Anda di halaman 1dari 9

http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?

idp=460

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

STUDI PERENCANAAN KONSERVASI KAWASAN MANGROVE DI PESISIR SELATAN KABUPATEN SAMPANG DENGAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Khomsin
Staf Pengajar Teknik Geodesi FTSP ITS Surabaya

Abstrak
Untuk mencapai pembangunan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang secara berkelanjutan, dengan memberikan manfaat ekonomi yang optimum bagi pemerintah daerah dan masyarakat serta sekaligus mempertahankan kualitas ekosistem lingkungan pesisir dan sumberdaya alam lainnya, maka diperlukan studi perencanaan konservasi mangrove di sepanjang Pesisir Selatan Kabupaten Sampang. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan deskripsi perencanaan konservasi mangrove di sepanjang Pantai Selatan Kabupaten Sampang dengan memanfaatkan data penginderaan jauh (citra satelit) dan teknik Sistem Informasi Geografis (SIG). Berdasarkan data citra satelit Landsat 5 TM tahun 1990 dan Landsat 7 ETM+ tahun 2003 serta survai lapangan tahun 2005, kondisi hutan mangrove di Pesisir Selatan Kabupaten Sampang pada tahun 1990 dan tahun 2005 mengalami perubahan luasan sebesar 62.5 ha. Kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi berkisar 3 4, yaitu sesuai sampai sangat sesuai. Dimana tingkat kesuburan mencapai sedang tinggi, tekstur tanah pasir lumpur, dan dampak yang diakibatkan manusia ringan sedang. Vegetasi dominan berupa Bakau besar (Rhizophora mucronata), Tinjang (Rhizophora apiculata), Api-api (Avicennia alba, Avicennia marina, Avicennia officinalis), dan Prapat/Pedada (Sonneratia alba, Sonneratia caseolaris). Sedangkan berdasarkan analisa dengan Sistem Informasi Geografis dan skoring, kawasan yang direkomendasikan sebagai calon kawasan konservasi seluas 689 Ha.

Kata kunci : konservasi mangrove, penginderaan jauh, GIS, kesesuaian lahan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir selatan Kabupaten Sampang, sebagai salah satu kawasan yang memiliki potensi pembangunan, juga memiliki ancaman tekanan eksploitasi yang dapat mengarah kepada kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam pesisir bila tidak dikelola dengan baik. Wilayah Pesisir Selatan Kabupaten Sampang memiliki panjang garis pantai 65 km, mempunyai dinamika sedimentasi dan abrasi yang lebih tinggi dibanding Pesisir Utara Madura yang menghadap Laut Jawa. Di samping itu, jalan lintas utama Madura sepanjang 23 km berada di tepi dan dekat pantai pesisir selatan.

Wilayah pesisir selatan Kabupaten Sampang memiliki potensi untuk pengembangan pembangunan untuk berbagai aktivitas. Kawasan ini telah berkembang menjadi pusat-pusat permukiman, perkotaan yang diikuti berbagai kegiatan perdagangan dan jasa. Sejalan dengan meningkatnya kegiatan pembangunan kearah pesisir tersebut, maka terlihat adanya degradasi sumberdaya pesisir. Salah satu degradasi sumberdaya pesisir yang sangat menonjol adalah degradasi hutan mangrove sebagai akibat pembukaan lahan atau konversi hutan menjadi kawasan pertambakan, permukiman, industri dan lain-lain. Selain konversi, degradasi hutan mangrove juga terjadi akibat pemanfaatan yang intensif untuk bahan bakar, bangunan dan daunnya sebagai makanan ternak, serta penambangan pasir laut di sepanjang pantai bagian depan kawasan mangrove.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 187

