Anda di halaman 1dari 41

case DBD & typhoid

Posted: Mei 18, 2011 in kesehatan

0 1. A. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Status Perkawinan Suku Bangsa Agama Pendidikan Alamat : Ny. C : 19 tahun : Perempuan : Kawin : Sunda : Islam : SD : Kp. Cidatar

1. B. ANAMNESIS Diambil dari Tanggal Keluhan Utama Panas badan yang hilang timbul sejak 7 hari SMRS. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan panas badan yang hilang timbul sejak 7 hari SMRS. Panas badan dirasakan hilang timbul dan meningkat dari sore hingga malam hari. Awalnya menurut pasien panas badan itu dirasakan selama 2 hari. Kemudian pada keesokan harinya pasien mengaku demamnya sudah turun setelah makan obat penurun panas yang dibeli dari warung. 4 hari kemudian, pasien merasakan panas badan yang kembali muncul dan semakin tinggi. Panas badan ini diikuti dengan keluhan lain seperti mual dan muntah darah yang berwarna kehitaman. Keluhan juga diperberat oleh sakit kepala yang berdenyut di bagian depan kepala dan nyeri pada kedua sendi lutut. Keluhan disertai nyeri perut dan BAB mencret 2-3 kali tadi pagi. Keluhan BAK tidak ada keluhan. Riwayat BAB berwarna hitam, keluar darah dari hidung dan bintik-bintik merah diakui oleh pasien. Karena kondisinya tidak membaik kemudian pasien di rujuk ke RSU dr. Slamet Garut dengan diagnosis febris e.c demam dengue dengan typoid untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. : Autoanamnesis dan alloanamnesis (suami pasien) : 25 Maret 2011

Riwayat batuk-batuk lama disertai keringat malam dan penurun berat badan disangkal. Riwayat sering makan obat warung diakui pasien. Riwayat kontak dengan penderita batuk lama atau batuk berdarah disangkal. Riwayat bepergian ke daerah endemis malaria disangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat sakit maag diakui oleh pasien. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada satu orang pun anggota keluarga pasien yang pernah menderita sakit seperti ini. ANAMNESA SISTEM

Kulit Kepala Mata Sklera tidak ikterik Telinga Hidung Mulut (+), tremor (-) Tenggorokan Leher Tidak ada deviasi trakea Dada Abdomen Saluran kemih/alat kelamin Extremitas Riwayat makanan

: t.a.k : t.a.k : Konjungtiva tidak anemis

: t.a.k : t.a.k : Mulosa bibir kering, sianosis (-), lidah kotor, tepi hiperemis

: t.a.k : KGB tidak teraba membesar

: t.a.k : mual : t.a.k : akral hangat, udem (-)

Frekwensi/hari Jumlah/hari Variasi/hari Nafsu makan Kesulitan Keuangan Pekerjaan Keluarga Lain-lain

: 2-3x/hari : Cukup : Cukup : Cukup

: Cukup : Ibu rumah tangga : Baik : tidak ada

PEMERIKSAAN JASMANI

Pemeriksaan Umum Tinggi Badan Berat badan Tekanan darah Nadi Suhu Pernafasan Keadaan gizi BMI Kesadaran Sianosis Edema umum : 150 cm : 49 kg : 120/90 mmhg : 96x/menit : 38,8 C : 22 x/menit : baik : 49 / (1.50)2 = 21,7 (normoweight) : Compos mentis : (-) : (-)

Cara berjalan Mobilitas ASPEK KEJIWAAN Tingkah laku Alam perasaan Proses pikir KULIT Warna Jaringan parut

: Normal : Terbatas (pasien lemas)

: Wajar : Biasa : wajar

: sawo matang : (-)

Eflorensensi Pigmentasi Pembuluh darah Lembab/kering Turgor Ikterus Edema

: (-) : (-) : tidak melebar : Lembab : Cukup baik : (-) : (-)

Pertumbuhan rambut : Normal Suhu raba Keringat Umum Setempat Lapisan lemak : Hangat : (-) : (-) : cukup

KELENJAR GETAH BENING Submandibula, Leher, Supraklavikula, ketiak dan paha : Tidak ada pembesaran

KEPALA Ekspresi wajah Simetris muka Rambut Pembuluh darah temporal Mata : Wajar : Simetris : Tebal + hitam : Teraba

Exophthalmus Kelopak Konjungtiva Sklera

: (-) : Normal : Tidak Anemis : Tidak ikterik

Enopthalmus Lensa Visus Gerakan mata Tekanan bola mata Nystagmus

: (-) : Keruh : Tidak diperiksa : Normal :Tidak diperiksa : (-)

Lapangan Penglihata : Sulit dinilai Deviatio konjungtiva : Tidak ada Telinga Tuli Selaput pendengaran Lubang Penyumbatan Serumen Perdarahan Cairan : (-)

: Tidak diperiksa : Normal : (-) : Tidak diperiksa : (-) : (-)

Mulut Bibir Tonsil Langit-langit Bau pernafasan Gigi geligi Trismus Faring Selaput lendir Lidah : Lembab : T1-T1 : Normal : Biasa : Caries (-) : (-) : Tidak hiperemis : (-) : Kotor, tepi hiperemis (+), tremor (+)

LEHER Tekanan vena jugularis (JVP) Kelenjar Tiroid, Kelenjar limfe : Normal : Tidak teraba pembesaran

DADA Bentuk Pembuluh darah Buah dada : Simetris : Tidak ada pelebaran : Tidak ada kelainan

PARU-PARU Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Hemithorak kanan = kiri simetris dalam keadaan statis dan dinamis : Fremitus vokal dan taktil kanan = kiri : Sonor pada kedua hemithorak : VBS kanan = kiri, Rh -/-, Wh -/-

JANTUNG Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis tidak teraba : Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dextra

Batas jantung kiri ICS V linea midclavicula sinistra Batas jantung atas ICS II linea parasternal sinistra Auskultasi : BJ I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-)

PERUT Inspeksi : Datar, lembut

Auskultasi Palpasi

: Bising usus (+) normal : Hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae

Lien tidak teraba membesar Nyeri tekan pada abdomen (+) Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen

PEMBULUH DARAH Arteri Temporalis Arteri Karotis Arteri Brakhialis Arteri Radialis Arteri Femoralis Arteri Poplitea Arteri Tibialis Posterior ALAT KELAMIN Tidak dilakukan pemeriksaan ANGGOTA GERAK Lengan kanan/kiri Tonus otot Massa Sendi Gerakan Kekuatan : : : : : +/+ -/+/+ +/+ 5/5 : Teraba : Teraba : Teraba : Teraba : Teraba : Teraba : Tidak diperiksa

Tungkai dan Kaki kanan/kiri Luka Varises : : -/-/-

Tonus otot Massa Sendi Gerakan Kekuatan Edema

: : : : : :

+/+ -/+/+ +/+ 5/5 -/-

REFLEKS Tidak diperiksa COLOK DUBUR (ATAS INDIKASI) Tidak diperiksa

LABORATORIUM (26 Maret 2011) Haemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit Eritrosit : 12.0 gr/dl : 35 % : 8,100 /mm3 : 287.000 /mm3 : 4.53 juta/mm3

Imunoserologi widal Anti S.typhi H Anti S.typhi O IgG Dengue IgM Dengue : (-) : (+) : 1/320 : negatif

Kimia Klinik AST (SGOT) ALT (SGPT) Gula darah puasa : 74 U/L : 73 U/L : 93 mg/dl

RINGKASAN Pasien perempuan berumur 19 tahun, mengeluh demam 7 hari yang timbul bertahap, hilang timbul dan meningkat pada sore hingga malam hari. Sakit kepala (+), mual (+), muntah (+), nyeri perut dan BAB mencret (+). Riwayat epistaksis (+), Riwayat BAB hitam (+), Riwayat petekie (+), Riwayat gastritis (+), Riwayat sering makan obat warung (+). Hasil pemeriksaan didapatkan sebagai berikut : KS KU Vital sign N : 96 x/menit R : 22 x/menit S : 38,8 C : Compos Mentis, : Tampak sakit sedang : TD : 120/90

Pemeriksaan fisik : Lidah Lab : Hematokrit AST (SGOT) : 35 % : 74 U/L : kotor (+), tepi hiperemis (+), tremor (-)

ALT (SGPT) Anti S. Typhi H IgM Dengue

: 73 U/L : 1/320 : (+)

DAFTAR MASALAH SEMENTARA Febris e.c Demam Dengue DD/ Demam Typhoid PENGKAJIAN 1. Febris e.c Demam Dengue, berdasarkan:

Demam yang hilang timbul selama 7 hari Sakit kepala (+) Hepar teraba 2 cm dibawah arcus costae Riwayat epistaksis Riwayat petekie IgM Dengue (+) Sudah pernah berobat ke dokter dan didiagnosis susp. demam dengue.

