Anda di halaman 1dari 5

Pengaturan sel T, baik secara alami maupun yang dihasilkan, berperan dalam menekan berbagai macam respon imun

fisiologis dan patologis. Salah satu kunci pemahaman mengenai fungsi dari sel T adalah untuk menentukan bagaimana mereka menekan Limfosit lain pada tingkat molekuler secara in vivo dan in vitro. Disini kami mengusulkan bahwa mungkin ada kunci mekanisme penekanan yang dibagikan oleh setiap Foxp3. Treg in vivo dan in vitro pada tikus dan manusia. Ketika mekanisme pusat ini dibatalkan, itu menyebabkan suatu penyimpangan terhadap toleransi sendiri dan homeostasis imun. Mekanisme penekanan lainnya mungkin beroperasi secara sinergis dengan mekanisme umum yang bergantung pada lingkungan dan tipe dari suatu respon imun. Untuk lebih lanjutnya, penekanan Treg-dimediasi adalah suatu proses yang multi langkah dan pelemahan atau augmentasi dari tiap langkah bisa mengubah keefektivan dari penekanan Treg-mediasi. Penemuan ini akan membantu untuk mendesign cara yang efektiv dalam control respon imun dengan menargetkan fungsi penekanan Treg.

Introduction Pengaturan sel T ( Treg ), terutama yang secara alami menimbulkan CD25+CD4+ Treg, di mana ekspresi faktor transkripsi Foxp3 yang terjadi di timus (sebagai lawan untuk 'menginduksi' Treg, di mana Foxp3 diinduksi di perifer), secara aktif terlibat dalam pemeliharaan terhadap imunologi toleransi-diri dan homeostasis imun. Kontribusinya digambarkan oleh perkembangan spontan penyakit autoimun pada tikus normal bila sel T CD25 + CD4 + habis dan juga dengan terjadinya penyakit autoimun yang berat, alergi dan immunopathology pada manusia dan tikus dengan mutasi gen Foxp3. Ini berarti bahwa defisiensi atau disfungsi dari CD25 + CD4 + Foxp3 + Treg alami itu sendiri saja sudah cukup untuk merusak toleransi-diri pada hewan yang dinyatakan normal. Selama dekade terakhir, bukti telah terkumpul mengenai peran penting dari Treg alami dalam pengendalian berbagai respon imun fisiologis dan patologis, termasuk respon anti-mikroba dan anti-tumor dan transplantasi kekebalan. Namun,ada yang masih tidak jelas seperti bagaimana mereka mengendalikan limfosit lain pada tingkat molecular. Masalah ini merupakan hal penting sejak disfungsi dari mekanisme penekanan Treg diduga menjadi penyebab penyakit autoimun dan immunopathological seperti yang terlihat pada defisiensi Treg. Selanjutnya, peristiwa molekuler spesifik untuk penekanan Treg-mediasi dapat menjadi kunci target untuk intervensi kekebalan atau potensiasi, dan molekul, jika ada, yang ditujukan khusus untuk mekanisme imnosupresif yang mungkin ideal dalam penandaan spesifik-Treg dengan relevansi fungsional. Kemajuan dalam pemahaman kita tentang sel dan molekul dasar dari penekanan Treg-dimediasi telah utama dibangun pada temuan kunci berikut. Pertama, Foxp3- mengekspresikan CD25 + CD4 + Treg alami yang dapat menghambat pembangunan penyakit autoimun atau IBD ( Inflammatory bowel disease) yang ditimbulkan oleh deplesi(penipisan) Treg. Kedua, dalam kultur in vitro, Treg mampu menekan proliferasi (penyebaran) antigen-sel T terstimulasi. Ketiga, induksi atau ekspresi paksa gen Foxp3 pada sel T yang normal dapat mengkonversikannya ke sel Treg-like ( sel seperti sel Treg ) dengan fungsi penekanan secara in vivo dan in vitro, sehingga menunjukkan bahwa Foxp3 kemungkinan bisa mengontrol ekspresi molekul kunci untuk memperantarai penekanan. 2. Mekanisme Penekanan Foxp3+ Regulatory T cells. Upaya untuk menganalisis peristiwa seluler dan molekuler, in vivo dan in vitro, pada tikus dan manusia telah mengungkapkan beberapa mekanisme penekanan yang dimediasi(diperantarai) oleh Foxp3 Tregs. Namun, tetap tidak jelas untuk (i) bagaimana dan sejauh mana masing-masing mekanisme tersebut terkontribusi dalam pemeliharaan toleransi-diri dan homeostasis imun, (ii) bagaimana temuan tersebut membuat korelasi ( hubungan ) antara penekanan secara in vivo dan in vitro; (iii) mekanisme penekanan yang mana yang dikendalikan oleh Foxp3 dan lebih praktis, (iv) mekanisme mana yang targetnya cocok untuk kontrol yang efektif dari respon imun melalui Treg. Pada artikel ini, kami membahas masalah tersebut setelah sempat meninjau mekanisme

