Anda di halaman 1dari 10

KONSTIPASI Definisi Kebiasaan buang air besar normal mempunyai variasi yang luas pada setiap orang.

Perubahan kebiasaan BAB merupakan manifestasi klinis yang umum dari penyakit saluran cerna. Konstipasi didefinisikan sebagai evakuasi feses yang jarang atau sulit dan dapat terjadi secara akut atau kronis. Konstipasi terjadi pada wanita sebanyak 3x seminggu dan pada pria terjadi sebanyak 5x seminggu. Konstipasi merupakan keadaan atau gejala hambatan gerak sisa makanan di saluran pencernaan sehingga buang air besar tidak bisa lancar dan teratur. Pada keadaan normal, setiap 24 jam usus besar (kolon) akan dikosongkan secara periodik. Seseorang dianggap konstipasi apabila tidak dapat buang air besar selama dua hari atau lebih. Penyebab konstipasi menurut The National Digestive Disease Information Clearinghouse (NDDIC) yaitu kurangnya asupan serat dalam konsumsi sehari-hari, kurangnya aktifitas terutama di usia lanjut, obat-obatan tertentu (obat golongan narkotika, antacid yang mengandung alumunium dan kalsium, antihipertensi golongan penghambat kalsium, obat anti Parkinson, antispasmodik, antidepresan, suplemen Fe, diuretik, antikonvulsan), intoleransi susu, penyakit dan gangguan pada usus besar, kehamilan, usia lanjut, pemakaian pencahar berlebihan, kebiasaan menahan buang air besar, kurang asupan cairan, gangguan fungsional pada usus. Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam hubungannya dengan konstipasi, yaitu dimana konstipasi akut sering mengindikasikan obstruksi usus, dengan gejala utamanya berupa nyeri kolik abdomen, muntah, konstipasi, dan distensi. Apabila yang terjadi adalah konstipasi kronis maka akan beresiko untuk berkembang secara perlahan menjadi obstruksi usus. Konstipasi kronis biasa terjadi akibat diet rendah serat. Selain itu, bisa juga karena makan tidak teratur, kurang pergerakan dan olah raga, dan mengabaikan saat terjadi rangsangan untuk buang air besar. Konstipasi yang terjadi pada usia lanjut dengan atau tanpa gambaran sistemik harus diobati secara sungguh-sungguh dengan tidak mengabaikan berat badan yang menurun. Gejala

Gejala-gejala konstipasi pada setiap orang berbeda-beda, tergantung pola makan, hormon, gaya hidup dan bentuk usus besar masing-masing orang. Akan tetapi, gejala umum yang sering ditemui diantaranya adalah perut terasa penuh, nyeri dan mulas; tinja atau feses lebih keras dari biasanya; pada saat BAB feses atau tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, tubuh berkeringat dingin, dan terkadang harus mengejan ataupun menekan-nekan perut terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan dan membuang tinja; serta menurunnya frekuensi BAB, dan meningkatnya waktu BAB (BAB menjadi 3 hari sekali atau lebih). Faktor penyebab Penyebab konstipasi diawali ketika proses penyerapan air dan garam yang terlalu banyak pada usus besar kita, ini menyebabkan tinja akan menjadi keras dan kering sehingga pergerakan pada usus besar menjadi lambat atau kontraksi otot usus besar lambat. Jika sudah penuh, tinja di dalam usus akan didorong melalui kontraksi otot usus besar, ketika pergerakan ini tidak berfungsi secara benar maka akan menyebabkan anismus. Perlu kita sadari bahwa konstipasi bisa membawa dampak yang lebih serius seperti kanker usus besar, gangguan hormon, gangguan autoimun, dapat mengindikasikan hirschsprung pada anak-anak, disease (hilangnya sel syaraf bawaan sejak lahir).

