Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

Steven-Johnson syndrome (SJS) pertama kali ditemukan pada tahun 1922. Steven-Johnson syndrome (SJS) merupakan reaksi hipersensitivitas yang dimediasi oleh kompleks imun dengan gambaran eritema multiformis yang berat. Sindrom ini dikenal sebagai eritema multiformis mayor, tetapi banyak literatur yang tidak setu u dengan pendapat ini.1 Steven-Johnson syndrome (SJS) merupakan reaksi akut pada mukokutaneus yang mengan!am nya"a dengan karakteristik nekrosis dan hilangnya lapisan epidermis. Steven dan Johnson pertama kali melaporkan dua kasus erupsi kutaneus diseminata yang berkaitan dengan stomatitis erosif dan gangguan okular hebat. SJS melibatkan kulit dan membran mukosa. #etika mun!ul gambaran minor yang dapat melibatkan membran mukosa mulut, hidung, mata, vagina, uretra, gastroinstestinal dan saluran pernafasan ba"ah yang dapat berkembang selama per alanan penyakit. #eterlibatan saluran !erna dan saluran pernafasan dapat berubah men adi nekrosis. SJS merupakan gangguan sistemik serius yang berpotensi meningkatkan morbiditas dan bahkan kematian. Sering ter adi kesalahan diagnosis pada penyakit ini.1,2 Se!ara umum, kasus SJS$%&' diperkirakan 1-( kasus$ uta orang per tahun dan se!ara respektif diperkirakan ),*-1,2 kasus$ uta orang per tahun. %erdapat 1,+9 kasus per tahun yang dilaporkan di Jerman ,arat dan ,erlin pada tahun 19((. -nsidensi yang terendah dilaporkan oleh .han et al di Singapura. /enyakit ini dapat mengenai semua usia, yang risikonya meningkat pada usia dekade ke empat, dengan rasio seks ),(. /asien yang terinfeksi 0-1, diperkirakan hanya 1) kasus dari 2) kasus SJS$%&' pada pasien 0-1 dan diperkirakan terdapat 12 kasus SJS$%&' pada pasien 3-4S. /asien dengan penyakit vaskular dan kanker uga berisiko tinggi. Se!ara keseluruhan, angka mortalitas SJS 2-125.2,6 /atofisiologi penyakit ini masih belum elas, namun sekarang ini obatobatan men adi faktor penyebab utama. 7ebih dari 1)) enis obat dilaporkan

men adi penyebab yang diperkirakan sekitar 8)5 kasus. Selain itu, peran agen infeksi uga dilaporkan pada beberapa kasus. 1irus herpes simpleks ditemukan pada beberapa kasus, terutama pada anak-anak. Selain itu, beberapa faktor lain uga dapat menyebabkan SJS namun kasus ini masih harus diidentifikasi lebih lan ut.2,6 %ingginya mortalitas SJS$%&' yang dilaporkan, bahkan pada kasus berat dapat men!apai 6)5. Selain itu, karena penggunaan obat yang merupakan penyebab utama, sehingga diperlukan identifikasi dan pengenalan pada penyakit ini untuk menghilangkan penyebab dan perbaikan kondisi serta men!egah kekambuhan dan komplikasinya.*

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI Steven-Johnson Syndrome (SJS) merupakan tipe reaksi hipersensitivitas pada mukokutaneus dengan karakteristik nekrosis atau hilangnya lapisan kulit dan mengenai membran mukosa yang ditentukan berdasarkan persentasi area permukaan tubuh (Body Surface Area$,S3) yang ter adi karena respon obatobatan, infeksi maupun penyakit lainnya.1,2 2.2. ETIOLOGI %erdapat * kategori etiologi pada SJS, yaitu antara lain1 9 1. -nfeksi 0ampir setengah pasien dengan SJS dilaporkan dengan infeksi saluran pernafasan atas. 3gen penyebab infeksi dapat berupa bakteri, virus, amur maupun proto:oa. ,akteri penyebab SJS diantaranya streptokokus beta grup 3, difteri, Brucellosis, mikobakteria, Mycoplasma pneumonia, tuleremia, dan tifoid. #asus ;incomplete< dilaporkan setelah terdapat infeksi Mycoplasma pneumonia. 1irus penyebab SJS yang dilaporkan antara lain virus herpes simpleks (0S1), 3-4S, virus !o=sa!kie, dan variola. /ada anak, virus penyebab yang teridentifikasi yaitu virus &psteins-,arr dan enterovirus. >ungkin uga disebabkan oleh amur seperti coccidioidomycosis, dermatofitosis, dan histoflasmosis. /roto:oa uga dilaporkan sebagai penyebab seperti malaria dan tri!homoniasis.1,2,6,( 2. -nduksi ?bat SJS$%&' paling sering disebabkan obat-obatan. /atogenesisnya multifaktor dan mungkin disebabkan dinamika antara faktor didapat dan konstisional yang berkaitan dengan obat maupun metabolismenya. 4itemukan berbagai ma!am obat yang telah diidentifikasi dapat menyebabkan SJS$%&' dan berkaitan dengan penyakit lokal dan peresepan obat. %abel di ba"ah ini merupakan obat-obatan yang dapat menginduksi SJS2,( %abel 2.1. ?bat-obatan yang dapat menginduksi SJS$%&'(