penekanan Treg-dimediasi yang telah diusulkan. Meskipun masalah tersebut sangat kontroversial, kami berharap bahwa pandangan kami akan membantu dalam memahami fungsi Treg dan merancang penggunaan klinisnya. Banyak kemungkinan mekanisme telah diusulkan untuk Penekanan Treg dimediasi. Segera setelah penemuan bahwa CD25 CD4 sel T fisiologis yang terdapat pada hewan pengerat(tikus) normal terlibat dalam penekanan perkembangan penyakit autoimun , uji in vitro dalam jangka pendek telah banyak digunakan untuk menentukan aktivitas supresi(penekanan) CD25 CD4 Tregs pada hewan pengerat(tikus) dan manusia. Dalam uji in vitro selama 3 hari, CD25 CD4 Treg berpotensi menekan proliferasi(penyebaran) sel T CD4 dan CD8 yang lain saat Treg dan populasi perespon dibudidayakan dan dirangsang dengan antigen spesifik atau poliklonal TCR stimulator ( seperti anti - CD3 mAb ) di hadapan antigen presenting cell (APCs ) . CD25 CD4 Tregs juga menekan produksi sitokin ( khususnya produksi IL - 2) oleh CD4 dan CD8 responden Sel T dan aktivitas efektor mereka seperti sitotoksisitas sel T CD8. Berdasarkan rincian tersebut, uji in vitro ini, bersama-sama dengan in vivo menekan penyakit autoimun dan IBD , hal tersebut memperlihatkan kontribusi(hubungan) mekanisme penekanan kedua sel yang saling berketerkaitan(ketergantungan) dan berketidaktergantungan(ketidakterkaitan) serta molekul yang terlibat dalam tiap mekanisme itu. Kontribusi mekanisme sel yang berketergantungan disarankan dengan ketidakmampuan Treg secara in vitro untuk menekan proliferasi sel T responden ketika dua populasi dipisahkan oleh membran semipermeabel. Supernatan kultur Treg antigen-rangsangan juga gagal untuk menunjukkan aktivitas penekanan. Setelah adanya kontak sel, Tregs dapat membunuh sel T oleh responden granzim-dependent atau mekanisme perforin-dependent atau memberikan suatu sinyal negative ke sel T responden melalui (i) up-regulating intraseluler AMP siklik, yang menyebabkan penghambatan proliferasi sel T dan pembentukan IL-2, (ii) menghasilkan pericellular adenosine yang dikatalisasi oleh CD39 (ectonucleoside trifosfat diphosphohydrolase1) dan CD73 (ecto-5 #-nucleotidase) yang diekspresikan oleh Tregs dan (iii) berinteraksi dengan B7 (CD80 dan CD86) yang diekspresikan oleh sel T responden. Berkaitan dengan modifikasi fungsi APC, pengaktifan Treg dapat menghambat up-regulation atau down-modulate ekspresi CD80 dan CD86 pada APC, serta merangsang sel dendritik (DC) untuk mengekspresikan enzim indolamin 2,3-dioxygenase (IDO) . Katabolisme IDO mengkonversikan asam amino essensial triptofan menjadi kynurenine, yang merupakan racun bagi sel T tetangga DC. Kedua jalur modifikasi APC ini tampaknya tergantung pada ekspresi Treg CTL terkait protein 4 (CTLA-4 atau CD152; ini mengikat CD80 dan CD86). Pengaktifan Tregs juga dapat membunuh APC termasuk sel B. Limfosit mengaktivasi gen 3 (LAG-3; CD223), CD-4 yang terhubung, aktivasi-induksi molekul permukaan sel yang tinggi diekspresikan pada Foxp3+ Tregs, juga memainkan peran ( berperan ) dalam interaksi TregAPC. Sebagai penekan jarak pendek, factor humoral terlibat dalam penekanan treg-mediasi. IL-10 dan transformasi factor pertumbuhan b ( TGFb) adalah tersangka pertama untuk memperantarai penekanan treg. Namun, netralisasi baik IL-10 maupun TGF-b tidak membatalkan penekanan secara in vitro. Sebaliknya, kontribusi IL-10 dan TGF-b, sedikitnya penekanan secara in vivo menginduksi IBD pada tikus dengan penipisan treg. Sebagai contoh, defisiensi treg IL-10 tidak mampu menekan IBD pada tikus. Blokade ( pemblokkan ) IL-10R dan netralisasi TGFb juga bisa meniadakan penghambatan treg-mediasi suatu penyakit. Berbeda dengan IBD, defisiensi treg IL-10 secara penuh mampu menekan autoimun gastritis yang diproduksi dengan penipisan treg. TGF-b mungkin bertindak sebagai mediator penekan seperti bentuk membrane yang terikat, walaupun ini adalah suatu controversial. Hal Itu memungkinkan kondisi sel T responden menjadi sensitive untuk menekan, mempertahankan ekspresi foxp3 dan aktivitas penekanan dan memungkinkan kontribusi menuju diferensiasi sel T yang lain menjadi sel yang mirip dengan treg ( infeksi ). Studi yang terakhir menunjukkan bahwa tregs Foxp3 alami secara dominan

