Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN DAMPAK PERNIKAHAN USIA DINI PADA REMAJA DI KARANG TARUNA GRIYA JATINANGOR 1 KECAMATAN SUKASARI

KABUPATEN SUMEDANG disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Reproduksi

Oleh Kelompok 7 :

DESI PURNAMA SARI MARNI APRIANI NOVI ALVIANI

1111080 1111056 1111059

RIZKY RINALDI BAROKAH 1111072 WULAN DARI ANDINI 1111078

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN RAJAWALI BANDUNG

SATUAN ACARA PENYULUHAN DAMPAK PERNIKAHAN DINI DI KALANGAN REMAJA

Mata Kuliah Topik Sasaran Hari/Tanggal Waktu Penyuluh Tempat

: Sistem Reproduksi : Dampak Pernikahan Dini : Remaja (karang taruna) RW 10 Griya Jatinangor 1 : : : Kelompok 7 : Karang Taruna RW 10 Griya Jatinangor 1 Kec.Sukasari, Kab. Sumedang

A. Tujuan Institusional (TI) Setelah dilakukan penyuluhan selama 45 menit diharapkan remaja karang taruna dapat memahami tentang dampak pernikahan dini.

B. Tujuan Instruksional (TIU) Setelah mendapatkan penyuluhan selama 45 menit diharapkan remaja karang taruna dapat memahami tentang dampak pernikahan dini dan kejadian yang akan terjadi setelah pernikahan dini pada sistem reproduksinya.

C. Metode Pembelajaran 1. Metode ceramah (penyampaian materi penyuluhan). 2. Metode diskusi dan tanya jawab.

D. Media Belajar 1. Leaflet

E. Waktu Penyuluhan

F. Tempat Penyuluhan Sekretariat karang taruna RW 10 Griya Jatinangor 1 Tanjungsari Sumedang.

G. Kegiatan Penyuluhan N o Waktu Kegiatan Penyuluhan Pembukaan : 1 5 Menit Memperkenalkan diri Menjelaskan penyuluhan Melakukan kontrak waktu Menyebutkan penyuluhan diberikan Pelaksanaan : Menyampaikan definisi dari Pernikahan Dini. 2 30 Menit Menyampaikan pernikahan dini. Menyampaikan pencegahan usia dini. Evaluasi : Memberikan pertanyaan/kuis mengenai materi yang telah 3 5 Menit diberikan. Memberikan reward bagi karang Peserta pertanyaan. Peserta mendapat reward. menjawab kehamilan cara di dampak Memperhatikan Membahas materi Dampak Pernikahan Dini. Bertanya. yang materi akan tujuan dari Menyambut mendengarkan Mendengarkan Mendengarkan Mendengarkan salam dan Kegiatan Peserta

pemuda/pemudi

taruna yang dapat menjawab pertanyaan. Terminasi : 4 5 Menit Mengucapkan terima kasih kepada para pemuda/pemudi karang taruna. Mengucapkan salam. Mendengarkan membalas salam dan

H. Literatur/Tinjauan Pustaka 1. http://ceria.bkkbn.go.id/. 2. http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=ac369499-4596-4d29befe-47c9f7d16f79%40sessionmgr104&vid=1&hid=108 3. http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/197608172005011AGUS_FAKHRUDDIN/pernikahan_dini.pdf 4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23233/7/Cover.pdf

MATERI PENYULUHAN

A. Pengertian Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan pada saat dimana umur dari salah satu atau kedua mempelai masih di bawah umur atau kebiasaan. Adapun patokan umur seseorang dikatakan menikah dini berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangan yang menilainya. Ada yang mengatakan di bawah umur 21 tahun dan adapula yang mengatakan di bawah 17 tahun namun untuk menyamakan persepsi maka pada pernyataan nikah dini disini diartikan sebagai pernikahan yang dilakukan oleh seseorang ketika orang tersebut masih berada di bangku SMP atau sekitar umur 16 tahun kebawah.

B. Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Sebelum Menikah Usia Dini Ketika seseorang memutuskan untuk menikah dini maka sebaiknya

mempersiapkan diri terlebih dahulu sehingga nantinya memiliki bekal untuk menjalani hidup berumah tangga serta menghindari dari kemungkinan-kemungkinan yang buruk. Hal-hal ini yang diperhatikan diantaranya sebagai berikut : 1. Memiliki kesiapan merupakan faktor utama terlaksananya pernikahan. Jika seseorang ingin melangkah menuju suatu pernikahan, maka dia harus memiliki kesiapan sebelumnya, kesiapan yang dimaksud fisik, mental,materi, atau lainnya. Disamping menyiapkan perangkat fisik, metal dan materi, seseorang yang akan melakukan pernikahan harus mempersiapkan hal-hal berikut : a) Persamaan dalam tujuan pernikahan, yakni pembentukan keluarga sejahtera. b) Persamaan pendapat tentang bentuk keluarga kelak, jumlah anak dan arah pendidikannya. c) Mempunyai dasar pernikahan dan hidup keluarga yang kuat kemauan:baik toleransi dan cinta kasih. Faktor-faktor ini harus dibereskan pemikirannya sebelum pernikahan, apabila hal ini telah dipersiapkan sebelum pernikahan, barulah mereka dapat membina hidup berkeluarga.

2. Memiliki kematangan emosil Yang di maksud dengan kematangan emosi adalah kemanusiaan untuk menyesuaikan diri, menetapkan diri dan menghadapi segala macam kondisi dengan suatu cara dimana kita mampu untuk menyelesaikan permasalahanpermasalahan yang kita hadapi saat itu. Dengan memiliki kematangan emosi seseorang dapat menjadi

kelangsungan pernikahannya karena lebih mampu mengelola perbedaan yang pasti yang ada dalam rumah tangga. 3. Lebih dari sekedar cinta Ada alasan lain yang lebih baik untuk menikah. Pernikahan tidak hanya didasari cinta ataupun ketertarikan pada fisik dan dorongan seksual saja. Tetapi harus didasari pada komitmen agar tidak terjerumus pada hubungan perjinahandan hanya ingin mengikuti sunnah Nabi dan mengharap Ridho Allah SWT. 4. Mempunyai bekal ilmu Benyak hal yang harus dipelajari untuk menghadapi kehidupan berumah tangga. Ada kewajiban-kewajiban maupun kebijakan-kebijakan. Pernikahan yang menuntut memiliki ilmunya sehingga bisa melaksanakan dengan baik dan tidak menyimpang. Mengajarkan ilmu agama kepada istri dan anak-anak, mengingatkan dan menasehati istri, mendampingi suami, dan sebagainya butuh ilmu. 5. Kemampuan memenuhi tanggung jawab Kemampuan memenuhi tanggung jawab yang harus di pikul oleh seorang suami ataupun seorang isti sehingga kadang kala membuat seseorang takut melakukan pernikahan. Bagi seseorang suami akan dipenuhi tanggung jawab untuk memberikan pakaian, makan serta tempat tinggal bagi istri dan anakanaknya. Dan bagi istri memiliki tanggung jawab untuk melayani suami dengan sebaik-baiknya. Mengatur rumah tangga, mengurus dan mendidik anak ketika suami bekerja, dan banyak lagi tanggung jawab yang harus dipikul oleh pasangan suami istri. Untuk itu, sebelum menikah pasangan ini harus siap dengan segala tanggung jawab yang akan dipikulnya agar rumah tangga dapat berjalan dengan baik.

6. Kesiapan menerima anak Dalam membentuk suatu rumah tangga seseorang tidak hanya dituntut kesiapan untuk menikah, tetapi juga dituntut kesiapan untuk membentuk rumah tangga, yakni membentuk keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Suami istri harus siap menerima kehadiran anak dalam kehidupan mereka.

