Anda di halaman 1dari 66

STROKE HEMORAGHIC

3.1. Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.5, 12

3.2. Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan. 2 Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya. 5 Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.2

3.3. Etiologi Stroke Hemoragik Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 6 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif) Ruptur kantung aneurisma Ruptur malformasi arteri dan vena Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma) Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak. Septik embolisme, myotik aneurisma Penyakit inflamasi pada arteri dan vena Amiloidosis arteri Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

26

3.4. Faktor Risiko Stroke Hemoragik Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut.
7

Faktor Resiko Umur

Keterangan Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.

Hipertensi

Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.

Seks

Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia 65.

Riwayat keluarga

Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara

kembar

monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas menengah atas di California. Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral. Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.

27

Penyakit Arteri koroner Indikator kuat kedua

: dari keberadaan penyakit difus vaskular

aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi : Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke Fibrilasi atrial : Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial

karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali.

Lainnya : Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta. Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit. Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi, menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan

kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian. Peningkatan hematokrit Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;

plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi. Peningkatan tingkat Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik.

28

fibrinogen dan kelainan system pembekuan Hemoglobinopathy

Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic. Sickle-cell disease : Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik, intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.

Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria : Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral Penyalahgunaan obat Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain. Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar. Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun Diet Konsumsi alkohol :

Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.

29

Kegemukan

Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya

stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas ratarata kontributor independen ke-atherosklerotik infark otak berikutnya.

Penyakit pembuluh darah perifer Infeksi

Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.

Infeksi

meningeal

dapat

mengakibatkan

infark

serebral

melalui

pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark. Homosistinemia atau homosistinuria Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko stroke di usia muda adalah 10-16%.

Migrain Suku bangsa

Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain. Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak proporsional dari kelompok lain.

Lokasi geografis

Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah penyakit jantung dan kanker. Paling sering, stroke disebabkan oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh perdarahan. Kekecualian adalah pada setengah perempuan berkulit hitam, di puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke hemorragik adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa, dan perdarahan lebih umum dari aterosklerosis.

Sirkadian dan faktor musim

Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam usia 40-64 tahun pada penderita yang

nonhipertensif, dan pada orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

30

3.5. Patogenesis Stroke Hemoragik A. Perdarahan Intraserebral Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan. 7 Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral. 7

B. Perdarahan Subaraknoid Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke. 7 Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. dari dinding arteri itu.7 Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital. 7 Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.7 Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari

pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah

3.6. Patofisiologi Stroke Hemoragik Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya. 8 Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca 2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.8 Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. 8

31

Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.8 Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.8 Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.8 Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.8 Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan: 8 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular). Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (traktus piramidal). Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus). Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus), singultus (formasio retikularis). Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan persarafan simpatis). Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]). Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran tetap dipertahankan).

3.7. Gejala Klinis Stroke Hemoragik Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.2 Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang

32

visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.2 Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.2,9

A. Perdarahan Intraserebral Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit.2,9

B. Perdarahan Subaraknoid Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:2,9 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut sakit kepala halilintar) Sakit pada mata atau daerah fasial Penglihatan ganda Kehilangan penglihatan tepi

Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.2,9 Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 2,9 Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2 Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9 Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum) Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh

33

Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau jam. Demam adalah

gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: 2,9 Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat mencegah cairan di sekitar otak Akibatnya, dapat membeku. Darah beku

(cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak.

darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-

mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala, muntah dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian.

Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, mati,

dapat

kontrak

(kejang),

jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat dengan menggunakan stroke atau

seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip sisi tubuh, kesulitan

iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.

Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam

seminggu.

MANIFESTASI KLINIS Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke 1. Daerah a. serebri media a) Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi

b) Hemianopsi homonim kontralateral c) Afasi bila mengenai hemisfer dominan

d) Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan 2. Daerah a. Karotis interna Serupa dengan bila mengenai a. Serebri media 3. Daerah a. Serebri anterior a) Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai

b) Incontinentia urinae c) Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena

4. Daerah a. Posterior a) Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai daerah makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh a. Serebri media b) Nyeri talamik spontan c) Hemibalisme

d) Aleksi bila mengenai hemisfer dominan 5. Daerah vertebrobasiler a) Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak

b) Hemiplegi alternans atau tetraplegi c) Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)

34

3.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien. Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak.1 Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien stroke dengan perdarahan intraserebral. 11

Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya keadaan perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. 10 Sistem grading yang dipakai antara lain :

Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage

35

WFNS SAH grade WFNS grade 0 1 2 3 4 5 GCS Score 15 13-14 13-14 7-12 3-6 Major facal deficit + + or + or -

Modified Hijdra score

Fisher grade

36

37

Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala yaitu modified Hijdra score dan Fisher grade. Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya aneurisma. 10 Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa. 2 Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan. 2 CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2 MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2 Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke. 2 Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2

3.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat 1. Evaluasi cepat dan diagnosis 2. Terapi umum (suportif) a. b. c. d. e. f. g. h. stabilisai jalan napas dan pernapasan stabilisasi hemodinamik/sirkulasi pemeriksaan awal fisik umum pengendalian peninggian TIK penanganan transformasi hemoragik pengendalian kejang pengendalian suhu tubuh pemeriksaan penunjang

B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS) Terapi medik pada PIS akut: a. Terapi hemostatik 1 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.

38

Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan. Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.

b. Reversal of anticoagulation 1 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K. Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal. Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90g/kg pada pasien PIS yang memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam. Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya. Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan. c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap kontroversial. Tidak dioperasi bila: 1 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal. Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving. Dioperasi bila: 1 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya dibedah. PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau. Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk. Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid 1. Pedoman Tatalaksana 1 a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA): Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.

39

b.

Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit. Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif. Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan neurologi yang timbul.

Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat darurat. Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas yang adekuat. Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi. Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1 a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA. b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda. c. d. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1 a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang setelah rupture aneurisma pada PSA. b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA, banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus. c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk perdarahan ulang. 4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1 a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna. b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu hypervolemic-hypertensivehemodilution, dengan tujuan mempertahankan cerebral perfusion pressure sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping. c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.

40

d.

Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional.

e.

Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut: Pencegahan vasospasme: Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari. 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari. Jaga keseimbangan cairan.

Delayed vasospasm: Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika. Berikan 5% Albumin 250 mL IV. Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14 mmHg. Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2. Berikan Dobutamine 2-15 g/kg/menit.

5. Antifibrinolitik Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.1 6. Antihipertensi 1 a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping). b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg. c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi. d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang mungkin terjadi akibat vasospasme. 7. Hiponatremi Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1 Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan hiponatremi.1 8. Kejang Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis. 1

41

Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1 Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media. 1 9. Hidrosefalus 1 a. Akut (obstruksi) Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama. Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi. b. Kronik (komunikan) Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt. 10. Terapi Tambahan 1 a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression devices. b. Analgesik: Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari. Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam. Tylanol dengan kodein. Hindari asetosal. Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan: Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam. Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam. Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam. Propofol 3-10 mg/kg/jam.

Cegah terjadinya stress ulcer dengan memberikan: Antagonis H2 Antasida Inhibitor pompa proton selama beberapa hari. Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari. Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

3.10. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering

42

deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen.2 Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi. 2 KOMPLIKASI Stroke hemoragik dapat menyebabkan 1. 2. 3. 4. 5. Infark Serebri Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif Fistula caroticocavernosum Epistaksis Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

3.11. Pencegahan Stroke Hemoragik Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1 Mengatur pola makan yang sehat Melakukan olah raga yang teratur Menghentikan rokok Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat Memelihara berat badan yang layak Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi Penanganan stres dan beristirahat yang cukup Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat Pemakaian antiplatelet Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.1

43

BAB 6 PENUTUP

6.1.

Kesimpulan

Definisi stroke berdasarkan WHO adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Dari keseluruhan kasus stroke, mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama.3 Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak. Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, CT scan, dan MRI. 1 Penatalaksanaan stroke hemoragik berbeda berdasarkan manifestasi perdarahan yang terjadi. Pada stroke hemoragik dengan perdarahan intraserebral, penatalaksanaan yang diberikan berupa terapi hemostatik, penghentian pemberian antikoagulan, dan penatalaksanaan bedah bila terdapat indikasi. Pada stroke hemoragik dengan perdarahan subarakhnoid, penatalaksanaan yang diberikan berupa penatalaksanaan dini di ruang gawat darurat, pencegahan perdarahan ulang, pencegahan vasospasme, pengobatan antifibrinolitik, antihipertensi, hiponatremi, kejang, hidrosefalus, dan terapi tambahan berupa terapi simtomatik dan terapi suportif.

KOMPETENSI DOKTER UMUM penyakit stroke Mampu mengidentifikasi tanda-tanda kegawatan stroke Mampu melakukan pertolongan pertama pada penderita stroke sebelum dirujuk ke rumah sakit Mampu melakukan komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarganya

6.2.

Saran Saran yang dapat diberikan dalam penanganan kasus stroke hemoragik adalah edukasi pasien maupun keluarga

bahwa stroke adalah penyakit yang membutuhkan penanganan yang sangat lama. Keluarga dan penderita harus mengerti bahwa stroke dapat menyebabkan disabilitas dan membutuhkan waktu dan terapi panjang untuk mengembalikan fungsinya seperti semula. Meskipun begitu, tidak ada jaminan bahwa pasien stroke dapat sembuh seutuhnya atau mengalami disabilitas permanen. Edukasi lain yang penting adalah bahwa stroke yang diderita pasti memiliki penyebab yang mendasarinya, jadi apabila penderita memiliki faktor risiko, maka diharapkan partisipasi keluarga dan lingkungan untuk menjaganya.

44

Stroke Non Hemoragik / SNH


A. DEFINISI Definisi stroke menurutWorld Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dan dapat menyebabkan kematian. Stroke adalah serangan di otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak sehingga menyebabkan sel-sel otak tertentu kekurangan darah, oksigen atau zat-zat makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu yang sangat singkat (Yayasan Stroke Indonesia, 2006). Stroke Non Hemoragik adalah gangguan peredaran darah pada otak yang dapat berupa penyumbatan pembuluh darah arteri, sehingga menimbulkan infark/ iskemik. Umumnya terjadi pada saat penderita istirahat. Tidak terjadi perdarahan dan kesadaran umumnya baik. (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).

B. EPIDEMIOLOGI Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan modern saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Stroke dapat menyerang setiap usia, namun yang sering terjadi pada usia di atas 40 tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia, makin tinggi usia seseorang, makin tinggi kemungkinan terkena serangan stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006). Di Indonesia, belum ada data epidemologis stroke yang lengkap, tetapi proporsi penderita stroke dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari laporan survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI di berbagai rumah sakit di 27 provinsi di Indonesia. Hasil survei itu menunjukkan terjadinya peningkatan antara 1984 sampai 1986, dari 0,72 per 100 penderita pada1984 menjadi 0,89 per 100 penderita pada 1986. Di RSU Banyumas, pada 1997 pasien stroke yang rawat inap sebanyak 255 orang, pada 1998 sebnyak 298 orang, pada 1999 sebanyak 393 orang, dan pada 2000 sebanyak 459 orang (Hariyono, 2006). Stroke atau cerebrovascular accident, merupakan penyebab invaliditas yang paling sering pada golongan umur diatas 45 tahun Di negara industri stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan keganasan (Lumbantombing, 1984). C. KALSIFIKASI Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Tarwoto dkk, (2007) adalah : a. Transient Ischemic Attack (TIA)

TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam. b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)

RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu c. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)

45

Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampe bbrpa hari d. Stroke in Resolution

Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bbrapa hari e. Completed Stroke (infark serebri)

Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi. Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke iskemik (Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi : a. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis di arteri karotis interna secara

langsung masuk ke arteri serebri media. Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,minggu atau bulan. b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada umunya berasal dari

jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.

C. ETIOLOGI Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragik yaitu: a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)

Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.

b.

Embolisme cerebral

Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik c. Iskemia

Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah.

46

MANIFESTASI KLINIS Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain : a. b. c. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control volunter terhadap gerakan

motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam d. e. f. g. h. Dysphagia Kehilangan komunikasi Gangguan persepsi Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis Disfungsi Kandung Kemih

Defisit neurologik stroke manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :

No 1.

Defisit neurologi Defisit lapang penglihatan a. b. b. Homonimus Hemlanopsia Kehilangan penglihatan perifer Diplopia

Manifestasi a. Tidak menyadari orang atau objek, mengabaikan salah

satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak b. Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari

objek atau batas objek. b. Penglihatan ganda Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada

2.

Defisit Motorik a. b. c. d. 2. Hemiparesis Hemiplegia Ataksia Disatria Disfagia

a.

b. sisi yang sama. a. Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama.

b. Berjalan tidak mantap, tidak mampu menyatukan kaki. c. Kesulitan dalam membentuk kata

d. Kesulitan dalam menelan.

3. 4.

Defisit sensori : Parastesia Defisit verbal a. b. c. Fasia ekspresif Fasia reseptif Afasia global

a. a.

Kesemutan Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami

b. Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu berbicara tapi tidak masuk akal c. Kombinasi afasia reseptif dan ekspresif

47

5.

Defisit kognitif

a.

Kehilangan memori jangka pendek dan panjang,

penurunan lapang perhatian, tidak mampu berkonsentrasi, dan perubahan penilaian. 6. Defisit Emosional a. Kehilangan kontrol diri, labilitas emosional, depresi,

menarik diri, takut, bermusuhan, dan perasaan isolasi. E. PATOFISIOLOGI Adanya aterotrombosis atau emboli dapat memutuskan aliran darah otak (cerebral blood flow/CBF). Nilai normal CBF adalah 53 ml/100 mg jaringan otak/menit, Jika CBF < 30 ml/100 mg/menit maka dapat mengahkibatkan terjadinya iskemik, Dan jika CBF < 10 ml/100 mg/menit maka otak kekurangan oksigen lalu terjadi proses fosforilasi oksidatif terhambat dan produksi ATP (energi) berkurang mengahkibatkan pompa Na-K-ATPase tidak berfungsi, hal ini memicu depolarisasi membran sel saraf berupa pembukaan kanal ion Ca disertai kenaikan influks Ca secara cepat yang berakibat gangguan Ca homeostasis (Ca merupakan signalling molekul yang mengaktivasi berbagai enzim) dapat memicu proses biokimia yang bersifat eksitotoksik dimana dapat terjadi kematian sel saraf (nekrosis maupun apotosis), gejala yang timbul tergantung pada saraf mana yang mengalami kerusakan/kematian.