http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=460

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Pengembangan berbagai aktivitas ekonomi di wilayah pesisir selatan Kabupaten Sampang, memimbulkan masalah tersendiri bagi keberadaan lingkungan pesisir terutama pada keberadaan kawasan konservasi mangrove. Akibat dari pemanfaatan kawasan konservasi yang tidak seimbang, maka kawasan mangrove mengalami perubahan yang cenderung memyebabkan penyusutan luasan dan kerusakan. Hilang dan rusaknya kawasan mangrove pada beberapa wilayah pesisir di Kabupaten Sampang, telah mengakibatkan hilangnya fungsi mangrove baik fisik, ekologis maupun ekonomi. Kondisi ini telah dirasakan adanya abrasi disepanjang pantai dan pada bagian pinggir jalan lintas utama Madura sehingga diperlukan pembangunan tembok laut (sea wall) sepanjang kurang lebih 20 km. Disamping itu pelaksanaan pembangunan yang semakin beragam juga menghasilkan produk sampingan berupa limbah, sampah dan lumpur yang tidak dapat ditangkap dengan baik oleh keberadaan mangrove. Kondisi tersebut mengakibatkan perairan pantai terlihat keruh dan kotor yang mengakibatkan keberadaan biota laut seperti ikan, kepiting dan udang sulit untuk didapatkan oleh nelayan. Untuk mencapai pembangunan pesisir selatan Kabupaten Sampang secara berkelanjutan, dengan memberikan manfaat ekonomi yang optimum bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat, dan sekaligus mempertahankan kualitas ekosistem lingkungan pesisir dan sumberdaya alam lainnya, maka diperlukan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Salah satu indikator tercapainya pengembangan program pengelolaan sumberdaya pesisir disuatu wilayah adalah

keberadaan mangrove di wilayah pesisir tersebut sesuai dengan kaidah fungsinya. Studi perencanaan konservasi mangrove di sepanjang Pantai Selatan Kabupaten Sampang merupakan salah satu upaya untuk membantu pengembangan program pengelolaan sumberdaya pesisir di Kabupaten Sampang yang berkelanjutan. Adapun tujuan dari studi ini adalah mengidentifikasi dan inventerisasi keberadaan kawasan mangrove, menganalisis kesesuaian lahan konservasi mangrove dan memberikan deskripsi perencanaan konservasi mangrove di sepanjang Pantai Selatan Kabupaten Sampang dengan memanfaatkan data penginderaan jauh (citra satelit Landsat) dan teknik Sistem Informasi Geografis (SIG) 2. DATA DAN PENELITIAN METODOLOGI

Data yang digunakan untuk studi perencanan kawasan konservasi amangrove di pesisir selatan kabupaten sampang iniadalah sebagai berikut: Citra satelit Landsat 5 TM tahun 1990 dan Landsat 7 ETM+ tahun 2003 Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : 25.000 Peta Lingkungan Pantai Skala 1 : 50.000 Survei Lapangan (ground check) Survei identifikasi jenis mangrove (transek) Data kondisi tanah (tingkat kesuburan (kandungan N,P,K), tekstur, Secara umum tahapan pengolahan data citra satelit dari awal (pengumpulan data) sampai dengan menjadi sebuah peta dapat dilihat dalam gambar 1 diagram alir dibawah ini.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 188

http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=460

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Data Spasial

Data Non Spasial

Citra Satelit

Peta RBI

Peta LPI

Sosial Ekonomi

Biogeofisik
Pengumpulan Data

Klasifikasi

Hutan Mangrove

Digitasi

Editing

Key in

Sistem Informasi Geografis

Pengolahan Data

Peta Rencana Kawasan Konservasi


Hasil dan Analisa
Gambar 1. Metodologi Penelitian

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Lokasi Studi Kabupaten Sampang terletak pada posisi geografis dengan koordinat diantara 113008 BT 113039 BT serta 6005 LS 7013 LS. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: 1) Di sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa 2) Di sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Pamekasan 3) Di sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Madura 4) Di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bangkalan Dilihat dari topografi, maka daerah Kabupaten Sampang berada pada ketinggian 1,5 118 m di atas permukaan air laut. Secara administrasi, wilayah Kabupaten Sampang terbagi atas 12 (Dua belas) wilayah kecamatan, 273 (Dua ratus tujuh

puluh tiga) desa dan 8 (Delapan) wilayah kelurahan. Adapun wilayah desa, kelurahan dan kecamatan yang terletak di pesisir Selatan Kabupaten Sampang adalah sebagai berikut (BPS, 2002): Kecamatan Sreseh yang meliputi Desa Noreh, Desa Labuhan, Desa Taman, Desa Sreseh dan Desa Disanah Kecamatan Torjun yang meliputi Desa Pangarengan, Desa Apaan, dan Desa Gulbung Kecamatan Sampang yang meliputi Desa Aengsareh, Kelurahan Polagan dan Kelurahan Banyuanyar Kecamatan Camplong yang meliputi Desa Taddan, Desa Banjartalela, Desa Tambaan, Desa Darma Camplong, Desa Sejati dan Desa Darma Tanjung Jumlah penduduk dan distribusinya menurut jenis kelamin di masing-masing kecamatan lokasi Studi Perencanaan Konservasi di Pantai Madura di Kabupatan Sampang dapat dilihat pada Tabel 1.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 189

http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=460

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Tabel 1. Jumlah Penduduk di Kabupaten Sampang

