Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Al-Qur'a>n adalah kalam ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., dengan perantaraan Jibril as., yang tertulis dalam lembaran-lembaran (mus}haf), dimana membacanya adalah ibadah. Dia diturunkan ke dunia bukan hanya sekedar dibaca, namun lebih dari itu agar diamalkan seluruh isi dan kandungannya. Sebagaimana diyakini, bahwa al-Qura>n sengaja diturunkan Allah swt., agar dapat menjadi petunjuk dan pembimbing untuk segenap manusia di setiap ruang dan waktu1. al-Qura>n juga akan mengantarkan manusia, khususnya mereka yang beriman ke jalan yang paling lurus. Allah berfirman (QS. Al-Isra (17):9):


Terjemahnya: "Sesungguhnya al-Qura>n ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus.2 Tafsir sebagai sebuah jembatan dalam memahami kandungan ayat-ayat alQura>n, namun tidak dapat pungkiri bahwa Ilmu Tafsir berkembang seiring perkembangan dinamika kehidupan umat Islam. Sebuah keniscayaan bagi sebuah teks suci petunjuk Ilahiah, mencakupi perkembangan dinamika realitas yang ada di lapangan. Pada satu sisi pandangan, hal ini seakan menjadi tantangan bagi teks al-Qura>n, namun di sisi lain menjadi wahana pembuktian betapa kompleksitas dan akurasi firman-firman Allah swt. yang berbicara tentang kehidupan makhluk ciptaan.
Abdul Rahman Dahlan, Kaedah-kaedah Penafsiran Al-Qura>n (Cet. II; Bandung: Mizan, 1981), h. 19. Departemen Agama RI, Al-Qura>n dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur'an, 1994), h. 425.
2 1

Sebagai wadah pemahaman terhadap kandungan firman Allah swt. ilmu tafsir menawarkan beragam metode dan pendekatan dalam memandang ayat-ayat al-Qura>n. Varian penafsiran tersebut, merupakan hal yang wajar. Analogi sederhana yang dapat diserupakan, misalnya dalam anekdot yang seringkali menjadi dasar dari beragam penafsiran yang muncul ketika empat orang buta mencoba mendeskripsikan seekor gajah berdasarkan apa yang mereka pegang dari bagian gajah itu. Di satu sisi mendeskripsikan gajah sebagai makhluk yang besar, yang lain mengatakan bahwa gajah itu seperti tiang, si buta lainnya menekankan bahwa gajah adalah makhluk panjang dan lengkung, bahkan disisi lain mengungkapkan tentang gajah dengan memberikan penjelasan yang juga berbeda padahal mereka memegang gajah yang sama.3 Mengacu dari dasar inilah, usaha-usaha untuk memahami al-Qura>n dari berbagai aspek selalu muncul ke permukaan selaras dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi. Hal ini, tentunya membawa persoalan yang kemudian menimbulkan masalah dalam mempelajarinya. Apa dan dari sisi apa al-Qura>n dipelajari agar terhindar dari problem yang didapati dari ke empat orang buta pada anekdot diatas. Maka dari itu dibutuhkan pengetahuan yang mendalam akan pendekatan tafsir. B. Rumusan Masalah Dari pemaparan singka pada latar belakang diatas, maka pemakalah merumuskan permasalahan pokok adalah Bagaimana Metode Pendekatan Dalam Tafsir ? dengan sub permasalahan sebagai berikut : 1. Apa esensi dari metode pendekatan tafsir? 2. Bagaimana tipologi Pendekatan dan corak penafsiran ? 3. Bagamana jenis-jenis pendekatan dalam tafsir ?

Abd Muin Salim dkk., Metodologi Penelitian Tafsir Maud}u>i> (Cet. I; Jakarta: Pustaka Arif, 2010), h. 81.

BAB II PEMBAHASAN

A.