F.

FAKTOR RESIKO PADA STROKE Menurut Smeltzer, 2002 faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non hemoragik yaitu:

a.

Faktor resiko terkendali

Beberapa faktor resiko terkendali yang menyebabkan stroke non hemoragik sebagai berikut : i. Hipertensi ii. Penyakit kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari jantung, penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrasi atrium), penyakit jantung kongestif. iii. Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. iv. Kolesterol tinggi v. Infeksi vi. Obesitas vii. Peningkatan hemotokrit meningkatkan resiko infark serebral viii. Diabetes ix. Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan estrogen tinggi x. Penyalahgunaan obat (kokain) xi. Konsumsi alkohol b. Faktor resiko tidak terkendali

Beberapa faktor resiko tidak terkendali yang menyebabkan stroke non hemoragik sebagai berikut : i. Usia, merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana refleks sirkulasi sudah tidak baik lagi. ii. Faktor keturunan / genetic

48

G. GEJALA Gejala yang muncul bervariasi tergantung di mana terjadi serangan stroke iskemia, misalnya: a. b. c. d. unilateral weaknesses biasanya hemiparesis (lumpuh separo) unilateral sensory complaints numbness, paresthesia (mati rasa) Aphasia language comprehension Monocular visual loss gangguan penglihatan sebelah

Tabel manifestasi klinik stroke iskemik berdasar daerah yang terserang

H. DIAGNOSIS a. b. c. d. Klinis anamnesis dan pemeriksaan fisis-neurologis Sistem skor untuk membedakan jenis stroke CT-scan merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan infark dengan perdarahan Sken resonansi magnetic (MRI) lebih sensitive dari CT-Scan dalm mendeteksi infark serebri dini dan infark

batang otak.

49

I. A.

TERAPI Terapi Serangan Akut.

Waktu adalah otak, merupakan ungkapan yang menunjukkan betapa pentingnya pengobatan strok sedini mungkin, karen jendela terapi dari strok hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat ememgang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Hal ini yang harus dilakukan adalah Stabilisasi dengan tindakan ABC Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor, koma atau gagal nafas. Pasang jalur infuse dengan intavena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan 20ml/jam, jangan

memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% dalam air dan salin 45%, karena dapat memperhebat oedem otak. Berika oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung. Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut. Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rongent thorak. Ambil sampel untuk pemerikasaan darah: pemeriksaan darah perifer lengkap dan trombosit, kimia darah

(glukosa, elektrolit,ureun dan kreatinin), masa protrombin dan masa tromboplastin parsial. stroke. Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut : kadar alcohol, fungsi hati, gas darah arteri dan skrining toksikologi. Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis CT Scan dan resonansi magnetic bila alat tersedia, Bila tidak ada, dengan scor Siriraj untuk menentukan jenis

B.

Terapi Stroke Non Hemoragik

Pendekatan terapi pada fase akut stroke iskemik: restorasi aliran darah otak dengan menghilangkan sumbatan/clots, dan menghentikan kerusakan seluler yang berkaitan dengan iskemik/hipoksia Therapeutic window : 12 24 jam, golden period : 3 6 jam, jadi kemungkinan daerah di sekitar otak yang mengalami iskemik masih dapat diselamatkan. 1. a. Menghilangkan sumbatan aliran darah : Terapi trombolitik : tissue plasminogen activator (t-PA), Alteplase

Mekanisme: mengaktifkan plasmin melisiskan tromboemboli Penggunaan t-PA sudah terbukti efektif jika digunakan dalam 3 jam setelah erangan akut Catatan: tetapi harus digunakan hati-hati karena dapat menimbulkan resiko perdarahan b. Terapi antiplatelet

Aspirin, clopidogrel, dipiridamol-aspirin , tiklopidin, masih merupakan mainstay dalam terapi stroke. Urutan pilihan : Aspirin atau dipiridamol-aspirin, jika alergi atau gagalClopidogrel jika gagal : tiklopidin c. Terapi antikoagulan.

Masih kontroversial karena resiko perdarahan intracranial Agen: heparin, unfractionated heparin, low-molecular-weight heparins (LMWH), heparinoids warfarin 2. Terapi pembedahan (surgical therapy) a. Carotid endarterectomy (baik untuk pasien dgn stenosis 70%)

50

C. 1.

Terapi Pemeliharaan atau Pencegahan Stroke Terapi Antiplatelet

Aspirin menghambat sintesis tromboksan (senyawa yang berperan dlm proses pembekuan darah) Dipiridamol, atau kombinasi Dipiridamol - Aspirin Tiklopidin dan klopidogrel jika terapi aspirin gagal Silostazol 2. Terapi Antikoagulan

Masih dalam penelitian, efektif untuk pencegahan emboli jantung pada pasien stroke 3. Terapi hormone esterogen

Pada wanita post-menopause terapi ini terbukti mengurangi insiden terjadinya stroke. 4. Terapi memulihkan metebolisme otak

Tujuan: Meningkatkan kemampuan kognitif Meningkatkan kewaspadaan dan mood Meningkatkan fungsi memori Menghilangkan kelesuan Menghilangkan dizzines Contoh: citicholin, codergocrin mesilate, piracetam 5. Terapi rehabilitasi

Misal : fisioterapi, terapi wicara dan bahasa, dll.

Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut : a. Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular. b. Lumbal pungsi

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama. c. CT scan.

Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. d. MRI

MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

51

e.

USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis). f. EEG

Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

Gambar 2.4 : (a) Gambar MRI pasien dengan Infark arter, (b) Gambar MRI klien dengan stroke hemoragik. Sumber : Muttaqin, (2008) g. 1) Pemeriksaan Laboraturium Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan

perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. 2) 3) Pemeriksaan darah rutin. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg di

dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.\ 4) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendir

KOMPLIKASI
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Hemiparesis dan Hemiplagia Afraksia Afasia : sensorik, motorik, global Disartia: kesulitan dalam berkata Disfagia : sukar menelan Perubahan penglihatan Perubahan berpikir abstrak Emosi labil Inkontinensia

52

PENYAKIT MIASTENIA GRAVIS

2.1 Definisi Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial.(Dewabenny, 2008) Miastenia gravis merupakan sindroma klinis akibat kegagalan transmisi neuromuskuler yang disebabkan oleh hambatan dan destruksi reseptor asetilkolin oleh autoantibodi. Sehingga dalam hal ini, miastenia gravis merupakan penyakit autoimun yang spesifik organ. Antibodi reseptor asetilkolin terdapat didalam serum pada hampir semua pasien. Antibodi ini merupakan antibodi IgG dan dapat melewati plasenta pada kehamilan. (Chandrasoma dan Taylor, 2005) 2.2 Etiologi Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian

27

bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot. Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologiklah yang berperanan. (Qittun, 2008)

2.3 Epidemologi Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat terjadi pada berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia 20-50 tahun. Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 3 : 1. Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 20 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 40 tahun. Pada bayi, sekitar 20% bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita Miastenia gravis akan memiliki miastenia tidak menetap/transient (kadang permanen). (Dewabenny, 2008) 2.4 Patogenesis / Patofisiologi Sebelum tahun 1973, kelainan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis dianggap karena kekurangan ACh. Dengan ditemukan antibodi terhadap AChR (anti-AChR), baru diketahui, gangguan tersebut adalah suatu proses imunologik yang menyebabkan jumlah AChR pada membran postsinaptik berkurang. AntiAChR ditemukan pada 80 - 90% penderita. Adanya proses imunologik pada Miastenia gravis sudah diduga oleh Simpson dan Nastuk pada tahun 1960. Selain itu, dalam serum penderita Miastenia gravis juga dijumpai antibodi terhadap jaringan otot serat lintang 30 - 40% dan antibodi antinuklear 25%. Kadar anti-AChR pada Miastenia gravis bervariasi antara 2-1000 nMol/L, dan kadar ini berbeda secara individu. Anti-AChR ini akan mempercepat penghancuran AChR, tetapi tidak menghambat pembentukan AChR baru. Sebagai akibat proses imunologik, membran postsinaptik mengalami perubahan sehingga jarak antara ujung saraf dan membran postsinaptik bertambah lebar dengan demikian kolinesterase mendapat kesempatan lebih banyak untuk menghancurkan Ach . Gejala klinik Miastenia gravis akan timbul bila 75% AChR tidak berfungsi, atau jumlahnya berkurang 1/3 dari normal. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986) 2.5 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala) Miastenia gravis diduga merupakan gangguan autoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan neuromuscular. Keadaan ini sering bermanisfestasi sebagai penyakit yang berkembang progresif lambat. Pada 90 % penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang menimbulkan ptosis dan diplopia. Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae kelopak mata. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan tidak akan menyebabkan kematian. Miastenia gravis juga menyerang otot-otot, wajah, dan laring. Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot

28

palatum), menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal, dan pasien tak mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang menggantung. Pada sistem pernapasan, terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak lagi mampu membersihkan lender dari trakea dan cabangcabangnya. Pada kasus yang lebih lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang hingga terjadi kelemahan pada semua otot-otot ranka. Biasanya gejala Miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan dengan memberikan obat antikolinesterase. Namun gejala-gejala tersebut dapat menjadi lebih atau mengalami eksaserbasi oleh sebab (Silvia A. Price, Lorain M. Wilson. 1995.); 1. Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan, fluktuasi selama siklus haid atau gangguan fungsi tiroid, 2. Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas, dan infeksi yang disertai diare dan demam, 3. Gangguan emosi atau stres. Kebanyakan pasien mengalami kelemahan otot apabila mereka berada dalam keadaan tegang, 4. Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung kuinin (suatu obat yang mempermudah terjadinya kelemahan otot) dan obat-obat lainnya. Pada pemeriksaan neurologik tidak ditemukan kelainan. Gejala kelemahan otot dapat diprovokasi oleh aktivitas, stres, nervositas, demam dan obat-obat tertentu seperti B-blocker, derivat kinine, aminoglikosida dan lain-lain. Dulu diduga Miastenia gravis tidak timbul sebelum pubertas, akan tetapi dengan uji prostigmin dapat dibuktikan pada anak umur 18 bulan 10 tahun. Millichap dan Dodge membagi Miastenia gravis pada anak dalam 3 tipe (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986) : 1. Neonatal transient Miastenia gravis Tipe ini terdapat pada 10-20% bayi baru lahir dari ibu-ibu yang menderita Miastenia gravis. Beratnya gejala tidak berkaitan dengan beratnya penyakit pada ibu . Segera atau beberapa jam setelah lahir, bayi menjadi lemah, nabgis dan gerakan berkurang, tidak dapat mengisap, sukar menelan, pernapasan melemah. Gejala ini berlangsung tidak lebih dari 1 Bulan dan bayi berangsur-angsur kembali normal karena masuknya anti-AChR dari ibu secara transplasenter ke dalam tubuh bayi. 2. Neonatal persistent Miastenia gravis (congenital Miastenia gravis) Gejala timbul pada waktu lahir, tetapi ibunya tidak sakit Miastenia gravis. Gejala hampir sama dengan tipe neonatal transient Miastenia gravis, bersifat ringan, berlangsung lama, makin lama makin buruk . Relatif resisten terhadap pengobatan dan remisi komplit jarang. 3. Juvenile Miastenia gravis

29

Tipe ini timbul pada umur 2 tahun sampai remaja. Keluhan dan gejala sama seperti pada orang dewasa dan gejala pertama biasanya diplopia dan ptosis atau gejala THT seperti gangguan mengunyah, menelan atau suara sengau. Manifestasi Klinis myasthenia gravis : 1. Kelemahan lokal yang ringan sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Gejalaklinik MG diakibatkan oleh kelemahan otot dengan sifat karakteristik yaitu bertambah beratsesudah aktivitas, dan berkurang atau menghilang setelah istirahat; siang hari lebih beratdaripada pagi hari. 2. Ocular Myasthenia Gravis Gejala ini ditandai dengan penurunan kelopak mata (ptosis) dan penglihatan ganda ataudiplopia 3.Generalised Myasthenia Gravis Sebagai tambahan dari occular myasthenia gravis, pasien myasthenia gravis juga mungkinmengalami kelemahan dalam mengontrol ekspresi muka, menelan, mengunyah dan berbicara.Otot-otot anggota badan dan pernafasan kemungkinan juga mengalami kelemahan.Awal mula gejala yang dialami pasien myasthenia gravis kemungkinan bertambah secarasedikit demi sedikit namun pasien myasthenia gravis dapat juga mengalami penurunankemampuan bernafas dalam waktu yang cepat. Hal ini disebut dengan "Krisis Myasthenia"dan bila hal ini terjadi, pasien harus segera pergi ke rumah sakit untuk mendapatkanpenanganan secepatnya. 4. Kelemahan pada otot wajah, leher susah ditegakkan, dan bibir. Ciri khas yang biasaditemui pada penderita MG adalah senyum yang terlihat seperti sedang menangis. 5. Sewaktu-waktu dapat pula timbul kelemahan pada otot mulut sehingga mulut penderitasulit untuk ditutup. 6. Kelemahan pada otot lidah dan faring sehingga kesulitan untuk menelan dan berbicara(cadel dan biasanya susah untuk mengucapkan beberapa huruf) .7. Kelemahan pada otot pernafasan yang menyebabkan penderitanya sulit untuk bernafas(dada terasa berat untuk bernafas, nafas tersengal bahkan terjadi sesak nafas). 8. Kelemahan pada otot pita suara (suara biasanya terdengar sengau) 9. Kelemahan pada otot motorik atau tangan dan kaki (sering terjatuh ketika berjalan, tidak kuat berjalan jauh, kesulitan naik turun tangga, tidak kuat menulis dalam jangka waktu yangcukup lama, sulit mengangkat tangan, dan lain-lain) 10. Beberapa penderita sering tersedak saat minum atau makan

2.6 Komplikasi

30

Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi bila otot yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini dapat menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien seringkali membutuhkan respirator untuk membantu pernapasan selama krisis berlangsung. Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi makanan, dan pneumonia. Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk riwayat penyakit sebelumnya (misal, infeksi virus pada pernapasan), pasca operasi, pemakaian kortikosteroid yang ditappering secara cepat, aktivitas berlebih (terutama pada cuaca yang panas), kehamilan, dan stress emosional.

