Anda di halaman 1dari 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

Tinjauan Umum Epidemiologi Epidemiologi berasal dari dari kata Yunani epi = atas, demos = rakyat, populasi manusia, dan logos = ilmu (sains), bicara. Secara etimologis epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan peristiwa yang banyak terjadi pada rakyat, yakni penyakit dan kematian yang diakibatkannya yang disebut epidemi. Kata epidemiologi digunakan pertama kali pada awal abad ke-19 (1802) oleh seorang dokter Spanyol bernama Villalba dalam tulisannya bertajuk Epidemiologa Espaola. Tetapi gagasan dan praktik epidemiologi untuk mencegah epidemi penyakit sudah dikemukakan oleh Bapak Kedokteran Hippocrates sekitar 2000 tahun yang lampau di Yunani. Hippocrates mengemukakan bahwa faktor lingkungan mempengaruhi terjadinya penyakit. Dengan menggunakan Teori Miasma Hippocrates menjelaskan bahwa penyakit terjadi karena keracunan oleh zat kotor yang berasal dari tanah, udara, dan air. Karena itu upaya untuk mencegah epidemi penyakit dilakukan dengan cara

mengosongkan air kotor, membuat saluran air limbah, dan melakukan upaya sanitasi (kebersihan). Teori Miasma terus digunakan sampai dimulainya era epidemiologi modern pada paruh pertama abad ke-19.6 Mula-mula epidemiologi hanya mempelajari epidemi penyakit infeksi. Kini epidemiologi tidak hanya mendeskripsikan dan meneliti kausa penyakit epidemik (penyakit yang berkunjung secara mendadak dalam jumlah banyak melebihi perkiraan normal) tetapi juga penyakit endemik (penyakit yang tinggal di dalam populasi secara konstan dalam jumlah sedikit atau sedang). Epidemiologi tidak hanya mempelajari penyakit infeksi tetapi juga penyakit non-infeksi. Menjelang pertengahan abad ke-20, dengan

meningkatnya kemakmuran dan perubahan gaya hidup, terjadi peningkatan insidensi penyakit kronis di negara-negara Barat. Sejumlah riset epidemiologi lalu dilakukan untuk menemukan kausa epidemi penyakit kronis. Epidemiologi penyakit kronis menggunakan paradigma Black box, yakni meneliti hubungan antara paparan di tingkat individu (kebiasaan merokok,

diet) dan risiko terjadinya penyakit kronis, tanpa perlu mengetahui variabel antara atau pathogenesis dalam mekanisme kausal antara paparan dan terjadinya penyakit. Upaya pencegahan penyakit kronis dilakukan dengan cara mengontrol faktor risiko, yaitu mengubah perilaku dan gaya hidup (merokok, diet, olahraga, dan sebagainya).6 Pada awal abad ke-21 terjadi transisi epidemiologi menuju paradigma baru dalam memandang dan meneliti kausa penyakit, disebut eko-epidemiologi. Eko-epidemiologi menggunakan paradigma Chinese box yang

menganalisis mekanisme kausal terjadinya penyakit pada level lingkungan sosial (masyarakat) maupun patogenesis dan kausa pada level molekul. Tidak seperti paradigma Black box yang menganalisis hubungan paparanpenyakit pada level individu, paradigma Chinese box menganalisis sistem yang menyebabkan terjadinya sistem yang menyebabkan paparan bisa berlangsung untuk menyebabkan terjadinya penyakit. Eko-epidemiologi mempelajari sistem yang menghubungkan aneka faktor risiko pada masingmasing level populasi, individu, sel, dan molekul, maupun lintas level, dalam suatu bentuk hubungan yang koheren, yang semuanya bekerja menuju tujuan bersama, yaitu menciptakan penyakit. Riset eko-epidemiologi membutuhkan pendekatan multidisipliner. Upaya pencegahan penyakit dilakukan dengan menerapkan teknologi informasi dan teknologi biomedis, untuk menemukan intervensi yang efektif pada level masyarakat dan molekul.6

