Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Retensio plasenta merupakan belum lahirnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti pendarahan yang banyak artinya hanya sebagian yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera ( wiknjosastro, 2005 ) Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta sehingga melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. ( Saifuddin, 2007 ). Penyebabnya retensio plasenta berdasarkan fungsionalnya adalah His kurang kuat, plasenta sukar terlepas karena tempatnya ( insersi disudut tuba ). Sedangkan berdasarkan patologi anatominya adalah karena plasenta akreta, plasenta ingkreta dan plasenta perkreta ( sastrawinata, 2007 ). Perletakan plasenta yang tidak lazim dapat merupakan perlekatan parsial atau perlekatan komplet. Derajat perlekatan berikut sudah diakui, plasenta akreta (destruan ) perforasi uterus akibat plasenta ( sangat bnyak terjadi ) (Komalasari,2004 ). Factor predisposisi terjadinya retensio plasenta adalah yang agak luas, kasus intertilitas, karena lapisan andomentriumnya tipis, plasenta previa dan bekasoperasi pada uterus ( Manuaba, 2007 )

Selama tahun ( 2007-2008 ) frekuensi yang dilaporkan Moditor.R.dkk di R.s. Pringadi medan adalah 5,1 % dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di Negara maju maupun di Negara berkembang angka kejadin berkisar antara 5% . berdasarkan penyebabnya diperoleh data yaitu retensio plasenta berkisar 15-17 %,atonia uterus 50-60% dan laserasi jalan lahir 4-5% ( manuaba, 2008 ). Plasenta retensio terjadi pada 3% kelahiran pervagina 15% retensio plasenta adalah ibu yang pernah mengalami retensio plasenta ( Donggala, 2009 ). Pada tahun 2009 sebanyak 24 ibu meninggal diantaranya retensio plasenta, 33% 1 atau 810 persalinan mengalami komplikasi yang sebagian besar ( 65% ) berupa obstetri dan sisanya komplikasi neonates, kasus internal yang ditemukan sebesar 276 kasus ( 32,4% ) akibat retensio plasenta berkisar15-17% (Donggala, 2009 ). Pada keadaan normal dalam waktu 15 menit setelah bayi lahir. Plasenta biasanya sudah terlepas dari tempat implantasinya. Apabila dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir tetapi plasenta belum lahir maka keadaan ini disebut dengan retensio plasenta ( alhamsyah, 2009 ). retensio plasenta juga dapat disebabkan kelainan plasenta kesalahan manajemen aktif kala III, kandung kemih penuh dan persalinan preterm ( Saturday, 2009 ). Apabila plasenta belum lahir dalam setengah sampai 1 jam setengah bayi lahir. apabila terjadi pendarahan, maka harus segera dikeluarkan. tindakan yang dapat dikerjakan adalah : coba 1-2 kali dengan perasat erede, keluarkan plasenta dengan tangan ( manual plasenta ), pasang cairan infuse dektrosat 5%, bila

pendarahan banyak berikan transfuse darah, dan berikan anti biotika ( Manuaba, 2008 ). Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan retensio plasenta adalah nyeri akut yang berhubungan dengan perlengketan plasenta atau tertahannya plasenta ( Carpenito, 2006 ). Peran perawat dalam menangani pasien dengan retensio plasenta adalah bila kehilangan darah ibu normal atau minimal maka dapat mencoba menyusui bayi, ini akan merangsang oksitosin alami yang bisa membantu uterus berkontraksi. Penarikan pusat terkontol posisi maternal ( Jongkok, berlutut, duduk diatas toilet atau pispot ). Beri semangat usaha mengedan, kandung kemih teraba, bila kandung kemih terasa penuh diskusikan dengan ibu untuk pemasangan kateter, Injeksi Vena Umblilicus ( dapat mengurangi perlunya pengangkatan manual ), ( Chapman, 2006 ). Berdasarkan data yang didapat dari Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie jumlah pasien dengan retensia plasenta dari Desember 2009 sampai November 2010 sebanyak 52 orang ( 2,9% ) dengan keseluruhan pasien berjumlah 1780 jiwa ( Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie, 2010 ). Berdasarkan data dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan yang penulis luangkan dalam bentuk laporan studi kasus dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RETENSIO PLASENTA