Faktor penyebab antara lain: ~ Karena usia lanjut. Organ pencernaan tidak berfungsi dengan baik lagi. ~ Kurang konsumsi serat pada makanan. ~ Kurang berolahraga / aktifitas fisik. ~ Gaya hidup/rutinitas tidak disiplin, kehamilan, penuaan juga karena perjalanan. ~ Penggunakan terlalu sering atau penyalahgunaan obat pencahar. ~ Pengaruh penyakit stroke, diabetes, thyroid disease dan Parkinson's disease ~ Karena mengkonsumsi obat tertentu dan pengaruh obat tertentu yang tidak cocok. ~ Terjadi gangguan hormon, kelenjar tiroid terganggu / tidak aktif. ~ Kehilangan kadar garam di dalam tubuh (karena muntah, diare) ~ Kerusakan/cedera pada syaraf tulang belakang.

Tanaman herbal untuk konstipasi. LAKSATIF PEMBENTUK RUAHAN Ini adalah senyawa ruahan dengan persentase serat yang tinggi dan kaya akan polisakarida yang mengembang dalam saluran GI. Senyawa ini mempengaruhi komposisi bahan makanan dalam saluran GI, terutama melalui bakteri kolon sehingga memberikan nurtien untuk proliferasi. Hal ini selanjutnya mempengaruhi komposisi flora GI dan kompisisi makanan didalam saluran GI termasuk peningkatan gas, atau flatusi. Makanan kaya serat biasanya merupakan bagian dari makanan sehat, tetapi makanan olahan dan gaya hidup modern umumnyatelah mengurangi asupan serat. Laksatif pembentuk ruahan biasanya tidak dicerna atau diabsorbsi dalam saluran GI tetapi sebagian besar laksatif ini melewati saluran GI dalam bentuk tidak berubah. Senyawa pembentuk ruahan dapat dibedakan dari senyawa pengembang; bahan pembentuk ruahan mengandung serat dalam jumlah banyak, sedangkan bahan pengembang biasanya terdiri atas bahan tumbuhan (biji) dengan lapisan polisakarida yang tebal dibagian luarnya. Kedua jenis obat medicinal tersebut dapat mengembang hingga derajat tertentu melalui ambilan air, tetapi senyawa pengembang dalam arti sempitnya hanya mencakup tumbuhantumbuhan medisinalyang membentuk mucilage atau gel. Factor pengembang yang

membandingkan volume obat tersebut sebelum dan setelah dikocok atau direndam dalam air adalah salah satu indicator jumlah polisakarida yang terdapat dalam obat tersebut yang biasanya digunakan sebagai penanda untuk mutu laksatif pembentuk ruahan. Farmakope eropa dan farmakope lain mensyaratkan nilai minimal factor pengembang untuk setiap senyawa, meskipun analisis kimia yang dilakukan untuk senyawa-senyawa ini tidak akan dibahas disini. Ispaghula, Plantago ovate (Plantaginis ovatae semen) Tumbuhan dan obat Biji berwarna coklat gelap mengikat dari Plantago ovate (Indian fleawort, blood psyllium). Plantago ini berguna dalam pengobatan konstipasi kronis. Bentuknya mulai dari bentuk elips sampai oval, dengan panjang hingga 3-5mm, dan tidak memiliki rasa, bergetah jika dikunyah.

