Anda di halaman 1dari 11

Ilmu Budaya Dasar

Orangtua Kedua

Luthfiyah Risdiana 11/29/2013

Pengantar
Guru
Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Secara formal, guru adalah seorang pengajar di sekolah negeri ataupun swasta yang memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal minimal berstatus sarjana, dan telah memiliki ketetapan hukum yang sah sebagai guru berdasarkan undangundang guru dan dosen yang berlaku di Indonesia. Guru tetap Guru yang telah memiliki status minimal sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, dan telah ditugaskan di sekolah tertentu sebagai instansi induknya. Selaku guru di sekolah swasta, guru tersebut dinyatakan guru tetap jika telah memiliki kewewenangan khusus yang tetap untuk mengajar di suatu yayasan tertentu yang telah diakreditasi oleh pihak yang berwenang di kepemerintahan Indonesia. Guru honorer Guru tidak tetap yang belum berstatus minimal sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, dan digaji per jam pelajaran. Seringkali mereka digaji secara sukarela, dan bahkan di bawah gaji minimum yang telah ditetapkan secara resmi. Secara kasat mata, mereka sering nampak tidak jauh berbeda dengan guru tetap, bahkan mengenakan seragam Pegawai Negeri Sipil layaknya seorang guru tetap. Hal tersebut sebenarnya sangat menyalahi aturan

Orangtua Kedua| Manusia dan Cinta Kasih

yang telah ditetapkan pemerintah. Secara fakta, mereka berstatus pengangguran terselubung. Pada umumnya, mereka menjadi tenaga sukarela demi diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil melalui jalur honorer, ataupun sebagai penunggu peluang untuk lulus tes Calon Pegawai Negeri Sipil formasi umum. Di Indonesia, sering terjadi honorer siluman. Mereka dianggap siluman karena diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dengan prosedur yang menyalahi ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini disebabkan adanya rekayasa masa kerja selaku honorer, dan bidang pekerjaan mereka selaku honorer yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang mereka miliki. Bahkan, ada yang mengandalkan surat keputusan dari orang yang tidak memiliki kewenangan yang benar dan tepat berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia.

PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)


PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan guru-guru bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan huru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua. Sejalan dengan keadaan itu maka disamping PGHB berkembang pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang lainnya. Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru pribumi

Orangtua Kedua| Manusia dan Cinta Kasih

memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kesadaran. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak merdeka. Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata Indonesia yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata Indonesia ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia. Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas. Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 25 November 1945 di Surakarta. Melalaui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan. Dengan semangat pekik merdeka yang bertalu-talu, di tangan bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan : 1. Memepertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia;

Orangtua Kedua| Manusia dan Cinta Kasih

2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan; 3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya. Sejak Kongres Guru Indonesia itulah, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan dan kesatuan PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia. Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik, independen, dan tidak berpolitik praktis. Untuk itulah, sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap tahun. Semoga PGRI, guru, dan bangsa Indonesia tetap jaya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Tulisan ini adalah Teks resmi yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar PGRI, untuk dibaca pada upacara memperingati HUT PGRI dan Hari Guru Nasional, 25 November 2008.)

Orangtua Kedua| Manusia dan Cinta Kasih

Guru Sebagai Orangtua Kedua


Seorang guru yang dicintai oleh anak didiknya adalah yang bisa berperan sebagai orangtua kedua bagi mereka ketika berada di sekolah. Anak didik adalah pribadi yang sesungguhnya masih membutuhkan kasih sayang dan teladan yang baik dalam masa perkembangan jiwanya. Di sinilah mereka sangat membutuhkannya dari kedua orangtuanya dalam kehidupan sehari-harinya ketika berada di rumah. Selain di rumah, lingkungan kedua bagi anak didik adalah berada di sekolah, di sinilah anak didik juga membutuhkan orang yang bisa memberikan kasih sayang dan teladan yang baik, yakni dari gurunya. Ketika berada di rumah, ada anak didik yang merasakan kenyamanan dalam asuhan orangtuanya. Meskipun demikian, anak didik tetap membutuhkan figur yang bisa menjadi orangtuanya ketika berada di sekolah. Figur sebagai orangtua yang kedua itu diharapkan ada pada guru-gurunya. Di samping itu, ada juga anak didik yang tidak mendapatkan kenyamanan dari kedua orangtuanya ketika berada di rumah. Tidak jarang ada orang tua yang sibuk bekerja sampai pulang larut malam, lalu mereka jarang bertemu dengan anaknya. Sungguh, anak didik yang tidak mendapatkan kenyamanan dari orangtua ketika di rumah ini juga sangat membutuhkan figur pengganti orangtuanya ketika berada di sekolah. Maka, guru yang bisa berperan sebagai orangtua kedua bagi anak didiknya, sudah tentu akan dicintai oleh mereka. Namun, sayang sekali, harapan dari anak didik untuk menemukan figur orangtua kedua ketika berada di sekolah tidak selalu bisa diperoleh dari guru-gurunya. Tidak semua guru bisa melakukan peran ini dengan baik. Cara mengajar seorang guru berbeda-beda. Ada yang dengan lembut, ada juga yang kurang sabar. Oleh karena itu, ketika seseorang telah memproklamasikan diri untuk memilih profesi sebagai seorang guru, maka semestinya dibarengi dengan kesadaran bahwa akan siap dan bisa menjadi orangtua kedua bagi anak didiknya. Kesadaran ini penting sekali agar secara psikologis seorang guru mempunyai