1. Pengertian Epidemiologi Epidemiologi disebutkan merupakan the mother science of public health. Meskipun terdapat berbagai definisi epidemiologi, epidemiologi didefinisikan oleh International Epidemiological Association sebagai ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan (faktor yang menentukan) dari keadaan atau peristiwa terkait kesehatan pada populasi tertentu, dan aplikasi dari ilmu tersebut untuk mengendalikan masalahmasalah kesehatan. Definisi tersebut dapat dipecah menjadi kata kuncikata kunci berikut:

a. Ilmu Sebagai ilmu pengetahuan atau sains yang merupakan dasar dari ilmu kesehatan masyarakat, epidemiologi menggunakan metode ilmiah melalui metode penelitian dan biostatistika, untuk menarik kesimpulan yang benar (valid) dan dapat diandalkan untuk jangka panjang (reliabel). b. Distribusi Epidemiologi mempelajari distribusi frekuensi dan pola dari

penyakit/masalah kesehatan berdasarkan tempat, orang, dan waktu. Pendekatan ini sering disebut dengan epidemilogi deskriptif. c. Determinan Epidemiologi mempelajari determinan penyakit pada populasi tertentu. Pendekatan ini sering disebut dengan epidemiologi analitik. Pada epidemiologi analitik, dipelajari hubungan sebab akibat antara paparan dengan terjadinya penyakit. Penggunaan istilah determinan mencakup faktor risiko dan penyebab penyakit. Faktor risiko dimaknai sebagai hal-hal yang meningkatkan peluang atau kemungkinan untuk terjadinya penyakit atau masalah kesehatan, baik ada hubungan sebab akibat atau tidak. Dengan demikian, pada epidemiologi analitik, kita tidak sekedar bertanya mengenai what, who, where, dan when, melainkan bertanya mengenai how dan why. d. Keadaan atau peristiwa terkait kesehatan Dahulu, penyakit menular memang banyak menjadi perhatian dari epidemiologi. Tetapi, hal ini tidak sepenuhnya benar karena praktek epidemiologi saat ini menunjukkan bahwa epidemiologi juga telah diterapkan pada kejadian kesehatan dalam pengertian yang lebih luas. Dengan demikian, selain masalah infeksi, masalah lingkungan, penyakit kronik, masalah perilaku, dan trauma juga menjadi obyek dari epidemiologi. e. Populasi Fokus studi epidemiologi bukan individu, melainkan kelompok individu, misalnya penduduk kota atau wilayah tertentu, masyarakat

miskin, kelompok pekerja tertentu seperti buruh pabrik, kelompok umur tertentu seperti anak yang mengalami gizi buruk, kelompok lansia yang mengalami hipertensi, kelompok ibu hamil, dan lain-lain. Perspektif populasi juga mengandung arti, epidemiologi memperhitungkan kausa penyakit yang terletak pada level makro, yaitu populasi dan lingkungan. Hal ini berangkat bahwa individu hidup dalam lingkungannya, baik fisik, sosial, ekonomi, maupun kultural, sehingga timbulnya

penyakit/masalah kesehatan dapat dipengaruhi oleh berbagai hal. f. Penerapan Epidemiologi tidak hanya sebagai cara atau alat untuk menganalisis penyakit dan determinannya. Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian latar belakang di atas, epidemiologi memiliki peran yang lebih aktif. Data-data epidemiologis akan digunakan oleh pengambil

keputusan/kebijakan untuk menentukan dan mengembangkan serta mengevaluasi intervensi dalam rangka mengendalikan dan mencegah masalah-masalah kesehatan yang mereka hadapi. Hal ini merupakan fungsi utama dari epidemiologi terapan.6,7,8

2. Tujuan Epidemiologi a. Mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi b. Mengetahui riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) c. Menentukan determinan penyakit d. Memprediksi kejadian penyakit pada populasi e. Mengevaluasi efektivitas intervensi preventif maupun terapetik f. Menentukan prognosis dan faktor prognostik penyakit g. Memberikan dasar ilmiah pembuatan kebijakan publik dan regulasi tentang masalah kesehatan masyarakat8