(Sumber 9 3llanore -1 dan @ou eau J.. 2))+. &pidermal 'e!rolysis (StevensJohnson Syndrome and %o=i! &pidermal 'e!rolysis) 4alam Ait:patri!kBs 4ermatology in Ceneral >edi!ine. Seventh &dition. 1olume 1 D 2. Enited States of 3meri!a 9 >!-Cra" 0ill. .ompanies. Se!tion (. 0al 6*9-622.)

6. #ehamilan #ehamilan dapat menginduksi kehamilan, "alaupun kasus SJS pada kehamilan sangat arang namun pernah dilaporkan pada "anita usia 26 tahun, C231 usia gestasi 68 minggu, dengan tanda klinis SJS setelah disuntik dengan !efota=im. %erdapat uga satu kasus stenosis vaginal diikuti SJS pada kehamilan. SJS pada kehamilan dapat berakibat fatal karena imunocompromise. Falaupun demikian, diagnosis a"al dan penatalaksanaan yang tepat dapat menyelamatkan ibu dan anak.8 *. -diopatik /enyakit ini merupakan penyakit idiopatik (penyebabnya tidak diketahui). SJS diketahui sebagai sindrom hipersensitivitas kompleks.+ 2.3. PATOGENESIS &tiologi SJS sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor. 4alam lebih dari setegah umlah kasus yang pernah ditemukan, tidak dapat dipastikan penyebab spesifik dari SJS ini. Falaupun pada umumnya SJS sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat. Sekitar 2)5 penyebab SJS adalah obat. /eringkat tertinggi adalah obat-obat Sulfonamid,

-la!tam,

imida:ol

dan

'S3-4, sedangkan peringkat menengah adalah

Guinolon, antikonvulsan aromatik dan alopurinol. ,eberapa faktor penyebab timbulnya SJS diantaranya9 infeksi (virus herpes simple=, dan Mycoplasma pneumoniae), makanan (!oklat), dan vaksinasi. Aaktor fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar H) rupanya berperan sebagai pen!etus (trigger).9 SJS memiliki karakteristik khas dengan onset akut ter adinya eritema yang diikuti nekrosis se!ara meluas dan menyerang epidermis serta membrane mukosa./atogenesis SJS sampai saat ini belum elas "alaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe --- dan -1. ?leh karena proses hipersensitiftas, maka ter adi kerusakan kulit sehingga ter adi9 1) kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan !airan, 2) stres hormonal diikuti peningkatan resistensi terhadap insulin, hiperglikemia dan glukosuria, 6) kegagalan termoregulasi, *) kegagalan fungsi imun, dan 2) infeksi.1,1) 2.3.1. Marker Genetik yan Be!eran "a#a$ SJS 4alam beberapa tahun terakhir telah banyak laporan kasus yang membahas mengenai hubungan genetik antara 073 dan SJS. #orelasi kuat antara dua komponen genetik tersebut pertama kali ditemukan di 0an, .hina, pada tahun 2))*. /asien-pasien SJS yang diinduksi (.arbama:epine) .,I ditemukan 1))5 memba"a genetik 073-,J12)2, dan hanya 65 dari pemba"a genetik 073,J12)2 yang toleransi dengan .arbama:epine. /ada ras &ropa dan Jepang kasus SJS yang diinduksi .,I sangat arang ditemukan. 'amun, 073-,J12)2 ternyata se!ara unik hanya ditemukan pada orang 0an .hina keturunan 3sia dan hal ini mungkin bisa memberi pen elasan tentang resiko yang sangat besar ter adinya SJS yang diinduksi .,I di 3sia %enggara dibandingkan ,angsa &ropa dan Jepang. 1),
11

