Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Neonatus merupakan bayi yang berumur 0-28 hari.Masa ini merupakan masa transisi dimana bayi memulai kehidupan diluar rahim ibunya.Begitu banyak perubahan yang dialami sampai dari organ fisik maupun fungsi tubuhnya.Hal ini terjadi karena bayi sudah hidup terpisah dari ibunya. Mengingat begitu besar perubahan yang terjadi maka tak dapat diingkari begitu banyak juga permasalahan yang timbul karena hal tersebut.Diantaranya adalah perubahan patologis yang memberikan pengaruh buruk terhadap petumbuhan dan perkembangan bayi. Salah satunya adalah terjadinya trauma pada flexsus brachialis,hal tersebut di akibatkan oleh tarikan yang kuat di daerah leher pada saat lahirnya bayi, sehingga terjadi kerusakan pada pleksus brachialis. Masalah-masalah yang terjadi pada bayi baru lahir yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat persalinan sangatlah beragam. Trauma akibat tindakan, cara persalinan atau gangguan kelainan fisiologik persalinan yang sering kita sebut sebagai cedera atau trauma lahir. Partus yang lama akan menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis. Kebanyakan cedera lahir ini akan menghilang sendiri dengan perawatan yang baik dan adekuat.

2. Tujuan Tujuan umum : Dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam praktik kebidanan tentang asuhan neonatus.
Mampu mendeteksi kelainan kelainan atau hal yang patologis yang dapat terjadi pada bayi baru lahir.

Tujuan khusus : Dapat meningkatkan kreatifitas dan rasa tanggung jawab dalam penyusunan suatu makalah Memenuhi tugas mata kuliah asuhan neonatus. Agar para bidan dapat lebih terampil dalam menangani kasus trauma pada flexsus brachialis.

BAB II PEMBAHASAN

1.

Pengertian Trauma pada pleksus brakialis dapat menyebabkan paralisis lengan atas

dengan atau tanpa paralisis lengan bawah atau tangan, atau lebih lazim paralisis dapat terjadi pada seluruh lengan. Jejas pleksus brakialis sering terjadi pada bayi makrosomik dan pada penarikan lateral dipaksakan pada kepala dan leher selama persalinan bahu pada presentasi verteks atau bila lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala pada presentasi bokong serta adanya penarikan berlebihan pada bahu. Trauma pleksus brakialis dapat mengakibatkan paralisis Erb-Duchenne dan paralisis Klumpke. Bentuk paralisis tersebut tergantung pada saraf servikalis yang mengalami trauma. Pengobatan pada trauma pleksus brakialis terdiri atas imobilisasi parsial dan penempatan posisi secara tepat untuk mencegah perkembangan kontraktur. Trauma pada pleksus brachialis dapat terjadi selama proses kelahiran saat traksi digunakan di leher. Manifestasi trauma bergantung pada radiks saraf yang terkena dan derajat trauma. Radiks saraf yang dapat terkena adalah radiks saraf servikal C5 dan C6 ( paralis Erb-duchenne ), Radiks C8 dan T1 ( paralisis klumpke ), atau keduanya.

2.

Klasifikasi

1. Paralis Duchene-Erb Kerusakan cabang-cabang C5 C6 dari pleksus biokialis menyebabkan kelemahan dan kelumpuhan lengan untuk fleksi, abduksi, dan memutar lengan keluar serta hilangnya refleks biseps dan moro. Lengan berada dalam posisi abduksi, putaran ke dalam, lengan bawah dalam pranasi, dan telapak tangan ke dorsal. Pada trauma lahir Erb, perlu diperhatikan kemungkinan terbukannya pula serabut saraf frenikus yang menginervasi otot diafragma. Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan ringan pada pangkal saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 2 minggu untuk memberi kesempatan penyembuhan yang kemudian diikuti program mobilisasi atau latihan. Secara klinis di samping gejala kelumpuhan Erb akan terlihat pula adanya sindrom gangguan nafas. Penanganan terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk mempercepat penyembuhan serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi lain seperti kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan imobilisasi pada posisi tertentu selama 1 2 minggu yang kemudian diikuti program latihan. Pada trauma ini imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang sakit dalam posisi yang berlawanan dengan posisi karakteristik kelumpuhan Erg. Lengan yang sakit difiksasi dalam posisi abduksi 900 disertai eksorotasi pada sendi bahu, fleksi 900.

2. Paralis klumpke Kerusakan cabang-cabang C8 T1 pleksus brakialis menyebabkan kelemahan lengan otot-otot fleksus pergelangan, maka bayi tidak dapat mengepal. Penyebabnya adalah tarikan yang kuat daerah leher pada kelahiran bayi menyebabkan kerusakan pada pleksus brakialis. Sering dijumpai pada letak sungsang atau pada letak kepala bila terjadi distosia bahu. Secara klinis terlihat refleks pegang menjadi negatif, telapak tangan terkulai lemah, sedangkan refleksi biseps dan radialis tetap positif. Jika serabut simpatis ikut terkena, maka akan terlihat simdrom HORNER yang ditandai antara lain oleh adanya gejala prosis, miosis, enoftalmus, dan hilangnya keringat di daerah kepala dan muka homolateral dari trauma lahir tersebut.

Penatalaksanaan trauma lahir klumpke berupa imbolisasi dengan memasang bidang pada telapak tangan dan sendiri tangan yang sakit pada posisi netrak yang selanjutnya diusahakan program latihan.