memproduksi imunosupresan IL-35, suatu anggota dari keluarga IL-12. Defisiensi treg IL-35 sedikit menekan pada control IBD secara in vivo dan pada penekanan di uji in vitro. Selain itu, absorbs sitokin oleh Treg menginduksi apoptosis pada sel T responden. Molekul lain termasuk CO dan galectin yang diproduksi oleh Treg juga dilaporkan ikut berperan dalam penekanan. Secara bersamaan, in vivo dan in vitro menemukan saran bahwa mekanisme multiple mungkin beroperasi pada penekanan Treg-mediated dan molekul yang beragam mungkin disekresikan atau diekspresikan pada permukaan sel Treg dan terkonstribusi secara langsung ke fungsi penekanannya. Hal ini mendorong seseorang untuk bertanya bagaimana beberapa mekanisme atau cara dari interaksi penekanan dalam pemeliharaan toleransi diri dan homeostasis kekebalan tubuh. Bisa dibayangkan bahwa ada satu inti mekanisme yang menekan bersama oleh setiap Treg dan beberapa mekanisme yang saling melengkapi. Atau, mekanisme tertentu mungkin berperan dominan dalam kondisi tertentu, dengan mekanisme yang berbeda yang beroperasi di berbagai situasi. Selain itu, kemungkinan lain adalah bahwa beberapa mekanisme penekanan beroperasi secara simultan dan sinergis dan bahwa disfungsi salah satu dari mereka tidak cukup untuk menghambat penekanan secara serius. Seseorang mungkin berpendapat bahwa gangguan dari beberapa mekanisme penekanan yang didiskusikan diatas menghambat toleransi diri dan homeostasis imun seperti yang terlihat pada defisiensi treg atau Foxp3, mekanisme tersebut seharusnya dianggap sebagai sesuatu yang mesti dipertimbangkan. Diantara defisiensi beberapa strain tikus pada gen yang spesifik terlibat mekanisme penekanan secara putative yang tergambar seperi diatas. Perlu dicatat bahwa defisiensi sistemik dari TGF-b, CTLA-4, IL-2 atau reseptornya, yang terdiri dari CD25 (IL-2R achain) dan CD 122 ( IL-2R b-chain). Menyebabkan penyakit autoimun dan inflamasi yang fatal. Meskipun peran dari TGF-b controversial, defisiensi TGF-b atau utuhnya treg CD25+CD4+ sama sama mampu menekan perkembangan IBD ketika tiap populasi ditransfer dengan sel CD4+CD45RB normal ke dalam SCID tikus. Ini berarti bahwa TGF-b bukan merupakan mediator langsung dari penekanan. Defisiensi IL-10 memproduksi IBD tapi bukan penyakit autoimun, mengusulkan bahwa mekanisme IL-10 dependent penting untuk homeostasis imun mukosa tapi mungkin tidak menjadi sangat diperlukan untuk toleransi diri sistemik, seperti yang didiskusikan di atas. Defisiensi dari IDO, IL-35, LAG-3, granzim atau prforin dilaporkan gagal untuk memproduksikan autoimun disease pada tikus. Namun, jika suatu molekul esensial untuk fungsi kedua sel treg dan non treg, kekurangan molekul tersebut mungkin gagal untuk memperlihatkan kunci mekanisme penekanan. Meskipun demikian, jika ada mekanisme yang menekan pusat sangat diperlukan untuk pemeliharaan toleransi diri, maka CTLA-4-dependent dan kemungkinan mekanisme IL-2-dependent merupakan 2 kandidat yang masuk akal. Kemungkinan kontribusi inti pada penekanan treg-mediated Pada manusia, diferensiasi Foxp3 CD25 CD4+ T sel menekan secara tinggi pada in vitro. Penemuan itu mendukung bahwa CTLA-4 penting untuk fungsi treg. Pertama, memblok CTLA4 oleh produksi organ spesifik autoimun disease dan colitis dalam tikus tikus normal yang lain dan memperparah diabetes pada kecenderungan diabetes pada diabetes tikus non obes. Selain itu, pemblokkan CTLA-4 diekspresikan oleh treg alami dan bukan oleh sel T responden . Kedua, foxp3, bersama dengan factor transkripsi lain, meregulasi ekspresi dari gen CTLA-4 dengan berikatan dengan promoter dari gen CTLA-4. Defisiensi treg spesifik CTLA-4 mempengaruhi aktivitas penekanan treg tapi bukan produksi timus mereka, kelangsungan hidup in vitronya atau status aktivasinya. Ketika treg naf disiapkan menjadi autoimun yang bebas, CKO tikus ( dimana setengah dari treg adalah defisiensi CTLA-4 yang disebabkan oleh lokalisasi dari foxp3 pada kromosom X dan secara acak menginaktivasi treg female), aktivitas penekanannya pada uji in vivo dan in vitro. Semua penemuan ini mengumpulkan dukungan bahwa CTLA-4 yang diekprsikan oleh treg foxp3+ penting bagi fungsi treg untuk toleransi diri dan homeostasis imun. Namun, hasil ini tidak mengecualikan

