Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEDOKTERAN BLOK DERMATO MUSKULO SKELETAL PENGUKURAN AKTIVITAS CK NAC Metode Optimasi UV Test (DGKC)

Oleh : Nama NIM Kelompok Asisten : : : : Yuni Hanifah G1A009097 III Rahman Noor

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2010

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEDOKTERAN BLOK DERMATO MUSKULO SKELETAL PENGUKURAN AKTIVITAS CK NAC Metode Optimasi UV Test (DGKC)

Oleh: Yuni Hanifah G1A009097 Kelompok III

Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian praktikum Biokimia kedokteran BLOK Dermato Muskulo Skeletal pada Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Diterima dan disahkan Purwokerto, 13 Desember 2010

Asisten

Rahman Noor (G1A210011)

BAB I PENDAHULUAN

A. Judul Praktikum Pengukuran Aktivitas CK NAC (Metode Optimasi UV Test)

B. Tanggal Praktikum 27 November 2010

C. Tujuan Praktikum 1. Mengukur aktivitas CK NAC dengan metode Optimasi UV Test 2. Menyimpulkan hasil pengukuran aktivitas CK NAC pada saat praktikum setelah membandingkannya dengan nilai normal 3. Melakukan diagnosis dini penyakit apa saja yang berkaitan dengan aktivitas CK NAC abnormal dengan bantuan hasil praktikum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dasar Teori A. Metabolisme Kreatin Kreatinin kinase adalah suatu enzim yang dilepaskan saat terjadi cedera otot dan memliki tiga fraksi isoenzim: CK-MM, CK-BB, dan CK-MB. CKBB paling banyak terdapat dalam jaringan otak dan biasanya tidak terdapat dalam serum. CK-MM dijumpai dalam otot skelet dan merupakan CK yang paling banyak terdapat dalam sirkulasi cedera otot (misalnya jatuh, suntikan intramuscular, atau penyakit tertentu seperti distrofia otot) menyebabkan peningktan CK dan CK-MM. CK-MB paling banyak terdapat dalam miokardium; namun juga terdapat dlam jumlah yang sedikit di otot skelet. Peningkatan dan penururnan CK dan CK-MB merupkan penanda cedera otot yang paling spesifik seperti pada infark miokardium. Setelah infark miokardium akut, CK dan CK-MB meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam dengan kadar puncak dalam 8 hingga 24 jam, dan kembali menurun hingga normal setelah 2 hingga 3 hari. CK-MB juga terdapat pada otot skelet sehingga penegakan diagnosis cedera miokardium didasarkan pada pola peningkatan dan penurunan (Price dan Wilson, 2005). Kreatinin adalah hasil akhir dari pembentukan kreatinin saat energi dilepaskan dari fosfokreatin, penyimpanan energi selama metabolisme otot rangka. Rata-rata pembentukkan kreatinin berbanding langsung dengan total massa otot. Kreatinin dibersihkan dari aliran darah oleh ginjal dan diekskresi di urin sebanding dengan pembentukannya. Ekskresi kreatinin dikarenakan

juga oleh refleks total massa otot. Pada atropi otot rangka karena malnutrisi dapat menurunkan ekskresi kreatinin. Pengukuran kreatinin urin dengan pengumpulan urin 24 jam. Standar ekskresi kreatinin dipengaruhi oleh jenis kelamin dan TB. Standar ekskresi kreatinin ini digunakan dengan pengukuran kreatinin untuk menentukan Creatinin Height Index (CHI) dalam persen. Contoh: CHI = 70 % artinya massa otot rangka klien kira-kira 70 % diharapkan pada orang dengan ukuran tubuh yang sama (Siregar, 2004). Kreatin fosfat adalah simpanan energi pertama yang digunakan pada awal aktivitas kontraktil. Seperti ATP, kratin fosfat mengandung sebuah gugus fosfat berenergi tinggi, yang dapat diberikan secara langsung ke ADP untuk membentuk ATP. Seperti terjadinya pelepasan energi sewaktu ikatan fosfat terminal di ATP diputuskan, energi juga dibebaskan ketika ikatan fosfat dan kreatin diputuskan. Energi yang dibebaskan dari hidrolisis kreatin fosfat, bersama dengan fosfatnya, dapat diberikan secara langsung ke ADP untuk membentuk ATP. Reaksi ini, yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin kinase bersifat reversibel; energi dan fosfat dari ATP dapat dipindahkan ke kreatin untuk membentuk kreatin fosfat (Sherwood, 2001). Ketika cadangan energi bertambah pada otot yang beristirahat, peningkatan konsentrasi ATP cenderung menyebabkan pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi ke kreatin fosfat, sesuai dengan hukum aksi massa. Dengan demikian, sebagian besar energi di dalam otot tersimpan dalam bentuk kreatin fosfat (Sherwood, 2001). Meskipun jalur metabolisme kreatin tampak sederhana, tetapi sebenarnya pada sebagian besar jaringan mengalami kekurangan enzim yang diperlukan,