Esensi Metode Pendekatan Tafsir Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara yang

digunakan untuk berfikir guna mencapai maksud dalam ilmu pengetahuan4. Sedangkan pendekatan secara etimologi, berasal dari kata dekat; yang berarti pendek (jarak), hampir, akrab dan menjelang. Kemudian kata dekat ini mendapat awalan "pe" dan akhiran "an" menjadi pendekatan, yang secara leksikal berarti proses, pembuatan, cara mendekati5. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa metode pendekatan adalah sudut pandang dalam melihat suatu objek kajian. Sementara menurut Abdul Muin Salim, metode pendekatan adalah pola pikir (ittija>h al-fikr) yang dipergunakan untuk membahas suatu masalah6. Selanjutnya, tafsir berasal dari kata fassara - yufassiru tafsi>r yang berarti penjelasan atau keterangan, yakni menerangkan atau mengungkapkan sesuatu yang tidak jelas. Jadi bila dikaitkan dengan tafsir al-Qur'an, berarti penjelasan atau keterangan tentang firman Allah, yang memberikan pengertian mengenai susunan kalimat yang terdapat dalam al-Qur'an7. Jadi metode pendekatan tafsir dapat diartikan sebagai suatu cara penafsiran yang dipergunkan oleh mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qura>n berdasarkan disiplin ilmu yang dimiliki masing-masing mufasir. Selanjutnya dari perbedaan sudut pandang seorang mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat alQura>n sehingga melahirkan berbagai corak penafisran.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 652.
5 4

ibid, h. 218.

Lihat Abd Muin Salim dkk, Op.cit., h. 82 lihat juga Abdul Muin Salim, Pedoman Penyusunan Proposal Penelitian (Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1992), h. 8.
7

Ahmad al-Syirbasyi, Sejarah Tafsir Qur'an (Cet. III; ttp. Pustaka Firdaus, 1994), h. 5.

B.

Tipologi Pendekatan Dan Corak Penafsiran Tipologi berasal dari dua akar kata yaitu typos dan logos. typos atau type

adalah bentuk, macam, jenis dan golongan. Logos atau logy dikenal luas dalam banyak susunan seperti sosiologi, biologi, dan lain-lain yang berarti ilmu, teori atau aliran.8 Menurut kamus besar bahasa Indonesia, tipologi adalah ilmu watak tentang bagian manusia dalam golongan-golongan menurut corak wataknya masing-masing.9 Pendekatan dapat dibedakan berdasarkan beberapa tinjauan. Namun demikian pendekatan dalam hal ini tetap terkait dengan teori-teori pengetahuan yang dipergunakan mengkaji objek dan aspek yang terkait objek peneliti itu sendiri. Tipologi Pendekatan secara umum dalam ilmu Keisalaman, juga memiliki cabang-cabang tergantung karakteristiknya, secara mendasar terbagi kepada poinpoin berikut. 1. Pendekatan dari aspek subjek atau pelaku (Internal dan eksternal) Internal disini adalah pengkajian Islam yang dilakukan oleh Islam itu sendiri dengan jalan mempelajari serta menganalisa Islam secara menyeluruh, pendekatan inilah melahirkan pendekatan tradisional, pendekatan sumber dan pendekatan doktriner. Pada pendekatan tradisional yaitu pada masa Nabi tipe tradisional mempergunakan dalil naqli sebagai dasar acuan menerapkan 4 disiplin ilmu, yaitu ilmu fikih, ilmu tasawuf, ilmu kalam dan falsafah atau al-hikmah.10 setelah sahabat dan tabiin mengkaji Al-Qura>n Nabi wafat, para

dan hadis yang melahirkan

Munir Balabakki, Al-Mawrid, A Modern English-Arabic Dictionary, (Beirut; Dar alIlm li alMalayin, 1988), h.102.
9

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., h.952.

Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, (Cet.II; Jakarta : Paramadina, 1992), h.248.