3. Penelitian Epidemiologi Epidemiologi dapat menggunakan berbagai jenis penelitian, baik penelitian eksperimental, maupun penelitian observasional, dan bahkan ada juga yang menggunakan pendekatan kualitatif misalnya dalam analisis

mendalam mengenai kejadian luar biasa tertentu. Penelitian observasional sendiri dapat terbagi menjadi penelitian deskriptif (Epidemiologi Deskriptif) maupun penelitian analitik (Epidemiologi Analitik).7 a. Epidemiologi Deskriptif Pada penelitian deskriptif, informasi dikumpulkan untuk menandai atau merangkum kejadian atau masalah kesehatan. Epidemiologi deskriptif mengevaluasi semua keadaan yang berada di sekitar seseorang yang dapat mempengaruhi sebuah kejadian kesehatan. Yang menjadi fokus dalam epidemiologi deskriptif ini adalah frekuensi dan pola. Frekuensi digunakan untuk menilai tingkat kejadian, sedangkan pola dapat digunakan untuk membantu epidemiologi analitik menunjukkan faktor risiko. Penelitian deskriptif ini juga berfokus pada pertanyaan who (siapa saja yang terkena/terpengaruhi), when (kapan mereka terpengaruhi), dan where (dimana mereka terpengaruhi).7 Pada who (orang), epidemiologi deskriptif meneliti faktor-faktor antara lain: 1) Variabel demografi, sebagai contoh: usia, jenis kelamin, ras, penghasilan, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, agama, dan lain-lain. 2) Variabel keluarga, sebagai contoh: jumlah anggota keluarga, usia melahirkan, pendidikan ibu, pengaturan jarak kehamilan, dan lainlain. 3) Perilaku, misalnya penyalahgunaan narkoba, shift kerja, makan dan pola olahraga. 4) Variabel lain, seperti: golongan darah, paparan faktor lingkungan tertentu, status kekebalan, status imunisasi, status gizi.7 Hal penting lain yang dapat diamati pada epidemiologi deskriptif adalah where (tempat). Tempat disini dapat berupa: 1) Tempat tinggal 2) Tempat bekerja 3) Sekolah 4) Rumah Makan

5) Tempat Rekreasi 6) Dan lain-lain7 Hal ketiga yang penting dan sering dievaluasi dalam epidemiologi deskriptif adalah fakltor when (waktu). Yang dimaksud dengan waktu disini bias merupakan waktu tahun, atau hal yang terjadi pada waktu tertentu, setiap hari atau setiap jam. Sebagai contoh, penyakit demam berdarah lebih sering muncul di musim hujan, demikian halnya dengan penyakit leptospirosis atau bahkan flu, dan kecelakaan lebih sering terjadi di masa liburan. Pengukuran prevalensi pada periode waktu tertentu akan dapat membantu upaya pencegahan.7

b. Epidemiologi Analitik Penelitian epidemiologi analitik membandingkan kelompokkelompok untuk menentukan adanya peran dari berbagai faktor risiko dalam menyebabkan sebuah penyakit atau masalah kesehatan. Desain dari penelitian analitik yang sering digunakan dalam penelitian epidemiologi adalah cross sectional, case-control, dan cohort.7 1) Rancangan cross sectional (potong lintang) Pada dasarnya, penelitian cross sectional menyerupai sebuah survei. Pada penelitian cross sectional, informasi mengenai status penyakit dan paparan dikumpulkan dari anggota kelompok tertentu. Dan karena datanya mencerminkan satu titik dalam satu waktu, metode ini seolah memotret populasi tertentu. Metode ini bagus untuk digunakan dalam meneliti hubungan antara variabel dan penyakit, namun tidak digunakan untuk mengetahui hubungan antara penyebab dan efek (cause and effect) yang memerlukan data dari waktu ke waktu.7 2) Rancangan cohort Penelitian case-control dan cohort lebih tepat untuk meneliti hubungan antara penyebab dan efek. Pada penelitian cohort, peneliti memilih sekelompok individu yang terpapar dan

sekelompok individu yang tidak terpapar. Kedua kelompok tersebut

10

diikuti ke periode waktu yang akan datang (prospektif) untuk membandingkan adanya outcome berupa kejadian penyakit pada kelompok tersebut. Hubungan antara paparan dan penyakit

dikatakan positif bila kejadian penyakit lebih besar pada kelompok terpapar dibandingkan dengan kelompok tidak terpapar. Berikut ini gambar-gambar yang memperjelas gambaran mengenai rancangan cohort. 7