DIRUANG

RAWAT

INAP

KEBIDANAN

BADAN

PELAYANAN

KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM SIGLI

B. Tujuan Umum 1. Tujuan Umum Untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. F dengan retensio di ruang rawat kebidanan dan penyakit kandugan rumah sakit umum daerah kabupaten Pidie melalui pendekatan proses keperawatan yang komprehensif. 2. Tujuan Khusus a. Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada Ny. F dengan retensio plasenta diruang rawat kebidanan dan penyakit kandugan rumah sakit umum daerah kabupaten Pidie. b. Dapat mengindentifikasi masalah keperawatan pada Ny. F dengan retensio di ruang rawat kebidanatn dan penyakit kandugan rumah sakit umum daerah kabupaten Pidie. c. Dapat merencanakan tindakan pada Ny. F dengan retensio di ruang rawat kebidanatn dan penyakit kandugan rumah sakit umum daerah kabupaten Pidie. d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny. F dengan retensio di ruang rawat kebidanatn dan penyakit kandugan rumah sakit umum

daerah kabupaten Pidie.

e. Dapat mengevaluasi proses keperawatan yang telah dilakukan pada Ny. F dengan retensio di ruang rawat kebidanatn dan penyakit kandugan rumah sakit umum daerah kabupaten Pidie. f. Dapat mendokumentasikan dalam bentuk laporan study kusus.

BAB II PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang Ny. F dengan retensio plasenta diruang kebidanan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Sigli Kabupaten Pidie. Pembahasan ini dibuat secara sistematis sesuai dengan tahap dan proses keperawatan yang penulis lakukan pada tanggal 07 sampai dengan 09 Februari 2012. Pembahasan ini meliputi pengkajian,diagnose keperawatan, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi.

A. Pengkajian Berdasarkan hasil pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 07 Desember sampai dengan 09 Februari 2012 didapatkan data sebagai berikut : pasien bernama Ny. F, umur 32 Tahun, jenis kelamin perempuan, agama islam, pendidikan Sarjana Pendidikan (D-III), pekerjaan ibu rumah tangga, suku/ bangsa Aceh / Indonesia, alamat Caleue, tanggal masuk 07 Februari 2012. Tanggal pengkajian 07 Februari 2012, jam 20.00 Wib, No CM.111465 dengan diagnose medis retensio plasenta di kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Umum Sigli Kabupaten Pidie. Umur yang terlalu muda dan tua lebih beresiko mengalami retensio plasenta ( Manuaba, 2008 ) Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir ( Saifuddin, 2007 ).

Plasenta dianggap mengalami retensi bila belum dilahirkan dalam waktu 30 menit setelah bayi dilahirkan pelaksanaan aktif dan dalam satu jam peatalaksanaan menunggu ( Manuaba, 2007 ). Keluhan utama pada Ny.F adalah pasien mengeluh nyeri pada simfisis. Secara teoritis keluhan nyeri yang dirasakan pasien akibat masih tertinggalnya sisa plasenta didalam perut, ( Chapman, 2006 ). Respon nyeri akibat apabila suatu stimulus nyeri mengaptivasi reseptor nyeri. Dua jenis serabut yang utama dalam mempelajari nyeri adalah serabut 5 reseptor dengan diameter kecil. Dan serabut reseptor nyeri dengan diameter besar, serabut diameter kecil mentransmisikan sensasi nyeri yang keras yang mempunyai reseptor berupa ujung-ujung bebas dikulit dan struktur dalam seperti tendon, otot dan alat-alat dalam, sedangkan serabut besar mentransmisikan sentuhan, getaran, suhu hangat, dan tekanan halus, serabut diameter besar dan kecil pintu gerbang merupakan penyebab perubahan modulasi nyeri, informasi dari reseptor nyeri mencapai system saraf asendens bila informasi ini telah sampai di thalamus maka seseorang akan merasakan adanya sensasi nyeri, ( Mubarak, 2007 ). Riwayat penyakit sekarang, pasien masuk IGD tanggal 07 Februari 2012 G3P2Abo hari Senin tepatnya pada jam 09.00 Wib. Pasien diantar oleh keluarga bidan dengan alasan tertinggalnya plasenta, pada saat penulis melakukan pengkajian pada tanggal yang sama tepatnya pada jam 09.00 Wib pasien mengeluh nyeri diatas kemaluan simfisis, pada tempat tertinggalnya plasenta