DD/ Demam Tifoid


Keluhan Gastrointestinal : mual (+), nyeri perut (+), BAB mencret (+) Tifoid tongue : lidah kotor (+), pinggir hiperemis (+), tremor (+) Hepar teraba 2 cm dibawah arcus costae Muntah darah Riwayat BAB hitam

PERENCANAAN Diagnostik : Cek darah rutin

IgM, IgG Dengue Imunoserologi Widal Gaal Kultur Terapi : Infus RL 20 gtt/menit

Cefotaxime 2 x 1 gr i.v

Ondansetron 2 x 4 mg i.v Ranitidin 2 x 1 amp i.v Paracetamol 3 x 500 mg p. O Edukasi : Tirah baring

Diet makanan lunak Mengkonsumsi makanan yang higienis

PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad fungsionam Quo ad sanationam : ad bonam : ad bonam : ad bonam

FOLLOW UP Tanggal Subjektif 26-03-2011 Pasien datang dengan keluhan panas badan yang hilang timbul. Keluhan disertai pusing yang berdenyut terus menerus. Nyeri ulu hati (+) dan bertambah nyeri bila diisi makanan. Mual dan muntah darah. BAB mencret dan berwarna hitam. Riwayat sering makan obat warung (+). Objektif Analisis KU : SSKS : CM -Obs. Febris e.cDemam dengue T : 110/80 mmHg Dd/ demam typoid N : 72 x/menit -Hematemesis R : 20 x/menit Melena S : 36,9 C Mata : Ca -/- SI /Paru : VBS ka=ki, Wh -/- Rh -/Cor : BJ I-II murni regular, m(-) g(-) Abdomen : datar, Nyeri tekan (+) Perencanaan D/Cek lab : darah rutin, IgM, IgG dengue, widal, gaal kultur> menunggu hasil T/ Inf RL 20 gtt/min Cefotaxime 21 gr Ranitidin 21 IV Ondansetron 24 Mg Paracetamol 3500 mg E/

BU (+) Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat

Tirah baring Diet makanan lunak

Tanggal Subjektif 28-03-2011 Keluhan saat ini :nyeri pada ulu hati -tidak BAB sudah 1 hari -demam berkurang -mulai (-)

Objektif Analisis KU : SSKS : CM -Demam Typhoid-Febris T : 100/70 mmHg e.c N : 100 x/menit R : 22 x/menit S : 36,9 C Dengue Fever (perbaikan) -Hematemesis

Perencanaan D/cek darah rutin lengkapT/ infus RL 20 gtt/min Chloramphenicol 2 x 1 iv Paracetamol 3 x 500mg po E/ Tirah baring

Mata : Ca -/- SI -/- Melena Paru : VBS ka=ki, (perbaikan) Wh -/- Rh -/Cor : BJ I-II murni regular, m(-) g(-) Abdomen : datar, Nyeri tekan (+) BU (+) Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat LAB. (26-032011): Hematokrit : 35 % AST(SGOT): 74 U/L ALT(SGPT): 73

U/L Anti S. Typhi H 1/320 :

IgM Dengue : (+) Tanggal Subjektif Objektif Analisis 29-03-2011 Keluhan saat ini :KU : SSKS : CM -Demam nyeri pada ulu hati (-) TyphoidBebas T : 110/70 mmHg demam 3 -demam tidak ada hari N : 104 x/menit -mulai (-) -Febris e.c R : 22 x/menit -BAB lancar Dengue Fever S : 35,7 C Mata : Ca -/- SI -/- (perbaikan) Paru : VBS ka=ki, -Hematemesis Wh -/- Rh -/Melena

Perencanaan D/cek darah rutin lengkapT/ infus RL 20 gtt/min Chloramphenicol 2 x 1 iv Paracetamol 3 x 500mg po E/ Tirah baring

Cor : BJ I-II murni (perbaikan) regular, m(-) g(-) Abdomen : datar, Nyeri tekan (+) BU (+) Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat LAB. (26-032011): Hematokrit : 35 % AST(SGOT): 74 U/L ALT(SGPT): 73 U/L Anti S. Typhi H 1/320 IgM Dengue : (+) :

Tanggal Subjektif 30-03-2011 Keluhan saat ini :pasien ingin pulang Karena pasien merasa

Objektif KU : SRKS : CM

Analisis -Demam TyphoidBebas T : 100/70 mmHg demam 4 N : 110 x/menit hari -Febris e.c Dengue Fever

Perencanaan D/cek darah rutin lengkapT/ infus RL 20 gtt/min Chloramphenicol 2 x 1 iv Paracetamol 3 x 500mg po E/ Tirah baring BLPL

sudah sehat R : 20 x/menit S : 37,2 C

Mata : Ca -/- SI -/- (perbaikan) Paru : VBS ka=ki, Wh -/- Rh -/Cor : BJ I-II murni regular, m(-) g(-) Abdomen : datar, Nyeri tekan (+) BU (+) Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat PEMBAHASAN 1. I. DEMAM TIFOID

Demam tifoid dikenal sebagai penyakit saluran cerna yang merupakan infeksi sistemik dari bakteri Salmonella typhi. Biasanya tifoid sangat erat kaitannya dengan makanan dan air yang terkontaminasi oleh Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid ini juga merupakan penyakit multisistemik yang parah dengan karakter demam yang lama. . Berpotensial fatal jika tidak diterapi. Seperti diketahui demam tifoid disebabkan oleh genom Salmonella. Salmonella merupakan genus yang luas dari batang gram negatif famili enterobacteriaceae. Semua salmonella adalah motil dengan peritrichous flagella kecuali Salmonella typhi . Salmonella memproduksi asam dalam fermentasi glukosa, mereduksi nitrat, dan tidak memproduksi cytochrome oxidase, fakultatif anaerobic serta tidak membuat spora. Genus Salmonella berdasarkan deteksi antigen mayor yang determinan : 1. Somatic O antigen 2. Surface Vi antigen, terbatas pada S. typhi dan S. paratyphi 3. Flagellar H antigen Patogenesis

Semua infeksi Salmonella dimulai dengan menelan organisme yang ada dalam makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi. Kuman sebagian dimusnahkan dalm lambung., sebagian lolos masuk ke dalam usus dan kemudian berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propria. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal dan selanjutnya ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama limpa dan hati. Di dalam hati kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam usus. Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian lagi masuk ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif, maka saat fagositosis kuman terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang kemudian akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, maleise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental dan koagulasi. Endotoksin kuman dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ lainnya.

Diagnosis Tidak adanya gejala yang spesifik membuat penegakan diagnosis tifoid jadi sulit. Pada daerah endemik, demam tanpa penyebab jelas yang berlangsung lebih dari 1 mingggu harus dipikirkan ke arah tifoid hingga benar-benar dibuktikan penyebabnya. Kultur darah adalah cara penegakan diagnosis standar. Pada kultur darah dengan volume 15 ml pada dewasa dapat menegakkan diagnosis tifoid dengan keakuratan 60-80%, kultur sumsum tulang belakang lebih sensitif dengan keakuratan 80-95% bahkan pada pasien yang sudah diberikan antibiotik selama beberapa hari. Kultur darah kurang sensitive daripada sumsum tulang karena jumlah mikroorganisme yang ada pada darah lebih sedikit daripada sumsum tulang. Kesensitifan dari kultur darah lebih tinggi pada minggu pertama timbulnya penyakit. Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil yang negatif tidak menyingkirkan demam tifoid karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif. 2. Volume darah yang kurang. Bila darah yang dikultur terlalu sedikit maka hasil kultur bisa negatif. 3. Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasien. 4. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat.