10

pendekatan sumber. Pada kajian sumber ini ada beberapa metode yang tergabung yakni kajian tafsir, hadist dan hukum Islam.11 Pendekatan doktriner yaitu objek studi yang diyakini sebagai sesuatu yang suci dan merupakan doktrin-doktrin yang berasal dari ilahi yang mempunyai nilai kebenaran yang absolut, mutlak dan universal. Sedangkan eksternal yaitu pendekatan yang dilakukan oleh orang yang bukan Islam seperti orientalis.12 Sedangkan pendekatan yang dipakai, yaitu umumnya orientalis membahas agama Islam dengan pendekatan saintifik. Fenomena Islam dianalisis dengan teori ilmiah tertentu, misalnya dengan pendekatan historis, sosiologi, dan psikologi. Pendekatan tersebut meskipun turut memberikan kontribusi bagi studi Islam, namun kelemahannya mereka mengkaji Islam tidak selalu objektif dan terkadang tidak memberikan pemahaman yang utuh bahkan menyudutkan Islam, walaupun demikian tidak semuanya mesti ditolak namun dipelajari kemudian dikembangkan sebagai bahan perbandingan. 2. Pendekatan dari aspek Objek (Langsung dan Tak langsung) Dari segi objeknya mempunyai kriteria-kriteria sebagai berikut: al-Qura>n, hadis, pemikran-pemikran, fenomena dan sejarah (aspek perkembangan ajaran islam). Dan untuk lebih mengembangkan, maka terdapat pendekatan lain yaitu a) Pendekatan Tekstual, yaitu pendekatan yang mengacu pada teksteks yang terdapat dalam Al-Qura>n dan hadis. Tujuannya adalah melahirkan akurasi konsep yang akan menjauhkan peneliti dari kesalahan interpretasi sebagai akibat pergeseran makna yang

terjadi dalam proses perkembangan bahasa. b) Pendekatan kultural, yaitu penggunaan pengetahuan yang mapan untuk memahami ajaran Islam. Karenanya, pendekatan ini

Abd Muin Salim, Beberapa Aspek Metodologi Tafsir Al-Qura>n (Ujungpandang: LSKI,1991), h.18.
12

11

Muhaemin, Dimensi-dimensi Studi Islam ( Surabaya: Abdi Tama, 1994), h.24.

mengacu pada pandangan bahwa pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman bertetangan dengan dan penalaran yang benar tidak al-Qura>n.13

kandungan

Pendekatan

kebudayaan termasuk salah satu bentuk di antara bentuk-bentuk pendekatan yang dilakukan dalam memahami ajaran Islam yang ada pada dataran empiriknya, atau ajaran Islam dalam bentuk formal yang demikian menggejala di masyarakat.14 Islam yang tampil berhubungan dengan kebudayaan yang

sangat

berkembang di masyrakat tempat agama Islam itu berkembang. Sehingga umat Islam dapat mengamalkan ajaran Islam dengan baik. c) Pendekatan perilaku, yaitu pendekatan yang berkaitan dengan sikap dan tingkah laku keagamaan yang terjelma dalam kehidupan sehari-hari umat Islam, baik secara perorangan maupun secara melembaga.15 d) Pendekatan sosiohistoris atau pendekatan kesejarahan, yaitu yang berkenaan dengan

mengetahui keadaan sebenarnya konteks historisnya.16

penerapan suatu peristiwa. Maka akan memahami agama dalam

e) Pendekatan semantik, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan berusaha menggali makna yang terkandung dalam ungkapanungkapan bahasa Al-Qura>n dan hadis.17

Abd Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qura>n, (Cet.II;Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 29-30. Lihat, Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Cet.III;Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 49.
15 14

13

Abd Muin Salim, op.cit., h.2. Abuddin Nata, op.cit ., h. 48. Abd Miun Salim, konsepsi..op.cit., h.21.

16

17

Ringkasnya bahwa dalam pendekatan dilihat dari segi objeknya dapat dibagi kedalam pendekatan langsung dan tidak langsung. Pendekatan langsung merupakan cara kerja memahami objek terkait secara langsung terhadap ayat-ayat Al-Qura>n yang dapat disebut juga Pendekatan Qurani. Sedangkan pendekatan tak langsung adalah

pengkajian suatu objek melalui jalur lain seperti pendekatan tafsir.18 3. Pendekatan dari aspek alat dan sarana Pendekatan yang dipakai adalah