Tabel 2.1 Gambaran rancangan cohort7

Odds Ratio

= Odds orang terpapar yang menjadi sakit Odds orang tak terpapar yang menjadi sakit = (a/b)/(c/d) = ad/bc

3) Rancangan case control Pada penelitian case control, peneliti bergerak kebelakang, dari efek ke dugaan penyebab. Oleh karena itu jenis rancangan ini sering disebut penelitian retrospektif. Subyek dipilih berdasarkan ada tidaknya penyakit atau outcome. Kelompok yang memiliki penyakit disebut kasus, dan yang tidak memiliki penyakit disebut kontrol. Kedua kelompok ini kemudian dibandingkan berdasarkan ada tidaknya paparan faktor risiko. Hubungan antara paparan dan outcome pada penelitian case control dilakukan dengan perhitungan Odds Ratio. 7

11

Tabel 2.2 Gambaran rancangan case control7

Paparan akan berhubungan dengan penyakit bila proporsi kasus yang terpapar lebih besar daripada proporsi control yang terpapar. Odds Ratio = Odds kasus yang terpapar Odds control yang terpapar = (a/c)/(b/d) = ad/bc

B. Tinjauan Umum Penyakit Sistem Muskuloskeletal Sistem muskuloskeletal pada manusia adalah seluruh kerangka manusia dengan seluruh otot yang menggerakkannya dengan tugas melindungi organ vital dan bertanggung jawab atas lokomosi manusia. Lokomosi ialah pergerakan berbagai otot yang dapat menggerakkan anggota badan dalam lingkup gerakan sendi tertentu. Jadi yang dimaksud dengan sistem muskuloskeletal mencakup semua struktur tulang, sendi, otot, dan struktur terkait seperti tendon, ligamen serta sistem saraf perifer.9 Kelainan sistem muskuloskeletal mencakup kelainan seperti lazimnya pembagian penyakit, yaitu:

12

1. Kelainan bawaan (kongenital) 2. Kelainan dan penyakit yang didapat berupa: a. Penyakit radang infeksi b. Trauma c. Neoplasma d. Degeneratif e. Group miscellaneous antara lain penyakit metabolisme, penyakit postpolio, cerebral palsy, dan sebagainya.9

1. Kelainan Bawaan (Kongenital) Kelainan bawaan sistem muskuloskeletal adalah gangguan pada bagianbagian otot skeletal yang disebabkan oleh karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus dalam waktu yang lama dan akan dapat menyebabkan keluhan pada sendi, ligamen, dan tendon yang diperoleh dari faktor keturunan.10 Penyebab utama terjadinya kelainan kongenital sistem muskuloskeletal tidak diketahui secara pasti tetapi diduga karena faktor genetik. Tanda dan gejala biasanya berupa kehilangan keseimbangan, pergerakan yang terbatas di daerah pinggul, posisi tungkai yang asimetris, lipatan lemak paha yang asimetris, setelah bayi berumur 3 bulan rotasi tungkai asimetris dan tungkai pada sisi pinggul tampak memendek.11 Berikut ini beberapa kelainan kongenital sistem muskuloskeletal:
a. Development Displasia Of The HIP (DDH) adalah kelompok kelainan

abnormal tulang panggul yang mencakup subluksasi, dislokasi dan preluksasi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi antara lain karena faktor hormonal (efek esterogen maternal pada janin menyebabkan relaksasi ligamen-ligamen), malposisi intrauterin (bokong dan kaki berekstensi), dan faktor-faktor genetik.10,11
b. Clubfoot

kongenital

adalah

deformitas

umum

dimana

kaki

berubah/bengkok dari keadaan atau posisi normal. Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki).

