2.2 Anatomi Tonsila Palatina Tonsil palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris di kedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsil palatina lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan di permukaan medial terdapat kripta. Kripta tonsil berbentuk saluran tidak sama panjang dan masuk ke bagian dalam jaringan tonsil. Umumnya berjumlah 8-20 buah dan kebanyakan terjadi penyatuan beberapa kripta. Permukaan kripta ditutupi oleh epitel yang sama dengan epitel permukaan medial tonsil. Saluran kripta ke arah luar biasanya bertambah luas; hal ini membuktikan asalnya dari sisa perkembangan kantong brakial II. Secara klinik kripta dapat merupakan sumber infeksi, baik lokal maupun umum karena dapat terisi sisa makanan, epitel yang terlepas, kuman. Permukaan lateral tonsil yang tersembunyi ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat disebut kapsul; walaupun para ahli anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para pakar klinik menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil. Plika triangularis atau plika retrotonsilaris atau plika transversalis merupakan strukturn normal yang telah ada sejak masa embrio. Plika triangularis terletak di antara pangkal lidah dengan bagian anterior kutub bawah tonsil dan merupakan serabut yang berasal dari oto palatofaringeus. Fossa tonsil atau sinus tonsil yang di dalamnya terletak tonsil palatina, dibatasi oleh otot-otot orofaring: 1) Batas anterior adalah otot palatoglossus, disebut plika anterior, 2) Batas posterior adalah otot palatofaringeus, disebut plika posterior,

3) Batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Plika anterior berbentuk seperti kipas di rongga mulut, mulai dari palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Plika posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum mole, tuba Eustachius dan dasar tengkorak. ke arah bawah meluas hingga dinding lateral esofagus.1

Gambar : Anatomi dari region tonsil.1 Plika anterior dan plika posterior ini bersatu di atas di palatum mole. Ke arah bawah berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring. Di bagian atas fossa tonsil terdapat ruangan yang disebut fossa supratonsil. Ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh fossa tonsil. Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a.karotis eksterna yaitu: a. maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris
2

dan a. palatina asenden, a.maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a. palatine desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal, dan a. faringeal asenden. Arteri tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m.konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden, mengirimkan cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil.6 Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatine desenden atau a. palatina posterior atau lesser palatine artery memberi vaskularisasi tonsil dan palatum mole dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran getah bening dari daerah tonsil menuju ke rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah m. sternokleidomastoideus. Selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktuli torasikus. Infeksi dapat menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah bening. Inervasi tonsil bagian atas berasal dari serabut saraf V melalui ganglion sphenopalatina dan bagian bawah dari saraf glossofaringeus (N. IX).6

ditemukan pada pasien dengan kebiasaan minum alkohol dan perokok berat, kegiatan ini tampaknya memiliki efek sinergis. Kurang dari 4% dari seluruh karsinoma orofaringeal muncul di non-perokok dan non-peminum. Faktor lain etiologi penting adalah paparan iradiasi sebelumnya.6 Menurut National Cancer Institute, didapatkan faktor risiko karsinoma sel skuamosa termasuk merokok dan penyalahgunaan etanol. Baru-baru ini, beberapa indikasi menunjukkan bahwa etiologi virus juga harus

dipertimbangkan. Walaupun virus Epstein-Barr (EBV) adalah pertimbangan utama dalam karsinoma nasofaring, papilloma virus (HPV) telah ditunjukkan sebagai lebih dari ancaman di daerah ini. Beberapa studi telah mengidentifikasi indikasi adanya HPV pada sekitar 60% dari karsinoma tonsil.7 HPV adalah virus DNA double-strain yang menginfeksi sel-sel epitel basal dan dapat ditemukan pada 36% dari karsinoma sel skuamosa dari oropharing. Meskipun lebih dari 100 strain telah diisolasi, HPV tipe 16 dan 18 yang paling sering terkait dengan kanker. Kode genom virus untuk oncoproteins E6, dan E7 yang mana meningkatan aktivitas pada strain yang sangat onkogenik. menyebabkan degradasi p53 penekan tumor, mencegah kematian sel yang terprogram. Hasil onkoprotein E7 dalam hilangnya retinoblastoma (Rb) supresor tumor. Kehilangan PRB menyebabkan

