Anda di halaman 1dari 11

Analisis Masalah a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme terjadinya abnormalitas pada hasil pemeriksaan fisik?

(apakah pada kasus termasuk normal dan sebutkan nilai normalnya? (Ciput, Rudi, Nelvin, Thifah, Virhan, Ismel) >> sesuai LI y! Konjungtiva pucat ( - ) Normal , karena tidak dijumpai adanya tanda tanda anemia pada Tn.S Sklera ikterik ( - ) Normal , tidak dijumpai adanya tanda tanda peningkatan billirubin pada Tn.S yang biasanya terlihat pada sklera Lidah : tampak selaput , kotor di tengah , hiperemis di pinggir dan ujung serta tremor . Hal ini merupakan manifestasi klinik dari demam tifoid Lidah tampak kotor tertutup selaput berwarna putih sampai kecoklatan yang merupakan sisa makanan, sel epitel mati dan bakteri, kadang-kadang tepi lidah tampak hiperemis dan tremor.Lidah kotor merupakan kondisi klinis pada dorsum lidah tampak tertutup oleh suatu lapisan yang umumnya berwarna putih atau mengikuti warna dari jenis makanan atau minuman yang dikonsumsi. Selaput ini terdiri dari papilla filiformis yang memanjang sehingga memberikan gambaran seperti selaput tebal pada lidah dan akan menahan debris serta pigmen yang berasal dari makanan, minuman, rokok, dan permen. Lidah berwarna putih Jika warna lidah berubah menjadi putih, maka itu dapat menjadi gejala adanya tifus. Lidah berwarna kekuningan

Apabila lidah terlihat berwarna agak kekuningan, hal ini mengindikasikan adanya infeksi bakteri. Apabila warna kuningnya agak kehijauan, berarti terjadi infeksi bakteri akut. Warna kuning pada lidah juga bisa menandai bahwa kondisi panas tubuh yang berlebihan. Endotoksin S. typhi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan setempat S. typhi berkembang biak b. Apa saja pemeriksaan HEENT? (Nelvin, Thifah) Pemeeriksaan HEENT ( Head , Ear , Eye , Nose , Throat termasuk Neck ) adalah pemeriksaan pada kepala , telinga , mata , hidung , tenggorokan termasuk leher . Adapun pemeriksaan yang dilakukan : 1. Kepala - Bentuk ,ukuran , posisi , gerakan , pembuluh darah - Rambut : Alopesi , Hipertrikosis ) - Muka ( Ekspresi , warna , edem , sianosis , pucat , ikterus ) - Nyeri tekan - Deformitas 2. Telinga

3.

4.

5.

6.

- Daun telinga - Tofi - Liang telinga - Selaput / Gendang Telinga - Nyeri tekan - Pendengaran Mata - Keadaan bola mata - Gerakan bola mata - Kelopak - Pupil - Konjungtiva - Kornea - Lensa - Lapangan Penglihatan Hidung - Bagian luar - Septum - Selaput lendir Mulut dan Tenggorokan - Bibir - Selaput Lendir - Gigi geligi - Lidah - Langit langit - Bau pernapasan Leher - Letak trakea - Tekanan Vena Jugularis

Learning Issue Pemeriksaan Kepala dan Leher ( Nelvin, Thifah) KEPALA Umumnya Pemeriksaan kepala adalah dengan inspeksi dan palpasi Ekpresi wajah Simetris muka : Menunjukan watak dan emosi, keadaan kesakitan. : Asimetri biasa tampak pada pasien dengan paresis N.VII.

Muka pada miksedema biasanya membengkak (tidak melekuk ke dalam pada tekanan jari pemeriksa). Bibir dan lidah tampak menebal dengan kesadaran yang somnolen. Muka pada tirotoksikosis, karena eksoftalmus dan gerakan bola mata yang cepat, tampak seperti ketakutan. Pada pasien lepra, terdapat infiltrasi jaringan subkutan pada dahi, dagu dan pipi dengan hidung yang melebar tapi pesek. Keadaan ini mirip muka seekor singa, karena itu disebut pula sebagai facies leonina. Nyeri tekan sinus frontalis, maksilaris: diperiksa ada/tidaknya nyeri