sehingga mengharuskan pengangkutan antar jaringan melalui darah untuk memungkinkan seluruh kaskade reaksi untuk melanjutkan. Pada mamalia, misalnya, siklus urea lengkap beroperasi aktif hanya dalam hati. Tempat utama biosintesis Arg untuk jaringan tubuh lainnya, di ginjal. Citrulline, disintesis dalam hati atau usus kecil dan diangkut melalui darah, diambil oleh ginjal dan dikonversi menjadi Arg terutama oleh tubulus nefron

proksimal. Arg terbentuk di dalam ginjal lalu dilepaskan ke dalam darah dan juga dikonsumsi oleh jaringan lain atau digunakan di dalam ginjal itu sendiri untuk sintesis guanidinoacetate (Wyss, 2000).

Gambar metabolisme kreatin, diambil dari Wyss, M. dan Kaddurah-Daouk R. 2000. Creatine and Creatinine Metabolism: PubMed.gov. Vol. (30):80.

Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin. Kreatin sebagian besar ditemukan di otot rangka, tempat zat ini terlibat dalam penyimpanan energi sebagai kreatin fosfat. Dalam sintesis ATP dari ADP, kreatin fosfat diubah menjadi kreatin dengan katalasi enzim kreatin kinase. Reaksi ini berlanjut seiring dengan pemakaian energi sehingga dihasilkan kreatin fosfat. Dalam prosesnya, sejumlah kecil kreatin diubah secara ireversibel menjadi kreatinin, yang dikeluarkan dari sirkulasi oleh ginjal. Jumlah kreatinin yang dihasilkan setara dengan massa otot rangka yang dimilikinya (Sacher, 2004).

B. Sintesis Kreatin Kreatinin dibentuk di otot dari kreatin fosfat melalui dehidrasi nonenzimatik irreversible dan pengeluaran fosfat (Murray, 2009). Sintesis kreatin dalam tubuh diawali dengan pembentukan guanidinoasetat di tubulus proksimal ginjal dari arginin dan glisin, dengan bantuan enzim Larginin:glisin amidinotransferase (AGAT). Selanjutnya di hati,

guanidinoasetat akan menjalani proses berikutnya menjadi kreatin dengan penambahan satu gugus metil dari S-adenosil-L-metionin yang dikatalisis oleh enzim S-adenosil-L-metionin:N-guanidinoasetat metil transferase

(GAMT). Kreatin yang telah terbentuk kemudian masuk ke sirkulasi dan jaringan yang memerlukannya Di dengan bantuan creatine transporter mengalami

(pengangkut kreatin).

jaringan,

sebagian kreatin akan

degradasi menjadi kreatinin dan kemudian diekskresikan melalui ginjal. Sebagai perkiraan, orang dengan berat badan 70 kg akan memiliki 120

gram kreatin (bentuk

bebas

dan

bentuk

fosfat),

dan

gram/hari

dari kreatin tersebut diubah menjadi kreatinin. Degradasi sebanyak 2 gram/hari ini harus digantikan melalui makanan sehari-hari. Sebagian besar (90%) kreatin dalam tubuh disimpan di otot, 40% di antaranya dalam bentuk kreatin bebas dan 60% dalam bentuk kreatin fosfat. Apabila otot berkontraksi dimana diperlukan energi yang siap pakai dalam waktu cepat, kreatin fosfat akan tinggi mengalami untuk defosforilasi menghasilkan kembali ATP. menjadi

menjadi kreatin dan fosfat berenergi Sebagian kreatin akan mengalami

refosforilasi

kreatin fosfat dan sebagian lagi akan mengalami degradasi menjadi kreatinin (Marks, 2000).