C. Dampak Sosial Pernikahan Usia Dini Pernikahan usia dini mempunyai pengaruh besar terhadap tingginya angka kematian ibu, bayi dan umur harapan hidup, yaitu kesakitan dan kematian ibu di usia muda serta kesakitan dan kematian anak-anaknya relatif lebih tinggi dari usia ibu lainnya, bahkan pengaruh terhadap pendidikan anak dan kemampuan pembentukan keluarga sehat sejahtera. Penelitian dan pengalaman diberbagai Negara, baik Negara maju maupun Negara berkembang termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa perkawinan usia muda mempunyai dampak yang tidak menguntungkan, tidak hanya membawa resiko besar terhadap kesehatan dan kesejahteraan ibu-ibu yang mengandung dan melahirkan usia muda. Tetapi juga terhadap anak hasil perkawianan usia muda itu. Beberapa kutipan dari berbagai studi, laporan yang menyangkut berbagai aspek pengaruh perkawinan usia muda terhadap kesehatan ibu dan anak. Data lain menunjukkan bahwa perkawinan usia muda berpengaruh pada kemungkinan terjadinya kanker rahim bagi wanita.

D. Hubungan Antara Pernikahan dan Perubahan Sosial Dalam hukum islam. Kata perkawinan adalah nikah. Menurut ajaran islam melangsungkan pernikahan berarti melaksanakan perbuatan ibadah. Melakukan perbuatan ibadah juga berarti melaksanakan ajaran agama. Seperti sunnah yang berbentuk dalam perkataan Rasulullah SAW yaitu barang siapa yang kawin berarti iya telah melaksanakan separuh (ajaran) agamanya, yang separuh lagi hendaknya iya bertakwa pada Allah. Seperti yang telah dijelaskan bahwa pernikahan merupakan perjanjian perikatan antara pihak seseorang laki-laki dan seseorang perempuan untuk melaksanakan kehidupan suami istri, hidup berumah tangga, melanjutkan keturunan sesuai dengan ketentuan agama. Dari sini terlihat bahwa pernikahan itu sebagai bagian dari pengalaman perilaku sosial keagamaan, hal tersebut menyangkut adanya interaksi dan penggabungan dua keluarga dan selanjutnya akan berkembang menjadi beberapa keluarga sehubungan dengan perkembangan keturunan.

Sebagaimana telah diambil kesimpulan bahwa perilaku sosial merupakan tindakan manusia yang dilatarbelakangi oleh adanya satu tujuan dan kebutuhan bagi seseorang. Sedangkan perilaku keagamaan mengandung penjelasan sebagai suatu tanggapan atau reaksi individu terhadap ajaran agama yang terwujud dalam gerakan (sikap). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku agama mencerminkan sikap keberagaman atau kesolehan hidup berdasarkan nilai-nilai ketuhanan. Yang lebih mengaruh pada pengalaman dan penghayatan sikap hidup seseorang sesuai dengan nilai-nilai agamanya masing-masing. Sebuah perilaku atau tindakan yang berkaitan dengan hal yang sifatnya sosial maupun agama erat kaitannya dengan ideologi yang pada dasarnya sangat berpengaruh terhadap perilaku manusia. Ideology itu sendiri adalah ilmu tentang keyakinan-keyakinan dari gagasan-gagasan. Oleh karena itu sesuai dengan definisi tersebut maka ideology mengandung keyakinan-keyakinan dan gagasan-gagasan yang ditaati oleh suatu kelompok, suatu kelas sosial, suatu bangsa dan suatu ras. Begitu juga dengan agama sebagai ideology, iya dapat berperan sebagai motivator petunjuk dan pemberi kerangka dasar, sumber pengetahuan ilmiah sekaligus menjaga moral. Yaitu penilaian mengenai apa yang baik dan mengenai apa yang buruk. Dalam mencapai tujuan tertentu, maka bagi mereka yang beragama tidak semua cara diperbolehkan. Pada hakikatnya agama memberikan petunjuk tentang tujuan yang harus dicapai oleh manusia dalam kehidupannya serta kriteria megenai cara yang baik untuk mencapai tujuan tersebut.