Orangtua Kedua| Manusia dan Cinta Kasih

ikatan batin yang kuat dengan anak didiknya. Sungguh, hanya dengan ikatan batin yang kuat seorang guru bisa menjadi orangtua yang kedua bagi anak didiknya. Agar seorang guru bisa mempunyai ikatan batin yang kuat dengan anak didiknya, sehingga bisa menjadi orangtua kedua bagi mereka, berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan: a. Membangun Rasa Kasih dan Sayang Rasa kasih dan sayang yang perlu dibangun adalah rasa kasih sayang sebagaimana orangtua kepada anaknya. Karena seorang guru bukanlah orangtua kandung bagi anak didiknya, sudah tentu ekspresi dan bentuknya berbeda dengan orangtua kandung mereka dalam memberikan rasa kasih dan sayang. Bahkan, beberapa pendapat mengatakan, memang harus berbeda terutama kaitannya dengan kedekatan secara fisik karena pertimbangan nilai dan etika yang semestinya berlaku. Namun, meskipun ekspresi dan bentuknya berbeda, rasa kasih dan sayang yang bersumber dari dalam hati tetaplah perlu dibangun dengan sebaik-baiknya oleh seorang guru yang ingin dicintai oleh anak didiknya. Rasa kasih dan sayang yang dibangun oleh seorang guru akan membuatnya bersikap lembut kepada anak didiknya. Sungguh, pendidikan yang dilakukan dengan kelembutan hati akan sangat berkesan di hati anak didik. Di samping itu, anak didik pun akan dengan senang hati mengikuti proses belajar mengajar yang diampu oleh sang guru. Di sinilah sesungguhnya keberhasilan sebuah proses pendidikan diawali. Sebab, tidak ada faktor yang lebih penting dari rasa senang dan semangat yang menyala pada diri anak didik yang akan berhasil dalam belajar.

b.

Memberikan yang Terbaik

Orangtua Kedua| Manusia dan Cinta Kasih

Setiap orangtua pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Untuk memberikan yang terbaik ini, orangtua bekerja dan berusaha dengan sekuat tenaga. Semua ini dilakukan agar anaknya terpenuhi kebutuhannya, baik jasmani maupun ruhani, agar anaknya tumbuh dan berkembang dalam asuhan yang menyenangkan, bahkan agar anaknya tidak menerima dan mengalami hal-hal buruk yang pernah diterima dan dialami oleh orangtuanya dahulu. Di sinilah kenapa orangtua dicintai dan dihormati dengan setulusnya oleh anak-anaknya. Sebagai orangtua yang kedua bagi anak didik ketika berada di sekolah, seorang guru harus senantiasa membangun kesadarannya untuk bisa memberikan yang terbaik kepada anak didiknya. Memberikan yang terbaik kepada anak didik bagi seorang guru sudah tentu dalam hal pendidikan. Dalam hal ini, satu tugas pokok yang terpenting adalah seorang guru bisa mendidik anak didiknya dengan sebuah semangat sebagaimana mendidik anaknya sendiri. Bila kita ingin menjadi guru yang berhasil dan dicintai oleh anak didik, sudah tentu sama sekali tidak dibenarkan jika berpendapat, "Yang penting saya telah mengajar dan mendidiknya dengan baik. Persoalan dia bisa atau tidak dalam menangkap materi yang saya berikan, atau besok akan jadi apa, itu sudah bukan urusan saya." Pendapat yang seperti ini biasanya terlontar dari seorang guru yang tidak bisa menjadi orangtua kedua yang baik bagi anak didiknya. Guru yang demikian tidak bisa memberikan yang terbaik buat anak didiknya. c. Mendampingi dengan Senang Hati Salah satu kelebihan orangtua terhadap anak-anaknya adalah mendampingi dengan senang hati dalam proses tumbuh dan berkembangnya. Orangtua yang mencintai anakanaknya tidak mungkin meninggalkan anaknya dalam kesendirian, apalagi dalam keadaan bahaya. Kepedulian orangtua dalam mendampingi anaknya merupakan fitrah yang