MATA Pemeriksaan mata biasanya dengan inspeksi, palpasi dan juga dengan bantuan alat-alat seperti pen-light, funduskopi dan peta Snellius. Eksoftalmus : Bola mata yang menonjol keluar, karena fisura palpebra yang

melebar ditandai dengan terlihatnya kornea yang tampak seluruhnya dan dikelilingi sklera. Dapat dijumpai pada tirotoksikosis, trombosis sinus kavernosus. Enoftalmus : Bola mata yang tertarik ke dalam, misalnya pada keadaan

dehidrasi, sindrom Horner. Tekanan bola mata Gerakan : Naik (glaukoma), turun (dehidrasi). : Strabismus (juling) adalah keadaan di mana kedudukan bola

mata abnormal, karena sumbu bola mata berkedudukan demikian rupa sehingga proyeksi rangsang optik di kedua mata tidak sesuai. Strabismus konkomitan disebabkan kerusakan saraf-saraf penggerak mata, sedangkan strabismus paresis/paralisis disebabkan kelumpuhan saraf saraf penggerak mata. Strabismus divergen adalah keadaan di mana mata cenderung melihat

ke lateral, sebaliknya dengan strabismus konvergen.

Deviation conjugee

: Keadaan bola mata yang keduanya selalu melihat ke satu

jurusan dan tidak dapat dilirikkan ke arah yang lain, secara pasif ataupun dengan kemauan sendiri. Nistagmus : Gerakan bola mata yang berjalan secara ritmis, mula-mula

dengan lambat bergerak ke satu arah, kemudian dengan cepat kembali ke arah posisi semula. Keadaan ini dihubungkan dengan gangguan susunan vestibular.Nistagmus yang tidak ritmis (pendular), adalah nistagmus tanpa konnponen gerak cepat atau lambat. Biasanya didapatkan pada orang yang hampir buta atau buta seluruhnya. Kelopak: Ptosis : Kelopak mata tampak jatuh, fissura palpebrae menyempit. Terlihat seperti bengkak muka pada penyakit ginjal. Terjadi karena kelumpuhan m.levator palpebrae yang disarafi saraf otak Ill. Xantelasma : Bercak kekuningan pada kulit kelopak mata. Dihubungkan dengan peninggian kadar lemak dalam darah. Blefaritis Edema : Radang pada kelopak mata. : Kelopak mata Perdarahan : Akibat trauma dan sebagainya.

Pupil : Diperiksa bentuk dan lebarnya, bila kedua pupil sama besar dan bentuknya disebut isokor. Pupil yang mengecil disebut miosis, kadang-kadang amat kecil (pinpoint), dijumpai misalnya pada intoksikasi morfin. Pupil yang dilatasi disebut midriasis, misalnya pada kerusakan saraf otak III. Refleks pupil terhadap cahaya

diperiksa dengan meminta pasien melihat obyek yang jauh, kemudian diberi rangsangan cahaya. membengkak, kadang-kadang mata hampir tertutup. Konjungtiva Pinguekula : Bercak putih kekuningan, terdiri atas jaringan ikat, berjalan pada kedua sisi kornea. Biasanya akibat hiperlipidemia. Flikten : Nodul kecil, banyak satu atau lebih, warna abu-abu agak kuning, pada beberapa bagian konjungtiva dan kornea. Bercak Bitot : Bercak segitiga pada kedua sisi kornea, warna pucat keabu-abuan, berisi epitel yang kasar dan kering kadang-kadang juga mikroorganisme. Didapatkan pada avitaminosis A. Radang : Ditandai dengan adanya warna merah, mengeluarkan air mata dan kadangkadang sekret mukopurulen.

Anemia Kornea: Xeroftalmia

: Warna pucat, kadang-kadang amat pucat pada anemia berat.

: Keadaan lanjut akibat avitaminosis A. Kornea menjadi kering, kesannya menjadi lunak.