Pada tes Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada tes widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tes widal digunakan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu : 1. Aglutinin O (dari tubuh kuman) 2. Aglutinin H (flagela kuman) 3. Aglutinin Vi (simpai kuman) Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tes widal yaitu : Pengobatan dini dengan antibiotik. Gangguan pembentukan antibodi dan pemberian kortikosteroid. Waktu pengambilan darah Daerah endemik atau non endemik Riwayat vaksinasi Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akabat aglutinasi silang dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen. Kultur sumsum tulang sangat sensitif keakuratannya 80-95 %. Kultur ini digunakan jika kebenaran diagnosis bakteriologik kemelut atau pasien sudah diobati dengan antibiotik. Hanya saja tes ini sangat sakit terasa pada pasien pada waktu pengambilan sampel. Dan sangat dibutuhkan ketrampilan yang tinggi agar saat pengambilan sampel tidak terjadi trauma bahkan komplikasi. Manifestasi Klinis Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi disertai komplikasi hingga kematian. Dalam minggu pertama suhu tubuh meninggi secara bertingkat seperti anak tangga berangsur dari suhu normal hingga mencapai suhu 38-40C. Suhu tubuh lebih tinggi pada sore dan malam hari dibanding pagi hari. Buang air besar biasanya terganggu dan terdapat lidah putih serta kotor, tepi lidah kelihatan merah, tremor, timbul bintik-bintik di dada dan perut pada awal penyakit selama kira-kira 5 hari pertama, kemudian tanda-tanda ini akan menghilang dan bisa menimbulkan infeksi pada kelenjar usus halus. Nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, perasaan tidak enak di perut, batuk, epistaksis, obstipasi atau diare juga terdapat pada minggu pertama. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas lagi berupa demam, bradikardi relatif (nadi tidak meningkat dengan adanya peningkatan suhu), hepatomegali, splenomegali,

meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis. Dan pada minggu ketiga gejala lebih jelas terlihat yaitu perut akan terasa sakit sekali, nadi cepat dan lemah. Dan pada stadium ini dapat terjadi perdarahan usus lalu disusul kematian. Penatalaksanaan Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu: 1. Istirahat dan perawatan, bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. 2. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. 3. Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman. Istirahat dan Perawatan Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai. Pada pasien dengan kesadaran menurun diperlukan perubahan-perubahan posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia ortostatik dan dekubitus. Diet dan Terapi Penunjang Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Di masa lalu pasien diberi bubur saring kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya nasi disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini yaitu nasi, lauk-pauk yang rendah selulosa dapat diberikan dengan aman kepada pasien demam tifoid.

Pemberian Antimikroba

Kloramfenikol Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara peroral atau intravena. Untuk strain kuman yang sensitif terhadap kloramfenikol, antibiotika ini memberikan efek klinis paling baik dibandingkan obat lain. Perlu diketahui kloramfenikol mempunyai efek toksik terhadap sumsum tulang. Penggunaan kloramfenikol, demam akan turun rata-rata setelah 5 hari.

Tiamfenikol Dosis dan efektivitas obat ini pada demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Demam rata-rata akan menurun pada hari ke-5 dan ke-6. Kotrimoksazol Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 22 tablet. Tiap tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan trimetoprim 80 mg. Obat ini diberikan selama 2 minggu. Ampisilin dan amoksisilin Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/kgBBdan digunakan selama 2 minggu. Sefalosporin generasi ketiga Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ketiga yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson. Dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dektrosa 100 cc diberikan selama setengah jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari. Golongan flurokuinolon Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan aturan pemberiannya : Norfloksazin dosis 2 x 400 mg/ hari selama 14 hari Ciprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari Pefloksasin dosis 400 mg/ hari selama 7 hari Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari. Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ketiga atau menjelang hari keempat. Hasil penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan flurokuinolon pertama yang memiliki bioavaibilitas tidak sebaik flurokuinolon yang dikembangkan kemudian. Kombinasi antimikroba Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan tertentu saja antara lain tifoid toksik, peritonitis atau perforasi serta syok septik yang pernah terbukti ditemukan 2 macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella.

Kortikosteroid Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada tifoid toksik atau demam tifoid yang mengalami syok septik dengan dosis 3 x 5 mg.

1. II.

DEMAM DENGUE & DEMAM BERDARAH DENGUE

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue melalui perantara artropoda (nyamuk) spesies Aedes. Virus dengue ini terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2,DEN-3 dan DEN-4.

PATOFISIOLOGI

Hipotesis infeksi heterolog sekunder (the secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis) sampai saat ini masih dianut. Berdasarkan hipotesis ini seseorang akan menderita DBD/DHF apabila mendapatkan infeksi berulang oleh serotipe virus dengue yang berbeda dalam jangka waktu tertentu yang berkisar antara 6 bulan 5 tahun. Patogenesis terjadinya renjatan pada DHF merupakan peranan dari proses imunologis. Berdasarkan hipotesis infeksi heterolog sekunder maka terbentuknya kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen. Aktivasi C3 dan C5 akan mengakibatkan pelepasan C3a dan C5a, dua peptide yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) disamping trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor V, VII, IX, X dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan traktus gastrointestinal. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada kasus berat, renjatan terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Sistim respon imun Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, antihemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect).

Respon Imun Infeksi Virus Dengue (dikutip dari Suroso, Torry C. Panbio Dengue Fever Rapid Strip IgG dan IgM, 2004) Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat.

MANIFESTASI KLINIS DEMAM DENGUE Infeksi dengue merupakan penyakit sistemik dan dinamik. Memiliki spektrum klinis yang luas yang meliputi manifestasi klinis yang parah dan tidak parah. Setelah masa inkubasi, penyakit dimulai secara tiba-tiba dan diikuti oleh tiga tahap demam, kritis dan pemulihan. Untuk penyakit yang kompleks dalam manifestasinya, penatalaksanaan relatif lebih sederhana, dan sangat efektif dalam memperpanjang kehidupan selama menerapkan penatalaksanaan pada waktu yang tepat. Kuncinya adalah pengenalan dini dan pemahaman masalah klinis dari penyakit ini selama fase lain, yang mengarah ke pendekatan rasional untuk manajemen kasus dan hasil klinis yang baik. Kegiatan (triase dan manajemen keputusan) di tingkat perawatan primer dan sekunder (di mana pasien pertama kali dilihat dan dievaluasi) sangat penting dalam menentukan hasil klinis demam berdarah. Pemberitahuan awal kasus demam berdarah terlihat dalam perawatan primer dan sekunder sangatlah penting untuk mengidentifikasi penyakit dan memulai suatu respon awal

FASE FEBRIS Pasien biasanya mengalami demam tinggi mendadak. Fase demam akut ini biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai dengan kemerahan pada wajah, eritema kulit, nyeri badan biasa, mialgia, arthralgia dan sakit kepala. Beberapa pasien mungkin memiliki sakit tenggorokan, infeksi pada faring dan injeksi konjungtiva. Anoreksia, mual dan muntah yang umum. Hal ini sangat menyulitkan untuk membedakan klinis demam berdarah dari penyakit demam non-berdarah di fase awal demam. Tes tourniquet positif dalam fase ini meningkatkan kemungkinan adanya DBD. Selain itu, gejala klinis tidak dapat dibedakan antara kasus Dengue berat dan tidak berat. Oleh karena itu pemantauan untuk tanda-tanda bahaya dan parameter klinis lainnya ini penting untuk mengenali perkembangan ke fase kritis. Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membrane mukosa (mis. hidung dan gusi) mungkin dapat terlihat. Perdarahan massif pada vagina (pada wanita usia subur) dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama tahap ini tetapi tidak umum. Hati sering teraba membesar dan lunak setelah beberapa hari demam. Kelainan paling awal dalam jumlah darah lengkap adalah penurunan progresif jumah sel darah putih, yang harus diwaspadai oleh dokter untuk kemungkinan besar terjadinya Dengue. FASE KRITIS Ketika terjadi penurunan suhu badan dari batas normal, suhu turun menjadi 37,5-38oC atau kurang dan tetap di bawah tingkat ini, biasanya terjadi pada hari 3-7 penyakit, peningkatan permeabilitas kapiler yang diikuti dengan meningkatnya nilai hematokrit dapat terjadi. Ini menandai awal dari fase kritis. Periode kebocoran plasma secara klinis biasanya berlangsung 24-48 jam. Leukopenia Progresif diikuti dengan penurunan cepat jumlah trombosit biasanya merupakan awal dari kebocoran plasma. Pada pasien dengan keadaan tanpa peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik, sementara mereka dengan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menjadi lebih buruk akibat dari volume plasma yang hilang. Tingkat kebocoran plasma bervariasi. Efusi pleura dan asites mungkin secara klinis dapat terdeteksi tergantung pada derajat kebocoran plasma dan volume terapi cairan. Oleh karena itu rontgen thorak dan USG abdomen merupakan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis. Tingkat kenaikan hematokrit di atas normal sering menggambarkan keparahan kebocoran plasma. Syok terjadi ketika volume kritis plasma hilang melalui kebocoran. Hal ini sering diawali oleh gejala awal. Suhu tubuh dapat di bawah normal saat syok terjadi. Dengan syok yang berkepanjangan, sebagai akibat dari hipoperfusi organ sehingga menyebabkan kerusakan organ secara progresif, asidosis metabolik dan koagulasi intravascular diseminata. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan perdarahan parah sehingga menyebabkan hematokrit menurun pada syok berat. Sebagai ganti dari leukopenia biasanya terlihat selama fase Dengue, jumlah total sel darah putih dapat meningkat pada pasien dengan pendarahan hebat. Selain itu, gangguan berat organ seperti ensefalitis hepatitis berat, atau miokarditis dan / atau pendarahan parah juga dapat berkembang tanpa kebocoran plasma yang jelas atau syok.