2.7 Pencegahan Primer, Sekunder, Dan Tersier 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer merupakan suatu bentuk pencegahan yang dilakukan pada saat individu belum menderita sakit. Bentuk upaya yang dilakukan yaitu dengan cara promosi kesehatan atau penyuluhan degan cara memberikan pengetahuan bagaimana penanggulangan dari penyakit Miastenia gravis yang dapat dilakukan dengan; a. Memberi pengetahuan untuk tidak mengkonsumsi minum-minuman beralkohol, khususnya apabila minuman keras tersebut dicampur dengan air soda yang mengandung kuinin. Kuinin ini merupakan suatu obat yang memudahkan terjadinya kelemahan otot. b. Menjaga kondisi untuk tidak kelelahan dalam melakukan pekerjaan dan menjaga kondisi untuk tidak stres. Karena kebanyakan pasien-pasien Miastenia gravis ini terjadi pada saat mereka dalam kondisi yang lelah dan tegang. 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan ini ditujukan pada individu yang sudah mulai sakit dan menunjukkan adanya tanda dan gejala. Pada tahap ini yang dapat dilakukan adalah dengan cara pengobatan antara lain dengan mempengaruhi proses imunologik pada tubuh individu, yang bisa dilaksanakan dengan; Timektomi, Kortikosteroid, Imunosupresif yang biasanya menggunakan Azathioprine. 3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier (rehabilitasi), pada bentuk pencegahan ini mengusahakan agar penyakit yang di derita tidak menjadi hambatan bagi individu serta tidak terjadi komplikasi pada individu. Yang dapat dilakukan dengan; a. Mencegah untuk tidak terjadinya penyakit infeksi pada pernafasan. Karena hal ini dapat memperburuk kelemahan otot yang diderita oleh individu. b. Istirahat yang cukup

31

c. Pada Miastenia gravis dengan ptosis, yaitu dapat diberikan kacamata khusus yang dilengkapi dengan pengait kelopak mata. d. Mengontrol pasien Miastenia gravis untuk tidak minum obat-obat antikolinesterase secara berlebihan. 2.8 Penatalaksanaan Pada pasien dengan Miastenia gravis harus belajar dalam batasan yang ditetapkan oleh penyakit yang mereka derita ini. Mereka memerlukan tidur selam 10 jam agar dapat bangun dalam keadaan segar, dan perlu menyelingi kerja dengan istirahat. Selain itu mereka juga harus menghindari factor-faktor pencetus dan harus minum obat tepat pada waktunya. (Silvia A. Price, Lorain M. Wilson. 1995.) Walaupun belum ada penelitian tentang strategi pengobatan yang pasti, tetapi Miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang paling dapat diobati. Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase biasanya digunakan pada miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien dengn miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang rutin. Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombinasikan dengan pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu menghambat terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita miastenia gravis. Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan kekuatan otot secara cepat dan terbukti memiliki onset lebih lambat tetapi memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986) Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3 prinsip, yaitu 1. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler: a. Istirahat Dengan istirahat, banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akan bertambah sehingga serat-serat otot yang kekurangan AChR di bawah ambang rangsang dapat berkontraksi. b. Memblokir pemecahan Ach Dengan anti kolinesterase, seperti prostigmin, piridostigmin, edroponium atau ambenonium diberikan sesuai toleransi penderita, biasanya dimulai dosis kecil sampai dicapai dosis optimal. Pada bayi dapat dimulai dengan dosis 10 mg piridostigmin per os dan pada anak besar 30 mg , kelebihan dosis dapat menyebabkan krisis kolinergik. 2. Mempengaruhi proses imunologik a. Timektomi Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainya perbaikan signifikan dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat yang harus dikonsumsi pasien, serta idealnya adalah kesembuhan yang permanen dari pasien. Timektomi dianjurkan pada MG tanpa timoma yang telah berlangsung 3-5 tahun. Dengan timektomi, setelah 3 tahun 25% penderita akan mengalami remisi klinik dan 40-50% mengalami perbaikan.

32

b. Kortikosteroid Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegah efek samping. Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-lahan sampai dicapai dosis yang diinginkan. Kerja kortikosteroid untuk mencegah kerusakan jaringan oleh pengaruh imunologik atau bekerja langsung pada transmisi neromuskuler. c. Imunosupresif Yaitu dengan menggunakan Azathioprine, Cyclosporine, Cyclophosphamide (CPM). Namun biasanya digunakan azathioprin (imuran) dengan dosis 2 mg/kg BB. Azathioprine merupakan obat yang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dan secara umum memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat imunosupresif lainnya. Perbaikan lambat sesudah 3-12bulan. Kombinasi azathioprine dan kortikosteroid lebih efektif yang dianjurkan terutama pada kasus-kasus berat. d. Plasma exchange Berguna untuk mengurangi kadar anti-AChR; bila kadar dapat diturunkan sampai 50% akan terjadi perbaikan klinik.

3. Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot Tujuannya agar penderita dapat menyesuaikan kelemahan otot dengan: a. Memberikan penjelasan mengenai penyakitnya untuk mencegah problem psikis. b. Alat bantuan non medikamentosa Pada Miastenia gravis dengan ptosis diberikan kaca mata khusus yang dilengkapi dengan pengkait kelopak mata. Bila otot-otot leher yang kena, diberikan penegak leher. Juga dianjurkan untuk menghindari panas matahari, mandi sauna, makanan yang merangsang, menekan emosi dan jangan minum obat-obatan yang mengganggu transmisi neuromuskuler seperti B-blocker, derivat kinine, phenintoin, benzodiazepin, antibiotika seperti aminoglikosida, tetrasiklin dan d-penisilamin.

2.9 Prognosis Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik dari pada orang dewasa. Dalam perjalanan penyakit, semua otot serat lintang dapat diserang, terutama otot-otot tubuh bagian atas, 10% Miastenia gravis tetap terbatas pada otot-otot mata, 20% mengalami insufisiensi pernapasan yang dapat fatal, 10%,cepat atau lambat akan mengalami atrofi otot. Progresi penyakit lambat, mencapai puncak sesudah 3-5 tahun, kemudian berangsur-angsur baik dalam 15-20 tahun dan 20% antaranya mengalami remisi. Remisi spontan pada awal penyakit terjadi pada 10% Miastenia gravis. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)

33

3.1 Patofisiologi Gambaran Penyakit Secara Menyeluruh Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke perifer. Masing-masing saraf bercabang banyak sekali dan mampu merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara saraf motorik dan serabut-serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit mototrik. Meskipun setiap neuron mototrik mempersarafi banyak serabut otot, tetapi setiap serabut otot dipersarafi oleh hanya satu neuron motorik. Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik dan serabut otot disebut sinaps neuromuskular atau hubungan neuromuscular. Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps kimia antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar: unsur presinaps, elemen postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200. Unsur presinaps terdiri dari akson terminal dengan vesikel sinaps yang berisi asetilkolin yang merupakan neurotransmitter. Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal (bouton). Membran plasma akson terminal disebut membran presinaps. Unsur postsinaps terdiri dari membran postsinaps atau lempeng akhir motorik serabut otot. Membran postsinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang dinamakan alur atau palung sinaps dimana akson terminal menonjol masuk ke dalamnya. Bagian ini mempunyai banyak lipatan (celah-celah subneural) yang sangat menambah luas permukaan. Membran postsinaps memiliki reseptorreseptor asetilkolin dan mampu menghasilkan potensial lempeng akhir yang selanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot. Pada membran postsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan asetilkolin yaitu asetilkolinesterase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat antara membran presinaps dan postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zat gelatin, dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi.Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromukular, maka membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium maupun kalium pada membran postsinaps. Influks ion natrium dan pengeluaran ion kalium secara tiba-tiba menyababkan depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membrane otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuskular terjadi, asetilkolin akan dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase. Pada orang normal jumlah asetilkolin yang dilepaskan sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan potensial aksi. Pada Miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin berkurang yang mungkin dikarenakan cedera autoimun. Pada klien dengan Miastenia gravis, secara makroskopis otot-ototnya tampak normal. Jika ada atrofi, maka itu disebabkan karena otot tidak digunakan. Secara mikroskopis beberapa kasus dapat ditemukan infiltrasi limfosit dalam otot dan organ-organ lain, tetapi pada otot rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang konsisten.

34

Transient Ischemic Attack : Diagnosis dan Evaluasi


Transient ischemic attack tidak lagi dianggap suatu keadaan yang jinak tapi, agaknya, suatu pertanda yang kritis terhadap stroke yang akan datang. Kegagalan untuk secepatnya mengenal dan mengevaluasi tanda ini dapat menghilangkan kesempatan untuk mencegah kecacatan atau kematian. 90 hari untuk risiko stroke setelah suatu serangan transient ischemic attack diperkirakan 10 %, dengan 1,5 kasus stroke terjadi dalam 20 hari pertama serangan. 90 hari untuk risiko stroke menjadi tinggi ketika transient ischemic attack terjadi akibat stenosis arteri karotis interna. Semua pasien yang melaporkan gejala transient ischemic atack seharusnya dirawat di bagian emergensi. Pasien yang tiba di bagian emergensi dalam 180 menit dari onset gejala

seharusnya ditangani dengan suatu anamnesa dan pemeriksaan fisik yang yang cepat, begitu pula dengan tes labotratorium yang diperlukan, untuk menentukan apakah mereka bisa diberikan trombolitik terapi. Tes awal harus termasuk hitung darah lengkap dengan hitung trombosit, waktu protrombin, jumlah elektrolit dan glukose. CT Scan kepala harus dilakukan secepatnya untuk meyakinkan bahwa disana tidak ada bukti perdarahan otak atau massa. Suatu transient ischemic attack dapat terjadi salah diagnosa sebagai migrain, kejang, neuropati perifer, atau kecemasan. (Am Fam Physician 2004;69:1665-74, 1679-80. Copyright2004 American Academy Of Family Physicians.)

Sesuai dengan peningkatan pemahaman terhadap iskemia otak dan perkenalan pada pilihan pengobatan baru, sebuah tim kerja sudah mengajukan definisi ulang transient ischemic attack (TIA) sebagai suatu episode dari disfungsi neurologi yang disebabkan oleh iskemia fokal otak atau retina, dengan gejala klinis yang khas berakhir kurang dari satu jam, dan tidak bukti infark akut. Definisi ini mencakup pentingnya mengenal TIA sebagai peringatan penting terhadap stroke yagn akan datang dan menfasilitasi evalusi dan pengobatan cepat terhadap TIA untuk mencegah iskemia otak permanen.

35

Definisi Transient Ischemic Attack (TIA) adalah episode dimana seseorang mempunyai gejala yang mirip stroke selama 1-2 jam. TIA sering dianggap sebagai warning sign stroke yang bisa terjadi di masa depan jika sesuatu tidak dilakukan untuk mencegahnya.

Penyebab, Insidensi, dan Faktor Risiko TIA disebabkan oleh gangguan sementara pasokan darah ke area otak, yang tiba-tiba, menyebabkan penurunan fungsi otak (defisit neurologis.) TIA berbeda dengan stroke. Berbeda dari stroke, TIA tidak menyebabkan kematian jaringan otak. Gejala TIA tidak bertahan selama stroke dan tidak menunjukkan perubahan pada CT scan atau MRI.

Hilangnya aliran darah ke otak yang sementara dapat disebabkan oleh: Bekuan darah dalam arteri otak Bekuan darah yang bergerak ke otak dari tempat lain dalam tubuh (misalnya, jantung) Cedera pembuluh darah Penyempitan pembuluh darah di otak atau yang menuju ke otak

Gangguan sementara dalam aliran darah bisa disebabkan gumpalan darah yang terjadi dan kemudian larut. Penyumbatan itu memecah cepat dan larut.

Less common cause TIA meliputi: Atrial fibrilasi (irregular heart rhythm) Beberapa kelainan darah seperti polycythemia, sickle cell anemia, dan sindrom dimana darah sangat tebal Kondisi yang menyebabkan masalah pembuluh darah seperti displasia fibromuskular, SLE, dan sifilis Inflamasi arteri seperti arteritis, polyarteritis, dan angiitis granulomatous Spasme arteri kecil di otak

Atherosclerosis adalah suatu kondisi dimana terdapat defosit lemak pada lapisan dalam arteri. Kondisi ini secara dramatis meningkatkan risiko TIA dan stroke. Sekitar 80-90% orang yang mengalami stroke akibat aterosklerosis memiliki episode TIA sebelumnya.

Faktor risiko lain untuk TIA termasuk tekanan darah tinggi, penyakit jantung, sakit kepala migrain, merokok, diabetes, dan bertambahnya usia.

Symptoms Gejala muncul tiba-tiba, berlangsung hanya dalam waktu singkat (beberapa menit sampai 1 - 2 jam), dan menghilang sepenuhnya. Gejala mungkin terjadi lagi di lain waktu. Gejala biasanya terjadi pada sisi tubuh yang sama jika lebih dari satu bagian tubuh yang terlibat.