pendekatan melalui

terjemahan atau tafsir para ulama, pendekatan ini dapat juga disebut

pendekatan

teologis,

filosofis,empirik dan intuisi. Pendekatan teologis, pendekatan ini menggunakan kerangka ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan yang lain.19 Menurut Harun nasution, jika seseorang hendak mendalami suatu agama maka ia harus mempelajari teologi agama itu mempelajari agama dengan pendekatan teologi akan memberi seseorang keyakinan yang kuat.20 Pendekatan filosofis secara etimologi filsafat berasal dari bahasa yunani yang berarti cinta kebijaksanaan. Pendekatan ini yaitu upaya untuk menjelaskan inti, hakekat, hikma mengenai sesuatu yang berada dibalik yang bersifat lahiriyah. Dengan demikian, pendekatan filosofis adalah pendekatan yang dilakukan untuk menelusuri sesuatu sampai keakar-

akarnya lalu mempertanggungjawabkan dengan sistimatis. Pendekatan empiris yaitu pendekatan yang didasarkan pada pengalaman atau pengetahuan yang dapat ditangkap dengan panca indera,

18

Abd Muin Salim dkk, Op.cit., h. 83 Lihat, Abuddin Nata, op.cit ., h. 29.

19

Harun Nasution, Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Cet.V;Jakarta: UI Press,1986 ), h.9.

20

pendekatan ini meliputi kajian sosiologis, antropologis dan historis.21 Pendekatan empiris ini dibagi menjadi tiga bentuk kajian yaitu kajian sosiologis, antropologi dan historis. Pendekatan intuisi yakni mengkaji islam dengan menggunakan daya batin untuk mengerti dan memahami ajaran islam tidak dengan pikiran. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa proses penalaran tertentu. Dari uraian diatas dikemukakan bahwa selain factor subjektifitas, objek yang diteliti merupakan bagian dari konsep pendekatan. Seorang peneliti yang berlatar belakang fikih misalnya, akan mengkaji ayat-ayat Al-Qura>n dari aspek hokum yang terkandung. Demikian pula yang memiliki latar belakang pendidikan dan lain sebagainya. Dalam dunia tafsir, dikenal istilah corak penafsiran yang berkaitan dengan aspek formal ayat-ayat Al-Qura>n yang menjadi objek material kajian sebagai implikasi dari konsep latar belakang keilmuan seorang peneliti/mufassir. Menurut Muin Salim sebagaimana yang dikutip dalam buku Metodologi Penelitian Tafsir Maud}u>i> bahwa studi terhadap hadis-hadis nabi memperlihatkan objek formal tafsir. Penelitian yang pernah dilaksanakan menunjukkan bahwa objek tafsir tidak hanya mencakup masalah keagamaan (kepercayaan, hokum dan akhlak), tetapi juga masalah-masalah kemasyarakatan, masalah futurology, kefilsafatan, bahkan pengetahuan alam seperti falak dan pengobatan. 22 Dalam ilmu tafsir didapati berbagai corak tafsir sebagai berikut : 1. Tafsir Kalam, yang menjadikan ayat-ayat akidah sebagai objek pembahasan. 2. Tafsir Fikih (Ahka>m) yang menjadikan ayat-ayat hokum sebagai objek pembahasan. 3. Tafsir Akhlak yang membahas ayat-ayat akhlak

21

Abd Muin Salim, op.cit., h.56. Ibid. h. 85

22

4. Tafsir Ijtima>i> yang menjadikan ayat-ayat kemasyarakatan sebagai objeknya. 5. Tafsir Ilmi> yang menjadikan ayat-ayat kauniyah sebagai objek pembahasannya.23 C. Jenis-Jenis Pendekatan Dalam Tafsir Untuk memahami isi kandungan Al-Qura>n tidaklah semudah yang kita bayangkan, karena Al-Qura>n dengan menggunakan bahasa Arab sangat sarat dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Selain itu struktur dan uslub bahasa Al-Qura>n memiliki nilai sastra yang sangat tinggi yang berbeda dengan bahasa Arab pada umumnya. Oleh karena itu, di dalam memahaminya perlu metode pendekatan. Adapun metode-metode pendekatan tafsir yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Bahasa Penafsiran dengan mengggunakan pendekatan kebahasaan dalam menjelaskan maksud ayat yang terkandung dalam Al-Qura>n muncul karena selain Al-Qura>n sendiri memberi kemungkinan-kemungkinan arti yang berbeda. Juga menurut M. Quraish Shihab, akibat banyaknya orang non-Arab yang memeluk agama Islam, serta akibat kelemahan-kelemahan orang Arab sendiri di bidang sastra, sehingga dirasakan kebutuhan untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman kandungan Al-Qura>n di bidang ini24. Perlu dimaklumi bahwa seseorang tidak bebas untuk memilih pengertian yang dikehendakinya atas dasar pengertian satu kosa kata pada masa praIslam, atau yang kemudian berkembang. Seorang mufasir disamping harus memperhatikan struktur serta kaidah-kaidah kebahasaan serta konteks pembicaraan ayat, juga harus memperhatikan penggunaan Al-Qura>n
23

Ibid. h. 86 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qura>n (Cet. XVI; Bandung: Mizan, 1997), h.