2.3 Etiologi Penyebab keganasan dari daerah tonsil mirip dengan tumor lain saluran atas aerodigestive. Secara umum, tembakau dan alkohol telah diidentifikasi sebagai faktor etiologi utama. Karena sebagian besar tumor orofaring

akumulasi p16, yang biasanya akan menghambat perkembangan siklus sel melalui cyclin D1 dan CDK4/CDK6 acara dimediasi. Namun, pemeriksaan E7 tidak sesuai siklus sel normal, dengan cepatnya pada siklus sel dari G1 ke

fase S. Karena akumulasi ini, p16 dapat digunakan sebagai penanda kegiatan HPV.7

Virus

onkogenik

mengandung

DNA pada

atau

RNA sel

sebagai dapat

genomnya.

Adanya infeksi transformasi

virus maligna,

suatu

mengakibatkan 2.4 Patogenesis Unsur-unsur penyebab kanker (onkogen) dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu energi radiasi, senyawa kimia dan virus. 1. Energi radiasi Sinar ultraviolet, sinar-x dan sinar gamma merupakan unsur mutagenik dan karsinogenik. Radiasi ultraviolet dapat
8

hanya saja

bagaiamana

protein virus dapat menyebabkan transformasi masih belum diketahui secara pasti. Berdasarkan beberapa penelitian, DNA merupakan makromolekul yang penting dalam proses karsinogenesis, hal ini didasari dari:
8

a. Sel kanker memproduksi sel kanker, dimana adanya perubahan esensial yang menyebabkan timbulnya sel kanker diteruskan dari sel induk kepada peranan DNA. b. Adanya karsinogen akan merusak DNA, sehingga menyebabkan mutasi pada DNA. c. Banyak sel tumor yang memperlihatkan kromosom yang abnormal. d. DNA sel kanker dapat menyebabkan transformasi sel normal menjadi sel kanker. Rokok telah terbukti sebagai karsinogen pada percobaan terhadap sel turunan, berhubungan dengan

menyebabkan terbentuknya dimmer pirimidin. Kerusakan pada DNA diperkirakan menjadi mekanisme dasar timbulnya

karsinogenisitas akibat energi radiasi. Selain itu, sinar radiasi menyebabkan terbentuknya radikal bebas di dalam jaringan. Radikal bebas yang terbentuk dapat berinteraksi dengan DNA dan makromolekul lainnya sehingga terjadi kerusakan molekular. 2. Senyawa kimia Sejumlah besar senyawa kimia bersifat karsinogenik. Kontak dengan senyawa kimia dapat terjadi akibat pekerjaan seseorang, makanan, atau gaya hidup. Adanya interaksi senyawa kimia karsinogen dengan DNA dapat mengakibatkan kerusakan pada DNA. Kerusakan ini ada yang masih dapat diperbaiki dan ada yang tidak. Kerusakan pada DNA yang tidak dapat diperbaiki dianggap sebagai penyebab timbulnya proses karsinogenesis. 3. Virus

binatang karena mengandung banyak radikal bebas dan epoxides yang berb ahaya. Pengaruh yang ditimbulkan oleh rokok berupa perubahan mukosa saluran aerodigestivus. Hal ini berhubungan dengan kerusakan gen p53, dimana jika terjadi mutasi, hilang atau rusaknya gen p53 maka resiko untuk terjadinya kanker akibat rokok akan meningkat. Peningkatan angka kejadian keganasan berhubungan erat dengan penggunaan alkohol dan rokok.
4