Biji ini dapat berguna untuk mempertahankan atau mencapai gerakan usus yang teratur dan juga bermanfaat untuk sindrom iritasi usus. Factor pengembang harus --- untuk seluruh biji dan >40 untuk kulit biji, yang merupakan bagian yang paling banyak digunakan. Penggunaannya sama dengan Psyllium fleawort yang akan dibahas dibawah ini. Psilium, Plantago psyllium L., dan P.arenaria L. (Psyllii semen) Biji yang masak berwarna coklat gelap hingga terang berkilau, dan berbentuk elips sampai oval (panjangnya 2-3 mm) diperoleh dari dua spesies family plantain (Plantaginaceae). Plantago psyllium (Plantago afra L., fleawort, psilium hitam atau gelap, plantain) dan P. atenaria (-P. indica, fleawort, plantain) berkhasiat sebagai emolien dan laksatif ruahan yang sangat berguna dan biasa digunakan serta membantu memelihara gerakan usus yang teratur. Biji ini lebih tipis dan sedikit lebih kecil daripada biji ispaghula. Salah satu karakteristik penting pada bahan yang sangat bermutu adalah factor pengembang yang tinggi. Biji rami, Linum usitatissimum L. Lini semen. Tumbuhan dan obat Biji rami adalah biji masak yang dikeringkan dari pohon rami (Linum usitassimum, Linaceae), suatu tumbuhan yang ditanam untuk diperoleh seratnya (digunakan dalam industry pakaian) dan minyak bijinya yang digunakan sebagai cat dan oernis serta untuk membuat kain minyak (linoleum). Spesies ini, dengan bunga-bunga birunya yang khas merupakan tanaman tahunan, dan telah lama dibudayakan oleh manusia. Bijinya berwarna coklat gelap (terkadang kekuningan) berbentuk lonjong atau bulat telur dengan ciri khas ujungnya yang meruncing. Biji ini tidak berasa tetapi secara perlahan menghasilkan rasa getah jika diletakkan didalam mulut. Lapisan luar biji tersebut (testa) kaya akan polisakarida, sedangkan bagian dalam bijinya yang mengandung endosperma dan kotiledon, kaya akan minyak lemak. Endosperma dan kotiledon tentu saja merupakan sumber yang kaya kalori dan karena konstipasi sering dikaitkan dengan gaya hidup yang tidak aktif dan obesitas, biji utuh dan bukan dipotong-potong harus digunakan. Bagian dalam testa hanya dapat dicerna sebagian didalam saluran GI; akibatnya, jika seluruh biji

digunakan, biji tersebut akan dieksresikan dan asam lemaknya tidak dibebaskan. Factor pengembang paling sedikit harus 4 (biji utuh) atau 4,5 (obat serbuk). Kulit gandum (wheat bran), Tritivum aestivum Tumbuhan dan obat Kulit gandum kurang bermanfaat sebagai suatu laksatif (keccuali jika digunakan sebagai bagian alami pada makanan, misalnya sereal sarapan) karena mengandung asam fitat, yang dengan konsentrasi tinggi dapat membentuk kompleks dengan vitamin dan mineral jika digunakan dalam waktu yang bersamaan sehingga menurunkan keteresediaan hayati vitamin dan mineral tersebut. Namun, pada beberapa pasien, kulit gandum (kulit ari dari bulir-bulir Triticum aestivum) lebih efektif daripada senyawa pengembang lainnya, dan sediaan-sediaan yang mengandung kulit gandum ini dapat diresepkan. Kulit gandum ini dikonsumsi dengan air.

LAKSATIF OSMOTIK Pendekatan lain yang bermanfaat untuk konstipasi adalah penggunaan laksatif osmotik seperti laktulosa atau laktosa, dua gula dimerik yang berasal dari susu. Laktosa diuraikan dalam saluran GI menjadi glukosa dan galaktosa. Pada orang dewasa biasanya tidak meresorbsi galaktosa dengan baik. Akibatnya, bakteri kolon memetabolisme gula ini. Asam-asam yang dihasilkan, termasuk asam laktat dan asam asetat, memiliki efek osmosis, dan bakterial dalam kolon membelah lebih cepat. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah feses yang diikuti dengan peningkatan peristalsis GI.

LAKSATIF STIMULAN Laksatif stimulan berasal dari berbagai macam spesies tumbuhan yang tidak sejenis dan hanya memiliki kesamaan berdasarkan fakta bahwa spesies-spesies tersebut mengandung unsur-unsur kimia yang sama. Unsur-unsur tersebut adalah antrakuinon seperti emodin dan aloe-emodien

serta antron dan antranol

sejenis. Antrakuinon adalah produk jalur biosintesis asetat dan

biasanya ditemukan sebagai glikosida dalam tumbuhan hidup. Beberapa golongan dibedakan berdasarkan derajat oksidasi nucleus serta inti molekulnya dibentuk oleh satu atau dua unit. Senyawa antron kurang teroksigenasi dari pada antrakuinon sedangkan senyawa diantron terbentuk dari dua unit antron. Semua antrakuinon memberikan hasil reaksi warna yang khas jika ditambahkan amonia, larutannya menjadi merah untuk antrakuinon dan kuning untuk antron dan diantron.