36

TIA berbeda dengan stroke, namun, gejala TIA sama dengan stroke dan mencakup perkembangan yang mendadak dari: Kelemahan otot wajah, lengan, atau kaki (biasanya hanya pada satu sisi tubuh) Mati rasa atau kesemutan pada satu sisi tubuh Kesulitan berbicara atau memahami orang lain yang berbicara Masalah penglihatan (penglihatan ganda , hilangnya semua atau sebagian penglihatan. Perubahan sensasi, yang melibatkan sentuhan, nyeri, temperatur, tekanan, pendengaran, dan rasa Perubahan kewaspadaan (kantuk, kurang responsif, pingsan, atau koma) Kepribadian, suasana hati, atau perubahan emosi Kebingungan atau hilang ingatan Kesulitan menelan Kesulitan menulis atau membaca Kurangnya koordinasi dan keseimbangan, kecanggungan, atau kesulitan berjalan Ssensasi gerakan abnormal (vertigo) atau pusing Kurangnya kontrol kandung kemih atau perut Ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi rangsangan sensorik (agnosia)

Patofisiologi TIA TIA terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Penyumbatan dapat terjadi karena penumpukan timbunanlemak yang

mengandung koleserol (plak) dalam pembuluh darah besar (ateri karotis) atau pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil.Plak menyebabkan dinding dalam arteri menebal dan kasar sehingga aliran darah tidak lancar,mirip aliran air yang terhalang oleh batu. Darah yang kental akan tertahan dan menggumpal(trombosis), sehingga alirannya menjadi semakin lambat. Akibatnya otak akan

mengalamikekurangan pasokan oksigen selama beberapa saat. Jika kelambatan pasokan ini berlarut, selsel jaringan otak akan mati. Penyumbatan aliran darah biasanya diawali dari luka kecil dalam pembuluh darah yangdisebabkan oleh situasi tekanan darah tinggi, merokok atau arena konsumsi makanan tinggikolesterol dan lemak. Seringkali daerah yang terluka kemudian tertutup oleh endapan yang kayakolesterol (plak). Gumpalan plak inilah yang menyumbat dan mempersempit jalanya aliran darahyang berfungsi mengantar pasokan oksigen dan nutrisi yang diperlukan otak.

Sign and Test TIA tidak menunjukkan perubahan otak pada CT scan atau MRI. Gejala dan tanda-tanda mungkin telah hilang saat sampai di rumah sakit, maka diagnosis TIA dibuat berdasarkan riwayat medis seseorang sendirian (anamnesis). Pemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan neurologis, yang mungkin abnormal selama episode tetapi normal setelah episode telah berlalu.

37

Tekanan darah mungkin tinggi. Bruit mungkin terdengar saat mendengarkan arteri karotid di leher atau arteri lainnya. Bruit disebabkan oleh aliran darah yang irregular. Dalam beberapa kasus, tekanan darah rendah dapat dilihat sebelum gejala TIA terjadi.

Tes yang dilakukan untuk menyingkirkan stroke atau gangguan lain : CT scan kepala atau MRI otak hampir selalu dilakukan. Angiogram, CT angiogram, atau angiogram MR mungkin dilakukan. Echocardiogram dapat dilakukan jika da kemungkinan gumpalan darah berasal dari jantung. Dupleks karotis (USG) dapat menunjukkan jika arteri karotid di leher telah menyempit. Cerebral arteriogram yang mengungkapkan pembuluh darah tersumbat atau pendarahan. EKG dan monitoring irama jantung dapat dilakukan untuk memeriksa denyut jantung yang ireguler.

Tes dan prosedur tambahan, meliputi: Tes darah pembekuan untuk menyingkirkan gangguan darah Kimia darah Hitung darah lengkap (CBC) C-reaksi protein EKG ESR (Sedimentasi rate) Serum lipid

Tes untuk memeriksa tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes, kolesterol tinggi, dan penyakit pembuluh darah perifer .

Pengobatan Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya stroke. Jika TIA dalam 48 jam terakhir pasien harus di rawat di rumah sakit, sambil menentukan penyebab dan pengobatan. Gangguan yang mendasari seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan darah, harus diobati dengan tepat. Pengencer darah, seperti aspirin, dapat mengurangi pembekuan darah. Contoh lain, seperti dipyridamole , clopidogrel , Aggrenox atau heparin, Coumadin, atau obat sejenis lainnya. Perawatan dapat dilanjutkan untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Bedah (carotid endarterectomy) mungkin cocok bagi sebagian orang yang telah tersumbat arteri leher. Merokok harus dihentikan. Diet rendah garam dan rendah lemak.

Prognosis TIA tidak menyebabkan kerusakan permanen pada otak,

38

Lebih dari 10% orang TIA akan mengalami stroke dalam waktu 3 bulan. Setengah dari stroke ini terjadi selama 48 jam setelah TIA. Stroke dapat terjadi pada hari yang sama atau pada lain waktu. Beberapa orang hanya memiliki satu episode dan beberapa episode berulang.

Komplikasi Kematian sel otak akibat aliran darah terlalu sedikit ke otak Cedera akibat terjatuh Stroke

Pencegahan Pencegahan TIA termasuk mengendalikan faktor risiko seperti tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit jantung, dan gangguan yang terkait lainnya. Merokok harus dihentikan. Epidemiologi Sebuah perkiraan 200.000 sampai 500.000 TIA terjadi setiap tahun di Amerik. Sebuah penelitian menemukan bahwa 25 persen pasien yang datang ke bagian emergensi dengan TIA had adverse events within 90 days; 10 persen dari kejadian tersebut adalah stroke, dan mayoritasnya fatal atau menimbulkan kecacatan. Lebih dari 50 persen dari semua adverse terjadi dalam 4 jam pertama setelah TIA. Dengan catatan, pasien dengan TIA yang kembali ke bagian emergensi dengan stroke (10,5 persen), diperkirakan setengahnya telah stroke dalam 48 jam pertama setelah inisial TIA. 2,6 persen pasien dengan TIA, dirawat di RS karena kasus jantung, termasuk gagal jantung kongestif, unstable angina, dan aritmia ventrikel. Manifestasi klinis TIA lainnya dijelaskan pada tabel 1. Secara umum, TIA muncul sebagai sindroma daripada sebuah tanda atau gejala. Table 1. Manifestasi klinis umum TIA Area yang dipengaruhi Gejala dan tanda Nervus-nervus kranialis Kehilangan penglihatan pada satu atau kedua mata.

Implikasi Bilateral loss bisa menunjukkan onset yang buruk pada iskemia batang otak. Jika penglihatan ganda is subtle, pasien mungkin menyebutkan sebagai penglihatan kabur. Vertigo sejati diikatakan sebagai suatu rasa berputar daripada pusing yang tidak spesifik. Kesulitan menelan mungkin menunjukkan keterlibatan batang otak; jika masalah menelan ini berat, akan meningkatan risiko aspirasi.

Penglihatan ganda.

Disfungsi vestibular

Kesulitan menelan

39

Tanda bilateral menunjukkan onoset yang buruk pada iskemia batang otak. Fungsi motorik Kelemahan unilateral atau bilateral yang mempengaruhi wajah, lengan atau kaki. Unilateral atau bilateral; penurunan sensasi(kebas) atau peningkatan sensasi (tingling, nyeri) pada wajah, lengan, kaki, atau badan. Berbicara terbata bata atau kurang dalam berbicara; kesulitan mengucapkan bahasa, memahami, atau menemukan kata kata. Jika disfungsi sensoris terjasdi tanpa tanda dan gejala lainnya prognosis lebih jinak, tetapi rekurensi lebih tinggi. Jika bicaranya berat terbata bata atau keluar air liur abnormal semakin meluas, hal ini meningkatkan resiko aspirasi. Menulis dan membaca bisa juga terganggu. Inkoordinasi tungkai, badan, atau gaya jalan menunjukkan iskemia serebellar atau batang otak.

Fungsi sensoris

Bicara dan berbahasa

Koordinasi

Clumsy lengan, kaki, atau badan; kehilangan keseimbangan atau jatuh (terutama ke satu sisi) dengan berdiri atau berjalan. Apatis atau kelakuan yang tidak tepat.

Gejala ini menunjukkan keterlibatan lobus frontaldan sering salah intrepetasi sebagai kekurangan kemauan bekerja sama. Gejala ini menunjukkan keterlibatan hemisfer atau batang otak. Jarang, gejala ini menunjukkan iskemia batang otak, terutama jika kejadian in dihubungkan dengan disfungsi nervus kranialis dan motorik Gejala ini jarang didapat; yang lebih sering, dihubungkan dengan bahasa, motorik, sensoris, atau perubahan penglihatan.

Fungsi kognitif atau psikiatri

Somnolen yang berlebihan

Agitasi dan psikosis

Kebngungan dan perubahan ingatan.

Tergantung pada beratnya kerusakan, dokter mungkin perlu mengangkat lengan pasien untuk memeriksa kekuatan, dari pada rely on the patient to perform this task.

Tidak ada perhatian pada lingkungan sekitar, terutama pada satu sisi; jika berat, pasien bisa menyangkal defisit atau bahkan bagian tubuhnya.

Diferensial diagnosis

40

Imitator yang paling banyak dari TIA adalah kelainan metabolisme glukosa, migrain, seizure, posictal states, dan tumor (khususnya perdarahan akut). TIA secara khas mempunyai onset yang cepat, dan intensitas maksimal biasanya dicapai dalam menit. Fleeting episode terakhir satu atau dua detik atau gejala tidak spesifik seperti kelelahan, pusing (tidak ada gejala serebalar dan batang otak), dan getaran ritmik tungkai bilateral tidak ada seperti manifestasi iskemia serebral akut. Membedakan TIA dari migrain dengan aura bisa sulit. Usia muda, riwayat migarin sebelumnya (dengan atau tanpa aura), dan dihubungkan dengan sakit kepala, mual, atau fotofobia semuanya lebih mendukung ke migrain daripada TIA. Secara umum, migrain aura cenderung mempunyai kualitas marching; sebagai contoh, gejala seperti tingling mungkin berlanjut dari jari ke lengan atas ke wajah. Migrain aura juga lebih mempunyai onset yang gradual dan resolusi, dengan durasi gejala yang lebih lama daripada gejala TIA. Jika seorang pasien mempunyai onset sakit kepala yang berat tiba-tiba, dengan atau tanpa fotofobia, leher kaku, atau sinkop, perdarahan subarakhnoid akut adalah suatu kemungkinannya. Jarang, TIA didiagnosis salah pada manifestasi pertama multiple sklerosis pada pasien muda atau amyotropik lateral sklerosis pada pasien tua.

Riwayat Riwayat medis umum seharusnya didapatkan pada semua pasien dengan dugaan TIA. Penekanan khusus seharusnya diberikan untuk kemungkinan gejala TIA (tabel 1), faktor risiko stroke seharusnya diidentifikasi untuk menentukan the likelihood that the gejala yang disebabkan oleh TIA. Faktor risiko yang dapat berubah untuk stroke termasuk hipertensi, diabetes, penyakit jantung, peningkatan kadar lemak darah, stenosis arteri karotis, merokok, anemia sickle cell, penggunaan alkohol yang berlebihan, obesitas, sedikit beraktifitas. Apakah hiperkolesterolemia adalah suatu faktor risiko independen primer untuk stroke masih belum pasti. Bagaimanapun, hiperkolesterolemia adalah suatu faktor risiko yang signifikan untuk coronary heart disease (CHD) dan bagaimanapun dapat dianggap suatu faktor risiko penting untuk stroke iskemik. Terdapat data yang kuat tentang hubungan total dan low-density lipoprotein kolesterol levels, sebaik pengaruh yang melindungi yaitu high-density lipoprotein cholesterol levels, pada aterosklerosis arteri karotis servikal. Informasi penting lainnya termasuk riwayat stroke dalam keluarga (termasuk aneurisma serebral atau hipercoagulable state), penggunaan over the counter atau illicit drugs, riwayat migrain atau sakit kepala berat, baru cedera kepala, pembekuan darah sistemik sebelumnya dan pada wanita childbearing age, riwayat aborsi spontan. Certain findings mengindikasikan kebutuhan untuk tes diagnostik khusus.(Tabel 3) Tabel 3. Pemeriksaan penunjang berdasarkan riwayat pasien yang menjalani evaluasi kemungkinan TIA. History Implikasi Tes Sakit kepala pada postpartum Trombosis vena MRI dengan venografi atau atau keadaan dehidrasi serebral angiografi.

41

Demam Subakut atau endokarditis bakterial akut Kultur darah, CT Scan kepala dengan dan tanpa kontras; pasien dipilih dengan konfirmasi endokarditis bakterial, dilakukan angiografi serebral untuk menyingkirkan mykotik aneurisma. Serebral angiografi, ESR, punksi lumbal (untuk mencari penigkatan sel darah putih) Monitoring tekanan darah di intensive care; pertimbangkan MRI. Hypertensive Encephalopathy Pertimbangkan serebral angiografi, ESR, punksi lumbal. Rheumatologi disease, sympatomimetic drug use CNS Vaskulitis Trasthoracic atau esofageal echocardiografi Recent Myocardial Infarction Head, neck, jaw pain, especially after trauma Sumber cardiacemboli Consider cerebral angiography or other neck neuroimaging studies (see text). Emergency head CT scan; if the scan is negative, evaluate cerebrospinal fluid for elevated red blood cell count or perform cerebral angiography to rule out aneurysm or arteriovenous malformation Consider intracranial magnetic resonance angiography or cerebral angiography; if basilar artery is significantly thrombosed, consider intra-arterial thrombolytic therapy (if available). Immediate head CT scan; if the scan is positive, emergency neurosurgical intervention may be required Consider cerebral angiography, transesophageal echocardiography, and workup for hypercoagulable state.