Mereka yang membaik setelah penurunan suhu badan dari batas normal dapat dikategorikan dengan Dengue tidak parah. Beberapa kemajuan pasien untuk fase kritis kebocoran plasma tanpa penurunan suhu badan dari batas normal dan, pada pasien tersebut, perubahan jumlah darah lengkap harus digunakan untuk memandu awal fase kritis dan kebocoran plasma. Mereka yang memburuk akan memperliahatkan tanda bahaya. Hal ini disebut dengan Dengue dengan gejala peringatan. Kasus demam berdarah dengan gejala peringatan mungkin akan sembuh dengan rehidrasi dini intravena. FASE PEMULIHAN Jika pasien bertahan dalam 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi bertahap dari cairan kompartemen ekstravaskuler terjadi dalam 48-72 jam berikutnya. Keadaan umum membaik, nafsu makan membaik, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik stabil dan diuresis membaik. Beberapa pasien dapat terjadi ruam seperti pulau-pulau putih di laut berwarna merah. Beberapa mungkin mengalami pruritus umum. Bradikardi dan perubahan elektrokardiografi biasa terjadi selama tahap ini. Hematokrit yang stabil atau mungkin lebih rendah karena efek pengenceran cairan diserap. Jumlah sel darah putih biasanya mulai naik segera setelah penurunan suhu badan dari batas normal tetapi pemulihan jumlah trombosit biasanya belakangan dibandingkan dari jumlah sel darah putih. Distress pernapasan dari efusi pleura masif dan ascites akan terjadi kapan saja jika cairan infus berlebihan terus diberikan. Selama kritis dan / atau fase pemulihan, terapi cairan yang berlebihan berhubungan dengan edema paru atau gagal jantung kongestif. Berbagai masalah klinis pada fase yang berbeda Dengue dapat disimpulkan seperti pada tabel berikut. Fase febris, kritis dan Pemulihan pada dengue DENGUE BERAT/PARAH Dengue berat didefinisikan oleh satu atau lebih hal berikut: (i) Kebocoran plasma yang dapat mengakibatkan syok (syok Dengue) dan / atau akumulasi cairan, dengan atau tanpa gangguan pernapasan, dan/atau (ii) (iii) Perdarahan parah, dan/atau Kerusakan berat organ.

Pada permeabilitas pembuluh darah Dengue berlanjut, memperburuk hipovolemia dan hasil shock. Biasanya terjadi di sekitar penurunan suhu badan dari batas normal, biasanya pada 4 hari atau 5 (kisaran 3-7 hari) penyakit, diawali dengan gejala peringatan. Selama tahap awal syok, mekanisme kompensasi yang mempertahankan tekanan darah normal sistolik juga menghasilkan takikardia dan vasokonstriksi perifer dengan perfusi kulit berkurang, sehingga kaki dingin dan pengisian kapiler tertunda. Uniknya, tekanan diastolik naik terhadap tekanan sistolik dan tekanan nadi menyempit dengan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Pasien syok dengue sering tetap sadar dan jernih. Dokter yang tidak berpengalaman mungkin

mengukur tekanan sistolik normal dan salah menilai keadaan kritis pasien. Akhirnya, ada dekompensasi dan kedua tekanan tiba-tiba menghilang. syok hipotensi yang lama dan hipoksia dapat menyebabkan kegagalan multi-organ dan manifestasi klinis yang sangat sulit. Pasien dianggap memiliki syok jika tekanan nadi (yaitu perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik) ini 20 mm Hg pada anak-anak atau terdapat tanda-tanda perfusi kapiler buruk (ekstremitas dingin, pengisian lambat kapiler, atau denyut nadi yang cepat). Pada orang dewasa, tekanan nadi 20 mm Hg mungkin menunjukkan shock lebih parah. Hipotensi biasanya terkait dengan syok berkepanjangan yang sering kali dikaitkan dengan pendarahan besar. Pasien dengan Dengue parah mungkin memiliki kelainan koagulasi, tetapi hal ini biasanya tidak cukup untuk menyebabkan perdarahan besar. Ketika tidak terjadi perdarahan besar, hampir selalu dikaitkan dengan syok yang mendalam(profound shock) karena hal ini, dalam kombinasi dengan trombositopenia, hipoksia dan asidosis, dapat mengakibatkan kegagalan organ multiple dan koagulasi intravascular diseminata lanjut. Perdarahan masif mungkin terjadi tanpa keadaan syok yang berkepanjangan ketika asam asetilsalisilat (aspirin), ibuprofen atau kortikosteroid telah ditempuh. Manifestasi yang tidak biasa, termasuk gagal hati akut dan ensefalopati, mungkin hadir, bahkan tanpa adanya kebocoran plasma berat atau syok. Kardiomiopati dan ensefalitis juga dilaporkan dalam beberapa kasus Dengue. Namun, kebanyakan kematian dari Dengue terjadi pada pasien dengan syok mendalam, terutama jika situasi ini kompleks dengan kelebihan beban cairan. Dengue berat harus dipertimbangkan jika pasien dari daerah risiko Dengue datang dengan demam 2-7 hari ditambah salah satu dari gejala berikut: Ada bukti kebocoran plasma, seperti: - tinggi atau semakin meningkat hematokrit; - efusi pleura atau ascites; - kompromi atau sirkulasi syok (takikardia, ekstremitas dingin dan lembap, pengisian kapiler waktu lebih dari 3 detik, denyut nadi lemah atau tidak terdeteksi, tekanan nadi sempit atau, pada syok akhir, tekanan darah tak terukur). Ada perdarahan yang signifikan. Ada penurunan kesadaran (kelesuan atau kegelisahan, koma, kejang). Ada keterlibatan gastrointestinal berat (muntah terus menerus, meningkatkan atau intens nyeri perut, sakit kuning). Ada organ kerusakan parah (gagal hati akut, gagal ginjal akut, ensefalopati atau ensefalitis, atau manifestasi yang tidak biasa lainnya, ckardiomiopati) atau manifestasi yang tidak biasa lainnya. Mengurangi angka kematian Dengue membutuhkan proses terorganisir yang menjamin pengenalan awal penyakit, dan manajemen dan rujukan bila diperlukan. Komponen utama

dari proses ini adalah pelayanan klinis yang baik di semua tingkat pelayanan kesehatan, dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Sebagian besar pasien Dengue sembuh tanpa harus masuk ke rumah sakit sementara beberapa mungkin berkembang menjadi penyakit parah. Prinsip-prinsip triase sederhana namun efektif dan keputusan manajemen yang diterapkan di tingkat perawatan primer dan sekunder, dimana pasien yang pertama dilihat dan dievaluasi, dapat membantu dalam mengidentifikasi mereka yang berisiko terkena penyakit berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Ini harus disertai oleh manajemen dengue berat yang cepat dan tepat di pusat-pusat rujukan. Pendekatan bertahap untuk pengelolaan dengue

Langkah I Penilaian Secara umum Riwayat Riwayat harus mencakup: - tanggal mulai demam / sakit; - kuantitas asupan oral; - penilaian untuk gejala peringatan - diare; - perubahan kondisi mental / kejang / pusing; - urin output (frekuensi, volume dan waktu membatalkan terakhir); - Riwayat penting lain yang relevan, seperti keluarga atau Dengue lingkungan, perjalanan untuk daerah endemis Dengue, kondisi co-ada (misalnya bayi, kehamilan, obesitas, diabetes mellitus, hipertensi), hutan dan trekking berenang pada air terjun (menganggap leptospirosis, tifus, malaria), baru-baru ini hubungan seks tanpa kondom atau penyalahgunaan obat (mempertimbangkan serokonversi penyakit akut HIV).

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik harus mencakup: - penilaian keadaan mental; - penilaian status hidrasi

- penilaian status hemodinamik - memeriksa takipnea / pernafasan asidosis / efusi pleura - memeriksa untuk kelembutan abdominal / hepatomegali / asites - pemeriksaan untuk manifestasi ruam dan perdarahan - tourniquet test (ulangi jika sebelumnya negatif atau jika tidak ada manifestasi pendarahan). Pemeriksaan Jumlah darah lengkap sebaiknya dilakukan pada saat pertama datang.Uji hematokrit pada fase lebih awal demam membuktikan hematokrit pada awal pasien sendiri. Penurunan jumlah sel darah putih membuat Dengue sangat mungkin. Penurunan pesat pada jumlah trombosit secara sejalan dengan hematokrit meningkat dibandingkan sebagai dasar yang memberi kesan terjadinya kebocoran plasma / fase kritis dari penyakit. Dengan tidak adanya pada dasar pada pasien, tingkat populasi usia-spesifik hematokrit dapat digunakan sebagai pengganti selama fase kritis. Uji laboratorium harus dilakukan untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Namun, tidak perlu untuk penanganan akut pasien, kecuali dalam kasus-kasus dengan manifestasi yang tidak biasa. Pengujian tambahan sebaiknya dipertimbangkan seperti yang ditunjukkan (dan jika tersedia). Hal ini sebaiknya mencakup tes fungsi hati, glukosa, elektrolit serum, urea dan kreatinin, bikarbonat atau laktat, enzim jantung, EKG dan berat urin spesifik. Langkah II - Diagnosa, penilaian tahap penyakit dan keparahan

Atas dasar evaluasi terhadap riwayat, pemeriksaan fisik dan / atau jumlah darah lengkap dan hematokrit, dokter harus dapat menentukan apakah penyakit ini merupakan Dengue, dimana fase itu adalah (demam, kritis atau pemulihan), apakah ada tanda-tanda peringatan , hidrasi dan status hemodinamik pasien, dan apakah pasien membutuhkan perawatan.