E. Faktor Penyebab Pernikahan Dini Faktor Dari banyak kasus pernikahan dini yang terjadi di Bantul, umumnya disebabkan karena: 1. Faktor Pendidikan. Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran yang besar. Jika seorang anak putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian mengisi waktu dengan bekerja. Saat ini anak tersebut sudah merasa cukup mandiri, sehingga merasa mampu untuk menghidupi diri sendiri. Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut menganggur. Dalam kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak produktif. Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang jika diluar kontrol membuat kehamilan di luar nikah.

Disini, terasa betul makna dari wajib belajar 9 tahun. Jika asumsi kita anak masuk sekolah pada usia 6 tahun, maka saat wajib belajar 9 tahun terlewati, anak tersebut sudah berusia 15 tahun. Di harapkan dengan wajib belajar 9 tahun (syukur jika di kemudian hari bertambah menjadi 12 tahun), maka akan punya dampak yang cukup signifikan terhadap laju angka pernikahan dini. 2. Faktor Pemahaman Agama. Saya menyebutkan ini sebagai pemahaman agama, karena ini bukanlah sebagai doktrin. Ada sebagian dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi pelanggaran agama. Dan sebagai orang tua wajib melindungi dan mencegahnya dengan segera menikahkan anak-anak tersebut. Ada satu kasus, dimana orang tua anak menyatakan bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis merupakan satu: perzinahan. Oleh karena itu sebagai orang tua harus mencegah hal tersebut dengan segera menikahkan. Saat mejelishakim menanyakan anak wanita yang belum berusia 16 tahun tersebut, anak tersebut pada dasarnya tidak keberatan jika menunggu dampai usia 16 tahun yang tinggal beberapa bulan lagi. Tapi orang tua yang tetap bersikukuh bahwa pernikahan harus segera dilaksanaka. Bahwa perbuatan anak yang saling sms dengan anak laki-laki adalah merupakan zina. Dan sebagai orang tua sangat takut dengan azab membiarkan anak tetap berzina. 3. Faktor telah melakukan hubungan biologis. Ada beberapa kasus, diajukannya pernikahan karena anak-anak telah melakukan hubungan biologis layaknya suami istri. Dengan kondisi seperti ini, orang tua anak perempuan cenderung segera menikahkan anaknya, karena menurut orang tua anak gadis ini, bahwa karena sudah tidak perawan lagi, dan hal ini menjadi aib. Tanpa mengenyampingkan perasaan dan kegalauan orang tua, saya menganggap ini sebuah solusi yang kemungkinan di kemudian hari akan menyesatkan anak-anak. Ibarat anak kita sudah melakukan suatu kesalahan yang besar, bukan memperbaiki kesalahan tersebut, tetapi orang tua justru membawa anak pada suatu kondisi yang rentan terhadap masalah. Karena sangat besar di kemudian hari perkawinan anak-anak tersebut akan dipenuhi konflik.

4. Hamil sebelum menikah Ini saya pisahkan dari faktor penyebab di atas, karena jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan hamil, maka orang tua cenderung menikahkan anak-anak tersebut. Bahkan ada beberapa kasus, walau pada dasarnya orang tua anak gadis ini tidak setuju dengan calon menantunya, tapi karena kondisi kehamilan si gadis, maka dengan terpaksa orang tua menikahkan anak gadis tersebut. Bahkan ada kasus, justru anak gadis tersebut pada dasarnya tidak mencintai calon suaminya, tapi karena terlanjur hamil, maka dengan sangat terpaksa mengajukan permohonan dispensasi kawin. Ini semua tentu menjadi hal yang sangat dilematis. Baik bagi anak gadis, orang tua bahkan hakim yang menyidangkan. Karena dengan kondisi seperti ini, jelas-jelas perkawinan yang akan dilaksanakan bukan lagi sebagaimana perkawinan sebagaimana yang diamanatkan UU bahkan agama. Karena sudah terbayang di hadapan mata, kelak rona perkawinan anak gadis ini kelak. Perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan rasa cinta saja kemungkinan di kemudian hari bias goyah,apalagi jika perkawinan tersebut didasarkan keterpaksaan (baca; kehamilan)