13

Penyebab pasti dari clubfoot sampai sekarang belum diketahui. Beberapa ahli mengatakan bahwa kelainan ini timbul karena posisi abnormal atau pergerakan yang terbatas dalam rahim. Ahli lain mengatakan bahwa kelainan terjadi karena perkembangan embrionik yang abnormal, yaitu saat perkembangan kaki ke arah fleksi dan eversi pada bulan ke-7 kehamilan. Pertumbuhan yang terganggu pada fase tersebut akan menimbulkan deformitas dimana dipengaruhi pula oleh tekanan intrauterin.10
c. Metatarsus adduktus (varus) adalah suatu keadaan dimana forefoot

mengalami adduksi atau deviasi ke medial, bagian lateral kaki konveks, sementara bagian medial konkaf. Meskipun penyebab pastinya belum diketahui namun diyakini deformitas disebabkan oleh posisi intrauterin atau crowding. Studi-studi awal menunjukkan adanya hubungan metatarsus adduktus dengan hip dysplasia, namun studi terbaru menyatakan bahwa hal tersebut tidak ada hubungan.10
d. Osteogenesis imperfekta (OI) adalah kelompok gangguan pada

pembentukan tulang yang membuat tulang mudah patah secara tidak normal. OI biasanya menunjukan suatu pola pewarisan dominan autosomal, tetapi OI dapat juga bersifat resesif. Etiologi pasti masih belum dapat diketahui.10

2. Kelainan dan Penyakit Yang Didapat a. Penyakit Inflamasi dan Infeksi Berikut ini beberapa contoh penyakit inflamasi dan infeksi pada sistem muskuloskeletal: 1) Osteomielitis Osteomielitis adalah penyakit akibat proses inflamasi akut atau kronis dari tulang dan struktur sekunder tulang akibat dari infeksi organism piogenik. Beberapa faktor etiologi terjadinya

osteomielitis adalah seperti luka karena trauma, radiasi dan bahanbahan kimia, dapat menyebabkan inflamasi.12

14

Infeksi pada osteomielitis dapat terjadi lokal atau dapat menyebar melalui periosteum, korteks, sumsum tulang, dan jaringan retikular. Jenis bakteri bevariasi berdasarkan pada umur pasien dan mekanisme dari infeksi itu sendiri. Dikatakan bahwa rasio antara pria dan wanita adalah 2:1.12 2) Arthritis Reumatoid (AR) AR adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama. Manifestasi klinik klasik AR adalah poliarthritis simetrik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki. AR bila tidak mendapat terapi yang adekuat, akan terjadi destruksi sendi, deformitas, dan disabilitas. Faktor risiko AR antara lain jenis kelamin perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita AR, umur lebih tua, paparan salisilat, dan merokok.13 3) Systemic Lupus Eritematous (SLE) SLE adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun. Etiopatologi dari SLE belum diketahui secara pasti. Diduga melibatkan interaksi yang kompleks dan multifaktorial antara variasi genetik dan faktor lingkungan.12

b. Trauma Berikut ini beberapa contoh penyakit akibat trauma pada sistem muskuloskeletal: 1) Fraktur Fraktur adalah terputusnya kontuinitas jaringan tulang yang biasanya disertai dengan cedera jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ tubuh. Penyebab fraktur adalah akibat trauma dimana trauma yang menimbulkan tekanan lebih besar dari daya tahan tulang.12

15

2) Strain Strain adalah tarikan otot akibat penggunaan yang berlebihan, peregangan berlebihan, atau stress yang berlebihan, serta terdapat robekan mikroskopik. Etiologi strain adalah karena adanya pergerakan yang terlalu cepat atau tidak sengaja.14 3) Sprain Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit atau memutar.14

c. Neoplasma Tumor muskuloskeletal dapat bersifat jinak atau ganas, dimana dapat merupakan tumor primer yang berasal dari unsur unsur tulang sendiri atau tumor sekunder dari metastasis (infiltrasi) terutama dari tumor-tumor ganas lain ke dalam tulang. Klasifikasi ditentukan menurut WHO ditetapkan berdasarkan kriteria histologis, jenis diferenisasi sel sel tumor yang diperlihatkannya dan jenis intraseluler matriks yang diproduksinya.15 Sel sel dari muskuloskeletal berasal dari mesoderm tapi kemudian berdeferensiasi memjadi beberapa sel osteoklas, kondroblas, fibroblas dan mieloblas. Oleh karena itu sebaiknya klasifikasi tumor tulang berdasarkan atas sel, yaitu bersifat osteogenik, kondrogenikatau mielogenik, meskipun demikian terdapat kelompok yang tidak termasuk dalam kelompk tumor yaitu kelainan reaktif (reaktif bone) atau harmatoma yang sebenarnya berpotensi menjadi ganas.15