TUJUAN PENATALAKSANAAN Tergantung pada manifestasi klinis dan kondisi lain, pasien mungkin akan dirawat jalan (Grup A), dirujuk untuk penatalaksanaan di rumah sakit (Grup B), atau memerlukan perawatan darurat dan rujukan mendesak (Grup C). Pengobatan menurut kelompok A-C Grup A - pasien yang dapat dirawat jalan. Berikut adalah pasien yang mampu mentolerir volume yang cukup cairan oral dan buang air kecil setidaknya sekali setiap enam jam, dan tidak memiliki tanda-tanda peringatan, terutama ketika mereda demam. Pasien Rawat Jalan sebaiknya ditinjau ulang setiap hari untuk perkembangan penyakit (penurunan sel darah putih menghitung, penurunan suhu badan dari batas normal dan gejala peringatan) sampai mereka keluar dari masa kritis. Mereka dengan hematokrit stabil dapat dikirim pulang setelah disarankan untuk kembali untuk rumah sakit

segera jika mereka berkembang tanda-tanda peringatan dan untuk mengikuti perencanaan Tindakan berikut: 1. Mendorong asupan oral larutan rehidrasi oral (oralit), jus buah dan cairan lainnya yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti kerugian dari demam dan muntah. Asupan cairan oral mungkin dapat mengurangi jumlah rawat inap. [Perhatian: cairan yang mengandung gula/glukosa dapat memperburuk hiperglikemia stres fisiologis dari berdarah dan diabetes mellitus.] 1. Berikan parasetamol untuk demam tinggi jika pasien tidak nyaman. Interval dosis parasetamol tidak boleh kurang dari enam jam. Hangat spons jika pasien masih memiliki demam tinggi. Jangan memberikan asam asetilsalisilat (aspirin), ibuprofen atau agen anti-inflamasi non-steroid (NSAID) sebagai obat ini dapat memperburuk gastritis atau perdarahan. Asam asetilsalisilat (aspirin) mungkin berhubungan dengan Reyes Syndrome. 1. Memerintahkan perawatan-pemberi bahwa pasien harus dibawa ke rumah sakit segera jika hal berikut terjadi: tidak ada perbaikan klinis, penurunan sekitar saat penurunan suhu badan sampai yg normal, sakit perut yang parah, muntah terus menerus, kaki dingin dan berkeringat, lesu atau iritabilitas / kegelisahan , perdarahan (misalnya tinja hitam atau muntah kopi-darat), tidak buang air selama lebih dari 4-6 jam. Pasien yang dipulangkan harus dipantau setiap hari oleh penyedia layanan kesehatan untuk pola suhu, volume asupan cairan dan kerugian, output urin (volume dan frekuensi), tanda peringatan, tanda-tanda kebocoran plasma dan perdarahan, hematokrit, dan sel darah putih dan trombosit jumlah (lihat kelompok B). Grup B - pasien yang harus dirujuk untuk perawatan di rumah sakit Pasien mungkin perlu dirawat di pusat perawatan kesehatan sekunder untuk Pengawasan dekat, terutama ketika mereka mendekati fase kritis. Ini termasuk pasien dengan tanda-tanda peringatan, mereka dengan kondisi co-ada yang bisa membuatnya berdarah atau manajemen yang lebih rumit (seperti kehamilan, bayi, usia lanjut, obesitas, diabetes mellitus, gagal ginjal, penyakit hemolitik kronis), dan mereka yang memiliki keadaan sosial tertentu (seperti hidup sendiri, atau tinggal jauh dari fasilitas kesehatan tanpa sarana transportasi yang dapat diandalkan). Jika pasien menderita demam berdarah dengan tanda-tanda peringatan, rencana tindakan harus sebagai berikut: 1. Mendapatkan kadar hematokrit sebelum terapi cairan. Hanya memberikan cairan isotonik seperti salin 0,9%, ringer laktat, atau cairan Hartmann. Mulailah dengan 5-7 ml / kg / jam selama 1-2 jam, kemudian turun menjadi 3-5 ml / kg / jam selama 2-4 jam, dan kemudian mengurangi untuk 2-3 ml / kg / jam atau kurang sesuai dengan klinis respon. 2. Meninjau kembali status klinis dan ulangi hematokrit. Jika hematokrit tetap sama atau meningkat hanya sedikit, lanjutkan dengan kecepatan yang sama (2-3 ml / kg / jam) selama 2-4 jam. Jika tanda-tanda vital memburuk dan hematokrit meningkat

cepat, naikkan menjadi 5-10 ml / kg / jam selama 1-2 jam. Meninjau kembali status klinis, ulangi hematokrit dan meninjau ulang infus cairan yang sesuai. 3. Berikan volume cairan intravena minimum yang diperlukan untuk mempertahankan perfusi baik dan output urin sekitar 0,5 ml / kg / jam. Infus cairan biasanya dibutuhkan hanya 24-48 jam. Kurangi cairan intravena secara bertahap bila laju kebocoran plasma menurun menjelang akhir fase kritis. Hal ini ditunjukkan oleh output urin dan / atau asupan cairan oral yaitu / adalah cukup, atau hematokrit menurun di bawah nilai dasar pada pasien stabil. 4. Pasien dengan tanda-tanda peringatan harus dipantau oleh penyedia layanan kesehatan sampai waktu risiko atas. Keseimbangan cairan tetap harus dijaga ketat. Parameter yang harus dimonitor termasuk tanda-tanda vital dan perfusi perifer (1-4 jam sampai pasien keluar dari fase kritis), output urin (4-6 jam), hematokrit (sebelum dan setelah penggantian cairan, kemudian 6-12 jam) , glukosa darah, dan fungsi organ lain (seperti profil ginjal, profil hati, profil koagulasi, seperti yang ditunjukkan). Jika pasien menderita demam berdarah tanpa tanda-tanda peringatan, rencana tindakan harus sebagai berikut: 1. Memberi asupan oral. Jika tidak ditoleransi, mulai terapi cairan intravena salin 0,9% atau ringer laktat dengan atau tanpa dextrose pada dosis pemeliharaan. Untuk pasien obesitas dan kelebihan berat badan, gunakan berat badan ideal untuk perhitungan infus cairan. Pasien mungkin dapat diberi cairan oral setelah beberapa jam terapi cairan intravena. Jadi, perlu untuk merevisi infus cairan sesering mungkin. Berikan volume minimum yang diperlukan untuk mempertahankan perfusi baik dan output urin. Infus cairan biasanya dibutuhkan hanya untuk 24-48 jam. 2. Pasien harus dipantau terus pada pola suhu, volume cairan yang masuk dan yang hilang, output urin (volume dan frekuensi), tanda peringatan, hematokrit, dan sel darah putih dan platelet. Tes laboratorium lain (seperti hati dan ginjal fungsi tes) dapat dilakukan, tergantung pada gambaran klinis dan fasilitas rumah sakit atau pusat kesehatan.