BAB III METODE

A. Alat dan Bahan A.1. Alat 1. Spuit 3 cc 2. Torniquet 3. Plakon 4. Eppendorf / Vacum Med 5. Sentrifugator 6. Tabung reaksi 3 mL 7. Rak tabung reaksi 8. Mikropipet (10 l - 100 l) 9. Mikropipet (100 l - 1000 l) 10. Yellow tip 11. Blue tip 12. Kuvet 13. Spektrofotometer A.2. Bahan 1. Sampel (plasma) 2. Reagen Kreatinin

B. Tata Urutan 1. Persiapan sampel : a. Mengambil darah probandus sebanyak 3 cc dengan spuit

b. Memasukan darah ke dalam tabung eppendorf (tutup ungu, sudah ada EDTA), lalu disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit, kemudian diambil plasma sebagai sampel. 2. Mencampurkan sampai homogen sampel (plasma) sebanyak 20 l dengan reagen fosfat sebanyak 1000 l dengan rasio 4:1. 3. Mengukur absorbansi dengan spektrofotometer dengan panjang

gelombang 340 nm. Metode spektrofotometri yang dilakukan adalah metode kinetik.

C. Nilai Normal Nilai normal Fosfat anorganik: Laki-laki : 24-190 U/l Wanita : 24-170 U/l

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Probandus Nama Usia : Fikri Fajrul Falah : 19 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki 2. Cara Kerja

Mengambil darah probandus sebanyak 3 cc

darah dimasukkan ke dalam vacum med tutup ungu

sentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit

dibaca di spektrofotometer, =340 nm dengan metode end point.

menambahkan reagen kreatin sebanyak 1000 L

mengambil plasma sebanyak 20 L

3. Interpretasi kadar kreatin probandus Setelah dibaca di spektrofotometer dengan panjang gelombang 340 nm dengan menggunakan metode kinetik, hasilnya adalah 472.26 mg/dl. Diinterpretasikan sebagai angka yang tidak normal, probandus mengalami kelebihan kadar CK NAC.

B. Pembahasan Praktikum pemeriksaan kadar fosfat anorganik ini dimulai dengan mengambil darah untuk dijadikan sampel plasma. Setelah darah diambil dari probandus, darah segera disimpan di dalam eppendorf yang ditetesi EDTA (Etilen Diamine Tetra Acid) sebelumnya. Setelah itu, darah+EDTA disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit untuk mendapatkan sampel plasma. Sampel plasma (20 l) yang didapatkan dicampur dengan working reagen kreatin sebanyak 1 cc dan dihomogenkan. Setelah itu, dibaca di spektrofotometer dengan panjang gelombang 340 nm dengan menggunakan metode spektrofotometri kinetic. Setelah dibaca di spektrofotometer, ternyata kadar CK NAC probandus adalah 472.26 U/l. Angka kreatin kinase yang sangat tinggi, melebihi angka normal (pada laki-laki normal: 24-190 U/l) memang sangat janggal, melebihi angka kreatin kinase pada orang yang mengalami infark miokardium. Pemeriksaan diulang sampai 5 kali, tidak hanya dilakukan oleh praktikan, tetapi juga oleh pengampu laboratorium, dan hasil pemeriksaan terkahir adalah 500 U/l. Kadar CK yang mengalami kenaikan bisa mengalami kenaikan saat ada cedera otot karena CK merupakan enzim yang dilepaskan saat terjadi cedera otot. Sesuai dengan fraksi isoenzimnya, kada CK akan naik pada cedera di otot skeletal (CK-MM) misalnya karena jatuh, cedera karena suntikan IM, atau pada penyakit distrofi otot; lalu pada cedera miokardium (CK-MB) misalnya infark miokardium, iskemia jantung, miokarditis, defibrilasi jantung;

dan pada cedera otak (CK-BB) misalnya pada perdarahan subaraknoid, kanker pada otak, atau pada cedera otak akut.

C. Aplikasi Klinis 1. Infark Miokardium Serangan Jantung (infark miokardial) adalah suatu keadaan dimana secara tiba-tiba terjadi pembatasan atau pemutusan aliran darah ke jantung, yang menyebabkan otot jantung (miokardium) mati karena kekurangan oksigen. Proses iskemik miokardium lama yang mengakibatkan kematian (nekrosis) jaringan otot miokardium tiba-tiba (Mansjoer, 2001) Diagnosis pada infark miokard adalah pada EKG terdapat elevasi segmen ST diikuti dengan perubahan sampai inverse gelombang T, kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di dua sadapan. Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik infark miokard akut, yaitu kreatinin fosfikinase (CPK/CK), SGOT, laktat dehidrogenase (LDH), alfa hidrokasi butirat dehidrogenase (-HBDH) troponin T, dan isoenzim CPK MP atau CKMB. CK meningkat dalam 4-8 jam, kemudian kembali normal setelah 48-72 jam. Tetapi enzim ini tidak spesifik karena dapat disebabkan penyakit lain, seperti penyakit muskular, hipotiroid, dan strok. CKMB lebih spesifik, terutama bila rasio CKMB : CK > 2,5 % namun nilai kedua-duanya harus meningkat dan penilaian dilakukan secara serial dalam 24 wad pertama. CKMB mencapai puncak 20 wad setelah infark. Yang lebih sensitif adalah penilaian rasio CKMB2 : CKMB1 yang mencapai puncak 4-6 wad setelah kejadian. CKMB2 adalah