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 1 Sreseh 13.921 15.472 2 Torjun 24.099 26.082 3 Sampang 50.693 50.134 4 Camplong 35.468 36.139 Sumber : Kabupaten Sampang Dalam Angka, 2003 No Kecamatan

Jumlah 29.392 50.181 100.827 71.607

Tabel 2. Perubahan Luasan Hutan Mangrove di Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Tahun 1990 dan 2005

No 1 2 3 4

Kecamatan Sreseh Torjun Sampang Camplong Total

Kondisi 1990(ha) 437 62,5 137,4 13,9 650,8

Kondisi 2005 (ha) 444.4 101.6 163.6 3.7 713.3

Perubahan (ha) + 7,4 + 39.1 + 26.6 - 10.2 + 62.5

3.2 Dinamika Mangrove Berdasar Citra Satelit Landsat Kondisi hutan mangrove di Pesisir Selatan Kabupaten Sampang berdasarkan data citra satelit landsat 5 TM tahun 1990 dan Landsat 7 ETM+ tahun 2005 mengalami perubahan luasan sebesar 62,5 ha yaitu Kecamatan Sreseh bertambah seluas 7,4 ha, Kecamatan Torjun bertambah 39,1 ha, Kecamatan Sampang bertambah 26,6 ha dan Kecamatan Camplong berkurang 10,2 ha. Secara lengkap perubahan hutan mangrove di Pesisir Selatan Kabupaten Sampang dapat dilihat dalam Tabel 2. 3.3 Status Kerusakan Kerusakan mangrove Pesisir Selatan Sampang terjadi secara alamiah dan melalui tekanan masyarakat. Secara alami umumnya tingkat kerusakannya jauh lebih kecil daripada kerusakan akibat ulah manusia. Kerusakan alamiah timbul karena peristiwa alam seperti adanya gelombang besar pada musim angin timur dan musim kemarau yang berkepanjangan sehingga dapat menyebabkan akumulasi garam dalam tanaman. Kedua fenomena alam tersebut berdampak pada pertumbuhan vegetasi mangrove. Gelombang besar dapat menyebabkan tercabutnya tanaman muda atau tumbangnya pohon, serta menyebabkan erosi tanah tempat bakau tumbuh. Kekeringan yang berkepanjangan bisa menyebabkan kematian pada vegetasi mangrove

dan menghambat pertumbuhannya. Kerusakan alami lainnya disebabkan oleh tidak dilakukannya perawatan mangrove hasil replantasi pada umur 0,5 1,5 tahun, sehingga akar dan batang mangrove ditumbuhi tritip (Balannus sp) yang dapat menyebabkan kerdil bahkan kematian. Tekanan yang berasal dari manusia adalah berupa dampak intervensi kegiatan manusia di habitat mangrove. Terdapat kegiatan masyarakat pesisir selatan Kabupaten Sampang di sekitar kawasan hutan mangrove yang berakibat perubahan karakteristik fisik dan kimiawi, sehingga tempat tersebut tidak lagi sesuai bagi kehidupan dan perkembangan flora dan fauna di hutan mangrove. Tekanan tersebut termasuk kegiatan reklamasi, misalnya bangunan rumah, industri, tambak udang/ikan dan tambak garam, pemanfaatan kayu mangrove untuk berbagai keperluan, berupa kayu bakar dan sebagai bahan bangunan, pemanfaatan daun mangrove sebagai makanan ternak yang berlebihan, penambangan pasir, tempat tambat labuh perahu/kapal dan pembuangan sampah. Kegiatan reklamasi di kawasan habitat mangrove berpengaruh terhadap kerusakan dan musnahnya mangrove sehingga berdampak negatif terhadap ekosistem wilayah pesisir yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dalam jangka panjang Sebagai sumber daya alam yang vital bagi kehidupan masyarakat sekitarnya, bila pemanfaatannya dilakukan secara berlebihan atau tidak terkendali, akan dapat merusakkan kondisi ekosistem mangrove tersebut

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 190

http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=460

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Kegiatan penambangan pasir pada beberapa lokasi mengakibatkan tergerusnya lahan habitat mangrove, sehingga akar mangrove tidak dapat untuk menangkap subtrat lumpur. Kondisi tersebut dalam jangka panjang menyebabkan lahan mangrove menjadi tidak subur. Demikian halnya dengan tempat tambat labuh perahu/kapal
Tabel 4. Status kerusakan mangrove di Kabupaten Sampang

dan pembuangan sampah di kawasan mangrove dapat menyebabkan polusi, sehingga habitat mangrove terganggu. Sementara jumlah luasan, kondisi dan dampak yang timbul terhadap mangrove di 4 kecamatan pesisir Kabupaten Sampang diperlihatkan pada Tabel 4 berikut ini.

