Anda di halaman 1dari 6

Pendahuluan Infeksi saluran napas atas masih menjadi masalah utama di bidang kesehatan bagi negara berkembang seperti

Indonesia. Infeksi saluran napas bawah sering juga dijumpai, baik secara langsung atau sebagai infeksi saluran napas atas yang mengenai parenkim paru, rongga pleura, dan sering bermanisfetasi sebagai pneumonia, abses paru, dan bronkiektasis. Bronkiektasis banyak terjadi pada penduduk usia pertengahan sampai lanjut. Tingkat ekonomi yang rendah, nutrisi yang kurrang, perumahan yang tidak memadai dan sulit mendapatkan fasilitas kesehatan mempermudah timbulnya infeksi tersebut. Diseluruh dunia angka kejadian bronkiektasis tinggi biasanya terjadi pada negaranegara berkembang. Di era sebelum antibiotik, gejala biasanya muncul di dekade pertama kehidupan. Saat ini, onset bergerak ke arah usia dewasa. Dengan keterbatasan data, beberapa studi memperkirakan bahwa usia antara 60-80 tahun adalah usia dengan frekuensi terbanyak yang terkena penyakit bronkiektasis. Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di negara-negara Barat, insidens bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Insidens bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan antibiotika. Akan tetapi perlu di ingat bahwa insidens ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan kongenital. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh lakilaki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak bahkan dapat berupa kelainan kongenital.

DIAGNOSIS Gambaran Klinis Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan nafas dengan infeksi akut. Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik dengan sedikit atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya merupakan sekuele (gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya ditemukan pada lobus atas. Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dispnea, nyeri dada pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien relatif mengalami episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru, yang merupakan eksaserbasi dari

bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat dengan onsetnya oleh peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan kekentalan sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang berbau. Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan infeksi saluran pernafasan atas yang akut. Tetapi sebaliknya, pasien-pasien itu mengalami infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis.Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis diklasifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien

fibrosiskistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya. Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Homoptisis mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri bronkial. hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan. Dispnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan merupakan temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya. Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dispnea, ini juga mungkin merupakan kondisi yang mengiringi, seperti asma. Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada batuk kronik, tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut. Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasi yang berat. Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan dengan

peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun, pada umumnya semua penyakit kronik disertai dengan penurunan berat badan. Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.

Gambaran Radiologis Foto thorax Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapatditemukan gambaran seperti dibawah ini:

Gambar 4. Tampak dilatasi bronkus yang ditunjukkan oleh anak panah. Bagian bawah paru yang menandakan adanya dilatasi bonkus.

Ring shadow Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter 1 cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran honeycomb appearance atau bounchesof grapes. Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus.

Tramline shadow Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus.

Tubular shadow

Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai 8 mm. Gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret.Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis. Glove finger shadow Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti jarijari pada sarung tangan.

Bronkografi Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yangdibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis. Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis yang akan di lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan luasnya paru yang mengalami bronkiektasis yang akan diangkat. Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi pasiendengan gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras media

. CT-Scan thorax CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan darifoto thorax dan melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%. CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobusmana yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan.

Gambar 8. CT-Scan Thorax menunjukkan adanya dilatasi bronkus pada lobus inferior kiri.

Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atauluasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit.

Perubahan morfologis bronkus yang terkena. a. Dinding bronkus Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis. b. Mukosa bronkus Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada selepitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa, danterjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasiinfeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi, dan pernanahan. c. Jaringan paru peribronkial Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan parudistal bronkiektasis akan diganti jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah.

Variasi kelainan anatomi bronkiektasis.

Pada tahun 1950, Reid mengkasifikasikan bronkiektasis sebagai berikut: a. Bentuk tabung (tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis). Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronkitiskronik. b. Bentuk kantong ( saccular bronkiektasis) Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista. c. Varicose bronkiektasis Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai varises pembuluh vena.

Dakpus

Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II EdisiKetiga. Editor Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-871.

Alsagaff

H,

Mukty

A.

Bronkiektasis,

Dasar-dasar

Ilmu

Penyakit

Paru,

AirlanggaUniversity Press. Surabaya. 2006. hal 256-261

Anda mungkin juga menyukai