dengan skala nyeri 5 dengan menggunakan skala nyeri 5 dengan menggunakan pain meter ini termasuk dalam (skala nyeri sedang), pendarahan pervagina dengan jumlah darah kurang lebih 500 cc dan berwarna merah kehitaman, akibat tertinggalnya plasenta kurang lebih selama 5 jam setelah bayi lahir. Pasien juga mengalami mual muntah, plasenta baru lahir pada jam 08.30 Wib tanggal 02 Februari 2012 setelah dilakukan plasenta manual ulang selama satu jam. Factor predisposisi terjadinya retensio plasenta berkaitan erat dengan grande multi, kehamilan ganda, plasenta previa dan bekas operasi pada uterus (Manuaba, 2007 ). Secara teoritis, pendarahan yang terjadi segera setelah persalinan melebihi 500 cc salah satu penyebabya adalah retensio plasenta ( Manuaba, 2007 ) Secara teoritis pada beberapa kasus terjadinya retensio plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya pendarahan akut infeksi dalam melakukan pengeluaran plasenta secara manual perlu diperhatikan tehniknya, sehingga tidak menimbulkan komplikasi meliputi kesulitan-kesulitan karena perlengketan plasenta yang terlalu erat, perlepasan sebagian akan menimbulkan pendarahan perforasi uterus menimbulkan komplikasi yag paling serius yang segera harus dioperasi ( Manuaba, 2007 ). Riwayat kesehatan yang lalu yang mempengaruhi kehamilan, pasien mengatakan sebelumnya pasien tidak pernah menderita penyakit yang serius, hanya saja selama hamil pasien sering mengalami mual, muntah dan pusing sehingga nafsu makan pasien berkurang dan aktivitas pasien jadi terganggu.

Riwayat haid, pasien mengatakan, tidak pernah mengalami penyakit yang berhubungan dengan alat reproduksi seperti keputihan, kista ovarium, dan pendarahan vagina. Riwayat kesehatan keluarga, pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami retensio plasenta atau penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes mellitus, hanya saja mengalami batuk, dema, dan hanya berobat kepuskesmas atau beli obat kedepot terdekat keluarga pasien langsung sembuh. Riwayat perkawinan, pasien menikah pada usia 22 tahun dan ini merupakan perkawinan yang pertama kali dan selama ini pasien tidak mempunyai masalah dengan perkawinannya. Riwayat persalinan sekarang, pasien melahirkan anak ketiga, riwayat Persalinan kala 1 serviks ibu terbuka, dan hanya mengalami his,lama proses terjadinya hanya 2 jam.Kala II hanya 20 menit. Kala III setelah bayi lahir kemudian 30 menit dan plasenta belum lahir. Fase Laten pembukaan serviks 3 cm, fase laten tidak lebih berlangsung dari 3 jam. Fase aktif pembukaan servic 5 cm, fase aktif tidak lebih berlangsung dari 2 jam, ibu melahirkan di BPS dengan di tolong oleh seorang bidan. Secara teoritis, penyebab terpenting his kurang kuat, plasenta sukar terlepas karena tempatnya ( inhersi disudut tuba ), bentuknya. ( Sulaiman, 2007). Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai pembukaan 3 cm berangsung dalam 7-8 jam, fase aktif berlangsung selama 6 jam

10

yang dibagi atas 3 sub fase yaitu periode akselerasi, dilatasi maksimal dan deselerasi ( Mochtar, 2004 ) Pada riwayat kelahiran, pasien sudah pernah melahirkan dan ini merupakan baya ke-3 dari persalinan sebelumnya, bayi yang dilahirkan berjenis kelamin perempuan, dengan berat badan 3,2 Kg/panjang badan 170 cm, bayi dilahirkan dirum sekarah bidan dengan kondisi satu hari. Pola makan dan minum, sebelum sakit pasien mengatakan nafsu makan pada trimester I dan II menurun karena mual, muntah pada saat mencium aroma makanan ataupun pada saat bangun tidur, pada trimester ke III nafsu makan pasien mulai meningkat, pasien makan dua kali sehari, pola minum pasien air putih 6-7 gelas/hari, pada saat pagi hari pasien hanya minum susu lactamil 1 gelas/hari. Selama sakit pasien hanya makan kurag lebih 4 sendok makan pasien minum kurang lebih 5 gelas sehari, infuse pasien terpasang dengan cairan RL 20 tetes/ menit pasien mengalami mual, muntah dan tidak ada nafsu makan. Penurunan asupan oral, ketidak nyamanan mulut, mual dan muntah sekunder akibat terapi yang diberikan dapat menyebabkan pasien tidak ada nafsu makan, ( carpenito, 2006 ). Pada pola eliminasi, sebelum sakit pasien BAB I kali sehari dengan konsistensi lunak, berbau. Selama sakit pola BAB terganggu, BAB tidak bias. BAK pasien kurang lebih 6 kali sehari dengan warna bercampur darah dan berbau tajam. Selama sakit pasien terpasang kateter, sebanyak 500 cc/ hari