No

Kecamatan

1 Sreseh 2 Torjun 3 Sampang 4 Camplong Jumlah Kerusakan

Jumlah Luasan (Ha) 494.7 94.5 130.2 26.6

Kerusakan (Ha) 16.5 43.5 34.3 2.4 96.7

Alami

Dampak Manusia

3.4 Aspek Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam menentukan kawasan konservasi mangrove di suatu wilayah. Untuk itu fokus kajian kesesuaian lahan pada studi ini adalah pengamatan ekosistem mangrove yang berkaitan dengan struktur komunitas vegetasi mangrove dan karakteristik lingkungannya. Dalam pelaksanaan survey telah diperoleh datadata mengenai jenis, jumlah tegakan dan diameter pohon untuk menentukan struktur komunitas vegetasi mangrove yang berkaitan dengan kerapatan jenis, frekuensi jenis, dan luas area penutupan. Sehingga diperoleh nilai penting suatu jenis vegetasi tertentu yang merupakan indikator kesesuaian lahan tersebut. Dalam penentuan suatu jenis vegetasi tersebut sesuai atau tidaknya disuatu areal/lahan tersebut, ditetapkan nilai penting suatu jenis mangrove berkisar antara 0 300 ( 0 100 = tidak sesuai; 101 200 = sesuai dengan catatan; 201 300 = sangat sesuai). Vegetasi dominan pada hutan mangrove di sepanjang pesisir Selatan Kabupaten Sampang ditemukan berbagai jenis yaitu : Bakau besar (Rhizophora mucronata), Tinjang (Rhizophora apiculata), Api-api (Avicennia alba, Avicennia marina, Avicennia officinalis), dan Prapat/Pedada (Sonneratia alba, Sonneratia caseolaris). Dan pada beberapa kawasan tertentu juga ditemukan

keragaman vegetasi mangrove lainnya seperti Tancang (Bruguiera spp), Tinggi (Ceriops tagal), Drujon (Acanthus ilicifolius), Gedangan (Aegiceras corniculatum), dan Nipah (Nypa fruticans). Berdasarkan analisa tekstur tanah dari beberapa sampel kawasan mangrove pada lokasi studi, diperoleh tektur tanah berkisar antara pasir berkarang, pasir, pasir berlumpur, lumpur berpasir, lempung berpasir dan lumpur. Berdasarkan tipe pantai dan tanah, sebagian besar memiliki kesesuaian untuk pertumbuhan mangrove, kecuali pada sebagian pantai di kecamatan Modung karena jenis tanahnya lebih didominasi oleh batu karang. Karakteristik habitat hutan mangrove juga sangat dipengaruhi oleh keberadaan pasok air tawar, pasang surut, dan gelombang. Di sepanjang pesisir mangrove tumbuh subur pada areal yang memperoleh pasok air tawar yang cukup yaitu di daerah sekitar muara sungai, dibandingkan dengan daerah-daerah yang jauh dengan sumber air tawar. Sedangkan pasang surut dan gelombang masih memenuhi syarat untuk pertumbuhan mangrove. Hasil penentuan kualitas air dan tanah pada beberapa kawasan (statiun pengamatan), menunjukan bahwa lahan memenuhi syarat untuk pertumbuhan mangrove. Kisaran kualitas air dan tanah yang dilakukan dilokasi pengamatan adalah sebagaimana diberikan pada Tabel 5 berikut.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 191

http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=460

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Tabel 5. Kisaran Kualitas air dan tanah di lokasi study

No 1 2 3 4 5

Parameter Suhu air Salinitas pH air pH tanah Eh

Satuan 0 C %0 mV

Kisaran 28 31 5 40 6-7 4-7 (- 80) (+40)