enzim CKMB dari miokard, yang kemudian diproses oleh enzim karboksipeptidase menghasilkan isomernya CKMB1. Dicurigai bila rasionya > 1,5, SGOT meningkat dalam12jam pertama, sedangkan LDH dalam 24 wad pertama. Cardiac specific troponin T (cTnT) dan Cardiac specific troponin I (cTnI) memiliki struktur asam amino berbeda dengan yang dihasilkan oleh otot rangka. Enzim cTnT tetap tinggi dalam 7-10 hari, sedangkan cTnI dalam 10-14 hari (Mansjoer, 2001). 2. Distrofi Otot Duchenne

Distrofi otot Duchenne adalah kelainan genetik yang menyebabkan kelemahan pada otot. Ini adalah kelainan serius yang dimulai pada awal masa kanak-kanak dan biasanya terdeteksi ketika anak mengalami kesulitan dalam berjalan, menaiki tangga dan otot betis juga dapat diperbesar. Beberapa anak-anak yang terpengaruh dengan kondisi ini mungkin juga memiliki ketidakmampuan belajar, meskipun hal ini tidak umum dan juga tidak progresif (Sherwood, 2001).

Penyakit ini disebabkan oleh defek genetik resesif pada kromosom X. Gen defek penyebab kelainan tidak menghasilkan distrofin, yaitu suatu zat protein yang normal dihasilkan dan erat kaitannya dengan pengaturan aliran Ca2+ ke dalam sel-sel otot melalui saluran kebocoran Ca2+ . Tidak adanya protein ini menyebabkan kebocoran Ca2+ terus menerus ke dalam sel-sel otot melalui saluran kalsium yang tidak terkontrol. Hal ini akan mengaktifkan berbagai protease, enzim-enzim pemutus protein yang merusak serat otot. Kerusakan yang terjadi menyebabkan penyusustan otot

dan akhirnya fibrosis yang merupakan karakteristik penyakit ini. (Sheerwood, 2001).

Diagnosis distrofi otot Duchenne dapat dilakukan atas dasar tes darah untuk kreatinin kinase. Jika tingkat ini adalah normal pada seorang anak, maka si anak mungkin tidak memiliki distrofi otot Duchenne, tetapi jika kadar ini tinggi, maka mungkin ada tes lainnya yang dilakukan untuk mengkonfirmasi Duchenne distrofi otot. Tes lain yang dapat

mengkonfirmasi jika anak telah distrofi otot Duchenne adalah otot biopsi dan tes DNA. Dalam kasus biopsi otot sampel kecil otot diambil dan diperiksa di bawah mikroskop, sedangkan tes DNA dilakukan dengan menggunakan sampel darah (Silbernagl, 2007) .

Meskipun tidak ada pengobatan yang pasti untuk distrofi otot Duchenne, dilaporkan bahwa penggunaan obat-obatan seperti

prednisolone atau deflazacort dapat membantu menjaga otot-otot yang kuat. Namun ini perlu dibicarakan dengan seorang spesialis. Pasien yang menderita distrofi otot Duchenne perlu cek up jantung secara teratur, dan juga suplemen vitamin dan kalsium dapat membantu (Silbernagl, 2007).

BAB V KESIMPULAN

1. Kadar kreatin probandus berada dalam keadaan yang sangat tinggi, yaitu 472.26 U/L. 2. Kadar kreatin meningkat pada keadaan di mana sedang terjadi kerusakan pada otot jantung, otot skeletal, atau jaringan otak dengan aplikasi klinis di antaranya adalah infar miokardium dan distrofi otot duchenne.

DAFTAR PUSTAKA

Murray, Robert K., Daryl K. Granner, dan Victor W. Rodwell. 2009. Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta: EGC. Hlm. 283. Sacher, Ronald A. dan Richard A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC. Hlm. 292 Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Hlm. 438. Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Hlm. 592-3. Siregar, Cholina Trisa. 2004. Nutrisi. [online]. Available from: Diakses

http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-cholina2.pdf. pada tanggal 30 November 2010.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. Hlm. 233. Marks, Dawn B., Allan D.Marks dan Collen M. Smith. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC. Hlm. 628. Wyss, M. dan Kaddurah-Daouk R. 2000. Creatine and Creatinine Metabolism: PubMed.gov. Vol. (30):80.

Anda mungkin juga menyukai