3. Paralis nervus frenikus Trauma lahir saraf frenikus terjadi akibat kerusakan serabut saraf C3, 4, 5 yang merupakan salah satu gugusan saraf dalam pleksus brakialis. Serabut saraf frenikus berfungsi menginervasi otot diafragma, sehingga pada gangguan radiologik, yang menunjukkan adanya elevasi diafragma yang sakit serta pergeseran mediastinum dan jantung ke arah yang berlawanan. Pada pemeriksaan fluoroskopi, disamping terlihat diafragma yang sakit lebih tinggi dari yang sehat, terlihat pula gerakan paradoksimal atau seesawmovements pada kedua hemidiafragma. Gambaran yang akan tampak adalah waktu inspirasi diafragma yang sehat bergerak ke bawah, sedang diafragma yang sakit bergerak ke atas, gambaran sebaliknya tampak pada waktu ekspirasi. Pada pemeriksaan fluoroskopi terlihat mediastinum bergeser ke posisi normal pada waktu inspirasi.

3. Penyebab a. kelainan-kelainan ini timbul akibat tarikan yang kuat di daerah leher pada saat lahirnya bayi, sehingga terjadi kerusakan pada pleksus brachialis. b. trauma tersebut dapat terjadi pada kelahiran presentasi bokong atau kelahiran yang di perberat distosia bahu. c. pada fleksi yang kuat akan terjadi gangguan pada pleksus brachialis, bila bagian yang terkena saraf C V C VI akan terjadi Erbs paresis. d. Gangguan pada saraf C VIII TI disebut paresis kumpke. Tidak jarang ditemukan pula gangguan N.phernicus yang mengakibatkan paralis diafragma.

4.

Patofisiologi a. trauma pleksus brachialis dapat terjadi pada saat prenatal atau selama proses kelahiran saat traksi digunakan dileher. Trauma tersebut dapat terjadi pada kelahiran presentasi bokong atau kelahiran yang diperberat distosia bahu. b. pembengkakan pada radiks saraf lebih tinggi, yaitu pada pleksus brachialis ( C3-C5 ) dapat menyebabkan tanda gangguan pernafasan yang signifikan karena paralisis saraf frenikus dan gangguan diafragma.

5.

Tanda dan Gejala a. bayi baru lahir yang mengalami trauma pleksus brachialis munkin rewel dan merasa nyeri. b. bentuk kelainan otot lengan : kelemahan pada fleksi dan abduksi memutar keluar, dan reflex biseps dan moro hilang. c. kesembuhan berlangsung beberapa minggu sampai 6 bulan.

6.

Penatalaksanaan

a. pelaksanaan kebidanan meliputi rujukan untuk mengobati lengan yang terkena. b. orang tua harus di anjurkan untuk sebisa mungkin menghindari menyentuh ekstremitas yang terkena selama seminggu pertama karena adanya nyeri. c. beritahukan kepada orang tua bahwa paralisis hilang dalam 3-6 bulan, dengan perbaikan awal dibuktikan dalam beberapa minggu. d. terapi fisik bermanfaat setelah pembengkakan pertama berkurang. e. fisioterapi digunakan untuk meningkatkan fungsi tangan untuk mencegah kontraktur otot ( pengecilan otot ). Latihan gerakan mengembangkan kekuatan, melenturkan, dan stimulasi taktil, digunakan untuk menigkatkan kesadaran sensorik dan perasaan penting untuk tetap lentur agak hasilnya baik. f. biasanya pleksus brachialis sembuh pada 6-12 bulan. Apabila tidak dapat disembuhkan memerlukan operasi untuk memperbaiki fungsinya.

Peran bidan dalam menangani kasus ini : Peran bidan dalam mengatasi resiko trauma pada flexsus brachialis adalah dengan cara memberikan konseling kepada orang tua atau keluarga agar berhati-hati pada saat menyentuh bagian yang terkena trauma,dan juga menjelaskan kepada orang tua bahwa paralisis akan hilang pada 3-6 bulan jika mendapat perawatan yang adekuat.

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan Trauma pada pleksus brakialis dapat menyebabkan paralisis lengan atas dengan atau tanpa paralisis lengan bawah atau tangan, atau lebih lazim paralisis dapat terjadi pada seluruh lengan. Jejas pleksus brakialis sering terjadi pada bayi makrosomik dan pada penarikan lateral dipaksakan pada kepala dan leher selama persalinan bahu pada presentasi verteks atau bila lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala pada presentasi bokong serta adanya penarikan berlebihan pada bahu. Trauma pleksus brakialis dapat mengakibatkan paralisis Erb-Duchenne dan paralisis Klumpke. Bentuk paralisis tersebut tergantung pada saraf servikalis yang mengalami trauma. Pembagian paralisis tersebut terbagi menjadi : a) paralis Duchene-Erb b) Paralis klumpke c) Paralis nervus frenikus

Saran Petugas kesehatan harus mengetahui sedini mungkin adanya trauma pada flexsus brachialis,serta melakukan tindakan segera yang tepat agar sebisa mungkin mencegah terjadinya paralisis pada bayi.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Google: http://koleksiMediague.wordpress.com


http://www.babyzone.com

Mochtar Rustam. 2002. Sinopsis Obstetri Edisi 2. EGC. Jakarta Suryana. 1996. Keperawatan Anak. EGC: Jakarta Moore Hacker.2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta

10

Anda mungkin juga menyukai