Grup C - pasien yang memerlukan perawatan darurat dan rujukan mendesak ketika terjadi dengue berat. Pasien memerlukan rujukan pengobatan darurat dan mendesak ketika mereka berada dalam fase kritis penyakit, yaitu apabila terjadi : 1. kebocoran plasma berat yang mengarah ke dengue syok dan / atau akumulasi cairan dengan distress pernafasan; 2. pendarahan berat 3. kerusakan organ yang berat (kerusakan hati, kerusakan ginjal, kardiomiopati, ensefalopati atau ensefalitis). 5. Listen 6. Read phonetically

Semua pasien dengan dengue yang berat harus dirawat di rumah sakit dengan akses sarana perawatan intensif dan transfusi darah. Resusitasi cairan intravena yang tepat merupakan intervensi penting dan biasanya satu-satunya yang diperlukan. Larutan kristaloid harus isotonik dan volume hanya cukup untuk mempertahankan sirkulasi efektif selama periode kebocoran plasma. Kehilangan cairan plasma harus segera diganti dengan cepat dengan larutan kristaloid isotonik atau, dalam kasus syok hipotensi, larutan koloid. Jika mungkin, memperoleh tingkat hematokrit sebelum dan sesudah resusitasi cairan. Perlu ada pengganti lanjutan untuk kehilangan plasma untuk mempertahankan sirkulasi yang efektif selama 24-48 jam. Untuk pasien yang kelebihan berat badan atau obesitas, berat badan ideal harus digunakan untuk menghitung tingkat infus cairan. Grup A dan crossmatch harus dilakukan untuk semua pasien syok. Transfusi darah harus diberikan hanya dalam kasuskasus dengan perdarahan yang dicurigai / yang berat. Resusitasi cairan harus jelas dipisahkan dari pemberian cairan sederhana. Pemberian ini pada volume cairan yang lebih besar (misalnya 10-20 ml bolus) yang diberikan untuk jangka waktu terbatas di bawah pemantauan ketat untuk mengevaluasi respon pasien dan untuk menghindari terjadinya edema paru. Tingkat defisit volume intravaskular shock dengue bervariasi. Input biasanya jauh lebih besar dari output, dan rasio input/output tidak berguna untuk menilai resusitasi cairan kebutuhan selama periode ini. Tujuan dari resusitasi cairan termasuk meningkatkan sirkulasi pusat dan perifer (penurunan takikardia, meningkatkan tekanan darah, volume denyut nadi, kaki hangat dan merah muda, dan waktu pengisian kapiler <2 detik) dan meningkatkan perfusi akhir-organ tingkat sadar yaitu stabil (lebih siaga atau kurang tenang), output urin 0,5 ml / kg / jam, penurunan asidosis metabolik. Penatalaksanaan Syok. Rencana tindakan untuk merawat pasien dengan syok kompensasi adalah sebagai berikut : 1. Mulai resusitasi cairan intravena dengan larutan kristaloid isotonic pada 5 10 ml/kg/jam lebih dari 1 jam. Kemudian meninjau kembali kondisi pasien (tanda-tanda vital, waktu pengisian kapiler, hematokrit, urin output). Langkah berikutnya tergantung pada situasi. 2. Jika kondisi pasien membaik, cairan intravena harus secara bertahap dikurangi menjadi 5-7 ml / kg / jam selama 1-2 jam, kemudian ke 3-5 ml / kg / jam selama 2-4 jam, kemudian ke 2-3 ml / kg / jam, dan kemudian selanjutnya tergantung pada status hemodinamik, yang dapat dipertahankan sampai 24-48 jam. 3. Jika tanda-tanda vital masih stabil (syok misalnya tetap), periksa hematokrit setelah bolus pertama. Jika peningkatan hematokrit atau masih tinggi (> 50%), mengulang bolus kedua larutan kristaloid pada 10-20 ml / kg / jam selama satu jam. Setelah bolus kedua, jika ada perbaikan, kurangi menjadi 7-10 ml / kg / jam selama 1-2 jam, dan kemudian terus diturunkan sebagaimana di atas. Jika hematokrit menurun dibandingkan dengan acuan hematokrit awal (<40% pada anak-anak dan perempuan dewasa, <45% pada pria dewasa), ini mengindikasikan pendarahan dan kebutuhan untuk lintas pencocokan dan transfusi darah sesegera mungkin. 4. Selanjutnya bolus larutan kristaloid atau koloid mungkin perlu diberikan selama 2448 jam berikutnya.

Pasien dengan syok hipotensi harus ditangani lebih ketat. Rencana tindakan untuk merawat pasien dengan syok hipotensi adalah sebagaimana berikut : 1. Lakukan resusitasi cairan intravena dengan larutan kristaloid atau koloid (jika tersedia) pada 20 ml / kg sebagai bolus diberikan lebih dari 15 menit untuk menhindari pasien dalam keadaan syok secepat mungkin. 2. Jika kondisi pasien membaik, berikan infus / koloid kristaloid 10 ml / kg / jam selama satu jam. Kemudian lanjutkan dengan infus kristaloid dan secara bertahap diturunkan menjadi 5-7 ml / kg / jam selama 1-2 jam, kemudian ke 3-5 ml / kg / jam selama 2-4 jam, dan kemudian menjadi 2-3 ml / kg / jam atau kurang, yang dapat dipertahankan sampai 24-48 jam. 3. Jika tanda-tanda vital masih tidak stabil (syok misalnya tetap), periksa hematokrit yang didapat sebelum bolus pertama. Jika hematokrit yang rendah (<40% pada anakanak dan perempuan dewasa, <45% pada pria dewasa), ini mengindikasikan pendarahan dan kebutuhan untuk transfusi darah crossmatch dan sesegera mungkin 4. Jika hematokrit tinggi dibandingkan dengan nilai normal (jika tidak tersedia, gunakan baseline populasi), perubahan cairan infus untuk larutan koloid pada 10-20 ml / kg sebagai bolus kedua lebih dari 30 menit sampai satu jam. Setelah bolus kedua, menilai kembali pasien. Jika kondisi membaik, turunkan menjadi 7-10 ml / kg / jam selama 12 jam, kemudian ubah kembali ke larutan kristaloid dan mengurangi tingkat infus sebagaimana yang disebutkan di atas. Jika kondisi masih tidak stabil, ulangi hematokrit setelah bolus kedua. 5. Jika hematokrit menurun dibandingkan dengan nilai sebelumnya (<40% pada anakanak dan perempuan dewasa, <45% pada pria dewasa), ini mengindikasikan pendarahan dan kebutuhan untuk cross match dan transfusi darah sesegera mungkin. Jika hematokrit meningkat dibandingkan dengan nilai sebelumnya atau masih sangat tinggi (> 50%), terus larutan koloid pada 10-20 ml / kg sebagai bolus ketiga lebih dari satu jam. Setelah dosis ini, turunkan menjadi 7-10 ml / kg / jam selama 1-2 jam, kemudian ubah kembali ke larutan kristaloid dan mengurangi tingkat infus sebagaimana yang disebutkan di atas apabila kondisi pasien membaik. 6. Selanjutnya bolus cairan mungkin perlu diberikan selama 24 jam ke depan. Tingkat dan volume masing-masing infus bolus harus dititrasi terhadap respon klinis. Pasien dengan dengue yang berat harus dirawat dengan pemantauan ketat atau dengan perawatan intensif. Pasien dengan syok dengue harus sering dimonitor sampai periode bahaya berakhir. Keseimbangan cairan detail dari semua input dan output harus dijaga. Parameter yang harus dimonitor termasuk tanda-tanda vital dan perfusi perifer (setiap 15-30 menit sampai pasien keluar dari syok, kemudian 1-2 jam). Secara umum, semakin tinggi tingkat infus cairan, pasien lebih sering harus dipantau dan ditinjau untuk menghindari overload cairan sambil memastikan penggantian volume yang cukup. Jika sumber daya yang tersedia, pasien dengan dengue yang berat harus memiliki jalur arteri yang ditempatkan secepat mungkin. Alasan untuk hal ini adalah bahwa dalam keadaan syok, estimasi tekanan darah menggunakan manset umumnya tidak akurat. Penggunaan suatu kateter arteri memungkinkan untuk pengukuran darah yang berkelanjutan dan tekanan diulang dan pengambilan sampel darah sering terjadi di mana pengambilan keputusan

mengenai terapi dapat didasarkan. Pemantauan oksimetri EKG dan denyut nadi harus tersedia di unit perawatan intensif. Urine output harus diperiksa secara berkala (per jam sampai pasien keluar dari syok, kemudian 1-2 jam). Kateter kandung kemih yang lama memungkinkan pemantauan dekat terhadap output urin. Output urin yang dapat diterima akan menjadi sekitar 0,5 ml / kg / jam. Haematokrit harus dipantau (sebelum dan sesudah bolus cairan sampai stabil, maka 4-6 jam). Selain itu, harus ada pemantauan gas darah arteri atau vena, laktat, karbon dioksida total / bikarbonat (setiap 30 menit sampai satu jam sampai stabil, maka yang diindikasikan), glukosa darah (sebelum resusitasi cairan dan ulangi sebagaimana yang ditunjukkan), dan lainnya fungsi organ (seperti profil ginjal, profil hati, profil koagulasi, sebelum resusitasi dan sebagaimana yang ditunjukkan). Perubahan hematokrit adalah panduan yang berguna untuk pengobatan. Namun, perubahan harus ditafsirkan secara paralel dengan status hemodinamik, respons klinis terhadap terapi cairan dan keseimbangan asam-basa. Misalnya, naik atau terus-menerus hematokrit yang tinggi bersama dengan tanda-tanda vital tidak stabil (terutama penyempitan tekanan nadi) menunjukkan kebocoran plasma aktif dan perlunya bolus lebih lanjut pengganti cairan. Namun, naik atau hematokrit terus-menerus tinggi bersama-sama dengan status hemodinamik stabil dan output urin yang cukup tidak memerlukan cairan infus tambahan. Dalam kasus terakhir, terus memantau secara ketat dan kemungkinan bahwa hematokrit akan mulai turun dalam waktu 24 jam mendatang karena berhenti kebocoran plasma. Penurunan hematokrit bersama-sama dengan tanda-tanda vital tidak stabil (terutama penyempitan tekanan nadi, takikardia, asidosis metabolik, output urin yang buruk) menunjukkan perdarahan besar dan membutuhkan transfusi darah segera. Namun penurunan hematokrit bersama-sama dengan status hemodinamik yang stabil dan output urin yang cukup menunjukkan hemodilusi dan/atau reabsorpsi cairan ekstravasasi, sehingga dalam hal ini cairan intravena harus dihentikan segera untuk menghindari edema paru.