Resiko untuk terjadinya kanker kepala dan leher pada orang perokok dan peminum alkohol 17 kali lebih besar daripada yang tidak perokok atau peminum alkohol. untuk sel :9 1. Berproliferasi autonom 2. Menghambat sinyal growth inhibition 3. Kemampuan menghindari apoptosis 4. Immortal 5. Angiogenesis 6. Menginvasi jaringan lain dan metastasis
9

bagian-bagian

kromosom memungkinkan untuk ditempati oleh onkogen

atau gen supresor tumor. Sedangkan penyusunan ulang kromosom dapat berubah menjadi aktivasi karsinogenik.9 Perubahan genetik pada karsinoma sel skuamosa kepala dan leher belum diketahui secara pasti. Califano dkk mengemukakan hilangnya kromosom 9p21 atau 3p menyebabkan perubahan dini pada mukosa kepala dan leher sehingga mengakibatkan munculnya karsinoma sel skuamosa. Namun, teori lain menyatakan bahwa hilangnya kromosom 17p pada gen supresor tumor juga turut berperan tethadap keganasan kepala dan leher. Selain itu, hilangnya kromosom 3p21 men yebabkan perubahan hyperplasia dan displasia, sedangkan hilangnya kromosom 6p, 8p, 11q, 14q, dan 4q26-28 menyebabkan terjadinya invasi ke jaringan sekitar.4 Keganasan tonsil dapat diklasifikasikan menurut jaringan asal: epitel, kelenjar, atau limfoid. Histopatologi kini telah mengungkapkan bahwa 9095% dari lesi ini adalah karsinoma sel skuamosa. Limfoma dan tumor kelenjar ludah minor mayoritas terdiri dari tumor yang tersisa. Varian sel skuamosa termasuk non-keratinizing dan keratinizing karsinoma, lymphoepithelioma, dan karsinoma sel verrucous.1 Karsinoma biasanya mengenai daerah tonsila. Daerah ini meluas dari trigonum retromolar termasuk arkus tonsila posterior dan anterior demikian juga dengan fosa tonsilarnya sendiri. Tumor yang meluas ke inferior ke dasar lidah dan ke superior pada palatum mole.9

Menurut Hanh dkk, terdapat 6 faktor yang menyebabkan perkembangan

Patogenesis tumor ganas merupakan proses biasanya memakan waktu yang cukup lama. Pada tahap awal terjadi inisiasi karena ada inisiator yang memulai pertumbuhan sel yang abnormal. Inisiator ini dibawa oleh zat karsinogenik. Bersamaan dengan atau setelah inisiasi, terjadi promosi yang dipicu oleh promoter sehingga terbentuk sel yang polimorfis dan

anaplastik. Selanjutnya terjadi progresi yang ditandai dengan invasi sel-sel ganas ke membrane basalis.9 Faktor utama yang menyebabkan inisiasi keganasan adalah akibat ketidakmampuan DNA untuk memperbaiki sistem yang mendeteksi adanya transformasi sel akibat paparan onkogen. Kerusakan pada DNA meliputi hilangnya atau bertambahnya kromosom, penyusunan ulang kromosom, dan penghapusan kode kromosom. Penghapusan atau penggandaan

kebetulan oleh seorang dokter gigi atau dokter keluarga. Pasien juga cenderung mengabaikan tumor kecil dengan harapan bahwa mereka spontan akan remisi. Secara keseluruhan, gejala berkurang pada sekitar 67-77% dari pasien dengan tumor lebih besar dari 2 cm. dan sering dijumpai metastasis nodus regional.1 Tumor daerah tonsil bagian anterior sering muncul sebagai lesi datar Gambar : Lokasi penyebaran tumor.
1