Kebingungan, sakit kepala, seizure

CNS vasculitis

Carotid or vertebral dissection

Abrupt onset of severe headache with photophobia, or recent syncope

Subarachnoid hemorrhage

Confusion, stupor, coma, other brainstem symptoms (poor prognosis)

Vertebrobasilar ischemia

Brain swelling, impending herniation

No obvious risk factors for stroke

"Cryptogenic stroke," patent foramen ovale, intra-atrial septal aneurysm, valvular or aortic arch disease

42

TIA = transient ischemic attack; MRI = magnetic resonance imaging; CT = computed tomography; CNS = central nervous system; ESR = erythrocyte sedimentation rate

Pemeriksaan Fisik

Vital

sign

seharusnya

dievaluasi,

termasuk

tekanan

darah

di

kedua

lengan,

untuk

menyingkirkanstenosis arteri subklavia, yang bisa menunjukkan tekanan yang asimtris. Auskultasi pada jantung dan leher juga seharusnya dilakukan. Carotid bruits, ketika ada, juga sangat spesifik dan juga sangat sensitif untuk stenosis arteri karotis. Semua pasien dengan kemungkinan TIA seharusnya seharusnya mendapatkan detail dukumentsi pemeriksaan neurologi, dengan penekanan pada kognitif dsan fungsi bahasa, fungsi nervus kranialis, fasial dan kekuatan tungkai, fungsi sensoris, reflek tendon dala simetris, dan kordinasi. Pemeriksaan ini akan membantu dalam menentukan apakah seorang pasien sebelumnya pernah mengalami stroke yang tidak dikenali. Hal ini juga dapat dijadikan sebagai pemeriksaan dasar jika status neurologi pasien salah atau gejala neurologi berulang. Kadang kadang, pemeriksaan neurologi bisa mengidentifikasi penyebab noniskemik unutk defisit neurologis akut (misal, acute radial nerve palsy, isolated third-nerve palsy in a patient with diabetes melitus)

Diagnostik Tes Brain imaging. CT Scan kepala tanpa kontras seharusya dilakukan untuk mengidentifikasi perdarahan subarachnoid, perdarahan intrkranial atau subdurak hematom. Identifikasi yang cepat pada kondisi ini penting karena intervensi bedah saraf atau tatalaksana khusus mungkin meminta. Jika terdapat perdarahan, pengobatan dengan tPA atau antikoagulan yang merusak perdarahan sistem saraf pusat bisa dicegah. Pengukuran khusus mungkin dibutuhkan untuk tatalaksana tekanan darah jika pada pasien ditemukan hypertension mediated intracranial hematom, dan tes selanjutnya mungkin diminta jika pada pasien ditemukan subarachnoid hemorrhage (misal, angiografi serebral untuk menyingkirkan aneurisma). CT Scan juga dapat mengidentifikasi kondisi yang mirip TIA, termasuk tumor dan massa lainnya (khususnya jika perdarahan terjadi akut dalam suatu massa), dalam kondisi yang sama yang dihubungkan dengan seizure atau aura. CT scan kepala dapat mengidentifikasi tanda kerusakan otak dini atau bukti stroke lama. Akhirnya, CT scan kepala dengan kontras seharusnya dilakukan pada pasien yang demam untuk menyingkirkan penyebab infeksi atau pada pasien dengan dugaan massa (misal, karsinoma metastasis,abses). Karena peningkatan artifak tulang pada fossa posterior, CT scan tidak sensitif untuk evaluasi penyakit di batang otak atau serebelum. Dalam kejadian ini, MRI lebih baik. Tes Elektrofisiologi. Semuanya pasien seharusnya punya baseline EKG dengan irama strip. Jika EKG abnormal atau pasien mempunyai riwayat penyakit jantung, ekhokardigrafi sebaiknya dilakukan. Atrial Fibrilasi dan hipertrofi ventrikel kiri (dugaan hipertensi kronik yang tidak dikenali) adalah faktor risiko untuk stroke. Data terakhir menganjurkan bahwa 90 hari risiko untuk kasus jantung adalah 7 kali lebih tinggi pada pasien dengan TIA dan abnormal ECG dari pada dengan ECG normal. Jika pada ECG tidak tampak, monitioring jantuung pada pasien yang terpilih dapat membantu diagnosa paroksismal atrial fibrilasi (atau aritmia lainnya pada pasien dengan sinkop dan palpitasi). Pada pasien dengan

43

AF yang tidak diobat, Echocardiography bisa mengidentifikasi suatu sumber tromboemboli atau disfungsi sistolik ventrikel kiri. Keduanya biasanya prediktor stroke iskemik. Tranesofageal echocardiografi adalah terbaik untuk transthoracic echocardiography untuk

mengevaluasi kemungkinan disfungsi atrium kiri (termasuk trombus) atau patent foramen ovale (suatu etiologi untuk paroksismal emboli), atrial septal defect (including aneurisma)dan aortik palq. Percobaan klinis terakhir menyarankan bahwa tranesofageal echokardigrafi seharusnya dipertimbangkan pada pasien tanpa suatu identifikasi yang bisa menyebabkan TIA atau diketahui penyakit jantung, karena dengan itu dapat mendeteksi kondisi yang meminta intervensi terapi (misal, antikoagulan unutk trombus). Plaq aorta, yang sudah dihubungkan dengan stroke, dapat divisualisasikan dengan tranesofagea echocardigrafi. Laboratory tes. Hitung darah lengkap dengan hitung trombosit seharusnya didapatkan unutk menyingkirkan polisitemia, trombositopenia, dan trombositosi. Hal ini membantu untuk mengetahui protrombin time,aPTT dan International Normalized Ratio (INR) sebelum anti platelet atau anti koagulasi terapi diberikan; PT, aPTT, dan INR bisa meningkat pada beberapa hypercoagulable states. Kadar glukosa sebaiknya ditentukan untuk menyingkirkan hipoglikemi dan hiperglikemi dan untuk membantu diagnosa occult diabetes. BUN dan kreatinin level penting, karena fungsi ginjal yagn kurang bisa menghambat penggunaan kontras media pada pemeriksaan imaging. ESR seharusnya dilakukan untuk menyingkirkan vasculitis. Akhirnya, skrining penyalahgunaan obat, tes kehamilan, penentuan level homosistein atau pengukuran kadar alkohol darah seharusnya dilakukan pada pasien yagn dipilih.

Follow-Up Evaluation

Lipid Profile Setelah evaluasi awal di departemen emergensi, faktor risiko untuk stroke dapat dinilai ulang terakhir kali pada evaluasi. Data terakhir menunjukkan pengobatan dengan statin (3-hidrxy-3methylglutaryl coenzym A reductase inhibitors) mengurangi risiko stroke pada 30 % pasien dengan CHD. Bagaimanapun, profil lipid puasa menunjukkan kebiasaan makan pasien normal sebaiknya diperhatikan, dan terapi statin sebaiknya dimulai jika terindikasi.

Hypercoagulable states Pasien yang diketahui faktor risiko untuk stroke dan ada riwayat migrain, abortus spontan, emboli paru, DVT, riwayat keluarga dengan kondisi seperti disebutkan,sebaiknya dievaluasi hypercoagulable state. Tes awal termasuk ESR, antinuclear antibody test, rapid plasma reagent test, dan antiphospholipid antibody test. Konsultasi pada seorang hematolog atau neurolog dapat menjamin keefektifan biaya evaluasi abnormalitas faktor koagulasi multiple dan kondisi yang dapat menyebabkan stroke.

Pertimbangan Khusus

Vertebrobasilar Iskhemia Tanda dan gejala khas sindroma iskemik yang melibatkan sirkulasi anterior dan posterior terdapat dalam table 4. Batang otak dan serebelum dibatasi dengan fossa posterior, rongga tulang yang kurang toleran

44

terhadap efek pembengkakan atau massa (misal, perdarahan).

Karena struktur batang otak penting untuk

mempertahankan fungsi kritis pernapasan dan arousal states, pasien dengan vertebrobasilar iskemia sebaiknya dimonitor ketat.Hal ini juga penting untuk mencari penyakit serebrovaskuler yang mengancam jiwa, seperti stenosis atau trombosis arteri basiler atau penyakit yang menpengaruhi banyak arteri arteri besar (misal, bilateral, vertebral, atau stenosis arteri karotis).

TIA pada Pasien Muda Ketika TIA terjadi pada pasien kurang dari 45 tahun, terutama jika padanya tidak ada faktor risiko untuk stroke, dianjurkan pasien ke ahli saraf untuk pertimbangan tes spesialistik. Sebagai contoh, mungkin diperlukan untuk menenentukan penggunaan serebral angiografi untuk menyingkirkan vaskulitis, diseksi arteri karotis dan bentuk lain dari nonatherosclerotic vasculopaty, atau punksi lumbal spinal dengan evalualsi cairan serebrospinal mungkin diminta untuk menyingkirkan infeksi kronis atau inflamasi. Karena terdapat sejumlah kelainan jantung yang paling sering menyebabkan TIA pada pasien muda, gambaran ECG dengan strip rhythm seharusnya diperoleh, dan transtorak dan tranesofageal ekhokardiografi seharusnya dipertimbangkan. Skrining toksikologi untuk penyalahgunaan obat obatan (khususnya komponen simpatomimetik) biasanya dilakukan. Beberapa pengantin baru diidentifikasi, sudah pernah ditemukan secara genetik metabolik dasar dan sindrom hematologik untuk dihubungkan dengan stroke. Pada beberapa sindrom ini, gejala awal terjadi pada umur yang lebih muda ( akhir masa kanak kanak, remaja, atau awal masa dewasa). Diagnosis sindroma ini mungkin meminta pemeriksaan khusus. Beberapa tes dapat menjadi penting untuk lebih menjelaskan pemilihan pengobatan dan prognosis, hal ini juga dilakukan untuk mengidentifikasi anggota keluarga yang mempunyai risiko TIA atau stroke.

Penanganan TIAAssesment pasien TIA dan cari kemungkinan terkena stroke dikemudian hari .Kemungkinan pasien TIA untuk terkena stroke dinilai dengan scoring ABCD. Jikanilai scor > 4, termasuk resiko tinggi maka pasien diberi pengobatan preventifmeliputi: Berikan segera aspirin (300 mg daily) Investigasi dan assesment lengkap oleh ahli (spesialis/tim stroke) palinglambat 24jam setelah muncul gejala dan tanda defisit neurologis (serangan) Jelaskan panyakitnya pada pasien dan pastikan diberikan pengobatanpreventif serta mengidentifikasi dan mengatasi faktor resiko yg ada. Pasien TIA berulang dianggap memiliki resiko tinggi stroke meski scor ABCDs -glukosa nya kurang dari 3. Jika nilai ABCDs

45

-glukosa kurang dari 3, penanganan meliputi: Berikan segera aspirin (300 mg daily) Investigasi dan assesment lengkap oleh ahli (spesialis/tim stroke) secepatnya(paling lambat 1 minggu pasca serangan) Jelaskan panyakitnya pada pasien dan pastikan diberikan pengobatanpreventif serta mengidentifikasi dan mengatasi faktor resiko yg ada.

Pada pasien TIA, brain imaging segera tidak terlalu diperlukan kecuali pada kasusTIA dengan resiko stroke tinggi (ABCD>4 atau TIA berulang dalam 1 minggu).Adapun pemeriksaan penunjang lain yg dapat diusulkan bagi pasien TIA adalahcarotid imaging untuk melihat adanya penyempitan pembuluh darah carotis. Brainimaging perlu dalam kondisi pasien: scor ABCD < 4, keputusan imaging dilakukan setelah konsultasi dengan spesialis. scor ABCD > 4 atau TIA berulang, brain imaging segera yg hendak menjalani carotid imaging, tapi belum jelas apakah gangguan ada disirkulasi anterior atau posterior, bila DD perdarahan harus diekslusi, atau ketika ditemukan adanya kemungkinan DD lain (migren dll)Brain imaging yg dilakukan pada psien TIA adalah diffusion-weighted MRI, ataubila ada kontraindikasi dapat dilakukan CT (computed tomography) scanning.Pada pasien TIA yang diketahui terdapat stenosis arteri carotis dari hasil carotidimaging dapat dilakukan tindakan bedah atau tidak berdasarkan kriteria: Pasiendengan TIA yang memiliki gejala stenosis arteri karotis 50-90% berdasarkan kriteriaNASCET (USA) atau 70-90% berdasarkan kriteria ECST (Eropa) harus melakukanevaluasi dengan carotid endarterectomy minimal dalam 1 minggu pertama danterapi operasi selambat-lambatnya minggu ke-2.

46

CEREBRAL PALSY

I. DEFINISI Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan serebelum juga kelainan mental. 1 Terminology ini digunakan untuk mendeskripisikan kelompok penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah memburuk pada usia selanjutnya. Istilah cerebral ditujukan pada kedua belahan otak, atau hemisfer dan palsi mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian pergerakan tubuh. Jadi penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada otot atau jaringan saraf tepi, melainkan terjadi perkembangan yang salah atau kerusakan pada area motorik otak yang akan mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan dan postur secara adekuat. 2 Gejala CP tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi beratnya penyakit. Seseorang dengan CP dapat menampakkan gejala kesulitan dalam hal motorik halus, misalnya menulis atau menggunakan gunting, masalah keseimbangan dalam berjalan atau mengenai gerakan involunter, misalnya tidak dapat mengontrol gerakan menulis. Gejala dapat berbeda pada setiap penderita, dan dapat berubah pada seorang penderita. Penderita CP derajat berat akan mengakibatkan tidak dapat berjalan atau membutuhkan perawatan yang ekstensif dan jangka panjang, sedangkan CP derajat ringan mungkin hanya sedikit canggung dalam gerakan dan membutuhkan bantuan yang tidak khusus. CP bukan penyakit menular atau bersifat herediter.

II. EPIDEMIOLOGI Asosiasi CP dunia memperkirakan > 500.000 pendertia CP di Amerika. Disamping peningkatan dalam prevensi dan terapi penyakit penyebab CP, jumlah anak anak dan dewasa yang terkena CP tampaknya masih tidak banyak berubah atau mungkin lebih meningkat sedikit selam 30 tahun terakhir. Angka harapan hidup penderita CP tergantung dari tipe CP dan beratnya kecacatan motorik 2 III. KLASIFIKASI KLINIS CP dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis neurologis. Spastic diplegia untuk pertama kali dideskripsikan oleh dr.Little (1860), merupakan salah satu bentuk penyakit yang dikenal selanjutnya sebagai CP. Hingga saat ini, CP diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu : 2 1. CP Spastik

47

Merupakan bentukan CP yang terbanyak (70-80%), otot mengalami kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakterisitik berupa ritme berjalan yang dikenal dengan gait gunting (scissor gait) (Bryers, 1941). Anak dengan spastic hemiplegia dapat disetai tremor hemiparesis, dimana seseorang tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu sisi tubuh. Jika tremor memberat, akan terjadi gangguan gerakan berat. a. Monoplegi bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan b. Diplegia keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat daripada kedua lengan c. Triplegia bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai kedua lengan dan kaki d. Quadriplegia keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama e. Hemiplegia Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena lebih berat 2. CP Atetoid / diskinetik Bentuk CP ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang tidak terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan atau tungkai dan pada sebagian besar kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak tampak selalu menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode peningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria). CP atetoid terjadi pada 10-20% penderita CP. 3. CP Ataksid Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk, berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi yang saling berjauhan, kesulitan dalam melakukan gerkan cepat dan tepat, misalnya menulis atau mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya mengambil buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru akan digunakan dan tampak memburuk sama dengan saat pendertia akan menuju obyek yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita CP. 4 4. CP Campuran Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk CP yang akan dijabarkan di atas. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah spastic dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin dijumpai.