11

Pada pola istirahat, seblum sakit pola tidurnya 6-7 jam sehari, selama sakit, pasien tidak bisa tidur dengan nyaman karena nyeri pada simfisis pasien hanya tidur selama 4 jam. Faktor yang mempengaruhi kualitas dan kualitas tidur diantaranya adalah penyakit yang menyebabkan nyeri atau distress fisik ( Mubarak, 2007 ). Pola aktivitas, sebelum sakit selama hamil pada trimester I dan II aktivitasnya menurun karena mual dan muntah, sehingga pasien menjadi lemah dan aktivitasnya menurun,memasuki trimester III aktivitas pasien terganggu karena kondisi pasien memang semakin lemah dan cepat lelah, selama sakit pola aktifitas pasien tidak sepenuhnya mandiri namun dibantu oleh keluarga dan perawat seperti menggantikan baju dan menggantikan duk, karena kelemahan fisik, adanya nyeri pada simfisis serta adanya pendarahan. Immobilitas merupakan suatu kondisi yang relative. Maksudnya, individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya ( Mubarak, 2007 ). Peningkatan metabolism sekunder akibat nyeri dapat menyebabkan intoleransi aktivitas ( Carpenito, 2006 ). Personal hygiene, sebelum sakit pasien mandi 3 kali seminggu dengan memakai shampoo, selama sakit personal hygiene pasien dibantu oleh keluarga dan perawat seperti ( ganti baju, duk, mandi/diseka ) sehingga personal higienenya tetap terjaga.

12

Pada retensio plasenta, personal hygiene dapat berpengaruh akibat keadaan umum lemah sehingga tidak dapat melakukan personal higienenya (Manuaba, 2007). Riwayat psikososial, pasien merasa bahagia dengan kelahiran putrinya yang ketiga, namun pasien tidak merasa cemas dan takut karena plasentanya belum bisa dikeluarkan dan tidak takut terjadi infeksi, pasien mampu berinteraksi terhadap lingkungan sekitar, hubungan pasien dengan anggota keluarga baik sehingga banyak keluarga yang datang membesuknya pada saat dirawat dirumah sakit, selain itu sesame pasien, dokter, perawat diruang juga terjalin habungan yang baik. Riwayat spiritual, selama hamil pada trimester I dan II pasien rajin beribadah namun semenjak trimester III pasien sudah jarang shalat karena kondisi lemah dan cepat lelah, selama pasien dirawat ibadah pasien jadi terganggu, pasien hanya bisa berdoa untuk kesembuhannya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien lemah, tinkat kesadaran compos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80x/m, respirasi 24x/m, temperature 36 oC, BB menurun, berat badan sebelumnya 50 Kg, dan badan sekarang 44 Kg. Pemeriksaan khusus inspeksi kepala simetris, kulit kepala, rambut lurus, wajah tampak pucat, tidak ada closma, konjungtiva pucat,selera tidak ikterik, bentuk hidung simetris, tidak ada secret, penciuman baik, pendengran baik dan simetris, mukosa mulut dan bibir kering, gigi bersih dan lengkap tidak ada

13

pembengkakan pada kelenjar tiroit, pergerakan dada teratur, mamae membesar, papilla menonjol, mamae bersih dan adanya kolostrum, pada abdomen adanya strise warna kulit saho matang, ekstrimitas atas bisa digerakkan, pada genetalia adanya lokhea berwarna kehitaman, pada palpasi adanya nyeri tekan diabdomen, pada perkusi patella baik, diauskultasi peristaltik usus lemah. Pemeriksaan penunjang yang penulis dapatkan pada tinjauan kasus yaitu golongan darah o, hemoglobin 11 gram c/o. Secara teoritis, hitung darah lengkap untuk menentukan tingkat hemoglobin ( HB ) dan hematokrit ( Act ) melihat adanya trombositonia, serta leukosit, pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat. Terapi medis yang diberikan adalah IVFD, Ringer laktat, natrium klorida dan dexstrose 5% 20 tetes/menit, cefotaxime 1 gram/12 jam, kalnex, ranitidine 1 ampul / 8 jam, bledstop 2 kali sehari, asam mefenamat, parasetamol 3 kali sehari, diet Mb dan bedrest. Penanganan pada pasien retensio plasenta pasang infuse oksitosin 20 unit dalam 500 cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit, bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan plasenta manual, restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia, lakukan transfusi darah bila diperlukan, bila kadar HB<8 gr % berikan transfusi darah. Berikan antibiotika karena pendarahan juga merupakan gejala metriti, antibiotic yang dipilih adalah amplisilin awal 19 1V dilanjutkan dengan 3 x 19 Mg oral. Lakukan evaluasi sisa plasenta dengan AVM atau diatasi dengan kuretase (Wiknjosastra, 2005).