Pengobatan komplikasi perdarahan Perdarahan mukosa dapat terjadi pada setiap pasien dengan demam berdarah tetapi, jika pasien tetap stabil dengan cairan resusitasi / penggantian, perlu dinilai sebagai ringan. Perdarahan biasanya membaik dengan cepat selama fase pemulihan. Pada pasien dengan thrombocytopaenia berat, pastikan istirahat yang ketat dan lindungi dari trauma untuk mengurangi risiko pendarahan. Jangan memberikan suntikan intramuskular untuk menghindari hematoma. Perlu dicatat bahwa transfusi profilaksis trombosit untuk thrombositopenia parah pada pasien dengan hemodinamik yang masih stabil belum terbukti efektif dan tidak perlu. Jika pendarahan besar terjadi biasanya dari saluran pencernaan, dan / atau vagina pada wanita dewasa. Pendarahan internal mungkin tidak tampak jelas selama berjam-jam sampai fepses hitam yang pertama kali keluar. Pasien berisiko perdarahan utama adalah mereka yang: - telah lama / syok yang lama

- memiliki syok hipotensi dan gagal ginjal atau hati dan / atau asidosis metabolik berat dan persisten - dalam terapi agen anti-inflamasi non-steroid - riwayat ulkus peptikum sebelumnya - menjalani terapi antikoagulan - memiliki bentuk trauma, termasuk injeksi intramuskular. Pasien dengan kondisi hemolitik beresiko hemolisis akut dengan haemoglobinuria dan akan membutuhkan transfusi darah. Perdarahan berat bisa diketahui dengan: - perdarahan terbuka berat dan / atau persisten pada pasien dengan status hemodinamik yang tidak stabil, terlepas dari nilai hematokrit - penurunan hematokrit setelah resusitasi cairan dengan status hemodinamik yang tidak stabil - syok refrakter yang gagal merespon resusitasi cairan berturut-turut 40-60 ml / kg - hipotensi syok dengan nilai hematokrit normal/rendah sebelum resusitasi cairan - persisten atau memburuknya asidosis metabolik tekanan darah baik sistolik yang dipertahankan, terutama pada mereka dengan nyeri tekan dan kembung pada perut yang parah. Transfusi darah merupakan tindakan untuk menyelamatkan jiwa dan harus diberikan sesegera mungkin jika dicurigai atau ditemukan pendarahan parah. Namun, transfusi darah harus diberikan dengan hati-hati karena risiko kelebihan cairan. Jangan menunggu hematokrit turun terlalu rendah untuk melakukan transfusi darah. Perlu diperhatikan bahwa hematokrit <30% dianggap sebagai indikator untuk transfusi darah, seperti yang direkomendasikan dalam Kampanye Sepsis Penggabungan Pedoman, tidak berlaku untuk demam berdarah parah. Untuk alasan ini maka, pada dengue, perdarahan biasanya terjadi setelah masa syok lama yang diawali dengan kebocoran plasma. Selama kebocoran plasma hematokrit meningkat ke nilai relatif tinggi sebelum timbulnya pendarahan parah. Ketika perdarahan terjadi, hematokrit maka akan turun dari tingkat tinggi. Akibatnya, tingkat hematokrit mungkin tidak serendah dengan tidak adanya kebocoran plasma. Rencana Tindakan untuk pengobatan komplikasi perdarahan adalah sebagai berikut: Berikan 5-10ml/kg sel darah merah segar-dikemas atau 10-20 ml / kg darah lengkap segara pada tingkat yang sesuai dan amati respons klinis. Hal ini penting bahwa darah lengkap

segar atau sel darah merah segar ini diberikan. Pengiriman oksigen di tingkat jaringan yang optimal dengan tingkat tinggi di-phosphoglycerate 2,3 (2,3 DPG). Darah yang tersimpan kehilangan 2,3 DPG, rendahnya tingkat kemampuan hemoglobin yang menghambat pengeluaran oksigen, sehingga hipoksia jaringan fungsional. Respon klinis yang baik meliputi peningkatan status hemodinamik dan keseimbangan asam-basa. Pertimbangkan mengulangi transfusi darah jika ada darah yang hilang terus-menerus atau hematokrit yang tidak naik setelah transfusi darah. Ada sedikit bukti untuk mendukung praktek transfusi platelet konsentrat dan / atau plasma segar-beku untuk pendarahan parah. Hal yang terjadi saat perdarahan besar tidak dapat dikelola hanya dengan darah lengkap segar/ PRC, tetapi dapat memperburuk overload cairan. Perawatan dengan baik harus dilakukan ketika memasukkan pipa naso-lambung karena dapat menyebabkan perdarahan yang parah dan dapat memblokir jalan napas. Tabung orolambung dilumasi mungkin meminimalkan trauma selama penyisipan. Insersi kateter vena sentral harus dilakukan dengan petunjuk ultra-suara atau oleh orang yang sangat berpengalaman.

PERBANDINGAN ANTARA KLASIFIKASI DEFINISI KASUS DENGUE WHO TAHUN 1997 DENGAN KLASIFIKASI DEFINISI KASUS DENGUE WHO TAHUN 2009

KLASIFIKASI WHO TAHUN 1997

KLASIFIKASI WHO TAHUN 2009

Definisi Kasus untuk Demam BerdarahKemungkinan: penyakit demam akut dengan 2 atau lebih hal berikut:

Dengue non berat tanpa tanda-tanda peringatan Kemungkinan demam berdarah:

Sakit kepala Retro-orbital nyeri Arthralgia Ruam Manifestasi perdarahan Leukopenia Pemeriksaan serologi (timbal balik titer

Tinggal pada / bepergian ke daerah endemis DBD. Demam dan 2 dari kriteria berikut: Mual, muntah Ruam nyeri dan nyeri tourniquet test positif Leukopenia

antibodi HI 1280, sebanding dengan tes ELISA titer IgG atau Tes antibodi IgM (+) pada fase akut atau akhir konvalesen.

Penunjang : Kasus dikonfirmasi dengan kriteria laboratorium

KLASIFIKASI WHO TAHUN 1997 Definisi Kasus untuk Demam Berdarah DengueHarus dikuti tanda-tanda sebagai berikut : 1. Demam atau riwayat demam, berlangsung selama 2-7 hari, kadang-kadang bifasik 2. Hemorrhagic kecenderungan dibuktikan oleh setidaknya salah satu dari berikut: a. (+) uji tourniquet b. Petechiae, ecchymosis, purpura c. Pendarahan dari mukosa, GIT, situs

KLASIFIKASI WHO TAHUN 2009

injeksi atau lokasi lain d. Hematemesis atau melena 3. Trombositopenia (100.000 sel/mm3 atau kurang) 4. Bukti adanya kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah, yang dinyatakan oleh setidaknya salah satu dari berikut: a. Kenaikan hematokrit yang sama dengan atau lebih besar dari 20% di atas ratarata untuk usia, jenis kelamin, dan populasi b. Penurunan hematokrit setelah pengobatan volume pengganti sama dengan atau lebih besar dari 20% dari baseline c. Adanya kebocoran plasma seperti efusi pleura asites, dan hipoproteinemia

Definisi Kasus untuk sindrom Syok Dengue (SSD) Semua dari empat kriteria untuk DBD

harus ada, ditambah bukti kegagalan sirkulasi dimanifestasikan oleh:


Denyut nadi cepat dan lemah, DAN Tekanan nadi sempit (<20mmHg [2.7kPa] ATAU dimanifestasikan oleh: Hipotensi untuk usia, DAN Dingin berkeringat kulit dan kegelisahan

Dengue tidak parah tanpa tanda-tanda Peringatan Berdarah ATAU dengan tandatanda peringatan(ringan)Demam dan 2 dari DBD Grade 1 kriteria berikut: Demam disertai dengan tanda konstitusional Mual, muntah Ruam non-spesifik dan gejala seperti anoreksia, nyeri dan nyeri muntah, sakit perut, hanya manifestasi tourniquet test positif perdarahan adalah uji tourniquet (+) dan / Leukopenia atau mudah memar Ada tanda-tanda peringatan ringan, misalnya ringan perut DBD Grade 2Selain manifestasi dari kelas Dengue dengan tanda-tanda Peringatan *: 1; terdapat perdarahan spontan biasanya Nyeri abdomen atau nyeri tekan pada kulit atau perdarahan lain (mukokutan), yang terus menerus muntah GIT klinis akumulasi cairan Mukosa berdarah, Letargi, kegelisahan pembesaran hati> 2 cm Laboratorium: peningkatan HCT bersamaan dengan cepat penurunan jumlah trombosit * memerlukan observasi ketat dan intervensi medis. Dengue BeratHarus dipertimbangkan jika pasien dari daerah risiko dengue dengan adanya demam 2-7 hari ditambah salah satu dari fitur berikut: Kebocoran plasma berat, yang mengarah ke: - Shock - Akumulasi cairan dengan gangguan pernapasan Perdarahan berat, seperti yang dinilai oleh dokter

Grading Keparahan DBD / DSS

DBD 3 Grade (DSS) Kegagalan sirkulasi dimanifestasikan oleh nadi lemah dan penyempitan tekanan nadi atau hipotensi yang cepat, dengan Adanya kulit lembab dingin dan kegelisahan.