24

72.

terhadap setiap kosa kata. Sebagai contoh, kata 'alaq dalam wahyu pertama "Dia (Tuhan) menciptakan manusia dari 'alaq" mempunyai banyak arti, antara lain: segumpal darah, sejenis cacing (lintah) sesuatu yang berdempet dan bergantung, kebergantungan dan sebagainya25. Di sini seseoarang mempunyai kebebasan memilih salah satu dari arti-arti tersebut dengan mengemukakan alasan-alasannya. Perbedaan dalam memilih arti harus dapat ditoleransi selama ia dikemukakan dalam batas yang bisa

dipertanggungjawabkan. Dalam kasus yang lain, sering Al-Qura>n menggunakan lebih dari satu kali kata yang sama secara beruntun dalam satu kalimat namun pengertiannya berbeda satu sama lain. Sebagaimana firman Allah swt., dalam QS. al-Rum (30): 54:


Terjemahnya: "Allah yang menciptakan mereka dari kelemahan, kemudian menjadikannya kuat sesudah lemah, kemudian sesudah kuat jadi lemah dan beruban"26. Menurut Manna' al-Qaththan, bahwa yang dimaksud dengan da'f yang pertama itu adalah ketika masih seperti nufah dan pengertian yang kedua adalah ketika masih kanak-kanak, dan yang ketiga ketika sudah tua renta27. 2. Pendekatan Historis Seseorang yang ingin memahami Al-Qura>n secara benar misalnya maka yang bersangkutan harus memperlajari sejarah turunnya Al-Qura>n yang disebut sebagai ilmu Asba>b al-Nuzu>l. Dengan pendekatan ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang

25

Ibid., h. 81-82. Depag, op. cit., h. 105.

26

Manna' al-Qaththan, Mabahits fi 'Ulum Al-Qura>n (Cet. XVI; Beirut: Muassasah alRisalah, 1993), h. 201.

27

10

berkenaan dengan hukum tertentu, dan ditujukan untuk memelihara syari'at dari kekeliruan memahaminya28. Dengan mengetahui latar belakang turunnya ayat, orang dapat mengenal dan menggambarkan situasi dan keadaan yang terjadi ketika ayat itu diturunkan, sehingga hal itu memudahkan untuk memikirkan apa yang terkandung di balik teks-teks ayat itu. Selain dari itu, mengetahui Asba>b al-Nuzu>l adalah cara yang paling kuat dan paling baik dalam memahami pengertian ayat, sehingga para sahabat yang paling mengetahui tentang sebab-sebab turunnya ayat lebih didahulukan pendapatnya tentang pengertian dari satu ayat, dibandingkan dengan pendapat sahabat yang tidak mengetahui sebab-sebab turunnya ayat29. Bahkan Imam al-Wahidi dengan tegas mengemukakan pendiriannya, yaitu:


Artinya: "Tidaklah mungkin (seseorang) mengetahui tafsir dari suatu ayat tanpa mengetahui kisahnya dan keterangan sekitar turnnya ayat tersebut"30. Namun ulama berbeda pendapat tentang kedudukan asba>b al-nuzu>l. Ada yang menganggap penting keberadaan riwayat-riwayat asba>b alnuzu>l di dalam memahami ayat dan ada pula yang tidak memberikan keistimewaan karena yang penting bagi mereka ialah apa yang tertera di dalam redaksi ayat31. Berdasarkan uraian di atas, maka pendekatan historis dalam menafsirkan ayat memiliki peran yang sangat penting khususnya asba>b al-nuzu>l,

Lihat: Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Cet. III; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 48.
29

28

Depag, op. cit., h. 105. Ibid.