14

Apabila plasenta belum lahir dalam setengah sampai 1 jam setelah bayi lahir, apalagi bila terjadi pendarahan maka harus segera dikeluarkan, tindakan yang dapat dilakukan adalah keluarkan plasenta dengan tangan ( manual plasenta) sampai plasenta keluar ( Manuaba, 2008 ). Tindakan plasenta manual dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut : terjadi infeksi, terjadi pendarahan karena atonia uteri, untuk memperkecil komplikasi berikut dapat dilakukan profilaksis dengan memberikan uterotonika intravena dan intramuscular dengan memasang infus dan persiapan tranfusi darah ( Saifuddin, 2002 )

B. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pengkajian dan hasil analisa data maka penulis dapat merumuskan beberapa diagnosa keperawatan sesuai perioritas masalah adalah sebagai berikut : Pada diagnosa yang pertama nyeri akut berhubungan dengan perlengketan plasenta atau (tertinggalnya plasenta) ditandai dengan pasien nyeri pada simfisis, dengan enggunakan pain meter pasien nyeri pada skala 5, keadaan umum lemah, adanya nyeri tekan diabdomen, ekspresi wajah meringis, TD : 100/70 Mmhg, Nadi : 80x/menit, respritasi: 20x/menit, temperatur : 36 oC. Respon nyeri timbul pada waktu nyeri merambat pada serambut saraf perifer kemedula spinalis, dua jenis serabut nosiseptor yang terlihat dalam proses tersebut adalah serabut C, yang mentrasmisikan nyeri tampul dan menyakitkan,

15

serta serabut A Delta yang mentransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi. Transmisi nyeri dimedula spinalis menuju batang otak dan thalamus melalui jaras spinotalamikus ( STT ). STT ini merupakan suatu sestem diskriminatif yang membawa informasi mengenai saraf lokasi stimulus ke takamus. Selanjutnya, sinyal tersebut diteruskan kekorteks sensori somatic yaitu tempat-tempat nyeri dipersepsikan, maka indifidu mulai menyadari adanya nyeri ( Mubarak, 2007). Kasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan akibat luka, gesekan dan lain lain. Imobilitas merupakan suatu kondisi yang relatif, maksudnya individu tidak saja kehilangan kemampuannya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya, imobilisasi terjadi karena kelemahan fisik dan mental akibat nyeeri ( Mubarak, 2007 ).

C. Perencanaan dan Implementasi Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana keperawatan yang akan diberikan pada Ny. F yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Pada diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan perlengketan plasenta/tertinggalnya plasenta dengan tujuan yang diharapkan nyeri dapat teratsi dengan criteria hasil nyeri hilang/berkurang, k/u : Baik, ekspresi wajah rileks, dan vital sing dalam batas normal.

16

Intervensi yang dapat diberikan adalah kaji tingkat nyeri, jelaskan factor penyebab terjadinya nyeri, ajarkan tehnik relaksasi, observasi tanda-tanda vital, kolaborasi dengan tim medis tentang perencanaan manual plasenta. Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi nyeri mengkaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien dengan menggunakan skala menurut Hayward 0-10, memberitahukan pada pasien tentang fisiologi relaksasi pada pasien dengan cara menarik nafas dalam dan melepaskan secara perlahan-lahan. Mengukur tanda-tanda vital setiap 4 jam sekali, TD: 100/70 Mmhg, Nadi: 80 x/menit, Respirasi: 24 x/menit, Temperatur: 36 oC. Tehnik relaksasi dapat menurunkan ketegangan otot rangka yang dapat menurunkan intensitas nyeri, misalnya bernafas secara perlahan-lahan, teratur atau nafas dalam ( Carpenito, 2006 ). Pemberian analgesic akan merubah persepsi dan interprestasi nyeri dengan jalan mendepresi system saraf pusat pada halamus dan korteks selebri (Irman, 2007). Apabila plasenta belum lahir setengah sampai satu jam setelah bayi lahir, apalagi bila terjadi pendarahan maka harus segera dikeluarkan, tindakan yang dapat dilkukan adalah keluarkan plasenta dengan tangan (manual plasenta) sampai plasenta keluar ( Manuaba, 2008). Rasa nyeri di pinggang pada kasus retensio plasenta karena terajadinya perdarahan (Mansjoer, 2001).