Kerusakan berat organ - Hati: AST atau ALT 1000 - SSP: gangguan kesadaran - Jantung dan organ lainnya

DBD 4 Grade (DSS)Syok yang sangat parah dengan tekanan darah atau denyut nadi tidak teraba.

PENATALAKSANAAN CAIRAN PADA DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE A. Cairan manajemen untuk pasien dengan DF / DHF [Dengue tanpa tanda-tanda warning] yang tidak dirawat.

Pada pasien dengan DF / DBD Grade I yang tidak dirawat, larutan rehidrasi oral harus diberikan berdasarkan berat badan, menggunakan oralit yang direkomendasikan saat ini:

Perhitungan Cairan Rehidrasi Oral Menggunakan Berat (Metode Barnes and Young) Berat Badan (kg) > 3-10 > 10-20 > 20-30 > 30-60 CRO yang diberikan 100 ml/kg/hari 75 ml/kg/hari 50-60 ml/kg/hari 40-50 ml/kg/hari

Mengurangi osmolaritas CRO yang mengandung natrium 45 sampai 60 mmol / liter. Sport drinks [Na] <20 meqs / tidak harus diberikan. B. Cairan manajemen untuk pasien yang dirawat, tanpa syok (DF / DBD Grade I-II atau Dengue tanpa tanda-tanda warning).

Larutan Isotonik (D5 LRS, D5 Ringer asetat D5 NSS / D5 NaCl 0,9) tersebut cocok untuk pasien DBD yang dirawat tetapi tanpa syok. Pemeliharaan IVF dihitung dengan menggunakan metode pengeluaran kalori (Cara Holliday Segar) atau Perhitungan Berdasarkan Berat (Cara Barnes dan Young). Kebutuhan Jumlah Cairan (ml / hari) 100 ml/kg 1.000 ml + 50 ml / kg untuk setiap kg> 10 kg 1.500 ml + 20 ml / kg untuk setiap kg> 20 kg Perhitungan Pemeliharaan Cairan infus intravena (Cara Holliday dan Segar)

Berat Badan (kg) 0 -10 > 10-20 kg > 20

Jika pasien menunjukkan tanda-tanda dehidrasi ringan, volume yang diperlukan untuk dehidrasi ringan akan ditambahkan ke cairan pemeliharaan selama 6 8 jam berikutnya. Rumus berikut dapat digunakan untuk menghitung volume cairan intravena yang dibutuhkan untuk infus:

Maintenance IVF + Cairan seperti untuk dehidrasi ringan Dimana volume cairan untuk dehidrasi ringan dihitung sebagai berikut (yang akan ditambahkan ke volume pemeliharaan cairan): Bayi 50 ml / kg / 6-8 jam Anak yang lebih tua atau Dewasa 30 ml / kg / 6-8 jam

Peninjauan ulang secara berkala diperlukan sehingga tingkat cairan dapat disesuaikan. Setelah 6-8 jam, tingkat cairan dihitung dengan menilai pemeliharaan selama 16-18 jam. Parameter klinik harus dimonitor dan berkorelasi dengan hematokrit. Ini akan memastikan hidrasi yang memadai, mencegah hidrasi berkurang atau berlebihan. Tingkat IVF dapat mengalami penurunan kapan saja sesuai kebutuhan.

Indikasi pulang, antara lain: Paling tidak 24 jam tidak demam tanpa antipiretik Nafsu makan baik Nilai hematokrit stabil Tiga hari sesudah syok teratasi Tidak ada sesak nafas atau takipnea Trombosit 50.000/l.

1. III.

HEMATEMESIS MELENA

Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam ter yang berasal dari saluran makan bagian atas. Melana adalah buang air besar darah berwarna hitam ter juga berasal dari saluran makan bagian atas. Yang dimaksud saluran makan bagian atas yaitu saluran makan diatas (proksimal) ligamentum Treitz , mulai dari yeyunum proksimal , duodenum , gaster , dan esophagus. Penyebab hematemeasis melena dapat berasal dari kelainan varises dan non varises. Kelainan non varises bias disebabkan oleh gastropati hipertensi portal , gastritis erosive , ulkus peptic , stress ulcer , robekan Mallory Weiss , keganasan SMBA , dan penyakit sistemik. Kriteria diagnosis untuk hematemesis melena: Muntah dan BAB darah warna hitam ter

Sindrom dyspepsia, bila ada riwayat makan obat NSAID, jamu pegal linu, alcohol, yang menimbulkan erosi atau ulkus peptikum Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, dapat disertai gangguan kesadaran.

Dapat terjadi syok hipovolemik, takikardi, perabaan dingin, kulit pucat, kesadaran kompos mentis sampai apatis Penatalaksanaan Hematemesis Melena Setiap penderita dengan perdarahan saluran makan bagain atas ( SMBA ) Dalam penatalaksanaan hematemesis melena ada 2 tindakan yaitu tindakan umum dan khusus. Tindakan umum bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum pasien, apapun penyebab perdarahannya.Tindakan khusus, biasanya baru dikerjakan setelah diagnosis penyebab perdarahan sudah dapat dipastikan. Tindakan Umum 1. Infus dan transfuse darah Tinadakan pertama yang dilakukan adalah resusitasi, untuk memulihkan keadaan penderita akibat kehilangan cairan atau syok. Yaitu cairan infuse dekstros 5% atau Ringer laktat atau NACL 0,9% dan transfuse Whole Blood atau Packed Red Cell.

2. Psikoterapi Sebagai akibat perdarahan yang banyak, dapat membuat penderita menjadi gelisah. Maka diperlukan psikoterapi. 3. Istirahat mutlak Istirahat mutlak sangat dianjurkan, sekurang kurangnya selama 3 hari setelah perdarahan berhenti. 4. Diet Dianjurkan puasa jika perdarahan belum berhenti. Dan penderita mendapat nutrisi secara parenteral total sampai perdarahan berhenti. Jika perdarahan berhenti, diet bias dimulai dengan diet cair H1/L1. Selanjutnya secara bertahap diet beralih ke makanan padat 5. Pemasangan Nasogastric Tube, kemudian dilakukan lavage Lambung dengan air es yang dimasukkan , di tunggu 5 menit, dan di keluarkan. Ini dilakukan berulang-ulang sampai cairan lambung jernih. Tindakan ini bias diulang 1-2 jam kemudian jika masih ada perdarahan. 6. Medika mentosa Antasida cair,untuk menetralkan asam lambung. Injeksi Simetidin atau injeksi Ranitidine, yaitu antagonis reseptor H2 untuk mengurangi sekresi asam lambung. Injeksi Traneksamic acid, jika ada peningkatan aktifitas fibrinolisin. Injeksi Vitamin K, jika ada tanda-tanda Sirosis hati. Sterilisasi usus dengan Laktulosa oral serta Clisma tinggi, jika ada tanda-tanda Sirosis hati, ditambahkan Neomycin atau Kanamycin. Tindakan Khusus Tindakan khusus ini di tujukan pada penyebab perdarahan yang dapat dibagi atas dua penyebab, yaitu karena pecahnya varises esofagus dan bukan karena varises. Pengobatan perdarahan SMBA non varises: 1. Injeksi Simetidin 200mg/8jam atau injeksi Ranitidin 50mg/8jam. Jika perdarahan sudah berhenti dapat diberikan per oral. 2. Antasida, dapat diberikan bila perdarahn sudah berhenti. 3. Selain obat-obat diatas, untuk mengurangi rasa sakit atau pedih dapat diberikan obat golongan anti kolinergik.

Bila tata cara tersebut setelah 72 jam pengobatan konservatif tidak berhasil, dan perdarahan masih tetap berlangsung, maka ini indikasi untuk di lakukan pembedahan.

Anda mungkin juga menyukai