Arkus (anulus) : Garis lengkung putih keabu-abuan yang melingkari kornea. Biasanya terdapat pada usia tua (arkus senilis). Ulkus Lensa : Katarak : Lensa yang keruh seperti awan, Dijumpai pada orang tua dan pasien diabetes melitus. Sklera Fundus : Diperiksa ikterus tidaknya. : Retinopati pada diabetes, hipertensi. Edema papil Hemoragi Ketiga hal ini hanya dapat ditentukan dengan funduskopi. Visus: Pemeriksaan dibantu dengan peta Snellius (Snelllius chart). Emetrop : Penglihatan sempurna, proyeksi bayangan dari benda yang dilihat, jatuh tepat di retina Hipermetrop/mata jauh : Gangguan penglihatan dimana proyek bayangan jatuh di belakang retina Miop/mata dekat : Gangguan penglihatan dimana proyeksi bayangan jatuh di depan retina Presbiop : Ganguan penglihatan karena menurunnya daya akomodasi, sehingga bayangan jatuh dibelakang retina. Buta warna : Ketidak mampuan mengenali satu atau beberapa warna. Biasanya familial pemeriksaan dengan melihat buku khusus berwarna (tes Ishihara) TELINGA Pemeriksaan telinga dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan bantuan alat. Daun telinga: defomitas, tanda radang, atau tofi. Tofi: benjolan keras, satu atau lebih, merupakan timbunan Na-biurat pada rawan telinga. Dijumpai pada pasien Gout. Liang telinga: serumen, sekret, atau deskuamasi. : Terdapat perselubungan seperti awandisertai tanda-tanda radang. Pasien biasanya mengeluh silau (foto fobia), bila melihat cahaya terang.

Selaput/gendang telinga: utuh/tidak Nyeri tekan di prosesus mastoideus merupakan tanda mastoiditis. Pendengaran : biasanya uji pendengaran dilakukan dengan berbicara keras dan berbisik, dengan garpu penala, detak arloji, atau audiometer. Normalnya detak jam masih terdengar baik pada jarak kira-kira 12,5 - 37,5 cm. Bila ada keluhan tuli pada pasien, harus dibedakan ketulian akibat gangguan hantaran atau ketulian akibat gangguan saraf. Cara pemeriksaan memakai garpu tala (uji penala) dengan frekuensi 512 Hz atau 1024 Hz 1. Tes Rinne Tujuan : Mengetahui ketulian akibat gangguan saraf atau gangguan han-taran suara tulang dengan membanding-kan hantaran suara melalui tulang. Cara : Setelah garpu penala dibunyikan secara ringan, ditempatkan alas alat tersebut di prosesus mastoideus sampai pasien tidak lagi mendengar suara nya. Kemudian cepat pin-dah garpu penala tersebut dekat dengan liang telinga. Pastikan apakah pasien masih dapat mendengarnya. Dalam keadaan normal dan ketulian akibat gangguan saraf bunyi melalui udara terdengar lebih lama dibandingkan melalui tulang. 2. Tes Weber Tujuan : Mengetahui ketulian akibat gangguan saraf atau gangguan hantaran tulang dengan prinsip hantaran suara yang ditimbulkan tepat di tengah-tengah dahi atau ubun kepala akan disalurkan sama kuatnya ke kedua telinga (lateralisasi). Cara : Letakkan garpu penala setelah dibunyikan secara ringan pada puncak kepala atau tengah tengah dahi. Tanyakan apakah pasien dapat mendengar pada kedua sisi telinganya. Dalam keadaan normal, suara dapat terdengar sama kuatnya di kedua telinga. Pada ketulian karena gangguan konduksi suara di-lateralisasi'-kan (terdengar) di telinga yang tuli saja. Pada ketulian karena gangguan saraf suara terdengar di telinga yang sehat.

HIDUNG Pemeriksaan hidung dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan bantuan alat. Bagian luar Septum Selaput lendir : tulang rusak karena lues (saddle nose), kusta, atau lupus. : adakah terdapat deviasi. : adakah penyumbatan, perdarahan, atau ingus dalann lubang hidung.

MULUT dan TENGGOROK Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi, mencium bau napas, dan dengan bantuan alat (spatula lidah). Bibir: Pucat, sianosis, fisura. Keilitis : Tanda-tanda radang pada bibir. Herpes : Lesi dapat ditemukan pula di hidung, dagu, dan pipi. Biasanya berupa vesikula sebesar jarum pentul, yang akan kering dalam beberapa jam dan meninggalkan krusta.