17

Pada diagnose kedua ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat ditandai denganpasien mengeluh tidak ada nafsu makan, pasien mengeluh mual dan muntah, pasien hanya mampu menghabiskan 4 sendok makan dari porsi yang disediakan, k/u : lemah, turgor kulit jelek, kulit kering, BB sebelumnya 50 Kg dan BB sekarang 44 Kg. Intervensi yang dapat diberikan yaitu kaji makanan yang disukai dan yang tidak disukai pasien, berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering, ukur berat badan, lakukan perawatan mulut, kolaborasi dengan ahli gizi tentang diet TKTP. Implementasi yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, disetarakan menanyakan makanan yang paling disukai dan yang tidak disukai pasien, memberikan makanan pasien sesering mungkin dan menyajikan makanan dalam keadaan hangat, mengukur berat badan pasien setiap hari BB : 44 Kg, membersihkan mulut pasien sebelum dan sesudah makan, melakukan kolaborasi dengan ahli gizi. Penurunan asupan oral, ketidak nymanan mulut, mual dan muntah, sekunder akibat terapi yang menyebabkan pasien tidak ada nafsu makan (Carpenito, 2006 ). Pengkajian tentang status nutrisi dapat memudahkan perencanaan perawatan sehingga prosedur yang tidak menyenangkan atau menyakitkan tidak dilakukan sebelum makan, memberikan makanan sesering mungkin dapat membantu dalam pemenuhan nutrisi yang adekuat ( Carpenito, 2006 ).

18

Melakukan perawatan mulut pasien merupakan cara efektif untuk mencegah terjadinya infeksi (Mubarak, 2007). Pada diagnosa ketiga, gangguan pola tidur berhubungan dengan kesulitan menjaga posisi yang bisa sekunder akibat nyeri ditandai dengan pasien mengatakan tidak bisa tidur dengan nyaman karena nyeri pada simfisis, pasien mengeluh hanya bisa tidur selama 4 jam, k/u: lemah, konjungtiva pucat, mata cekung, adanya lingkaran hitam disekitar mata. Intervensi yang diberikan adalah kaji faktor yang dapat mempengaruhi tidur atau istirahat pasien, ciptakan suasana ruangan yang nyaman dan aman, kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan. Implementasi yang diberikan adalah mengkaji faktor-faktor, mengkaji persepsi kelelahan sebelum tidur dan kekurangan tidur, membatasi jumlah pengunjung dan untuk mengurangi kebisingan, membersihkan tempat tidur pasien, menggantikan seprei dan sarung bantal. melakukan kolaborasi dengan

dokter tentang pemberian obat-obatan, memberikan tabel stop 2 x 1 untuk merangsang pasien tidur pada jam 22.45 wib, setelah diberikan tindakan keperawatan. Kebisingan lingkungan yang tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dapat ditutupi dengan Bunyi-bunyi yang lembut ( Misalnya kipas angin, musik yang lembut, suasana rekaman, hujan, ombak pantai ) lingkungan, faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Tidak adanya seimulus tertentu atau adanya setimulus yang asing dapat menghambat upaya tidur.