30

Azyumardi Azra (ed.), Sejarah dan Ulum Al-Qura>n (Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), h. 89-90.

31

11

karena dengan pendekatan ini seseorang dapat menerapkan ayat-ayat pada kasus dan kesempatan yang berbeda. Lebih dari sekedar asba>b al-nuzu>l, para ilmuwan juga menyatakan perlunya mengetahui sejarah Al-Qura>n. Istilah ini kadang diistilahkan dengan ta>ri>kh Al-Qura>n atau The History of Koran. Tegasnya menafsirkan Al-Qura>n tanpa mempertimbangkan aspek historisnya, akan mengacaukan pemaknaan kandungan Al-Qura>n, sebagai contoh penafsiran Usman bin Mazin dan Amr bin Ma'adi terhadap ayat QS. al-Maidah (6): 93:


Terjemahnya: "Tidak ada dosa bagi orang-orang beriman dan beramal shaleh terhadap apa-apa yang mereka makan apabila mereka bertakwa dan beriman serta beramal shaleh"32. Sehubungan dengan ayat ini, mereka membolehkan minum khamar. Imam al-Sya>fi'i berkomentar bahwa sekiranya mereka mengetahui seluk beluk ayat ini, tentunya mereka tidak akan mengatakan demikian. Sebab, Ahmad bin alNasai, dan lainnya menyatakan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah orangorang yang ketika khamar diharamkan mempertanyakan nasib kaum muslimin yang terbunuh di jalan Allah, sedangkan mereka dahulunya minum khamar33. 3. Pendekatan Filosofis dan Teologis Pendekatan ini dilakukan akibat penerjemahan kitab filsafat yang mempengaruhi sebagian pihak, serta akibat masuknya penganut agama-

32

Depag, ibid., h. 190.

Ahmad Syadali dan Ahmad Raofi'i, Ulum Al-Qura>n (Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 113. Lihat juga Muhammad Yusuf al-Qardhawi, Berinteraski dengan Al-Qura>n (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 309.

33

12

agama lain ke dalam Islam yang dengan sadar atau tanpa sadar mempercayai beberapa hal dari kepercayaan lama mereka34. Muhammad Husain al-Zahabi mengemukakan bahwa para filosof yang berusaha mempertemukan antara agama dan filsafat mempunyai dua cara yang mereka tempuh, yaitu: Pertama, dengan cara mentakwilkan teks-teks alQura>n agar sesuai dengan pendapat filosof atau dengan menyesuaikan teksteks al-Qura>n dengan pendapat filosof agar dapat sejalan. Kedua, menjelaskan teks-teks al-Qura>n dengan pendapat-pendapat atau teori-teori filsafat, dengan kata lain pendapat filsafat yang mengendalikan teks-teks alQura>n35. Pendekatan-pendekatan seperti ini dalam penafsiran al-Qura>n

menimbulkan pro dan kontra. Golongan yang kontra beranggapan apabila seorang mufasir menafsirkan al-Qura>n, kemudian tafsiran tersebut bertentangan dengan teori-teori filsafat, maka hendaknya seorang mufasir memaparkan dalam tafsirnya, apakah dengan jalan mendukung teori-teori tersebut kemudian menjelaskan bahwa teori tersebut tidak bertentangan dengan nas} al-Qura>n, dan jika teori tersebut memang benar dan dapat diterima, ataukah dengan jalan menolak teori tersebut mentah-mentah kemudian menjelaskannya bahwa teori itu tidak sejalan dengan nas AlQura>n. Yang melakukan hal seperti ini adalah Imam Fakhr al-Razi dengan tafsirnya Mafa>tih al-Gaib36. Adapun golongan yang pro terhadap filsafat, dimana mereka mempercayai segala apa yang terdapat dalam filsafat, ketika mereka menafsirkan alQura>n mereka mengambil pendapat filosof, sehingga dapat dilihat tafsir

34

M. Quraish Shihab, op. cit., h. 72.

Lihat Muhammad Husain al-Zahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun (Cet. I; Kairo: Wahabah, 1995), h. 452-453.
36

35

Ibid.