48

Dari defisit neurologis, CP terbagi : 1. Tipe spastis atau piramidal Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah: Hipertoni (fenomena pisau lipat) Hiperfleksi yang disertai klonus Kecenderungan timbul kontraktur Refleks patologis 2. Tipe ekstrapiramidal Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis, distonia, ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retradasi mental. Disamping itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperfleksi ringan, jarang sampai timbul klonus. Pada tipe ini kontraktur jarang ditemukan apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetris dan disartri 3. Tipe campuran Gejala-gejala merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan hipertoni disertai gerakan khorea.

CP juga dapat diklasifikan berdasarkan estimasi derajat beratnya penyakit dan kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas normal (Tabel 1.)

Tabel 1. Klasifikasi CP berdasarkan Derajat Penyakit Klasifikasi Minimal Perkembangan motorik Normal, hanya terganggu secara kualitatif Gejala Kelainan tonus sementar Refleks primitif menetap terlalu lama Kelainan postur ringan Gangguan gerak motorik kasar dan halus, misalnya clumpsy Gangguan belajar spesifik Penyakit penyerta Gangguan komunikasi

49

Ringan

Berjalan umur 24 bulan

Perkembangan primitif abnormal

refleks

Respon terganggu

postular

Gangguan motorik seperti tremor

Sedang Berjalan umur 3 tahun kadang memerlukan

Gangguan koordinasi Berbagai neurologis Refleks primitif menetap Respon postural terlambat kelainan Retardasi mental Gangguan belajar dan komunikasi Kejang

bracing. Tidak perlu alat khusus

Berat

Tidak bisa berjalan atau berjalan bantu, operasi dengan kadang alat butuh

gejala neurologis dominan refleks primitif menetap respon muncul postural tidak

PENYAKIT LAIN YANG BERHUBUNGAN DENGAN CEREBRAL PALSY Banyak penderita CP juga menderita penyakit lain. Kelainan yang mempengaruhi otak dan menyebabkan gangguan fungsi motorik dapat menyebabkan kejang dan mempengaruhi perkembangan intelektual seseorang, atensi terhadap dunia luar, aktivitas dan perilaku, dan penglihatan dan pendengaran. Penyakit penyakit yang berhubungan dengan CP adalah : 1. Gangguan mental Sepertiga anak CP memiliki gangguan intelektual ringan, sepertiga dengan gangguan sedang hingga berat dan sepertiga lainnya normal. Gangguan mental sering dijumpai pada anak dengan klinis spastik quadriplegia. 2. Kejang atau epilepsi Setengah dari seluruh anak CP menderita kejang. Selam kejang, aktivitas elektri dengan pola normal dan teratur di otak mengalami gangguan karena letupan listrik yang tidak terkontrol. Pada pendertia CP dan
4

50

epilepsi, gangguan tersebut akan tersebar keseluruh otak dan menyebabkan gejala pada seluruh tubuh, seperti kejang tonik-klonik atau mungkin hanya pada satu bagian otal dan menyebabkan gejala kejang parsial. Kejang tonik-klonik secara umum menyebabkan penderita menjerit dan diikuti dengan hilangnya kesadaran, twitching kedua tungkai dan lengan, gerakan tubuh konvulsi dan hilangnya kontrol kandung kemih. 3. Gangguan pertumbuhan Sindroma gagal tumbuh sering terjadi pada CP derajat sedang hingga berat, terutama tipe quadriparesis. Gagal tumbuh secara umum adalah istilah untuk mendeskripsikan anak anak yang terhambat pertumbuhan dan perkembangannya walaupun dengan asupan makanan yang cukup. Tampak pendek dan tidak tampak tanda maturasi seksual. Sebagai tambahan, otot tungkai yang mengalami spastisitas mempunyai kecenderungan lebih kecil dibanding normal. Kondisi tersebut juga mengenai tangan dan kaki karena gangguan penggunaan otot tungkai (disuse atrophy). 4. Gangguan penglihatan dan pendengaran Mata tampak tidak segaris karena perbedaan pada otot mata kanan dan kiri sehingga menimbulkan penglihatan ganda. Jika tidak segera dikoreksi dapat menimbulkan gangguan berat pada mata. 5. Sensasi dan persepsi normal Sebagian pendertia CP mengalami gangguan kemampuan untuk merasakan sensasi misalnya sentuhan dan nyeri. Mereka juga mengalami stereognosia, atau kesulitan merasakan dan mengidentifikasi obyek melalui sensasi.

IV. PATOFISIOLOGI CP bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. CP merupakan grup penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai penyabab yang berbeda. Untuk menentukan penyebab CP, harus digali mengenai hal : bentuk CP, riwayat kesehatan ibu dan anak, dan onset penyakit. 2 Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak rendah. CP digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi CP dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (struktural otak : awal sebelum dilahirkan, perinatal, atau luka-luka / kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau infeksi). 1 Di USA, sekitar 10 20% CP disebabkan oleh karena penyakit setelah lahir. Dapat juga merupakan hasil dari kerusakan otak pada bulan bulan pertama atau tahun pertama kehidupan yang merupakan sisa infeksi otak, misalnya meningitis bakteri atau ensefalitis virus, atau merupakan hasil dari trauma kepala yang sering akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh atau penganiayaan anak.

51

Penyebab CP kongenital sering tidak diketahui. Diperkirakan terjadi kejadian spesifik pada masa kehamilan atau sekitar kelahiran dimana terjadi kerusakan pusat motorik pada otak yang sedang berkembang. Beberapa penyebab CP kongenital adalah : 1. Infeksi pada kehamilan Rubella dapat menginfeksi ibu hamil dan fetus dalam uterus, akan menyebabkan kerusakan sistem saraf yang sedang berkembang. Infeksi lain yang dapat menyebabkan cedera otak fetus meliputi cytomegalovirus dan toxoplasmosis. 2. Ikterus neonatorum

Pada keadaan Rh/ABO inkompatibilitas, terjadi kerusakan eritrosit dalam waktu singkat, sehingga bilirubin indirek akan menngkat dan menyebabkan ikterus. Ikterus berat dan tidak diterapi dapat merusak sel otak secara permanen. 6 3. Kekurangan oksigen berat pada otak atau trauma kepala selama proses persalinan.

Asfiksia sering dijumpai pada bayi bayi dengan kesulitan persalinan. Asfiksia menyebabkan rendahnya suplai oksigen pada otak bayi dalam periode lama, anak tersebut akan mengalami kerusakan otak yang dikenal dengan hipoksik iskemik ensefalopati. Angka mortalitas meningkat pada kondisi asfiksia berat, dimana daat bersama dengan gangguan mental dan kejang. 6 Kriteria yang digunakan untuk memastikan hipoksik intrapartum sebagai penyebab CP : 4

1.

Metabolik asidosis pada janin dengan pemeriksaan darah arteri tali pusat janin, atau neonatal dini pH=7

dan BE=12mmol/L

2. 3. 4. 5.

Neonatal encephalopathy dini berat sampai sedang pada bayi >34minggu gestasi Tipe CP spastik quadriplegia atau diskinetik Tanda hipoksik pada bayi segera setelah lahir atau selama persalinan Penurunan detak jantung janin cepat, segera dan cepat memburuk segera setelah tanda hipoksik terjadi

dimana sebelumnya diketahui dalam batas normal

6. 7. 8.

Apgar score 0-6 = 5 menit Multi sistim tubuh terganggu segera setelah hipoksik Imaging dini abnormalitas cerebral

52

4. Stroke Kelainan koagulasi pada ibu atau bayi dapat menyebabkan stroke pada fetus atau bayi baru lahir. Stroke ini menyebabkan kerusakan jaringan otak dan menyebabkan terjasinya masalah neurologis. Faktor faktor yang menyatakan penyebab selain hipoksik intrapartum sebagai penyebab CP : 4 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pada pemeriksaan analisis gas darah arteri umbilikal <1mmol/L atau pH>7 Bayi dengan kelainan kongenital mayor atau multipel atau kelainan metabolik Infeksi SSP atau siskemik Bayi dengan tanda hambatan pertumbuhan intra uterin Mikrocefali Adanya faktor resiko antenatal lain untuk CP, misalnya prematuritas, kehamilan ganda dan penyakit autoimun 7. Adanya faktor resiko postnatal untuk CP seperti postnatal ensefalitis, hipotensi memanjang atau hipoksik karena penyakit respirasi

V. FAKTOR RESIKO CEREBRAL PALSY Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar antara lain adalah: 2 a. Letak sungsang.

b. Proses persalinan sulit. Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permanen. c. Apgar score rendah. Apgar score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran. d. BBLR dan prematuritas.

Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir <2500gram dan bayi lahir dengan usia kehamilan <37 minggu. Resiko akan meningkat sesuai dengan rendahnya berat lahir dan usia kehamilan. e.Kehamilan ganda. f. Malformasi SSP.

53

Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan. g. Perdarahan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan. Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan jumlah protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi h. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.

i. Kejang pada bayi baru lahir

VI. DIAGNOSIS CEREBRAL PALSY a. Gejala Awal Tanda awal CP biasanya tampak pada usia <3 tahun, dan orang tua sering mencurigai ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Bayi dengan CP sering mengalami kelambatan perkembangan, misalnya tengkurap, duduk, merangkak, tersenyum atau berjalan. 1 1) Spastisitas Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. 2) Tonus otot yang berubah Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak flaksid (lemas) dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.

54

3) Koreo-atetosis Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus. 4) Ataksia Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum. 5) Gangguan pendengaran Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis. 6) Gangguan bicara Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur. 7) Gangguan mata Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. b. Pemeriksaan fisik Dalam menegakkan diagnosis CP perlu melakukan pemeriksaan kemampuan motorik bayi dan melihat kembali riwayat medis mulai dari riwayat kehamilan, persalinan dan kesehatan bayi. Perlu juga dilakukan pemeriksaan refleks dan mengukur perkembangan lingkar kepala anak.4 Perlu juga memeriksa penggunaan tangan, kecenderungan untuk menggunakan tangan kanan atau kiri. Jika dokter memegang obyek didepan dan pada sisi dari bayi, bayi akan mengambil benda tersebut dengan tangan yang cenderung dipakai, walaupun obyek didekatkan pada tangan yang sebelahnya. Sampai usia 12 bulan, bayi masih belum menunjukkan kecenderungan menggunakan tangan yang dipilih. Tetapi bayi dengan spastik hemiplegia, akan menunjukkan perkembangan pemilihan tangan lebih dini, sejak tangan pada sisi yang tidak terkena menjadi lebih kuat dan banyak digunakan. Langkah selanjutnya dalam diagnosis CP adalah menyingkirkan penyakit lain yang menyebabkan masalah pergerakan. Yang terpenting, harus ditentukan bahwa kondisi anak tidak bertambah memburuk. Walaupun gejala dapat berubah bersama waktu, CP sesuai dengan definisinya tidak dapat menjadi progresif. Jika anak secara progresif kehilangan kemampuan motorik, ada kemungkinan terdapat masalah yang berasal

55

dari penyakit lain, misalnya penyakit genetik, penyakit muskuler, kelainan metabolik, tumor SSP. Penelitian metabolik dan genetik tidak rutin dilakukan dalam evaluasi anak dengan CP. Riwayat medis anak, pemeriksaan diagnostik khusus, dan, pada sebagian kasus, pengulangan pemeriksaan akan sangat berguna untuk konfirmasi diagnostik dimana penyakit lain dapat disingkirkan. PEMERIKSAAN NEURORADIOLOGIK Pemeriksaan khusus neuroradiologik untuk mencari kemungkinan penyebab CP perlu dikerjakan, salah satu pemeriksaan adalah CT scan kepala, yang merupakan pemeriksaan imaging untuk mengetahui struktur jaringan otak. CT scan dapat menjabarkan area otak yang kurang berkembang, kista abnormal, atau kelainan lainnya. Dengan informasi dari CT Scan, dokter dapat menentukan prognosis penderita CP. MRI kepala, merupakan tehnik imaging yang canggih, menghasilkan gambar yang lebih baik dalam hal struktur atau area abnormal dengan lokasi dekat dengan tulang dibanding dengan CT scan kepala. Dikatakan bahwa neuroimaging direkomendasikan dalam evaluasi anak CP jika etiologi tidak dapat ditemukan. Pemeriksaan ketiga yang dapat menggambarkan masalah dalam jaringan otak adalah USG kepala. USG dapat digunakan pada bayi sebelum tulang kepala mengeras dan UUB tertutup. Walaupun hasilnya kurang akurat dibanding CT dan MRI, tehnik tersebut dapat mendeteksi kista dan struktur otak, lebih murah dan tidak membutuhkan periode lama pemeriksaannya. PEMERIKSAAN LAIN 7 Pada akhirnya, klinisi mungkin akan mempertimbangkan kondisi lain yang berhubungan dengan CP, termasuk kejang, gangguan mental, dan visus atau masalah pendengaran untuk menentukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan. Jika dokter menduga adanya penyakit kejang, EEG harus dilakukan (Level A, Class I-II evidence. EEG akan membantu dokter untuk melihat aktivitas elektrik otak dimana akan menunjukkan penyakit kejang. Pemeriksaan intelegensi harus dikerjakan untuk menentukan derajat gangguan mental. Kadangkala intelegensi anak sulit ditentukan dengan sebenarnya karena keterbatasan pergerakan, sensasi atau bicara, sehingga anak CP mengalami kesulitan melakukan tes dengan baik. Jika diduga ada masalah visus, dokter harus merujuk ke optalmologis untuk dilakukan pemeriksaan; jika terdapat gangguan pendengaran, dapat dirujuk ke dokter THT. Identifikasi kelainan penyerta sangat penting sehingga diagnosis dini akan lebih mudah ditegakkan. Banyak kondisi diatas dapat diperbaiki dengan terapi spesifik, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup penderita CP.