dengan relatif sedikit besar atau infiltrasi jaringan. Perkembangan penyakit mengarah ulcerasi dengan tumor menonjol perbatasan yang tergulung dan berikutnya invasi ke palatoglossal. Tumor kemudian dapat menyebar ke trigonum retromolar anterior, mukosa bukal, dan basis lidah, palatum mole superior dan palatum durum posterior, atau ke dalam fosa tonsil posterior. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan reffered otalgia atau rasa sakit akibat ulserasi atau infiltrasi jaringan dalam. Pertumbuhan ke dalam mukosa bukal dan lemak bukal menyebabkan rasa penuh di pipi, sementara perluasan lebih lanjut ke daerah pterygoid menyebabkan trismus. Potensi untuk menyebar ke rahang bawah dengan invasi periosteum dan terdapat rasa sakit, dan menyebar tersebut bukan jarang ditemukan pada tumor besar. Keterlibatan lidah juga akan menyebabkan rasa sakit dan gangguan mobilitas.1 Karsinoma fosa tonsil timbul dari lapisan epitel tonsil atau dari selaput

Pada tahun 1989, Brandsma dan Abramson adalah yang pertama kali melaporkan adanya DNA HPV tipe 16 pada dua dari tujuh kasus SCCs tonsil menggunakan hibridisasi Southern blot. Sejak laporan awal itu, sejumlah besar penelitian telah melaporkan tentang deteksi DNA HPV dalam SCCs tonsil. Namun, praktis tidak ada data yang tersedia di deteksi DNA HPV dalam jaringan tonsil dari cincin Waldeyer's selain tonsil palatina. Satu tahun setelah laporan asli, Ishibashi dan rekan kerjanya menggambarkan sebuah SCC tonsil tambahan terinfeksi dengan bentuk episomal DNA HPV tipe 16. Jenis HPV yang sama juga terdeteksi dalam dua metastasis kelenjar getah bening, menyarankan peran langsung untuk infeksi HPV pada perkembangan SCC.9

2.5 Manifestasi Klinik Kebanyakan pasien karsinoma tonsil hadir dalam keadaan penyakit lanjut karena lesi awal biasanya tanpa gejala ketika kecil. Hal ini tidak biasa bagi rongga mulut dan leher untuk dilupakan ketika mengevaluasi pasien dalam praktek umum, walaupun tumor kecil sesekali ditemukan secara

lendir di sepanjang dasar fosa. Mereka cenderung lebih exophytic dan ulseratif daripada bagian arcus tonsil anterior dan sering lebih besar pada keberadaan awal. Lesi ini biasanya mencakup arcus tonsil posterior, dinding faring lateral, dan dasar lidah. Selanjutnya hasil penyebaran menembus ruang parapharyngeal dengan selanjutnya dasar tengkorak dan keterlibatan saraf
6

kranial. Seperti tumor tonsil anterior, karsinoma fossa tonsil dapat muncul dengan sakit tenggorokan dan reffered otalgia. Mungkin ada menjadi disfagia atau odynophagia. Akibat pembesaran tumor pada arcus dan lidah, rasa sakit mungkin lebih buruk dan mobilitas lidah bisa berkurang.
5

4. Air liur mengandung darah 5. Pada satu sisi tonsil mungkin dapat membesar 6. Berat badan turun 7. Merasa massa di tenggorokan

Lesi yang timbul dari arcus tonsil posterior lebih sedikit daripada tumor yang timbul dari arcus tonsil anterior atau fossa tonsil. Didapatkan temuan klinis yang serupa pada tumor arcus tonsil anterior, tapi tumor cenderung menyebar inferior sepanjang palatopharyngeus, kontriksi parinx media, dan plika paringeaepligotis.
1

2.6 Staging Staging karsinoma tonsil menurut America Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi ke-6. Klasifikasi meliputi ukuran tumor primer (T), kejadian, ukuran, jumlah, dan lokasi metastase regional (N), kejadian metastase jauh atau tidak (M). Staging ukuran tumor karsinoma tonsil : 7 Tx T0 Tis T1 T2 T3 : Tumor primer tidak dapat dinilai : Tidak ada kejadian tumor primer : Carcinoma in situ : Diameter tumor 2 cm : Diameter tumor 2-4 cm : Diameter tumor > 4 cm

