Anda di halaman 1dari 7

Pneumonia Aspirasi

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Ujian Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. R. Goeteng Taroenadibrata

Disusun oleh: Ary Kurniawan 08711117

Pembimbing: dr. Latifah Hanum Sp.A Penguji: Dr. MTS Darmawan Sp. A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSU DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2012

Pendahuluan Aspirasi diartikan sebagai inhalasi kandungan orofaring atau gaster ke saluran nafas bawah, dalam kata lain masuknya benda asing ke pulmo. Aspirasi benda asing ini dapat menyebabkan berbagai sindrom tergantung jumlah dan sifat material yang diaspirasi, frekuensi aspirasi dan faktor pejamu sebagai presdisposisi terhadap aspirasi dan respon (Anita, 2011). Tiga tipe material aspirat menyebabkan 3 sindrom pneumonik yang berbeda. Aspirasi kandungan gaster menyebabkan pneumonia kimia yang dikenal dengan nama lain pneumonitis aspirasi (Mendelson's syndrome). Aspirasi bakteria dari mulut atau area faring menyebabkan pneumonia bakterialis. Aspirasi minyak (contoh: minyak sayur atau mineral) menyebabkan pneumonia lipoid eksogenous, sebuah bentuk langka dari pneumonia. Sebagai tambahan aspirasi benda asing dapat menyebabkan kegawatdaruratan pernapasan dan dalam beberapa kasus sebagai predisposisi terhadap terjadinya pneumonia bakterialis (Anita, 2011). Hampir semua pasien yang terkena pneumonia aspirasi mempunyai satu atau lebih kondisi predisposisi. Kondisi yang dikaitkan dengan perubahan status mental termasuk kondisi yang menyebabkan tertekannya refleks muntah, kemampuan untuk mempertahankan jalan napas atau keduanya menigkatkan resiko pneumonia aspirasi atau pneumonitis seperti, Alkoholisme, overdosis obat, kejang, stroke, trauma kepala, anastesi umum, lesi massa intrakranial (Kumar, 2010). Kondisi esofageal yang diasosiasikan dengan pneumonia aspirasi antara lain, disfagia, striktur wsofagus, neoplasma esofageal, divertikulum, fistula trakeoesofageal, dan GERD. Kondisi neurologis yang juga berperan sebagai faktor predisposisi antara lain, sklerosis multipel, dementia, penyakit parkinson, Myasthenia gravis, palsi pseudobulbar. Pneumonia aspirasi juga dikaitkan dengan kondisi mekanis seperti, terpasangnya NGT, intubasi endotrakeal, trakeostomi, endoskopi saluran gastrointestinal atas, bronkoskopi, dan gastroktomi.

Patofisiologi Resiko aspirasi secara tidak langsung terkait dengan tingkat kesadaran pasien. Sifat material yang diaspirasi, volume aspirat dan status pertahanan pejamu merupakan 3 determinan penting dalam luas dan keparahan pneumonia aspirasi.

Pneumonia Kimia Pneumonia kimiawi yang dikenal juga dengan pneumonitis aspirasi atau Mendelson syndrome, adalah pneumonia yang diakibatkan reaksi inflamasi parenkim disebabkan oleh kandungan gaster tanpa adanya infeksi. Bahkan, aspirasi kandungan gaster yang masif dapat menimbulkan distress pernafasan dalam waktu 1 jam. Penyakit ini muncul pada pasien dengan perubahan status kesadaran akibat kejang, cerebrovascular accident (CVA), lesi susunan saraf pusatm intoksikasi obat atau overdosis dan trauma kepala. Keasaman kandungan gaster menyebabkan luka bakar kimia di trakeobronkial. Jika pH cairan yang diaspirasi kurang dari 2.5 dan volume aspirat lebih dari 0.3 mL/kg berat badan maka sangat potensial menyebabkan pneumonia aspirasi. Luka bakar kimia yang terjadi diikuti oleh reaksi inflamasi selular akibat lepasnya sitokin poten terutama tumor necrosis factor (TNF)alpha dan interleukin (IL)8 (Kumar, 2010).