VII. TATALAKSANA CEREBRAL PALSY VII.1. MASALAH UTAMA PENDERITA CEREBRAL PALSY Masalah utama yang dijumpai dan dihadapi pada anak yang menderita CP antara lain 2 :

56

1. Kelemahan dalam mengendalikan otot tenggorokan, mulut dan lidah akan menyebabkan anak tampak selalu berliur. Air liur dapat menyebabkan iritasi berat kulit dan menyebabkan seseorang sulit diterima dalam kehidupan sosial dan pada akhirnya menyebabkan anak akan terisolir dalam kehidupan kelompoknya. Walaupun sejumlah terapi untuk mengatasi drooling telah dicoba selama bertahun-tahun, dikatakan tidak ada satupun yang selalu berhasil. Obat yang dikenal dengan antikholinergik dapat menurunkan aliran saliva tetapi dapat menimbulkan efek samping yang bermakna, misalnya mulut kering dan digesti yang buruk. Pembedahan, walaupun kadang-kadang efektif, akan membawa komplikasi, termasuk memburuknya masalah menelan. Beberapa penderita berhasil dengan teknik biofeedback yang dapat memberitahu penderita saat drooling atau mengalami kesulitan untuk mengendalikan otot yang akan membuat mulut tertutup. Terapi tersebut tampaknya akan berhasil jika penderita mempunyai usia mental 2-3 tahun, dimana dapat dimotivasi untuk mengendalikan drooling, dan dapat mengerti bahwa drooling akan menyebabkan seseorang secara sosial sulit diterima.

2.

Kesulitan makan dan menelan, yang dipicu oleh masalah motorik pada mulut, dapat menyebab

gangguan nutrisi yang berat. Nutrisi yang buruk, pada akhirnya dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi dan menyebabkan gagal tumbuh. Untuk membuat menelan lebih mudah, disarankan untuk membuat makanan semisolid, misalnya sayur dan buah yang dihancurkan. Posisi ideal, misalnya duduk saat makan atau minum dan menegakkan leher akan menurunkan resiko tersedak. Pada kasus gangguan menelan berat dan malnutrisi, klinisi dapat merekomendasikan penggunaan selang makanan, yang digunakan untuk memasukkan makanan dan nutrien ke saluran makanan, atau gastrostomy, dimana dokter bedah akan meletakkan selang langsung pada lambung.

3.

Inkontinentia Urin. Inkontinentia urin adalah komplikasi yang sering terjadi. Inkontinentia urin ini disebabkan karena

penderita CP kesulitan mengendalikan otot yang selalu menjaga supaya kandung kemih selalu tertutup. Inkontinentia urin dapat berupa enuresis, dimana seseorang tidak dapat mengendalikan urinasi selama aktivitas fisik (stress inkonentia), atau merembesnya urine dari kandung kemih. Terapi medikasi yang dapat diberikan untuk inkonensia meliputi olah raga khusus, biofeedback, obat- obatan, pembedahan atau alat yang dilekatkan dengan pembedahan untuk mengganti atau membantu otot. CP tidak dapat disembuhkan, terapi yang dilakukan ditujukan untuk memperbaiki kapabilitas anak. Dalam perkembangannya, hingga saat ini tujuan terapi pada CP adalah mengusahakan penderita dapat hidup mendekati kehidupan normal dengan mengelola problem neurologis yang ada seoptimal mungkin. Disini tidak ada terapi standar yang berlaku untuk semua penderita CP. Klinisi diharapkan dapat bekerja sama dalam tim, untuk mengidentifikasi kebutuhan khusus masing-masing anak dan kelainan-kelainan yang ada dan kemudian menentukan terapi individual yang cocok untuk setiap penderita (Goldberg, 1991; Champbell, 1996). Beberapa pendekatan tatalaksana yang direncanakan meliputi obat-obatan untuk mengontrol kejang dan spasme otot, penyangga khusus untuk kompensasi keseimbangan otot, pembedahan, peralatan mekanis untuk membantu

57

kelainan yang timbul, konseling emosional dan kebutuhan psikologis, dan fisik, okupasi, bicara dan terapi perilaku. TIM TERAPI CEREBRAL PALSY Tim Penanganan CP adalah multidisipliner dan anggota tim terapi CP berdasarkan profesionalisme dengan berbagai spesialisasi, antara lain: 2

1.

Dokter.

Misalnya spesialis anak, spesialis saraf anak atau psikiatri anak, dilatih untuk membantu memonitoring dan memperbaiki kecacatan perkembangan anak. Klinisi tersebut, sering menjadi pemimpin tim, bekerja untuk membuat kesimpulan/rangkuman semua nasihat profesional dari seluruh anggota tim hingga dicapai kesepakatan rencana terapi, implementasi terapi, dan mengikuti perkembangan penderita selama beberapa tahun

2.

Orthopedist

Dokter spesialisasi dalam bidang tulang, otot, tendon, dan bagian lain dari sistim skeletal tubuh. Orthopedis dilibatkan untuk menentukan prediksi, diagnosis atau terapi masalah otot yang berkaitan dengan CP

3.

Terapis fisik

Membuat dan mengimplementasikan program latihan khusus untuk memperbaiki gerakan dan kekuatan

4.

Terapis okupasi

Merupakan orang yang dapat membantu kemampuan pemahanan penderita untuk kehidupan sehari-hari, sekolah dan bekerja

5.

Pelatih bicara dan bahasa

Spesialisasi dalam diagnosis dan terapi masalah komunikasi

6.

Pekerja sosial

Bertugas untuk membantu penderita dan keluarga yang hidup dalam komunitas dan program edukasi

7.

Psikolog

Psikolog dibutuhkan agar dapat membantu penderita dan keluarga menghadapi tekanan khusus dan kebutuhan dari penderita CP. Pada banyak kasus, psikolog dapat mengatur terapi dengan memodifikasi perilaku yang tidak membantu atau destruktif

58

8.

Guru

Seseorang yang dapat berperan penting jika terdapat gangguan mental atau gangguan proses belajar Penderita, keluarga dan pengasuh merupakan kunci dari keberhasilan terapi, mereka seharusnya terlibat jauh pada semua tingkat rencana, pembuatan keputusan, dan mengaplikasikan terapi. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga dan determinasi personal adalah dua dari prediktor-prediktor yang sangat penting untuk mencapai kemajuan jangka panjang

VII.2. TERAPI SPESIFIK CEREBRAL PALSY VII.2.1. Terapi Fisik, Perilaku dan Lainnya
3

Terapi, apakah untuk pergerakan, bicara atau kemampuan mengerjakan tugas sederhana, merupakan tujuan dari terapi CP. Terapi CP ditujukan pada perubahan kebutuhan penderita sesuai dengan perkembangan usia. Terapi fisik selalu dimulai pada usia tahun pertama kehidupan, segera setelah diagnostik ditegakkan. Program terapi fisik menggunakan gerakan spesifik mempunyai 2 tujuan utama yaitu mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi otot yang apabila berlanjut akan menyebabkan pengerutan otot (disuse atrophy) dan yang kedua adalah menghindari kontraktur, dimana otot akan menjadi kaku yang pada akhirnya akan menimbulkan posisi tubuh abnormal. Kontraktur adalah satu komplikasi yang sering terjadi. Pada keadaan normal, dengan panjang tulang yang masih tumbuh akan menarik otot tubuh dan tendon pada saat berjalan dan berlari dan aktivitas sehari-hari. Hal ini memastikan bahwa otot akan berkembang dalam kecepatan yang sama. Tetapi pada anak dengan CP, spastisitas akan mencegah peregangan otot dan hal tersebut akam menyebabkan otot tidak dapat berkembang cukup pesat untuk mengimbangi kecepatan tumbuh tulang. Kontraktur dapat mengganggu keseimbangan dan memicu hilangnya kemampuan yang sebelumnya. Dengan melakukan terapi fisik saja atau dengan kombinasi penopang khusus (alat orthotik), kita dapat mencegah komplikasi dengan cara melakukan peregangan pada otot yang spastik. Sebagai contoh, jika anak mengalami spastik pada otot hamstring, terapis dan keluarga seharusnya mendorong anak untuk duduk dengan kaki diluruskan untuk meregangkan ototnya. Tujuan ketiga dari program terapi fisik adalah meningkatkan perkembangan motorik anak. Cara kerja untuk mendukung tujuan tersebut dengan tehnik Bobath. Dasar dari program tersebut adalah refleks primitif akan tertahan pada anak CP yang menyebabkan hambatan anak untuk belajar mengontrol gerakan volunter. Terapis akan berusaha untuk menetralkan refleks tersebut dengan memposisikan anak pada posisi yang berlawanan. Jadi, sebagai contoh, jika anak dengan CP normalnya selalu melakukan fleksi pada lengannya, terapis seharusnya melakukan gerakan ekstensi berulang kali pada lengan tersebut.

59

Pendekatan kedua untuk terapi fisik adalah membuat pola, berdasarkan prinsip bahwa kemampuan motorik seharusnya diajarkan dalam ururtan yang sama supaya berkembang secara normal. Pada pendekatan kontrovesial tersebut, terapis akan membimbing anak sesuai dengan gerakan sepanjang alur perkembangan motorik normal. Sebagai contoh, anak belajar gerakan dasar seperti menarik badannya pada posisi duduk dan merangkak sebelum anak mampu berjalan, yang berhubungan dengan tanpa melihat usianya. Terapi perilaku merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan kemampuan anak. Terapi ini, menggunakan teori dan tehnik psikologi, yang dapat melengkapi terapi fisik, bicara dan okupasi. Sebagai contoh, terapi perilaku meliputi menyembunyikan boneka dalam kotak dengan harapan anak dapat belajar bagaimana meraih kotak dengan menggunakan tangan yang lebih lemah. Seperti anak belajar untuk berkata dengan huruf depan b dapat menggunakan balon untuk menciptakan kata tersebut. Pada kasus yang lain, terapis dapat mencoba menghindari perilaku yang tidak menguntungkan atau perilaku merusak, misalnya menarik rambut atau menggigit, dengan menunjukkan hadiah pada anak yang menunjukkan aktivitas yang baik. Pada saat anak CP tumbuh lanjut, kebutuhan mereka untuk dan tipe terapi dan pelayanan bantuan lain akan berlanjut dan berubah. Terapi fisik berkelanjutan berdasarkan masalah pergerakan dan disuplementasi dengan latihan vokal, rekreasi dan program yang menyenangkan, dan edukasi khusus jika diperlukan. Konseling untuk perubahan emosi dan psikologis dapat dibutuhkan pada setiap usia, tetapi paling sering pada masa remaja. Tergantung pada kemampuan fisik dan intelektual, orang dewasa mungkin membutuhkan pengasuh yang peduli, akomodasi hidup, transportasi atau pekerjaan. Dengan tanpa memandang usia dan bentuk terapi yang digunakan, terapi tidak berhenti saat penderit keluar dari ruangan terapi. Pada kenyataannya, sebagian besar pekerjaan sering dilakukan di rumah. Terapis berfungsi sebagai pelatih, menyiapkan orang tua dan penderita dengan strategi dan melatihnya dimana dapat membantu meningkatkan penampilan di rumah, sekolah dan dimasyarakat. Alat Mekanik Mulai dengan bentuk yang sederhana misalnya sepatu velcro atau bentuk yang canggih seperti alat komunikasi komputer, mesin khusus dan alat yang diletakkan dirumah, sekolah dan tempat kerja dapat membantu anak atau dewasa dengan CP untuk menutupi keterbatasannya. Komputer merupakan contoh yang canggih sebagai alat baru yang dapat membuat perubahan yang bermakna dalam kehidupan penderita CP. Sebagai contoh, anak yang tidak dapat berbicara atau menulis tetapi dapat membuat gerakan dengan kepala mungkin dapat belajar untuk mengendalikan komputer dengan menggunakan pointer lampu khusus yang diletakkan di ikat kepala. Dengan dilengkapi dengan komputer dan sintesiser suara, anak akan berkomunikasi dengan orang lain. Pada kasus lain, tehnologi telah mendukung penemuan versi baru dari alat lama, misalnya kursi roda tradisional dan bentuk yang lebih baru yang dapat berjalan dengan menggunakan listrik.

60

VII.2.2. Terapi Medikamentosa 6 Untuk penderita CP yang disertai kejang, dokter dapat memberi obat anti kejang yang terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kejang ulangan. obat yang diberikan secara individual dipilih berdasarkan tipe kejang, karena tidak ada satu obat yang dapat mengontrol semua tipe kejang. Bagaimanapun juga, orang yang berbeda walaupun dengan tipe kejang yang sama dapat membaik dengan obat yang berbeda, dan banyak orang mungkin membutuhkan terapi kombinasi dari dua atau lebih macam obat untuk mencapai efektivitas pengontrolan kejang Tiga macam obat yang sering digunakan untuk mengatasi spastisitas pada penderita CP adalah:

1.

Diazepam

Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh. Pada anak usia <6 bulan tidak direkomendasikan, sedangkan pada anak usia >6 bulan diberikan dengan dosis 0,12 - 0,8 mg/KgBB/hari per oral dibagi dalam 6 - 8 jam, dan tidak melebihi 10 mg/dosis

2.

Baclofen

Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal dari medula spinalis yang akan menyebabkan kontraksi otot. Dosis obat yang dianjurkan pada penderita CP adalah sebagai berikut:

2 - 7 tahun:

Dosis 10 - 40 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 - 4 dosis. Dosis dimulai 2,5 - 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 - 15 mg/hari, maksimal 40 mg/hari

8 - 11 tahun:

Dosis 10 - 60 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 -4 dosis. Dosis dimulai 2,5 - 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 - 15 mg/hari, maksimal 60 mg/hari

> 12 tahun:

Dosis 20 - 80 mg/hari per oral, dibagi dalam 3-4 dosis. Dosis dimulai 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 15 mg/hari, maksimal 80 mg/hari

3.