Selain itu, ditemukan uga 073-,J2+)1yang men adi marker genetik pada pasien-pasien SJS yang diinduksi 3llupurinol. 4alam penelitian lain uga disebutkan selain 073-,J12)2, 073-,J29)2, 073-,J*+)1, 073-,J28)1, 073-4@8, 073-4K6, dan 073-3J)2)( mungkin uga memiliki peran penting sebagai marker genetik penyebab SJS. 'amun hal ini masih perlu penelitian lebih lan ut.6,1),11

Cambar 2.1. >arker genetik dan sinyalnya pada SJS$%&' (Sumber 9 .hung F0 dan 0ung S. 2)1). Ceneti! >arkers and 4anger Signals in Stevens-Johnson Syndrome and %o=i! &pidermal 'e!rolysis. J Allergology International. 1ol 29 'o. *. 0al 9 622-662) 2.3.2. O%at&'%atan( HLA( "an T-Cell Mediated Immunity !a"a SJS /atogenesis ter adinya respon sitotoksik pada SJS dimulai akibat kesalahan pengenalan obat oleh molekul 073 kelas - yang menginisiasi aktivasi sel % dan menyebabkan ter adinya ekspansi klonal sel % sitotoksik .4+L di kulit. 0al ini dipengaruhi immun 073-restri!ted. 7ebih auh lagi, ditemukan 2 peptida yang menun ukkan afinitas tinggi penyebab kesalahan pengenalan 073 terhadap beberapa obat yang lokasinya berada di Antigen Presenting Cell (3/.).6,1),11,12 2.3.3. Keik)t*ertaan Se# Natural Killer +NK, !a"a SJS Selain Sel % sitotoksik, sel Natural Killers uga terlibat dalam ter adinya SJS. 4alam beberapa penelitian terakhir, disebutkan bah"a granulosin yang

disekresi oleh Sel % Sitotoksik dan sel Natural Killers, merupakan kun!i utama yang bertanggung a"ab dalam kematian keratinosit pasa SJS.1) 2.3.-. Sinya# "an Me"iat'r Ber%a.aya yan A!'!t'*i* Keratin'*it !a"a SJS 1. A!'!t'*i* yan Diin")k*i Fa*&Fa*L ,eberapa penelitian menemukan dalam per alanan ter adinya apoptosis keratinosit, banyak ditemukan Aas-Aas7 yang disebut men adi salah satu faktor pen!etus kematian sel. 'amun teori ini masih banyak mengalami perdebatan karena beberapa peneliti memperkirakan bah"a Aas-Aasl tidak mempengaruhi apoptosis. Aas-Aas7 hanya ditemukan disekresikan oleh keratinosit, namun tidak menyebabkan apoptosis keratinosit. Selain itu, temuan ini diperkuat dengan sebuah penelitian yang mengatakan Aas-Aas7 tidak berada di permukaan membran keratinosit, melainkan lebih !enderung melakukan perpindahan ke permukaan sel selama ter adinya kerusakan keratinosit.6,1),11,12 2. Per0'rin1Gran2i$ B "a#a$ Per/a#anan A!'!t'*i* 4alam !airan pada ruam penyakit %&', ditemukan gran:yme , dalam konsentrasi tinggi. /erforin dan Cran:im , dihasilkan oleh granula sekretori hasil aktivasi Sel 7imfosit % Sitotoksik dan sel '#. /erforin mengikat dan mengaktifkan sebuah channel di membran sel target untu memasukkan Cran:im , untuk mengkativasi tahapan-tahapan dalam per alanan apoptosis.6,1),11,12 3. Sinya# "an Sit'kin Lain yan Ber.)%)n an "en an Pat' ene*i* SJS Selain yang disebutkan diatas, ada beberapa mediator lain yang berperan dalam patogenesis SJS antara lain tumor necrosis factor (%'A)-M, interferon (-A')-N, dan interleukin (-7)-1). 7esi berupa bulla pada SJS mensekresi -A'-N dan menstimulasi keratinosit untuk mengekspresikan %'A-M, Aas7, and -7-1), sehingga ketiganya ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada !airan bulla sebagai mekanisme pertahanan mela"an sel limfosit %-sitotoksik. %'A-M ini memiliki mekanisme regulasi terhadap Aas-Aas7, sehingga mengaktifasi %'A-reseptor 1 (%'A-@1) dan menginisisasi A344 (Fas-associated death domain protein).6,1),11,12 Men in")k*i Ter/a"inya