Pneumonia bakerialis Pneumonia bakterialis umumnya mengenai individu dengan gangguan pertahanan jalan nafas seperti reflek batuk, muntah, gerakan silia dan mekanisme imun. Dimana faktor pertahanan ini membantu pembersihan material infeksius dari jalan nafas bagian bawah. Sindrom aspirasi ini dapat terjadi di komunitas ataupun rumah sakit (nosokomial). Dalam kedua kondisi ini organisme anaerob sendiri atau bersama organisme lainj mempunyai peran penting. Pada pneumonia anaerob, patogenesis terkait dengan volume besar anaerob aspirat (contoh, pada pasien dengan hiegenisitas oral jelek dan yang mempunyai penyakit periodontal) dan terkait dengan kondisi pejamu (contoh, alkoholisme) yang menekan refleks batuk, klirens mukosiliar, dan efisiensi fagositik. Kedua kondisi ini meingkatkan beban bakteri pada sekresi orofaring (Russel, 2007). Karena kondisi dari kandungan gastrik normal yang realtif steril, bakteria tidak mempunyai peran penting dalam tahap awal penyakit. Bagaimanapun, superinfeksi bakterial dapat terjadi menyusul luka bakar kimiawi tadi. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari pneumonia aspirasi dan pneumonitis terbentang dari sedikit sakit sampai yang mengancam nyawa dengan tanda dan gejala syok dan atau gagal nafas. Kondisi pejamu yang menyebabkan kemampuan memproteksi jalan nafas berkurang antara lain kejadian cerebrovascular accident (CVA) sebelumnya, riwayat penyakit esofageal termasuk akalasia, dan secara kronis memakai NGT atau gastrik tube. Pemeriksaan fisik beragam tergantung dari keparahan penyakit, adanya komplikasi dan faktor pejamu. Pasien dengan pneumonitis aspirasi sekunder akibat kejang, trauma kepala, overdosis obat harus diinspeksi untuk melihat tanda dan gejala yang terkait. Sebagai tambahan dari gejala akibat penyakit yang mendasari, pasieb dengan pneumonia aspirasi dapat menunjukkan gejala: Demam atau hipothermia Takipnea

Takicardia Penurunan suara nafas Redup pada perkusi daerah pulmo yang terkena Rales Egofoni atau pektoriloquy Pleural friction rub Perubahan status mental Hipoxemia Hipotensi (dalam syok septik)

Pasien dengan pneumonia kimiawi dapat datang dengan onset akut dan perkembangan yang cepat dari gejala dalam beberapa menit sampai 2 jam dari dimulainya kejadian aspirasi. Bisa juga didapatkan distress nafas, takipnea, mengi yang audibel dan batuk dengan sputum berdarah atau busuk. Pada pemeriksaan fisik didaptkan takipnea, takikardia, demam, rales, mengi dan sianosis. Diagnosis pneumonia aspirasi harus dicurigai pada pasien dengan faktor resiko dan gambran radiologik yang sugestif adanya infiltrat penumonia aspirasi.lokasi dari infiltrat pada gambaran radiologik tergantung kepada posisi pasien ketika aspirasi terjadi. Pemeriksaan laboratorium harus sesuai dengan presentasi klinis pasien. Pasien dengan tanda dan gejala sepsis atau syok septik membutuhkan pemeriksaan laboratorium yang lebih lanjut (Anita, 2011). Tatalaksana Tatalaksana umum harus difokuskan dalam stabilisasi jalan nafas, nafas dan sirkulasi pasien. Pada pasien yang ditemukan tanda aspirasi gastrik (contoh, muntah) suction jalan nafas atas dapat menghilangkan jumlah yang signifikan dari aspirat. Intubasi dipertimbangkan pada semua pasien yang tidak dapat mempertahankan jalan nafasnya. Jika tersedia berikan suplementasi oksigen, pemantauan kardiak dan oksimetri, pemasangan jalur intravena (Anita, 2011). Tatalaksana individu dengan pneumonia kimiawi harus mengikutsertakan stabilisasi jalan nafas dan klirens sekresi dengan suksion, suplementasi oksigen, ventilasi mekanis jika perlu, penggunaan positive end-expiratory pressure (PEEP)

sedini mungkin, dan pemberian cairan intravena. Karena bronkus yang kena luka kimia rentan terhadap infeksi bakterial maka antibiotik dapat diberikan berdasarkan kecurigaan bakteri. Penggunaan antibiotik spektrum luas sperti generasi kedua sefalosporin, generasi ketiga sefalosporin dan clindamycin, aztreonam, or fluoroquinolones sesuai dalam beberapa kasus.

Daftar Pustaka Anita B Varkey. 2011. Aspiration Pneumonia. Medscape. http://emedicine.medscape.com/article/296198-overview#aw2aab6c25 Kumar, 2010. Robbins and Cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Saunders elsevier: Philadelphia. Russell W. Steele. 2007. Clinical handbook of pediatric infectious disease. Informa Healthcare: USA

Anda mungkin juga menyukai