13

mereka cenderung mendukung filsafat dengan mengatasnamakan al-Qura>n, seperti karangan al-Farabi37. 4. Pendekatan Sosiologis Sebagaimana diketahui bahwa dalam al-Qura>n banyak ayat yang berkaitan dengan masalah sosial. Seorang mufasir berusaha memahami teksteks secara teliti, lalu menjelaskan makna yang dimaksud dan berusaha menghubungkan teks-teks al-Qura>n yang dikaji dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang ada di tengah-tengah masyarakat. Pendekatan seperti ini bermula pada masa Syaikh Muhammad Abduh, dimana perhatian lebih banyak tertuju kepada penafsiran yang menjelaskan petunjuk ayat-ayat al-Qura>n yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat38. Karena al-Qura>n mempunyai ajaran dengan proporsi terbesar berkenaan dengan urusan muamalah dengan perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus, untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah39. Maka untuk memahami ayat-ayat muamalah serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari diperlukan pendekatan sosiologis. 5. Pendekatan Fikih dan Hukum al-Qura>n yang diturunkan mengandung ayat-ayat yang berisikan hukumhukum fikih yang menyangkut kemaslahatan seorang hamba. Umat Islam pada masa Rasulullah sebagian besar memahami ayat-ayat al-Qura>n yang berhubungan dengan fikih. Hal tersebut didukung oleh pemahaman bahasa Arab yang mereka miliki, adapun yang sulit mereka pahami ditanyakan langsung kepada Rasulullah.
37

Ibid. M. Quraish Shihab, op. cit., h. 73. Abuddin Nata, op. cit, h. 40.

38

39

14

Ketika Rasulullah wafat muncullah kejadian-kejadian baru yang belum ada ketetapan hukumnya. Pertama-tama sahabat mencari dalam al-Qura>n sendiri, apabila tidak ada, maka dicari pada sunnah Nabi, apabila juga tidak ditemukan, maka mereka melakukan ijtihad, sehingga tidak jarang ditemukan, maka mereka melakukan ijtihad, sehingga tidak jarang ditemukan hasil ijtihad berbeda. Penafsiran al-Qura>n dengan melalui pendekatan fikih dan hukum pada masa awal turunnya al-Qura>n sampai munculnya mazhab fikih yang berbeda-beda, para mufasir ketika itu jauh dari sikap fanatik yang berlebihan, atau ada tujuan-tujuan tertentu dalam menafsirkan al-Qura>n. Namun pada saat munculnya aliran-aliran teologi, maka penafsiran cenderung mendukung aliran mereka masing-masing, sehingga setiap golongan berusaha mentakwilkan ayat-ayat al-Qura>n sesuai dengan aliran yang mereka anut atau paling tidak menakwilkan ayat agar tidak bertentangan dengan aliran mereka40. Sebagai hasil dari pendekatan semacam ini dapat dilihat pada kitab Ahkam al-Qura>n yang ditulis oleh Abu Bakar al-Razi, juga pada kitab yang ditulis oleh Abu Hasan al-Thabari yang berjudul Ahkam al-Qura>n. 6. Pendekatan Ilmiah Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka usaha penafsiran pun makin berkembang. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya kajian tafsir dengan melalui pendekatan ilmiah untuk menyingkap makna ayat-ayat dalam al-Qura>n. Ajakan al-Qura>n adalah ajakan ilmiah, yang berdiri di atas prinsip pembebasan akal dari takhyul dan kemerdekaan berpikir. Al-Qura>n menyuruh manusia untuk memperhatikan alam. Allah swt., di samping

40

Al-Zahabi, op.cit., h. 471.

15

menyuruh memperhatikan ayat-ayat yang tertulis, juga memerintahkan untuk memperhatikan ayat-ayat yang tidak tertulis, yaitu alam41. Sampai sekarang, tafsir semacam ini belum dapat diterima oleh sebagian ulama. Mereka menilai penafsiran al-Qura>n semacam ini keliru, sebab Allah tidak menurunkan al-Qura>n sebagai sebuah kitab yang berbicara tentang teori-teori ilmu pengetahuan42. Meskipun ayat-ayat kauniyyah tidak secara tegas dan mengkhusus ditujukan kepada para ilmuan, namun pada hakekatnya mereka itulah yang diharapkan untuk meneliti dan memahami ayat-ayat kauniyyah tersebut, karena mereka mempunyai sarana dan kompetensi untuk dibanding pada pakar di bidang lain.