-. Gran)#i*in Se%a ai Fakt'r May'r Penye%a% Ter/a"inya A!'!t'*i* Keratin'*it !a"a SJS %elah dapat dipastikan bah"a @'3 granulosin yang banyak ditemukan dalam sel-sel yang melepuh merupakan molekul sitotoksik yang paling signifikan men adi penyebab apoptosis keratinosit. 3nalisis Festernblot menun ukkan bah"a granulosin dalam !airan bulla merupakan bentuk utama sekret 12 k4a. Se!ara in itro granulosin 12 k4a murni dapat men!etus sitotoksisitas se!ara signifikan yang menyebabkan ter adinya kulit melepuh pada SJS.6,1),11,12 >eskipun telah banyak penelitian tentang patogenesis SJS, namun masih banyak hal dari SJS yang tetap men adi misteri. Sebagai !ontoh, bagaimana proses ketikan orang minum obat dapat men!etuskan sekresi granulosin. #emudian bagaimana Sel % .4+L$'# bisa menyebabkan sekresi granulosin pada SJS. 7alu apa hubungan spesifik obat, dengan 073, dan sinyal-sinyal sitotoksik, yang semuanya masih perlu penelitian lebih lan ut.6,1),11,12 Cambar 2.2. /atogenesis penyebab ter adinya apoptosis

(Sumber 9 .hung F0 dan 0ung S. 2)1). Ceneti! >arkers and 4anger Signals in Stevens-Johnson Syndrome and %o=i! &pidermal 'e!rolysis. J Allergology International. 1ol 29 'o. *. 0al 9 622-662)

2.-. MANIFESTASI KLINIS Ce ala klinis SJS dimulai dengan16 9 a. Sindroma prodromal yang non-spesifik dan reaksi konstisional berupa meningkatnya suhu tubuh (demam), sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, nyeri dada, mialgia, sehingga penderita berobat. 4alam keadaan ini, sering penderita mendapat pengobatan antibiotik dan antiinflamasi sehingga menyebabkan kesukaran dalam mengidentifikasi obat penyebab SJS. b. Ce ala kulit tampak berupa makula eritematus yang menyerupai mor!iliform rash, timbul pada muka, leher, dagu, tubuh dan ekstremitas. 7esi target (target lesions) dan bula dengan Ni"ols"y sign positif sering didapatkan. 7esi membesar dan bertambah banyak. !. #elainan membran mukosa. ,ibir, mukosa mulut dirasakan sakit, disertai kelainan mukosa yang eritematus, sembab dan disertai bula yang kemudian akan pe!ah sehingga timbul erosi yang tertutup pseudomem!rane (necrotic epithelium dan fibrin). ,ibir diliputi massi e hemorragic crusts. #elainan kelamin uga sering didadapt berupa bula yang hemoragik dan erosi. SJS, %&' dan eritema multiformis harus dibedakan "alaupun penyebab penyakit dan mekanismenya sama dengan ge ala klinis yang hampir sama. %abel 2.2. dan Cambar 2.1. akan memperlihatkan perbedaan antara ketiganya.12 %abel 2.2. #lasifikasi berdasarkan reaksi kulit12

Cambar 2.6. /erbedaan antara &ritema >ultiformis, SJS dan %&'

(Sumber 9 """.meds!ape.!om) 2.3. PEME4IKSAAN PENUNJANG /emeriksaan penun ang pada SJS antara lain 9 1. /emeriksaan 7aboratorium &valuasi la u nafas dan oksigenasi darah merupakan langkah a"al yang dilakukan di ruang emergensi. /emeriksaan yang dilakukan yaitu kadar gas darah arterial. #adar bikarbonat di ba"ah 2) m> mengindikasikan diagnosis yang buruk. ,iasanya hal tersebut disebabkan oleh alkalosis respiratorik yang berkaitan dengan gangguan spesifik bronkhi dan yang lebih arang karena asidosis metabolik.2,1* 0ilangnya !airan transdermal masif dikarenakan ketidakseimbangan elektrolit, hipoalbunemia, dan hiponaproteinemia, insufisiensi renal transien, dan a:otemia prerenal. >eningkatnya kadar ,E' uga men adi tanda kega"atan. 3nemia dengan leukositosis sedang dan trombositopenia dapat ter adi. /emeriksaan lain yang dian urkan berdasarkan skor S.?@%&'.2,1* /emeriksaan kultur darah, kulit dan luka dilakukan untuk menilai insiden infeksi bakterial pada darah dan sepsis yang berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas.1,1* 2. /emeriksaan 0istopatologi ,iopsi kulit merupakan pemeriksaan histologi rutin dan imunoflurosensi yang dilakukan, bahkan ika ge ala klinis telah tegak, dan ini merupakan !ara untuk menyingkirkan diagnosis banding. /ada fase a"al, gangguan epidermal memiliki karakteristik apoptosis keratinosit yang tipis pada lapisan suprabasal, kemudian dengan !epat mengenai sub-epidermal. -nfiltrat sel mononuklear tebal pada dermis papiler uga tampak, terutama direpresentasikan lomfosit dan monosit. 4i antara populasi sel %, limfosit .4+ L dengan fenotipe gambaran sel sitotoksik yang menun ukkan reaksi imunologi. &osinofil arang terlihat. 0asil imunofloresensi langsung negatif.2,1*