Selaput lendir: Stomatitis : Akibat infeksi. Afte : Lesi kecil-kecil (1-10 mm) pada selaput lendir, mula-mula sebagai vesikel kemudian timbul infeksi sekunder, membentuk ulkus yang dangkal.

Leukoplakia : Bercak keputihan akibat epitel yang menebal dengan fisura dan likenifikasi Gigi geligi: Jumlah, macam karies, dan abses alveoli. Lidah: Diperiksa adakah berselaput (demam tifoid) bergetar (tremor), basah atau kering (dehidrasi), papil jelas atrofi. Diperiksa pula adakah fisura, deviasi leukoplakia, glositis, kanula (kista kelenjar ludah atau kelenjar mukosa yang tertutup, terjadi di dasar mulut, dekat frenulum lidah). Langit-langit: Mungkin didapati salah bentuk seperti : Palatoskisis : Celah pada garis tengah akibat kegagalan prosesus palatum untuk saling bersatu, karenanya terdapat hubungan yang abnormal antara hidung dengan rongga mulut. Torus palatinus : Adanya benjolan pada garis tengah kadang-kadang bisa membesar seperti tumor. Bau pernapasan: Aseton : Pada keadaan diabetes melitus ketoasidosis, kelaparan (starvation).

Amoniak Gangren

: Biasanya pada koma uremikum. : Berbau makanan yang busuk, dijumpai misalnya pada abses paru.

Foetor hepatik : Pada keadaan koma hepatik.

LEHER Pemeriksaan leher sebaiknya berorientasi pada beberapa hal : M. sternokle idomastoideus Trakea Manubrium sterni Organ-organ arteri/vena/kelenjar yang terdapat sekitar leher, seperti arteri karotis, vena jugularis, kelenjar tiroid, dan kelenjar parotis.

Pada inspeksi leher tentukan adakah : Asimetri karena pembengkakan. Pembengkakan dapat disebabkan aneurisma arteri karotis, pembengkakan terdapat pada satu sisi dan dapat diraba pulsasi arteri pada daerah tersebut. Pulsasi yang abnormal. Bendungan vena, bila terdapat bendungan aliran darah ke vena torakalis; vena-vena jugularis akan tampak menonjol. Hal ini tampak misalnya pada tumor intratorakal (sindrom vena jugularis), gagal jantung kanan. Terbatasnya gerakan leher yang dapat disebabkan adanya pembengkakan leher. Kekakuan pada leher, misalnya kaku kuduk pada meningitis, tetanus. Tumor misalnya pada limfoma (biasanya unilateral), tumor kista brakialis, pembesaran kelenjar tiroid. Tortikolis: Pada keadaan ini leher miring pada arah yang sakit dan sukar digerakkan karena rasa nyeri. Terlihat misalnya pada infeksi m.sternokleidomastoideus/ m.trapezius, tuberkulosis vertebra servikalis. Kelenjar limfe: Pembesaran kelenjar limfe dapat dijumpai pada tuberkulosis kelenjar, leukemia, limfoma malignum. Bila didapati, dituliskan besarnya, konsistensi, serta nyeri tekan. Mungkin pula didapati fistula. Kelenjar gondok: Dinyatakan besar dan bentuknya (normal, difusa, nodular), konsistensi (kenyal, keras, kista), dan ada tidaknya bising auskultasi.