emodin

Efek farmakologi antrakuinon Obat-obat yang mengandung antranoid bekerja secara langsung pada mukosa usus dengan cara memengaruhi berbagai target farmakologis. Efek laksatif disebabkan oleh peningkatan peristalsis kolon. hasilnya adalah penurunan waktu transit dan mengakibatkan penurunan reabsorpsi air dari kolon. Selain itu, perangsangan sekresi klorida aktif menyebabkan pembalikan kondisi-kondisi fisiologis normal dan kemudian terjadi peningkatan ekskresi air. Secara menyeluruh, hal ini menyebabkan peningkatan volume feses disertai dengan peningkatan tekanan GI.

Toksisitas obat-obat antranoid Dengan menggunakan sistem bakteri dan sistem bakteri dan sistem in vivo seperti uji Ames, serta lini sel mamalia, aglikon monomerik (terutama emodin dan aloe-emodin) tampak memiliki efek genotoksik dan mutagenic. Penggunaan antranoid jangka panjang dapat menyebabkan kolon (Pseudomelanosis coli) menghitam (reversible), yang disebabkan oleh masuknya metabolitmetabolit antranoid dan diduga menyebabkan peningkatan resiko karsinoma kolon. Efek lebih cepat yang dihasilkan oleh obat-obat yang mengandung antranoid adalah kolik dan nyeri pada saat mencengkram akibat peningkatan kontraksi spasme otot polos pada saluran GI. Catatan tentang metabolisme dan farmakokinetik Penelitian-penelitian menggunakan glikosida diantron seperti senosida A dan B menunjukkan rute sebagian besar senyawa-senyawa ini melalui saluran GI tanpa terjadi perubahan apapun. Namun, senyawa tersebut selanjutnya dimetabolisme menjadi antron rein di dalam kolon dan usus buntu oleh flora alami terutama bakteri pada saluran GI.

Senna, Cassia senna L. dan C. angustifolia Vahl (Senna) Genus Cassia (Caesalpiniaceae) sangat besar, yang memiliki sekitar 550 spesies, kebanyakan pada suhu hangat dan iklim tropis. Spesies ini bukan tumbuhan asli Eropa dan merupakan obat penting di perdagangan, nama Senna berasal dari bahasa Arab dan tercatat sejak abad ke-12. Dua jenis semak dari genus Cassia menghasilkan obat-obat dari daun senna dan buah senna: Cassia senna L. dan C. angustifolia Vahl. Daun pada kedua spesies mirip dan terdiri atas banyak helai daun berpasangan, yang biasanya ditemukan terpisah pada bahan-bahan di perdagangan. Daun-daun itu berwarna hijau kelabu sampai hijau kekuningan, berbentuk lanset dan tidak sama pada pangkalnya, memiliki tangkai daun yang panjangannya mulai dari 1 sampai 5 cm dan lebarnya 0,5 sampai 1 cm. daun-daun C. senna umumnya lebih kecil. Obat dari tumbuhan ini memiliki karakteristik mikroskopik yang khas, termasuk trikoma berbintil sel tunggal yang sangat diagnostic dan lembaran Kristal prisma kalsium oksalat yang mengelilingi serabut. Kedua spesies tersebut juga dapat dibedakan secara mikroskopik.