Gejala dari karsinoma tonsil mirip dengan karsinoma dasar lidah, tapi umumnya banyak terjadi pada satu sisi. Mungkin dapat melibatkan kedua tonsil, khususnya jika karsinoma yang menyebar dari dasar lidah. Pemeriksaan dengan cermin umumnya menunjukkan perbedaan ukuran antara tonsil yang sehat dan tonsil yang ganas. Di tandai adanya indurasi saat melakukan palpasi pada tonsil, yang mungkin sudah tetap ke jaringan di bawahnya. Awalnya hanya melibatkan limfonodi regiona, tetapi tidak jarang terjadi metastasis ke tempat yang lebih jauh (paru, tulang, hati).10 Karsinoma tonsil ini tidak menunjukkan gejala awal. Dalam tahap selanjutnya beberapa gejala yang sangat menonjol dan jelas adalah sebagai berikut: 11
1.

T4a : Tumor meluas ke laring, otot-otot lidah yang lebih dalam atau ektrinsik, otot pterygoid medial, palatum durum, atau mandibula T4b : Tumor meluas ke otot pterygoid lateral, lempeng pterygoid, nasofaring lateral, basis crania atau arteri karotis

Terbentuk benjolan dileher sebagai akibat metastasis carcinoma tonsil ke kelenjar getah bening di leher.

2.

Kesulitan dalam menelan Kejadian, ukuran, jumlah, dan lokasi metastase regional
7

3. Sakit tenggorokan atau suara serak di tenggorokan

Nx N0 N1 cm N2

: Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai : Tidak ada metastase ke kelenjar limfe regional : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3 Stage IVb Stage Ivc : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3-6 2.7 Diagnosis 1) Anamnesis

T4a T4b Any T Any T

N0, N1, N2 Any N N3 Any N

M0 M0 M0 M1

cm; ke kelenjar limfe regional multipel, diameter < 6 cm; kelenjar limfe bilateral atau kontralateral, diameter < 6 cm N2a : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3-6 cm N2b : Metastase ke kelenjar limfe regional multipel, diameter < 6 cm N2c : Metastase ke kelenjar limfe bilateral atau kontralateral, diameter < 6 cm N3 : Metastase ke kelenjar limfe, diameter > 6 cm

a. Rasa nyeri waktu menelan (disfagia) b. Rasa nyeri di telinga (otalgia) karena nyeri alih (referred pain) c. Kesulitan menelan (odinofagia) 5 d. Merasa ada benda asing12 e. Rasa nyeri di lidah dan gangguan gerakan lidah f. Kadang-kadang pasien tidak bisa membuka mulut (trismus).13 2) Pemeriksaan fisik status generalis : Penurunan berat badan12 3) Pemeriksaan fisik status lokalis a) Inspeksi (tonsil)

Metastase jauh Mx : Metastase jauh tidak dapat dinilai

M0 : Tidak ada metastase jauh M1 : Terdapat metastase jauh. Tabel . TNM dan klasifikasi staging karsinoma tonsil Stage 0 Stage I Stage II Stage III Stage IVa Tis T1 T2 T1, T2 T3 T1, T2, T3 N0 N0 N0 N1 N0, N1 N2
7

a. Pembesaran unilateral M0 M0 M0 M0 M0 M0 b. Permukaan tidak rata c. Ulserasi b) Palpasi (leher) a. Teraba massa tumor (letak, besar, konsistensi, fiksasi pada kulit dan jaringan sekitarnya) b. Pembesaran kelenjar regional (lokasi, ukuran,dan jumlah,).12
8

4) Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium Fungsi hepar : Mengetahui fungsi hepar diperlukan untuk mengetahui riwayat minum alkohol. b. Radiologi i). CT scan leher, dengan atau tanpa kontras. Untuk menilai metastasis dan luas tumor. ii). MRI. Untuk menilai ukuran tumor dan invasi jaringan lunak. iii). CT scan thorax. Untuk menilai metastasis khususnya ke daerah paru-paru. c. Biopsi Keganasan tonsil perlu diagnostik pasti dari patologi anatomi untuk memastikan hal tersebut. Biopsi dilakukan langsung pada massa tumor (insisional). d. Panendoskopi Panendoskopi memastikan merupakan diagnosa dan tindakan staging, operatif dan endoskopi untuk adanya

2.9 Terapi Filosofi dalam penatalaksanaan karsinoma tonsil yaitu penanganan pada tumor primer dan kelenjar limfe regional karena meskipun tumor primer yang kecil tetap mempunyai resiko terjadinya metastase ke kelenjar limfe regional. Prinsip penatalaksanaanya meliputi pembedahan, radioterapi, atau kombinasi keduanya. Secara umum, keputusan jenis penatalaksanaan dipengaruhi oleh ukuran tumor, ada atau tidaknya metastase ke kelenjar limfe, ketersediaan fasilitas radioterapi atau bedah, keadaan umum pasien, dan persetujuan pasien. Karsinoma tonsil T1 dan T2 dapat diberikan radioterapi dengan dosis 6000-7000 cGy, angka kesembuhan sebesar 76%-87% pada staging T1 dan sebesar 54%-81% pada staging T2. Angka rekurensi lokal pada staging T1 < 20%, dan pada staging T2 < 30%. Rekurensi secara umum terjadi pada 2 tahun pertama terapi. Perluasan keganasan sampai ke pangkal lidah merupakan penyebab paling banyak terjadinya rekurensi. Lee et al dan Wong et al melaporkan angka kesembuhan untuk staging T1 sebesar 100% dan untuk staging T2 sebesar 85%-92% pada tindakan bedah karsinoma tonsil jika resolusi tumor tidak sempurna setelah tindakan radioterapi. Tindakan bedah sebagai terapi primer yang diindikasikan untuk staging T1 dan T2 jika sebelumnya telah dilakukan radioterapi dan pada situasi tidak memungkinkan dilakukan radioterapi misalnya keadaan umum pasien jelek atau minimnya fasilitas radioterapi. Angka kesembuhan sama pada tindakan tunggal bedah maupun radioterapi pada staging T1 dan T2.
9

mengetahui

synchronous primary tumor. Ini meliputi laringoskopi direkta, esofagoskopi dan trakeo-bronkoskopi.13 e. Tes Human Papilloma Virus (HPV) NCCN guidline merekomendasikan tes HPV untuk menilai prognosis Pemeriksaan dilakukan menggunakan metode quantitative reverse transcriptase PCR (QRT-PCR).7

Penatalaksanaan pada staging T3 dan T4 berbeda dengan pada staging T1 dan T2. Pada penelitian studi retrospektif dilaporkan radioterapi, tindakan bedah, dan kombinasi keduanya merupakan penatalaksanaan definitif tetapi dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi. Ketika pada staging T1 dan T2 dapat dikontrol dengan 7000 cGy, dosis tersebut tidak adekuat untuk mengontrol pada staging T3 dan T4. Dipostulatkan pemberian lebih dari 7500 cGy mungkin akan meningkatkan angka kesembuhan dan survival rate tetapi tindakan tersebut tidak bijaksana karena meningkatkan resiko pada jaringan lunak (nekrosis) dan tulang (osteomyelitis). Kombinasi radioterapi dan tindakan bedah menjadi terapi utama pada karsinoma tonsil stadium lanjut. Keuntungan definitif dari radioterapi yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan bedah adalah untuk mencegah rekurensi. Kurang lebih 20% pasien mengalami rekurensi setelah dilakukan terapi tunggal dengan radioterapi, dan < 50% dari mereka yang survival ratenya lebih dari 2 tahun. Studi yang membandingkan antara radioterapi atau tindakan bedah dengan kombinasi keduanya dilaporkan signifikan secara statistik menurunkan angka rekurensi, dengan 25%-50% menurunkan angka rekurensi jika dilakukan terapi kombinasi. Perez et al melaporkan angka rekurensi sebesar 52% pada pasien yang hanya dilakukan radioterapi, sedangkan pada kombinasi radioterapi dan tindakan bedah angka rekurensi hanya sebesar 33%. Studi yang lain seperti yang dilakukan oleh Mizono et al dan Spiro et al juga melaporkan pada terapi kombinasi mengalami perbaikan angka kesembuhan.