Dantrolene

Obat ini bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot sehingga kontraksi otot tidak bekerja. Dosis yang dianjurkan dimulai dari 25 mg/hari, maksimal 40 mg/hari

61

Obat-obatan tersebut diatas akan menurunkan spastisitas untuk periode singkat, tetapi untuk penggunaan jangka waktu panjang belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Obat - obatan tersebut dapat menimbulkan efek samping, misalnya mengantuk, dan efek jangka panjang pada sistem saraf yang sedang berkembang belum jelas. Satu solusi untuk menghindari efek samping adalah dengan mengeksplorasi cara baru untuk memberi obat - obat tersebut Penderita dengan CP atetoid kadang-kadang dapat diberikan obat-obatan yang dapat membantu menurunkan gerakan-gerakan abnormal. Obat yang sering digunakan termasuk golongan antikolinergik, bekerja dengan menurunkan aktivitas acetilkoline yang merupakan bahan kimia messenger yang akan menunjang hubungan antar sel otak dan mencetuskan terjadinya kontraksi otot. Obat-obatan antikolinergik meliputi trihexyphenidyl, benztropine dan procyclidine hydrochloride. Adakalanya, klinisi menggunakan membasuh dengan alkohol atau injeksi alkohol kedalam otot untuk menurunkan spastisitas untuk periode singkat. Tehnik tersebut sering digunakan klinisi saat hendak melakukan koreksi perkembangan kontraktur. Alkohol yang diinjeksikan kedalam otot akan melemahkan otot selama beberapa minggu dan akan memberikan waktu untuk melakukan bracing, terapi. Pada banyak kasus, teknik tersebut dapat menunda kebutuhan untuk melakukan pembedahan. Botulinum Toxin (BOTOX) Merupakan medikasi yang bekerja dengan menghambat pelepasan acetilcholine dari presinaptik pada pertemuan otot dan saraf. Injeksi pada otot yang kaku akan menyebabkan kelemahan otot. Kombinasi terapi antara melemahkan otot dan menguatkan otot yang berlawanan kerjanya akan meminimalisasi atau mencegah kontraktur yang akan berkembang sesuai dengan pertumbuhan tulang. Intervensi ini digunakan jika otot yang menyebabkan deformitas tidak banyak jumlahnya, misalnya spastisitas pada tumit yang menyebabkan gait jalan berjinjit (Toe-heel gait) atau spastisitas pada otot flexor lutut yang menyebabkan crouch gait. Perbaikan tonus otot sering akibat mulai berkembangnya saraf terminal, yang merupakan proses dengan puncak terjadi pada 60 hari. Intervensi botulinum dapat digunakan pada deformitas ekstremitas atas yang secara sekunder akibat tonus otot abnormal dan tumbuhnya tulang. Kelainan yang sering dijumpai adalah aduksi bahu dan rotasi internal, fleksi lengan, pronasi telapak tangan dan fleksi pergelangan tangan dan jari-jari. Botulinum toksin sangat efektif untuk memperbaiki kekakuan siku dan ekstensi ibu jari. Seperti sudah diduga sebelumnya, fungsi motorik halus tidak banyak mengalami perbaikan. Keuntungan dari segi kosmetik untuk memperbaiki fleksi siku sangat dramatik. Komplikasi injeksi botulinum toksin dikatakan minimal. Nyeri akibat injeksi minimal, biasanya akan hilang tidak lebih dari 5 menit setelah injeksi. Efikasi tercapai dalam 48-72 jam dan akan menghilang dalam 2-4 bulan setelah injeksi. Lama waktu penggunaan botulinum toksi dilanjutkan tergantung dari derajat abnormalitas tonus otot, respon penderita dan kemampuan untuk memelihara fungsi yang diinginkan.

62

VII.2.3. Terapi Bedah

Pembedahan sering direkomendasikan jika terjadi kontraktur berat dan menyebabkan masalah pergerakan berat. Dokter bedah akan mengukur panjang otot dan tendon, menentukan dengan tepat otot mana yang bermasalah. Menentukan otot yang bermasalah merupakan hal yang sulit, berjalan dengan cara berjalan yang benar, membutuhkan lebih dari 30 otot utama yang bekerja secara tepat pada waktu yang tepat dan dengan kekuatan yang tepat. Masalah pada satu otot dapat menyebabkan cara berjalan abnormal. Lebih jauh lagi, penyesuaian tubuh terhadap otot yang bermasalah dapat tidak tepat. Alat baru yang dapat memungkinkan dokter untuk melakukan analisis gait. Analisis gait menggunakan kamera yang merekam saat penderita berjalan, komputer akan menganalisis tiap bagian gait penderita. Dengan menggunakan data tersebut, dokter akan lebih baik dalam melakukan upaya intervensi dan mengkoreksi masalah yang sesungguhnya. Mereka juga menggunakan analisis gait untuk memeriksa hasil operasi. Oleh karena pemanjangan otot akan menyebabkan otot tersebut lebih lemah, pembedahan untuk koreksi kontraktur selalu diamati selama beberapa bulan setelah operasi. Karena hal tersebut, dokter berusaha untuk menentukan semua otot yang terkena pada satu waktu jika memungkinkan atau jika lebih dari satu produser pembedahan tidak dapat dihindarkan, mereka dapat mencopba untuk menjadwalkan operasi yang terkait secara bersama-sama. Teknik kedua pembedahan, yang dikenal dengan selektif dorsal root rhizotomy, ditujukan untuk menurunkan spastisitas pada otot tungkai dengan menurunkan jumlah stimulasi yang mencapai otot tungkai melalui saraf. Dalam prosedur tersebut, dokter berupaya melokalisir dan memilih untuk memotong saraf yang terlalu dominan yang mengontrol otot tungkai. walaupun disini terdapat kontroversi dalam pelaksanaannya. Teknik pembedahan eksperimental meliputi stimulasi kronik cerebellar dan stereotaxic thalamotomy. Pada stimulasi kronik cerebelar, elektroda ditanam pada permukaan cerebelum yang merupakan bagian otak yang bertanggung jawab dalam koordinasi gerakan, dan digunakan untuk menstimulasi saraf-saraf cerebellar, dengan harapan bahwa teknik tersebut dapat menurunkan spastisitas dan memperbaiki fungsi motorik, hasil dari prosedur invasif tersebut masih belum jelas. Beberapa penelitan melaporkan perbaikan spastisitas dan fungsi, sedang lainnya melaporkan hasil sebaliknya (Pape et al, 1993). Stereotaxic thalamotomy meliputi memotong bagian thalamus, yang merupakan bagian yang melayani penyaluran pesan dari otot dan organ sensoris. Hal ini efektif hanya untuk menurunkan tremor hemiparesis. VIII. PROGNOSIS CEREBRAL PALSY Beberapa faktor sangat menentukan prognosis CP, tipe klinis CP, derajat kelambatan yang tampak pada saat diagnosis ditegakkan, adanya refleks patologis, dan yang sangat penting adalah derajat defisit intelegensi, sensoris, dan emosional. Tingkat kognisi sulit ditentukan pada anak kecil dengan gangguan motorik, tetapi masih mungkin diukur (McCarthy et al, 1986). Tingkat kognisi sangat berhubungan dengan tingkat fungsi mental yang akan sangat menentukan kualitas hidup seseorang.

26

Anak-anak dengan hemiplegia tetapi tidak menderita masalah utama lainnya selalu dapat berjalan pada usia 2 tahun; kegunaan short brace hanya dibutuhkan sementara saja. Adanya tangan yang kecil pada sisi yang hemiplegi, dengan kuku ibu jari yang lebih runcing dibanding dengan kuku lainnya, dapat diasosiasikan dengan disfungsi sensoris parietalis dan defek sensori tersebut akan membatasi kemampuan fungsi motorik halus pada tangan tersebut. 25% anak dengan hemiplegia akan mengalami hemianopsia, karena hal ini anak sebaiknya diberi tempat duduk dikelas untuk memaksimalkan fungsi visus. Kejang dapat merupakan masalah yang terjadi pada anak yang hemiplegik. 10 Lebih dari 50% anak-anak dengan spastik diplegia dapat belajar berjalan tesering pada usia 3 tahun, tetapi tetap menunjukkan gait abnormal, dan beberapa kasus membutuhkan alat bantu, misalnya kruk. Aktivitas tangan secara umum akan terkena dengan derajat yang berbeda, walaupun kerusakan yang terjadi minimal. Abnormal gerakan ekstraokuler relatif sering dijumpai. Anak dengan spastik quadriplegia, 25% membutuhkan perawatan total; paling banyak hanya 3% yang dapat berjalan, biasanya setelah usia 3 tahun. Fungsi intelektual sering seiring dengan derajat CP dan terkenanya otot bulbar akan menambah kesulitan yang sudah ada. Hipotonia trunkus, dengan refleks patologis atau kekakuan yang persisten merupakan gambaran yang menunjukkan buruknya keadaan. Mayoritas anak-anak tersebut memiliki limitasi intelektual. Sebagian besar anak yang tidak memiliki masalah lain yang serius yang berhubungan dengan spastisitas tipe athetoid kadang-kadang dapat berjalan. Keseimbangan dan penggunaan kemampuan tangan tampaknya masih sulit. Sebagian besar anak-anak yang baru duduk pada usia 2 tahun dapat belajar berjalan. Sebaliknya, anak-anak yang masih menunjukkan moro refleks, tonik neck refleks asimetrik, kecenderungan ekstensi, dan tidak menunjukkan refleks parasut tidak mungkin dapat belajar berjalan; sebagian dari mereka yang tidak dapat duduk pada usia 4 tahun dapat belajar berjalan. IX. PENCEGAHAN CEREBRAL PALSY Beberapa penyebab CP dapat dicegah atau diterapi, sehingga kejadian CP pun bisa dicegah. Adapun penyebab CP yang dapat dicegah atau diterapi antara lain: 3

1.

Pencegahan terhadap cedera kepala dengan cara menggunakan alat pengaman pada saat duduk di kendaraan

dan helm pelindung kepala saat bersepeda, dan eliminasi kekerasan fisik pada anak. Sebagai tambahan, pengamatan optimal selama mandi dan bermain.

2.

Penanganan ikterus neonatorum yang cepat dan tepat pada bayi baru lahir dengan fototerapi, atau jika tidak

mencukupi dapat dilakukan transfusi tukar. Inkompatibilitas faktor rhesus mudah diidentifikasi dengan pemeriksaan darah rutin ibu dan bapak. Inkompatibilitas tersebut tidak selalu menimbulkan masalah pada kehamilan pertama, karena secara umum tubuh ibu hamil tersebut belum memproduksi antibodi yang tidak diinginkan hingga saat persalinan. Pada sebagian besar kasus-kasus, serum khusus yang diberikan setelah kelahiran dapat mencegah produksi antibodi tersebut. Pada kasus yang jarang, misalnya jika pada ibu hamil antibodi tersebut berkembang selama kehamilan pertama atau produksi antibodi tidak dicegah, maka perlu pengamatan secara cermat perkembangan bayi dan jika perlu dilakukan transfusi ke bayi selama dalam kandungan atau melakukan transfusi tukar setelah lahir.

27

Hubungan Diabetes Mellitus dengan Stroke 1.Peningkatan aktivitas Renin Angiotensin System (RAS) pada DiabetesPeningkatan aktivitas RAS ini pada pasien Diabetes Melitus diakibatkan karena Diabetesdapat meningkatkan ekspresi dari reseptor angiotensin I. Peningkatan ekspresi reseptorangiotensin I tersebut tentunya berpengaruh pada peningkatan aksi Angiotensin II yang padaakhirnya aksi RAS akan meningkat. Jika RAS dibiarkan terus meningkat maka vasokontriksi punterjadi dan resorpsi Natrium pada renal tubular meningkat, kedua hal tersebut bisa menyebabkanterjadinya hipertensi yang pada akhirnya resiko terjadinya Stroke akan bertambah. 2. Diabetes menyebabkan terjadinya aterosklerosis Diabetes Mellitus dapat menimbulkan trial lipid yaitu hipertrigliseridemia,hiperkolesterolemia terutama kolesterol LDL yang kecil/padat, dan rendahnya kadar kolesterolHDL. Peran trial lipid pada aterogenesis sudah tidak diperdebatkan lagi karena memang sudahterbukti dari berbagai penelitian epidemiologis.Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuranbesar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darahdan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran aliran darah ke otak, yangpada akhirnya akan menyebabkan infark sel sel otak. HUBUNGAN MEROKOK DENGAN STROKE Asap rokok menyebabkan disfungsi dari endotel pada pembuluh darah, yang berhubungan dengan perubahan pada proses hemostasis dan marker pada proses inflamasi. Rokok juga meningkatkan konsentrasi fibrinogen, menurunkan aktivitas fibrinolitik, meningkatkan agregasi platelet, dan menyebabkan polisitemia (Bhat M Viveca, 2008). Terdapat berbagai mekanisme tentang hubungan antara merokok dengan risiko stroke iskemik. Pertama merokok dihubungkan dengan kenaikan konsentrasi fibrinogen, kenaikan agregasi platelet, kenaikan hematokrit, menurunkan proses fibrinolitik, dan menurunkan aliran darah di otak yang disebabkan karena vasokonstriksi, yang mana mempercepat pembentukan thrombus. Kedua merokok menurunkan HDL kolesterol dan melukai endotel sel, yang menimbulkan atheroma. Berbagai efek tersebut meningkatkan risiko terjadinya iskemik stroke. Sedangkan mekanisme antara merokok dengan risiko perdarahan subaraknoid tidak pasti. Walapun terdapat beberapa penemuan bahwa merokok meningkatkan pelepasan proteinase dari makrofag pulmonari, yang mnyebabkan mudah pecahnya aneurisma otak, dan meningkatkan stres hemodinamik pada sirkulus willisi melalui peningkatan aterosklerosis di basal otak dan arteri karotis (Mannami Toshifumi, 2004). Nikotin juga meningkatkan tekanan darah dalam waktu cepat, nadi, dan aliran darah dari jantung, dan juga menyebabkan penyempitan pembuluh darah.

28

Anda mungkin juga menyukai