19

Sebagai contoh, temperatur yang tidak nyaman atau ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang ( Mubarak, 2007 ). Alternative pencegahannya adalah dengan obat-obat, seperti amfetamin guna membantu waktu tidur seseorang yang lebih lama ( Mubarak, 2007 ). Intervensi yang diberikan adalah Kaji makanan yang disukai pasien dan yang tidak disukai pasien, berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering, timbang berat badan, lakukan perawatan mulut, kolaborasi dengan ahli gizi tentang diet tinggi kalori dan protein. Implementasi yang diberikan adalah menanyakan makanan yang lebih disukai dan tidak disukai pasien, menyajikan makanan yang merangsang selera makan pasien seperti menu yang bervariasi, nasi, lauk-pauk, sayur-sayuran dan buah-buahan, memberikan makanan pasien sesering mungkin walaupun dalam porsi kecil tapi sering, memberikan dalam keadaan hangat, menyajikan makanan yang merangsang selera makan pasien, seperti buah sawo dan apel, mengukur berat badan psaien setiap hari. BB 44 Kg, membersihkan mulut pasien sebelum dan sesudah makan, mengkolaborasikan dengan tim ahli dalam pemberian makanan pada pasien. Keadaan terjadi ketika individu mengalami atau beresiko mengalami suatu pendarahan dalam kualitas atau kuantitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa nyaman atau mengganggu gaya hidup yang diinginnya. Pada diagnosa terakhir intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan pasien mengatakan tidak mampu melakukan

20

aktivitas secara mandiri, k/u: lemah, aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan perawat ( makan / minum, ganti duk mandi/ disela ), pendarahan pervagina. Mengkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat sesuai dengan anjuran, melakukan injeksi Cefotaxime 1 gram / 12 jam sesuai anti biotic / analgetik. Penggunaan intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri pasien, skala nyeri yang paling digunakan adalah rentang 0-10, angka nol menandakan tidak nyeri sama sekali, dan angka tertinggi menandakan nyeri terhebat yang dirasakan pasien ( Mubarak, 2007). Kualitas nyeri, terkadang nyeri bisa terasa seperti terpukul-pukul atau tertusuk-tusuk, perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan pasien untuk menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri serta pilihan tindakan yang diambil (Mubarak, 2007). Pada diagnosa ketiga gangguan pola tidur berhubungan dengan kesulitan menjalani posisi yang bisa skunder, tujuan yang diharapkan pola istirahat terpenuhi dengan kriteria hasil pasien dapat tidur dengan tenang ( 6-8 jam / hari) Wajah tampak rileks, konjungtiva merah muda, mata tidak cekung. Maka perencanaan yang dapat diberikan kaji factor yang dapat mempengaruhi tidur, ciptakan suasana ruangan aman dan nyaman, kolaborasi dengan dokter tentang pengobatannya. Implementasi yang telah dilahirkan untuk meningkatkan pola tidur diantaranya mengkaji factor-faktor yang dapat mempengaruhi istirahat, seperti

21

nyeri, membatasi jumlah pengunjung mengganti sprei dan sarung bantal, melakukan kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat-obatan. Pada diagnose terakhir intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik tujuan yang diharapkan aktivitas pasien dapat terpenuhi dengan criteria hasil keadaan umum baik, pasien mampu beraktivitas secara mandiri, pasien dapat rileks. Intervensi yang dapat diberikan kaji toleran dan motivasi pasien dalam melakukan aktivitas, bantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari, anjurkan pada keluarga untuk membentuk aktivitas pasien, monitori keterbatasan aktivitas, kelemahan saat beraktivitas. Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi intoleransi aktivitas diantaranya adalah menganjurkan pasien untuk memobilisasi segera dan secara berharap seperti duduk, makan, minum diatas tempat tidur. Mendekatkan barangbarang keperluan pasien seperti air, makanan, buah-buahan. Menganjurkan pada keluarga untuk berada disamping pasien. Menganjurkan pada pasien untuk tentang gerak aktif. Latihan fisik dibutuhkan untuk meningkatkan sirkulasi dan kekuatan kelompok otot yang diperlukan untuk ambulasi. ROM aktif meningkatkan massa otot, tonus otot, dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan. ROM, pasif meningkatkan mobilitas sendi dan sirkulasi ( Mubarak, 2007 ).

22

D. Evaluasi Pengukuran kebersihan suatu tindakan keperawatan dapat dinilai melalui evaluasi sebagai tahap terakhir dari pelaksanaan ausuhan keperawatan, penilaian dilakukan secara terus-menerus dan kesinambungan dengan cara mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada pasien. Dalam hal ini akan menguraikan evaluasi dari setiap diagnose yang muncul pada pasien. Pada diagnose keperawatan nyeri akut yang berhubungan dengan perleketan plasenta / tertahannya plasenta. Masalah ini dapat teratasi sebagian pada hari terakhir perawatan hal ini disebabkan karena pasien masih merasakan nyeri pada simfisis, skala nyeri 2 ekspresi tampak meringis. Masalah ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. Masalah ini dapat teratasi pada hari ke 3 perawatan, hal ini disebabkan oleh pasien sudah ada nafsu makan. Makanan yang disediakan sudah mampu dihabiskan, BB meningkat ( 45 Kg ). Masalah gangguan pola tidur berhubungan dengan kesulitan menjadi posisi yang bisa sekunder akibat nyeri,masalah ini dapat teratasi pada hari kdua perawatan, hal ini disebabkan oleh pasien mengatakan sudah bisa tidur karena nyerinya sudah berkurang, konjugtiva merah muda, keadaan umum membaik. Masalah terakhir intolernsi aktivitas yang berhubungan dengan