2.5. DIAGNOSIS 4iagnosis ditegakkan berdasarkan ge ala klinis dan dengan gambaran histologikal. Ce ala klinis khas berupa makula eritematus dan livid pada kulit, dengan Ni"ols"y sign positif yang diinduksi tekanan mekanis pada kulit, yang diikuti beberapa menit sampai am setelah onset ter adi. Ni"ols"y sign tidak spesifik pada SJS$%&'.6,*,1* 2.6. DIAGNOSIS BANDING 1. /enyakit yang >emiliki Ce ala yang >irip a. &pidermal 'ekrolisis %erbatas &rythema multiforme ma or 1ari!ella 3!ute Cenerali:ed e=anthematous pustulosis Cenerali:ed bullous fi=ed drug eruption

b. &pidermal 'ekrolisis ,erat

2. /enyakit yang perlu dipertimbangkan a. /araneoplasti! pemphigus b. 7inear immunoglobulin 3 bullous disease !. /ressure blister after !oma d. /hototo=i! rea!tion e. Craft-versus-host disease 6. 4ihindari sebagai diagnosis banding a. Staphilo!o!!al s!aled skin syndrome b. %hermal burns !. /urpura fulminans d. .hemi!al %o=i!ity 2.7. TATALAKSANA SJS adalah penyakit yang mengan!am i"a dan membutuhkan managemen optimal dengan !epat mendeteksi dan menarik obat yang kemungkinan men adi penyebab serta pera"atan suportif yang tepat di rumah sakit.

a. /era"atan simtomastis /asien dengan ge ala di kulit yang tidak terlalu luas atau pasien dengan S.?@%&' ) sampai 1 dapat ditangani di tempat ra"at biasa. 'amun ika pasien mengalami ge alan klinis yang lebih berat dengan nilai S.?@%&' yang lebih tinggi, seharusnya dira"at di -nten!if .are Enit atau di ,urn .enter. /engobatan suportif ini terdiri dari pemantauan dan perbaikan i"a.

hemodinamik dan pen!egahan komplikasi yang dapat mengan!am

%u uannya kurang lebih sama dengan penatalaksanaan pada penyakit luka bakar. /ada kasus epidermal nekrolisis ini, dapat ter adi kehilangan !airan yang signifikan akibat erosi kulit, yang akhirnya dapat menyebabkan hipovolemik dan ketidakseimbangan elektrolit.#arena itu harus segera dilakukan pergantian !airan harian se!ara adekuat. Jumlah !airan yang diberikan tidak harus sama dengan kasus pada pasien luka bakar, karena pada kasus SJS tidak ter adi edema intertisial. Suhu lingkungan harus diatur diatas 2+o. sampai 6)o. (+2,*oA-+(oA). ,isa digunakan tempat tidur khusus yang dapat mengatur suhu pasien untuk membuat pasien merasa nyaman. /emberian nutrisi yang adekuat dengan 'C% bila diperlukan untuk memper!epat kesembuhan dan untuk men!egah resiko translokasi bakteri dari saluran gastrointestinal. Entuk mengurangi infeksi, diperlukan tindakan aseptik dan penanganan luka se!ara hati-hati. ,ila perlu dilakukan kultur kulit, darah, dan urin, se!ara rutin, untuk melihat bakteri dan amur yang mungkin menginfeksi. /emberian antibiotik sebagai profilaksis tidak terlalu dian urkan, namunbila ditemukan tanda-tanda infeksi, antibiotik bisa men adi pilihan. ,isa diberikan profilaksis antikoagulan selama pera"atan di rumah sakit. %indakan debridement pada epidermis yang mengalami nekrosis, tidak terlalu dian urkan. ,elum ada standar khusus untuk pera"atan luka, tetapi tetap sesuai prosedur antiseptik. 4an ini membutuhkan pengalaman, kehati-hatian, dan