Orangtua Kedua| Manusia dan Cinta Kasih

sekaligus sebagai upaya memberikan perlindungan. Oleh karena itu, anak merasakan damai dan nyaman ketika berada di samping orangtuanya. Meski bukan orangtua kandung, seorang guru dapat membangun kepedulian yang kuat dalam hatinya untuk bisa senantiasa mendampingi anak didiknya dengan senang hati. Sungguh, kesadaran untuk senantiasa senang dalam mendampingi anak didik ini tidak bisa datang dengan sendirinya atau secara tiba-tiba. Perlu dibangun dan dibina dengan sebuah simpati sekaligus empati terhadap anak didik. Sudah tentu, mendampingi anak didik ini terutama dalam masa-masa belajar di sekolah. Tugas seorang guru memang mendampingi anak didiknya. Akan tetapi, satu hal yang perlu penulis tegaskan di sini adalah, "mendampingi dengan senang hati." Sudah tentu, mendampingi dengan senang hati akan berbeda dengan sekadar mendampingi. Anak didik adalah makhluk Tuhan yang mempunyai jiwa, sama dengan kita, tentu akan bisa merasakan apabila ada orang lain-dalam hal ini yang dimaksud adalah guru-yang mendampingi dengan senang hati atau sekadar mendampingi. Di samping akan tampak dalam gestur seseorang juga akan terasa dalam memberikan kenyamanan atau tidak. Maka, seorang guru yang disenangi oleh anak didiknya adalah yang mendampingi mereka dengan senang hati.

Ikhlas
Menjadi guru bukanlah suatu keharusan. Kita bisa memilih ingin menjadi apa kelak. Menjadi guru juga bukan karena ingin mendapatkan rupiah sebanyak-banyaknya. Ini bukan soal berapa banyak yang kita dapat, tapi ini soal berapa banyak yang kita berikan. Menjadi guru sendiri adalah sebuah panggilan jiwa. Panggilan jiwa yang datangnya dari kecintaan kita terhadap Negara, terhadap anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Menjadi guru juga bukan persoalan berapa banyak gelar yang kita dapat. Banyak orang yang gelarnya sarjana tapi tidak mau menjadi guru. Dan banyak orang yang gelarnya

Orangtua Kedua| Manusia dan Cinta Kasih

belum sarjana tapi mempunyai kemauan yang kuat menjadi seorang guru. Jangan menunggu gelar dahulu lalu menjadi guru, tapi menjadi guru dahulu baru kita memperoleh gelar. Guru adalah fasilitator, pengajar atau pendidik, begitu banyak orang menyebutkan. Tapi sadarkah sejak kecil kita diajarkan bahwa guru adalah pengganti orangtua dirumah, guru adalah orangtua kedua. Ada satu rasa, yang lebih besar, lebih tinggi dan lebih hakiki dari cinta, yaitu, ikhlas. Jika ingin menjadi guru, buanglah jauh-jauh pikiran ingin mendapatkan materi sebanyak-banyaknya. Mulailah dengan keikhlasan, lanjutkan dengan keikhlasan, dan akhiri dengan keikhlasan juga. Jangan pernah melupakan jasa yang telah diberikan. Beri, beri dan beri, maka akan semakin banyak yang didapat. Hormati guru-guru terdahulu, maka hidup kita akan terhormat.

10

Orangtua Kedua| Manusia dan Cinta Kasih

Daftar Pustaka
Jurnal Ilmu Budaya Dasar - Rowland Bismark Fernando Pasaribu: Bab 4 Manusia dan Cinta Kasih Wikipedia.com Akhmad Muhaimin Azzets blog

11

Orangtua Kedua| Manusia dan Cinta Kasih

Anda mungkin juga menyukai