kelemahan fisik, masalah ini teratasi pada hari ketiga perawatan, hal ini disebabkan oleh karena keadaan umum membaik, pasien sudah mampu beraktivitas secara mandiri.

23

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Ny. F dengan kasus retensio plasenta diruang Rawat Kebidanan Badan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie, maka penulis menarik kesimpulan dan sasaran ini penulis mengharapkan adanya suatu peningkatan asuhan keperawatan dalam memberikan pelayanan kesehatan secara sistematis, terarah dan terpadu, maka bab ini penulis akan mengurangi beberapa kesimpulan meliputi : 1. Penyebab terjadinya retensio plasenta pada Ny. F adalah his kurang kuat (penyebab terpenting), plasenta suka terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba), sebab fungsional yaitu his kurang (sebab utama) atau plasenta sulit lepas karena tempat melekatnya seperti disudut tuba atau karena bentuknya seperti membranasea, bisa juga karena ukuran plasenta sangat kecil sedangkan sebab patologi anatomi termasuk plasenta akreta. 2. Dari pengkajian Ny. F didapatkan data pasien mengeluh nyeri pada simfisis, karena tertinggalnya plasenta. K/U lemah,serta mual dan muntah, ekspresi wajah meringis. Skala nyeri 5, pendarahan 500 cc. 3. Masalah keperawatan yang muncul pada Ny. F adalah nyeri akut berhubungan dengan perlengketan plasenta (tertinggalnya plasenta), ketidak seimbangan

24

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat,gangguan pola tidur berhubungan dengan kesulitan menjalani posisi yang biasa sekunder akibat nyeri, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. 4. Intervensi keperawatan pada pasien dengan retensio plasenta diarahkan untuk mengurangi rasa nyeri, memenuhi kebutuhan nutrisi, memenuhi kebutuhan tidur, pemenuhan aktivitas sehari-hari, mengembalikan keadaan umum pasien dalam keadaan normal. 18

5. Pelaksanaan tindakan keperawatan diarahkan kepada tindakan keperawatan yaitu mengkaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien dengan menggunakan skala Hayward dengan konsekuensi 0-10, memberikan makanan pasien sesering mungkin, membatasi jumlah pengunjung dan menganjurkan pasien untuk memobilisasi segera secara bertahap seperti duduk. 6. Berdasarkan evaluasi dari asuhan keperawatan yang telah penulis berikan pada Ny. F selama empat hari perawatan adalah ketidakseimbangan nutrisi, gangguan pola tidur,intoeransi aktivitas dapat teratasi sebagian.

B. Saran 1. Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada pasien dengan kasus retensio plasenta, maka perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan harus baik dari segi sikap, pengetahuan yang memdai untuk menambah wawasan berfikir dan ketrampilan.

25

2. Kepada pembimbing sudah begitu bagus dalam memberikan bimbingan dan arahan selama masa bimbingan, semoga dapat dipertahankan untuk kedepannya lagi. 3. Untuk Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie, penulis menyarankan agar lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan meningkatkan ilmu pengetahuan karyawannya, kususnya dalam bidang perawatan. Dan meningkatkan persediaan fasilitas kesehatan yang optimal pada pasien. 4. Kepada pihak pendidikan agar bisa memberikan sesuatu kemudahan dan bimbingan kepada mahasiswa dalam mengambil suatu bentuk laporan studi kasus sehingga nantinya laporan studi kasus tersebut bermamfaat bagi mahasiswa itu sendiri, masyarakat, dan kususnya mahasiswa perawat lainnya.

5. Setelah memberikan asuhan keperawatan hendaknya selalu diikuti dengan evaluasi dan pengawasan yang berkelanjutan agar dapat mengetahui setiap perkembangan dan perubahan sedini mungkin sehingga dapat mengambil tindakan selanjutnya guna memberikan asuhan keperawatan yang bermutu.

Anda mungkin juga menyukai