16

Tabel 2.3 Klasifikasi tumor tulang15

d. Degeneratif Beberapa contoh penyakit sistem muskuloskeletal akibat proses degeneratif adalah sebagai berikut: 1) Osteoarthritis (OA) OA merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan

pergelangan kaki paling sering terkena OA. Faktor risiko terjadinya OA adalah umur (paling sering pada > 60 tahun), jenis kelamin (perempuan pada OA di lutut dan laki-laki pada OA di paha dan pergelangan tangan), genetic, kegemukan, penyakit metabolik, dan lain-lain.16

17

2) Osteoporosis Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Osteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur dan densitas tulang merupakan faktor risiko osteoporosis yang berhubungan
17

erat

dengan

risiko

terjadinya

fraktur

osteoporotik.

e. Gangguan Metabolisme Beberapa contoh penyakit sistem muskuloskeletal akibat gangguan metabolisme adalah sebagai berikut: 1) Arthritis Pirai (Gout) Arthritis pirai (gout) merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi Kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraseluler.18 2) Osteomalasia Osteomalasia merupakan penyakit muskuloskeletal yang

disebabkan oleh karena kurangnya suplemen vitamin D atau fosfor dalam tubuh yang mengakibatkan akumulasi matriks tulang tidak dimineralisasikan sehingga terjadi deformitas structural pada tulang penyangga berat badan.19

18

Anda mungkin juga menyukai

  • Ketoasidosis Metabolik2
    Ketoasidosis Metabolik2
    Dokumen2 halaman
    Ketoasidosis Metabolik2
    Mayanti Virna Patabang
    Belum ada peringkat
  • Tatalaksana Kejang
    Tatalaksana Kejang
    Dokumen1 halaman
    Tatalaksana Kejang
    Mayanti Virna Patabang
    Belum ada peringkat
  • HIPOGLIKEMIA
    HIPOGLIKEMIA
    Dokumen1 halaman
    HIPOGLIKEMIA
    Mayanti Virna Patabang
    Belum ada peringkat
  • Tatalaksana Kejang
    Tatalaksana Kejang
    Dokumen1 halaman
    Tatalaksana Kejang
    Mayanti Virna Patabang
    Belum ada peringkat
  • Sampul
    Sampul
    Dokumen1 halaman
    Sampul
    Mayanti Virna Patabang
    Belum ada peringkat
  • SAMPUL
    SAMPUL
    Dokumen1 halaman
    SAMPUL
    Mayanti Virna Patabang
    Belum ada peringkat
  • Abstrak Skripsi
    Abstrak Skripsi
    Dokumen2 halaman
    Abstrak Skripsi
    Mayanti Virna Patabang
    Belum ada peringkat
  • Sampul Skripsi
    Sampul Skripsi
    Dokumen1 halaman
    Sampul Skripsi
    Mayanti Virna Patabang
    Belum ada peringkat
  • Kolelitiasis
    Kolelitiasis
    Dokumen5 halaman
    Kolelitiasis
    Mayanti Virna Patabang
    Belum ada peringkat
  • Translate Anestesi
    Translate Anestesi
    Dokumen19 halaman
    Translate Anestesi
    Mayanti Virna Patabang
    Belum ada peringkat
  • Kelainan Refraksi
    Kelainan Refraksi
    Dokumen1 halaman
    Kelainan Refraksi
    Mayanti Virna Patabang
    Belum ada peringkat
  • Kelainan Refraksi
    Kelainan Refraksi
    Dokumen1 halaman
    Kelainan Refraksi
    Mayanti Virna Patabang
    Belum ada peringkat
  • 3P Tidak Normal
    3P Tidak Normal
    Dokumen2 halaman
    3P Tidak Normal
    Mayanti Virna Patabang
    Belum ada peringkat
  • Modul Batuk
    Modul Batuk
    Dokumen19 halaman
    Modul Batuk
    Mayanti Virna Patabang
    Belum ada peringkat