kemungkinan fungsi CTLA-4 diekspresikan oleh aktivasi efektor sel T sebagai rem untuk aktivasi mereka.

Kemungkinan kontribusi Inti dari IL-2 dan IL-2R pada Penekanan Treg-Mediated Selain CTLA-4, terkait molekul IL-2 termasuk IL-2 itu sendiri, CD25 dan CD122 mungkin mengkontribusi penekanan treg sebagai kunci dari mekanisme penekanan untuk alas an berikut. Defisiensi pada tiap IL-2 molekul yang terkait memproduksi autoimun atau inflammatory disease yang fatal. Foxp3 mengikat promoter IL2 dan gen CD25, menekan pembentuk dan mengaktifkan keduanya. Selanjutnya, penambahan IL-2 dengan uji penekanan treg secara in vitro membatalkan penekanan dan memungkinkan terjadinya poliferasi sel T responden. Studi terakhir telah menunjukkan bahwa IL-2 diperlukan untuk kelangsungan hidup treg alami. Namun, walaupun reduksi dari treg pada angka dan frekuensi defisiensi IL-2 tikus atau netralisasi IL-2 tikus hanya mencapai 50% dari tingkat control , IL-2 tikus utuh, iu sudah cukup menyebabkan autoimun disease. Penemuan ini, secara bersamaan, mengusulkan kemungkinan bahwa IL-2 mungkin diperlukan tidak hanya untuk pemeliharaan treg alami dan induksi de novo treg Foxp3+ dari sel T dihadapan TGF-b tapi juga untuk penekanan treg-mediasi. Sebagai contoh, walaupun defisiensi IL-2 non-Treg sel mampu untuk mempoliferasi saat stimulasi antigen, Tregs dapat menyerap IL2 dan dengan demikian menghambat aktivasisel T lainnya. IL-2 juga mungkin diperlukan untuk aktivasi Treg karena IL-2 mengatur ekspresi Foxp3 melalui sinyal transduksi dan penggerak transkripsi 5 (STAT5). Hal demikian menarik untuk mengamati bahwa sub-optimal yang diaktifkan Tregs perlu IL-2 untuk penekanan in vitri secara penuh, sedangkan perangsangan optimal Tregs tidak. Suatu proses multi-step mengasumsikan bahwa CTLA-4 dan kemungkinan IL-2, memainkan peran selama penekanan in vivo dan in vitro. Ketika perlakuan treg secara in vitro dan sel T responden divisualisasikan dengan pelabelan dye Tregs dan sel T naif, yang dikultur di hadapan DC dan antigen, Tregs bersaing di luar sel T responden dalam pembentukan agregat sekitar DC, sehingga tampaknya secara fisik menghalangi mekanisme supresi Foxp3 + sel T regulator atau sel T responden terhadap DC. Proses agregasi ini tergantung antigen karena tidak ada pembentukan agregat tanpa antigen. Ini adalah keterkaitan fungsi limfosit yang tergantung antigen 1 (LFA-1; CD11a-CD18) tapi tidak tergantung CTLA-4. Dengan membentuk agregat, Treg menghambat up-regulation CD80 dan CD86 pada DC yang belum matang dan juga down-regulate ekspresi CD80 dan CD86 melalui pematangan DC tanpa mempengaruhi ekspresi CD40 dan MHC kelas II. Modifikasi dari ekspresi CD80 dan CD86 ini tergantung sebagai defisiensi treg dari CTLA-4-KO tikus yang lengkap atau Treg spesifik CKO tikus yang gagal memodifikasi ekspresi CD80 atau CD86. Pembentukan agregat dan down-modulasi CD80 dan CD86 merupakan proses yang kuat dan bahkan terjadi di hadapan rangsangan aktivasi DC yang kuat seperti LPS, Zymosan dan IFN tipe 1. Jadi, in vitro, Treg-dimediasi, penekanan kontak-dependent dapat dibedah menjadi dua langkah berdasarka ketergantungannya terhadap CTLA-4: (i) LFA-1-dependent, CTLA-4-independent awal terbentuknya agregasi treg dengan DC dan (ii) LFA-1- dependent dan CTLA-4-dependent, mengaktifkan down-modulation ekspresi CD80 dan CD86 pada DC. Kedua langkah tersebut diperlukan untuk mencegah interaksi yang stabil antara DC dan sel T responden dan dengan demikian menghambat aktivasi yang kedua. LFA-1 dengan demikian penting untuk fungsi penekanan(supresi) Treg. Namun, kekurangan LFA-1 tidak menghasilkan penyakit autoimun. Bagaimana CTLA-4 kontribusi untuk penekanan Treg-dimediasi saat ini sedang diselidiki aktif. Ligasi CTLA-4 dari CD80 atau CD86 mungkin tidak hanya men down-regulate ekspresi CD80 dan CD86 tetapi juga menginduksi IDO di DC, yang mengarah ke produksi dari imunosupresif kynurenin. Selain itu, diaktifkannya Tregs, yang mengekspresikan afinitas IL-2R yang tinggi pada tinggi tingkat, dapat menyerap IL-2 dari sekitarnya, sehingga secara sinergis menghambat