F. Dampak Pernikahan Usia Dini a) Dampak positif Dukungan emosional: Dengan dukungan emosional maka dapat melatih kecerdasan emosional dan spiritual dalam diri setiap pasangan (ESQ). Dukungan keuangan: Dengan menikah di usia dini dapat meringankan beban ekonomi menjadi lebih menghemat. Kebebasan yang lebih: Dengan berada jauh dari rumah maka menjadikan mereka bebas melakukan hal sesuai keputusannya untuk menjalani hidup mereka secara finansial dan emosional. Belajar memikul tanggung jawab di usia dini: Banyak pemuda yang waktu masa sebelum nikah tanggung jawabnya masih kecil dikarenakan ada orang tua mereka, disini mereka harus dapat mengatur urusan mereka tanpa bergantung pada orang tua. Terbebas dari perbuatan maksiat seperti zina dan lain-lain.

b) Dampak negatif Dari segi pendidikan: Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa seseorang yang melakukan pernikahan terutama pada usia yang masih muda, tentu akan membawa berbagai dampak, terutama dalam dunia pendidikan. Dapat diambil contoh, jika sesorang yang melangsungkan pernikahan ketika baru lulus SMP atau SMA, tentu keinginannya untuk melanjutkan sekolah lagi atau menempuh pendidikan yang lebih tinggi tidak akan tercapai. Hal tersebut dapat terjadi karena motivasi belajar yang dimiliki seseorang tersebut akan mulai mengendur karena banyaknya tugas yang harus mereka lakukan setelah menikah. Dengan kata lain, pernikahan dini dapat menghambat terjadinya proses pendidikan dan pembelajaran. Selain itu belum lagi masalah ketenaga kerjaan, seperti realita yang ada didalam masyarakat, seseorang yang mempunyai pendidikan rendah hanya dapat bekerja sebagai buruh saja, dengan demikian dia tidak dapat mengeksplor kemampuan yang dimilikinya. Dari segi kesehatan: Dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari Rumah Sakit Balikpapan Husada (RSBH) dr Ahmad Yasa, SPOG mengatakan, perempuan yang menikah di usia dini kurang dari 15 tahun memiliki banyak risiko, sekalipun ia sudah mengalami menstruasi atau haid. Ada dua dampak medis yang ditimbulkan oleh pernikahan usia dini ini, yakni dampak pada kandungan dan kebidanannya. penyakit kandungan yang banyak diderita wanita yang menikah usia dini, antara lain infeksi pada kandungan dan kanker mulut rahim. Hal ini terjadi karena terjadinya masa peralihan sel anak-anak ke sel dewasa yang terlalu cepat. Padahal, pada umumnya pertumbuhan sel yang tumbuh pada anak-anak baru akan berakhir pada usia 19 tahun. Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan, rata-rata penderita infeksi kandungan dan kanker mulut rahim adalah wanita yang menikah di usia dini atau dibawah usia 19 atau 16 tahun. Untuk risiko kebidanan, wanita yang hamil di bawah usia 19 tahun dapat berisiko pada kematian, selain kehamilan di usia 35 tahun ke atas. Risiko lain,

lanjutnya, hamil di usia muda juga rentan terjadinya pendarahan, keguguran, hamil anggur dan hamil prematur di masa kehamilan. Selain itu, risiko meninggal dunia akibat keracunan kehamilan juga banyak terjadi pada wanita yang melahirkan di usia dini. Salah satunya penyebab keracunan kehamilan ini adalah tekanan darah tinggi atau hipertensi. Dengan demikian, dilihat dari segi medis, pernikahan dini akan membawa banyak kerugian. Maka itu, orangtua wajib berpikir masakmasak jika ingin menikahkan anaknya yang masih di bawah umur. Bahkan pernikahan dini bisa dikategorikan sebagai bentuk kekerasan psikis dan seks bagi anak, yang kemudian dapat mengalami trauma. Dari segi psikologi: Menurut para psosiolog, ditinjau dari sisi sosial, pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang. Melihat pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak negatif. Oleh karenanya, pemerintah hanya mentolerir pernikahan diatas umur 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita.

Anda mungkin juga menyukai