protokol ketat serta penatalaksanaan yang adekuat. Entuk mata, perlu dilakukan pemeriksaan harian oleh dokter spesialis mata. ,ila perlu dibetikan tetes mata, antibiotik dan antiseptik topi!al, dan vitamin 3 setiap 2 am pada fase akut. Entuk mulut harus di kompres setiap hari dengan !airan antifungal dan antiseptik. b. /enatalaksanaan Spesifik 1. /emberian #ortikosteroid /ada dasarnya, pemberian kortikosteroid sistemik dalam kasus ini masih kontroversial. /ada beberapa kasus ditemukan, pemberian steroid pada fase a"al dapat men!egah perburukan ge ala penyakit. 'amun di beberapa kasus lain, steroid tidak mamu men!egah progresifitas penyakit, bahkan membuat meningkatnya mortalitas, terutama akibat sepsis. 2. -munoglobulin -ntravena /emberian immunoglobulin belum men adi standar pengobatan, namun ika tetap diberikan adalah bertu uan untuk men!egah potensi nefrotoksik. 6. .y!losporin 3 .y!losporin 3 merupakan suatu agen immunosupressif yang sangat baik untuk penatalaksanaan SJS. ?bat ini mengaktivasi sitokin % helper 2, menginhibisi mekanisme sitotoksik .4+L , dan sebagai anti apoptosis efek dengan menginhibisi Aas-7, faktor nukleus k ,, dan %'A-. *. /lasmaforesis atau 0emodialisis /lasmaforesis atau 0emodialisis digunakan untuk menghilangkan efek obat penyebab SJS, hasil metabolismenya, atau membuang mediator inflamasi seperti sitokin. 2. 3gen 3nti-%'A

Pen8e a.an a. >elakukan pat!h test pada obat-obat yang akan digunakan yang di!urigain akan menimbulkan allergi. b. ,erhati-hati dalam penggunaan obat-obatan tertentu.

2.9. KOMPLIKASI Sepsis merupakan penyebab penting yang mengakibatkan kematian. &rosi yang luas merupakan risiko infeksi bakteri dan amur yang dapat menimbulkan komplikasi pada pernafasan dan gagal multi-organ. Jika gagal nafas ter adi, maka diperlukan ventilator. #omplikasi pada mata ter adi pada 825 pasien, sehingga terapi a"al sangat dibutuhkan. 0iperpigmentasi dan hipopigmentasi biasa ter adi dan terkadang terdapat skar dan distrofia kuku. 3dhesi genital mengakibatkan dispareunia, nyeri dan perdarahan. #omplikasi gastrointestinal (misal 9 striktur esofagus), bronkial, genitourinaria (nekrosis tubular gin al, stenosis vagina, dan lain-lain) dan anal arang ter adi. Cangguan stres post-trauma uga bisa ter adi, sehingga dibutuhkan bantuan psikiater. Semua pasien SJS$%&' harus dipantau perkembangannya untuk menilai komplikasi yang dapat timbul belakangan. 2.1:. P4OGNOSIS SJS$%&' merupakan penyakit yang mengan!am nya"a. 3ngka mortalitas dilaporkan 1-25, yang meningkat pada pasien yang tua dan area permukaan kulit yan terkena luas. 7esi biasanya membaik sekitar 1-2 minggu, tanpa infeksi sekunder. #ebanyakan pasien membaik tanpa ge ala sisa. Ce ala sisa yang mungkin mun!ul berupa simblefaron, sinekia kon ungtiva, entropian, tidak tumbuhnya bulu mata, skar kutaneus, pigmentasi iregular, erupsi nevus, dan erosi persisten pada membran mukosa, fimosis, sinekia vaginal, distrofia kuku, dan rambut rontok. Ce ala sisa yang serius seperti gagal nafas, gagal gin al, dan kebutaan menentukan prognosis. 0ampir 125 pasien dengan SJS meninggal karena bakterimia dan sepsis. Skor S.?@%&' merupakan varibel yang digunakan untuk menilai prognosis berdasarkan faktor risiko, diantaranya 9

Anda mungkin juga menyukai