aktivasi sel T lainnya yang direkrut ke DC. Mekanisme penekan ini mungkin sesuai dengan penemuan in vivo yang memanfaatkan mikroskop intra-vital dua-foton, yang menunjukkan bahwa Treg tampaknya menghambat kontak stabil antara pengaktifan antigen sel T dan DC. Fitur utama dari multi-langkah Penekanan in vitro Dua-langkah model penekanan secara in vitro (LFA-1 dependent dan CTLA-4 independent; kemudian LFA-1 dependent dan CTLA-4 dependent) memiliki fitur berikut dan menyediakan solusi untuk beberapa masalah yang kontroversial tentang penekanan treg-dimediasi secara in vitro. Persyaratan untuk kontak sel-sel Model ini konsisten dengan penekanan sel kontak-dependent, yang merupakan fitur kunci dari penekanan in vitro Treg-dimediasi. Sejak munculnya uji penekanan treg secara in vitro, persyaratan untuk kontak sel untuk mencapai penekanan hanya ditunjukkan oleh ketidakmampuan Treg untuk menekan melintasi membran semipermeabel. Fenomena penekanan pengamat Kedua langkah menghambat aktivasi sel T responden dengan spesifitas antigen yang berbeda. Selanjutnya, melalui mekanisme ini, Treg mampu tidak hanya menekan sel T CD4 +, tetapi juga sel CD8 + T direkrut ke APC yang sama. Kesimpulan Kita telah mendiskusikan bagaimana Treg Foxp3 alami menekan limfosit lain secara in vivo dan in vitro. Argumen utama kita adalah bahwa LFA-1 dependent dan mekanisme dua langkah CTLA-4 dependent, sebagaimana terungkap dalam in vitro, memungkinkan mekanisme inti dari penekanan Treg-dimediasi, sehingga mendukung peran yang sangat penting untuk fungsi treg secara in vivo. Memang, blockade CTLA-4 oleh mAb spesifik pada manusia meprovokasikan imunitas tumor yang efektif, pada saat yang sama, mempengaruhi toleransi-diri, yang dapat menimbulkan autoimunitas. Selain mekanisme inti, mekanisme penekanan tambahan juga dapat beroperasi tergantung pada lingkungan dan jenis respon imun. Inti dan mekanisme penekanan tambahan ini dapat dimanfaatkan untuk control respon imun tambahan melalui Treg.

Anda mungkin juga menyukai