Lihat Abdul Hayy al-Farmawi, Al-Bida>yah fi al-Tafsi>r al-Maud}u>'i> , diterjemankan oleh Suryan A. Jamrah dengan judul Metode Tafsir Maudhu'i (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h. 22.
42

41

Ibid, h. 23.

16

BAB III PENUTUP

A.

Kesimpulan

Dari pemaparan singkat makalah ini, penulis dapat menarik beberapa poin penting sebagai kesimpulan yaitu sebagai berikut : 1. Metode Pendekatan Tafsir dapat adalah suatu cara menafsirkan ayat-ayat alQura>n berdasarkan disiplin ilmu yang dimiliki oleh mufassir. Selanjutnya dari perbedaan sudut pandang seorang mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qura>n sehingga melahirkan berbagai corak penafisran. 2. Tipologi Pendekatan Tafsir dapat dilihat dari beberapa aspek : a. Aspek Subjek (Internal dan eksternal) b. Aspek Objek yang secara umum dibagi menjadi Pendekatan Langsung dan Tidak Langsung. c. Aspek Alat dan sarana 3. Jenis-Jenis Pendekatan dalam Tafsir ialah : a. b. c. d. e. B. Pendekatan Bahasa Pendekatan historis Pendekatan Fiosofis dan teologis Pendekatan fikih dan Hukum Pendekatan Ilmi> Implikasi

Pendekatan yang digunakan dalam mengkaji suatu objek ilmiah dapat menghasilkan pengetahuan yang berbeda. Perbedaan ini dapat berdampak negative juga dapat berdampak positif. Olehnya itu, pengetahuan yang mendalam tentang pendekatan tafsir dan teori-teorinya diharapkan menjadi wawasan bagi peneliti untuk melihat objek kajian dari berbagai sudut pandang. Sehingga seorang pakar mampu memahami pendapat pakar lainnya bahkan dapat memberikan penilaian yang objektif terkait kelebihan dan kekurangan agar perbedaan yang terjadi tidak meruncing dan menimbulkan konflik dalam masyarakat.

17

DAFTAR PUSTAKA

Al-Farmawi, Abdul Hayy, Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu'i , diterjemankan oleh Suryan A. Jamrah dengan judul Metode Tafsir Maudhu'i (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994) Al-Qaththan, Manna', Maba>hits fi 'Ulu>m al-Qur'a>n (Cet. XVI; Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993) Al-Zahabi, Muhammad Husain, Al-Tafsir wa al-Mufassirun (Cet. I; Kairo: Wahabah, 1995) Azra, Azyumardi (ed.), Sejarah dan Ulum Alquran (Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999) Baalbaki, Munir, Al-Mawrid, A Modern English-Arabic Dictionary, (Beirut; Dar al-Ilm li alMalayin, 1988) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 1994) Madjid, Nurcholis, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, (Cet.II; Jakarta : Paramadina, 1992) Muhaemin, Dimensi-dimensi Studi Islam ( Surabaya: Abdi Tama, 1994) Nasution, Harun, Islam Aliran-aliran (Cet.V;Jakarta: UI Press,1986 ) Sejarah Analisa Perbandingan,

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Cet.III;Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999) Salim, Abdul Muin, Beberapa Aspek Metodologi Tafsir Alquran (Ujungpandang: LSKI,1991) ---------------------------, Konsepsi Kekuasaan Politik (Cet.II;Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) dalam Alquran,

---------------------------, Pedoman Penyusunan Proposal Penelitian (Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1992) Salim, Abdul Muin dkk, Metodologi Penelitian Tafsir Maud}u>i> (Cet. I; Jakarta: Pustaka Arif, 2010) Shihab, M. Quraish, Membumikan Alquran (Cet. XVI; Bandung: Mizan, 1997) Syirbasyi, Ahmad al-, Sejarah Tafsir Qur'an (Cet. III; ttp. Pustaka Firdaus, 1994).

18

Anda mungkin juga menyukai