Kandungan kimia. Daun. Senosida A dan B yang terdiri atas aglikon senidin A dan senidin B, senosida C dan D yang merupakan glikosida heterodiantron pada aloe-emodin dan rein, palmidin A, antron rein dan glikosida aloe-emodin, dan beberapa antrakuinon bebas. C. senna biasanya mengandung senosida dalam jumlah yang lebih banyak. Buah. Senosida A dan B serta suatu glikosida sejenis yaitu senosida A1. Senosida tersebut yang merupakan diantron, stereokimianya berbeda pada C10 dan C10 juga memiliki pola substitusi yang berbeda. C.senna biasanya mengandung jumlah senosida yang lebih banyak. Pemastian mutu dan analisis. Standar Eur. Ph. Menetapkan kandungan glikosida tidak kurang dari 2,5% untuk daun, 3,5% untuk buah C. senna, dan 2,2% untuk buah C. angustifolia, dihitung sebagai senosida B.

Senosida B

Metabolit-metabolit sekunder seperti flavonoid, tanin, dan senyawa pahit juga ada, tetapi tidak ditetapkan dalam standar. Cara pengeringan bahan tumbuhan sangat memengaruhi jumlah glikosida dan sesuai dengan mutu produk. Menurut Eur. Ph, deteksi senosida da nein--glikosida juga diperlukan untuk identifikasi obat, dengan cara kromatografi lapis tipis (KLT), oksidasi dan hidrolisis in situ, serta deteksi berikutnya dengan reaksi Borntraeger.

Frangula, kulit kayu buckthorn dan kaskara, Rhamnus frangula L. R. catharticus L. dan R. purshiana L. Kulit kayu beberapa spesies Rhamnaceae dimanfaatkan efek purgatif kuatnya. Rhamnus frangula memiliki kerja lebih ringan daripada R. catharticus. Kulit kayu kaskara sagrada dari R. purshiana adalah spesies utama lainnya yang digunakan sebagai obat. R. frangula adalah semak atau pohon tak berduri yang daun-daunnya rapat, dan mencapai ketinggian 1-7 m. tumbuhan ini biasanya tumbuh di lingkungan yang lembab seperti tanah berlumpur dan di sepanjang aliran sungai di Eropa utara dan Tengah, serta di Asia bagian selatan. Kulit kayu tumbuhan ini pada mulanya berwarna hijau, kemudian menjadi abu-abu coklat dan terlihat banyak lentisel abu-abu putih. Daun-daunnya lebar berbentuk elips sampai bulat telur sungsang, dan panjangnya sekita 3,5-5 cm. buni hitam yang berukuran kacang polong berkembang dari bunga-bunga kecil berwarna putih kehijauan. Kulit kayunya mudah diperoleh dari pengelupasan dan pengeringan di bawah sinar matahari. Buckthorn (R. cathartica adalah semak berduri dengan daun-daun bergigi dan kulit kayunya berwarna cokalt kemerahan. Buninya berwarna hitam dan bulat. Glikosida antron dan diantron, yang terdapat pada kulit kayu segar spesies-spesies ini, memiliki efek emetik dan dapat menyebabkan kolik. Untuk mengoksidasi senyawa-senyawa ini menjadi antrakuinon dengan lebih sedikit efek samping yang tidak diinginkan, obat ini harus disimpan selama satu tahun atau umurnya dipercepat secara buatan dengan cara memanaskannya selama beberapa jam sampai pada suhu 80-100oC.

Kandungan Kimia R. frangula. Glukofrangulin A dan B, yang merupakan diglukosida yang hanya berbeda dalam hal jenis gulanya di C6. R. cathartica. Emodin, aloe-emodin, glikosida krisofanol dan rein, frangula-emodin, ramnikosida, aaterin, dan fision. R. purshiana. Kaskarosida A, B, C, D, E dan F (yang merupakan stereoisomer aloin dan turunannya), dengan glikosida minor termasuk barbaloin, frangulin, krisaloin, palmidin A,B, dan C, serta aglikon-aglikon bebas. Obat-obat antranoid dari botanis utama lainnya adalah aloe (Aloe vera, A. barbadensis, dan spesies lain) dan kelembak (Rheum raponticum dan lain-lain). Obat-obat ini kini kurang banyak digunakan.

Anda mungkin juga menyukai