Cara memeriksa pasien dengan kelainan tiroid ialah dengan inspeksi kemudian dilakukan palpasi. Pasien membelakangi pemeriksa, kemudian dengan kedua tangan pemeriksa dari arah belakang meraba kelenjar tiroid. Pasien juga disuruh menelan ludahnya, agar pada saat menelan tersebut dapat dinilai apakah benjolan yang terdapat akan bergerak dengan pernapasan. Auskultasi dilakukan pada tiroid yang membesar, untuk mengetahui adakah bruits pada kelenjar tiroid tersebut, yang cenderung untuk suatu keadaan vaskularisasi yang bertambah misalnya pada suatu keganasan, tirotoksikosis. Auskultasi dilakukan dari arah depan. Trakea: Diperiksa letaknya (terdorong, tertarik). PENGUKURAN TEKANAN VENA JUGU LARIS Pemeriksaan dilakukan pada vena jugu laris eksterna kanan karena ia merupakan hubungan atau (sambungan) langsung darivena kava superior pada gagal jantung kanan. Bendungan divertikel kanan diteruskan keatrium kanan dan vena kava superior sehingga tekanan vena jugularis meninggi. Pada gagal jantung kiri, bendungan vetrikel kiri diteruskan keatrium kiri dan vena pulmonalis dan kemudian tertampung dalam par. Cara pengukuran tekanan vena adalah dengan cara langsung dan tidak langsung. 1. Cara langsung Titik titik pengukuran : Titik acuan adalah bidang herizontal melalui tempat sambungan iga ke-2 dengan sternum Titik nol adalah tempat dimana tekanan sama dengan nol. Yaitu setinggi tengahtengah atrium kanan Jarak titik acuan nol pada orang dewasa5 cm(R) jarak ini konstan.

Teknik pengukuran Pada pasien berbaring dengan lengan letakkan 5 cm dibawah titik acuan(jadi setinggi atrium kanan). Jarum dimasukkan dalam vena brakialis dan dihubungkan dengan manometer air. Tekanan dibaca pada manometer.

2.

Cara tidak langsung Menurut Lewis Borst, sebagai pengganti manometer dipakai vena jugularis. Pasien

berbaring dan leher harus lemas. Tentukan vena jugularis eksterna kanan. Vena tidak boleh dikosongkan dengan mengurutnya. Vena ditekan 1 jari mula-mula di sebelah bawah (proksimal) dekat klavikula, lalu di sebelah atas (distal) dekat mandibula dengan jari lain, kemudian tekanan oleh jari pertama dilepaskan. Lihat sampai di mana vena terisi waktu inspirasi biasa. Tingginya diukur dari titik acuan. Misalnya pada pemeriksaan tekanan vena 2 cm lebih tinggi dari titik acuan. Karena jarak titik acuan-titik nol sama dengan R (atau 5 cm), maka tekanan vena adalah R + 2 cm H2O atau 5 + 2 cm H2O. Lebih balk tidak ditulis 7 cm H2O, untuk memperlihatkan jarak R adalah 5 cm H20. Tekanan vena normal menurut cara ini: 5-4 cm H2O sudah menunjukkan permulaan adanya tekanan vena jugularis yang meninggi. Letak kepala atau posisi leher pasien harus sedemikian rupa sehingga vena terisi sampai kira-kira di pertengahan antara mandibula dan klavikula. Jika pada gagal jantung kanan hebat dengan vena jugularis yang terisi penuh sampai mandibula, pasien harus ditinggikan letak kepalanya. Harus diingat pula bahwa kepala dan leher pasien selalu dalam keadaan lemas. Pada keadaan normal dengan tekanan vena normal,

kadang-kadang kepala harus diturunkan agar vena dapat terisi sampai kira-kira di pertengahan leher. Peninggian dan penurunan letak kepala pasien tidak akan mengubah tekanan vena oleh karena jarak R merupakan jari-jari konstan suatu bola dengan pusat atrium kanan sebagai titik pusatnya. Pengukuran tekanan vena di leher (cara tidak langsung) tidak dapat dipercaya pada anak-anak karena leher terlalu pendek atau pada pasien dengan struma karena struma mungkin menekan vena jugularis. Tekanan vena meninggi pada gagal jantung kanan, perikarditis eksudativa

dengan tamponade jantung, atau perikarditis konstriktiva. Bendungan vena kava superior dapat diketahui dan diukur di vena jugularis dengan cara Lewis Borst (pengukuran tekanan vena). Bendungan di vena pulmonalis (gagal jantung kin) tidak dapat diukur dengan cara Lewis Borst atau dengan cara langsung (menggunakan manometer air pada vena brakialis), tetapi harus menggunakan penyadapan jantung kanan (dengan menggunakan kateter Swan-Ganz).

Sumber : Markum , H.M.S . 2005 . Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik . Internal Publishing : Jakarta .

Anda mungkin juga menyukai