Disamping itu dampak kegiatan manusia juga sangat berpengaruh terhadap penentuan kesesuaian lahan. Untuk itu telah dilakukan pendataan tentang dampak kegiatan manusia terhadap keberadaan hutan mangrove dengan memberikan pembobotan dari 0 sampai dengan 4 sesuai dengan besarnya dampak ( 0 = tidak ada

dampak; 1 = dampak ringan; 2 = dampak sedang; 3 = dampak berat; dan 4 = dampak sangat berat). Ditinjau dari beberapa aspek tersebut diatas, kesesuaian lahan di sepanjang pesisir Selatan Kabupaten Sampang diberikan nilai kisaran nilai 1 sampai dengan 4 (1 = tidak sesuai; 2 = kurang sesuai; 3 = sesuai; 4 = sangat sesuai).

Tabel 6. Kesesuaian lahan mangrove kawasan pesisir Selatan Kabupaten Sampang

Karakteristik Habitat No 1 Kecamatan Kesuburan Sreseh Rendah Tinggi Tekstur Tanah Lumpur Berpasir pasir Dampak Ringan

Sampang

Tinggi

Lumpur Berpasir

Ringan

Camplong

Sedang Tinggi

Pasir

Ringan Sedang

Dominasi Jenis Nilai Penting Jenis Ceriop tagal (213,42) Rhizoora mucronata (128,98) Rhizoora mucronata (200,00 218,43) Rhizoora mucronata (141,51)

Kesesuain Lahan Sangat sesuai

Sangat sesuai

Sesuai

Untuk memudahkan penetapan kawasan konservasi secara terpadu dan lebih obyektif dengan aspek yang perlu dipertimbangkan, digunakan teknik pembobotan dari masingmasing aspek, sebagaimana direkomendasikan oleh Yuwono (2001). Untuk aspek yang merupakan faktor pendorong yang berdampak positif terhadap kawasan konservasi digunakan kriteria : Sangat penting/sangat mendesak, penting/mendesak, cukup penting/cukup mendesak, kurang penting/kurang mendesak, tidak penting/tidak mendesak. Sedangkan faktor penghambat yang berdampak negatif terhadap kawasan konservasi digunakan kriteria : Sangat Berat, Berat, Sedang, Ringan, dan Tidak Ada Dampak (Bengen, 2004). Ke dua aspek ini

diiterasikan menjadi nilai (score) dari masingmasing aspek. Apabila suatu aspek sangat penting diberikan nilai 4 (empat), atau apabila suatu aspek merupakan faktor penghambat, maka nilainya rendah. 3.5 Penetapan Usulan Kawasan Konservasi

Berdasarkan data-data yang tersebut sebelumnya (luasan, kesuburan, tekstur, dampak), dengan analisa sistem informasi geografis dan skoring sederhana, kawasan yang direkomendasikan sebagai kawasan konservasi dengan status lahannya adalah diperlihatkan pada tabel 7 dan gambar sebagai berikut.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 192

http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=460

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Tabel 7. Rekomendasi Kawasan Konservasi Mangrove

No 1 2 3

4 5

Kawasan Sreseh Plasah, junok, Marparan, Disanah Pangarengan, Apaan, Gulbung Polagan, Banyuanyar, Tandan Darma Camplong

Kecamatan Sreseh Sreseh Torjun Sampang Camplong

Luas (Ha) 79,2 380,1 94,5 132,4 2,8

Score 3,7 3,7 3,3 3,3 3,1

Status Kawasan Lindung Kawasan Lindung Kawasan Lindung Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Gambar 2. Peta Rencana Kawasan Lindung Mangrove di Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang

4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa hasil studi, maka dapat disimpulkan beberapa hal yang terkait dengan Study Perencanaan Konservasi di Pesisir Selatan Kabupaten Sampang sebagai berikut : 1) Keberadaan kawasan mangrove dikelompokan menjadi 3 kelompok, yakni : (1) Hutan mangrove alami yang telah tumbuh di kawasan tersebut, (2) Hutan mangrove hasil replantasi/rehabilitasi oleh pemerintah, dan (3) Hutan mangrove yang ditanam oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan. 2) Selama lima belas tahun terakhir telah terjadi perubahan, (1) kawasan pesisir menjadi kawasan pemukiman dan industri, (2) kawasan mangrove menjadi vegetasi semusim, seperti tanaman palawija maupun tanaman tahunan seperti kebun milik penduduk, (3) kawasan mangrove menjadi lahan tambak untuk memproduksi garam maupun tambak budidaya perikanan.