Pada N0 drekomendasikan untuk dilakukan terapi pada semua staging karena mempunyai resiko jika tidak ditangani. Pada yang tidak diterapi, N0 akan menjadi positif pada 10%-25% pasien. Terapi yang dilakukan yaitu dengan radioterapi, tindakan bedah, atau kombinasi keduanya. Diseksi leher sama efektifnya dengan radioterapi untuk mencegah terjadinya metastase ke kelenjar linfe regional. Pada pasien dengan metastase ke kelenjar limfe dilakukan diseksi leher jika pada tumor primer dilakukan tindakan bedah, sedangkan setelah dilakukan tindakan bedah kemudian dilakukan radioterapi diindikasikan pada penyebaran ekstrakapsuler atau metastase ke kelenjar limfe multipel. Tindakan radioterapi dilakukan ketika ukuran tumor kecil dengan metastase ke kelenjar limfe, dan diseksi leher diperlukan jika penyembuhan dengan radioterapi kurang sempurna. Untuk ukuran tumor besar atau metastase ke kelenjar limfe ekstensif, terapi primer yaitu dengan terapi kombinasi (tindakan bedah dan radioterapi), dengan angka kesembuhan 70%-90% pada N1 dan N2 , serta 60% pada N3.1 Pada radioterapi digunakan radiasi ionisasi, yaitu penyinaran yang menyebabkan ionisasi pada sel sasaran sehingga mengganggu sel-sel yang berada dalam salah satu pembiakan sel. Kepekaan sel terhadap sinar radiasi tergantung pada kecepatan pertumbuhan sel. Makin aktif dan cepat pertumbuhan suatu jenis sel, makin peka sel tersebut terhadap pengaruh radiasi. Radioterapi dapat diberikan sebagai terapi utama pada kasus kanker yang radiosensitif seperti pada karsinoma tonsil yang secara patologi anatomi

10

merupakan karsinoma sel skuamosa, kanker yang operasinya sangat sukar atau dengan resiko yang sangat besar14

2.10 Prognosis Prognosis berhubungan dengan staging tumor saat didiagnosis. Makin besar tumor atau makin lanjut staging tumornya, prognosis bertambah jelek. Dengan terdapatnya metastase, prognosis lebih jelek. Kalau tumor sudah masuk ke dalam jaringan , prognosis menjadi lebih jelek dan pada terapi sering harus diikuti dengan diseksi leher.14 Survival rate selama 5 tahun pada pengobatan karsinoma tonsil berdasarkan staging tumor yaitu : Stage I = 80% Stage II = 70% Stage III = 40% Stage IV = 30%

Ang et al dalam penelitiannya menganalisis pada pasien dengan HPV

positif maupun negatif yang diacak secara random dengan perlakuan diberikan radioterapi pada karsinoma tonsil staging III-IV. Pasien dengan HPV positif survival rate bertambah rata-rata 3 tahun (82.4% vs 57.1%, p<0,001) dan menurunkan resiko kematian sebesar 58% jika dibandingkan pada pasien dengan HPV negative.7 Di Swedia survival rate 5 tahun pada laki-laki 46.6% dan pada perempuan 56.2%.5
11

Anda mungkin juga menyukai