3) Berdasarkan survei dan kajian yang telah dilaksanakan, diperoleh data bahwa : Keragaman spesies mangrove yang dominan adalah Rhizopora mucronata, R. Apiculata, Avicenia alba, A. Marina, Sonneratia alba, S. caseolaris Kondisi lahan secara keseluruhan memiliki tingkat kesuburan yang layak untuk pertumbuhan mangrove, ditandai dengan hasil pengukuran kandungan unsur N, P dan K yang sedang sampai tinggi. Tekstur tanah di sepanjang pantai terdiri oleh tekstur berlumpur, lumpur berpasir dan pasir berlumpur, serta pasir dan pasir berbatu. Kualitas air dan tanah sepanjang pantai memenuhi persyaratan untuk pertumbuhan mangrove dengan . Data arus sepanjang pantai (longshore current) yang berhasil dihimpun adalah sebesar 1,43 km/jam dengan gelombang

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 193

http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=460

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

signifikan adalah 0,7 m. Dari arah Timur Meneggara (east southeast) gelombang dan arus sebesar ini pada kontur dan tipe pantai tertentu dapat menyebabkan erosi dan sedimentasi. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa di daerah-daerah tertentu bahwa gelombang telah mengakibatkan kerusakan di daerah pantai. Kawasan mangrove yang berada di muara-muara sungai mempunyai pertumbuhan yang rata-rata lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh lebih tingginya bahan organik di kawasan tersebut, di samping lebih rendahnya salinitas air yang ada. Berdasarkan aspek biogeofisik dan kesesuaian lahan, direkomendasikan untuk ditetapkan sebagai kawasan konservasi seluas 689 Ha. DAFTAR PUSTAKA Aronoff, S. 1989. Geographic Information System : A Management Perspective. WDL. Publication, Ottawa, Canada Bengen, Dietriech G, 2004a, Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip Penge%laannya - Sinopsis, Pusat kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB, Bogor. Bengen, Dietriech G, 2004b, Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove, Pusat kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB, Bogor. Burrough, P. A., McDonnell R.A. 1998. Principles of Geographical Information Systems. Oxford University. Oxford. First Publised. Burrough, P.A., 1986. Principles of Geographical Information Systemsfot Land Resources Assessment. Oxford University. Oxford. First Publised. By, Rolf. A. De, at all. 2000. Principles of Geographic Information Systems. ITC. The NetherlanDesa Draft Version. Dahuri, R. 2000. Prosepek Pengembangan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi

Geografis (SIG) untuk Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (P3K), 2003, Pedoman Penetapan Kawasan Konservasi Laut daerah (KKLD), Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Kantor Kehutanan dan Perkebunan, 2004. Laporan Tahunan 2003. Kabupaten Pamekasan Jawa Timur Murdiyanto, Budi, 2004, Mengenal memelihara dan melestarikan, Ekosistem Bakau, Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Anonim, 2001. Sistem Informasi Geografi dengan AutoCad Map. Andi Ofset. Yogyakarta. Nontji, Anugerah, 2002, Laut Nusantara, , Penerbit Djambatan, Jakarta. Pemerintah Kabupaten Sampang. 2003. Sampang Dalam Angka 2003. Pemerintah Kabupaten Sampang. 2003. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sampang Tahun 2003 2013. Prahasta, Eddy. 2001. Konsep Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika. Bandung. Cetakan Pertama. Prahasta, Eddy. 2002. Sistem Informasi Geografis : Tutorial ArcView. Informatika. Bandung. Cetakan Pertama. Prahasta, Eddy. 2003. Sistem Informasi Geografis : ArcView Lanjut. Pemrograman ArcView Lanjut. Informatika. Bandung. Cetakan Pertama. Robinson, Arthur H., at all. 1995. Elements of Cartography. John Wiley & Son, Inc. New York. 6th Edition. Sekretariat Negara, 1990, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam hayati dan Ekosistemnya, Biro Hukum Sekretariat Negara, Jakarta.

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 194

http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=460

Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa

Yuwono, Nur. 2001. Dasar-dasar Pengelolaan Masterplan Pengelolaan dan Pengamanan Daerah Pantai, Laboratorium Hidrolik dan Hidrologi.

Pusat Universitas Ilmu Teknik. Universitas Gajah Mada, Jogjakarta

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 14 15 September 2005

SDA - 195

Anda mungkin juga menyukai