Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lateks Lateks adalah merupakan sistem koloid dimana terdapat partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid yang terdispersi di dalam serum. Lateks terdiri dari 25 24 % hidrokarbon karet selebihnya merupakan bahan-bahan bukan karet. Komposisi karet bervariasi tergantung dari jenis klon, umur tanaman, musim, sistem deres, dan kondisi tanah (Nelteresia, 1999). Karet alam adalah polimer isoprene (C5H8) yang mempunyai bobot molekul yang besar. Susunannya adalah -CH-C(CH3)=CH-CH2-. Karet Hevea yang diperoleh dari pohon Hevea Brasilientis adalah bentuk alamiah dari 1,4-polyisoprena. Karet jenis ini memiliki ikatan ganda lebih dari 98% dalam konfigurasi cisnya yang penting bagi kelenturan atau elastisitas polyisoprena. Lebih dari 90% cis-1,4 polyisoprena digunakan dalam industri karet Hevea (Tarachiwin dkk., 2005). Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas yang baik. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan, baik dengan penambahan atau tanpa bahan penggumpal (zat anti koagulan). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya adalah : 1. Faktor di kebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon, dan lain-lain) 2. Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prokoagulasi, dan musim kemarau menyebabkan lateks tidak stabil) 3. Alat-alat yang digunakan dalam penggumpalan dan pengangkutan (yang baik terbuat dari aluminium dan baja tahan karat) 4. Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak, dan jangka waktu) 5. Kualitas air dalam pengolahan 6. Bahan-bahan kimia yang digunakan 7. Komposisi lateks (Setyamidajaja, 1993).

Universitas Sumatera Utara

2.1.1. Jenis-jenis Karet Alam Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis karet alam yang dikenal luas adalah : Bahan Olah Karet Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet. Yang termasuk bahan olah karet adalah : lateks kebun, sheet angin, slab tipis dan lump segar yang dibagi berdasarkan pengolahannya. Karet Konvensional Ada beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. Jenis ini pada dasarnya hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Jenis karet konvensional yang banyak diproduksi adalah Ribbed Smoked Sheet atau disingkat RSS. Karet ini berupa lembaran sheet yang mendapatkan proses pengasapan dengan baik. RSS ini memiliki beberapa macam antara lain XRSS, RSS 1 hingga RSS 5. Lateks Pekat Lateks pekat berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang ada di pasaran dibuat dengan pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses sentrifugasi. Lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. Karet Bongkah atau Block Rubber Karet bongkah merupakan karet remah yang telah dikeringkan dan digiling menjadi bandela-bandela dengan ukuran tertentu. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri. Masing-masing negara memiliki standar mutu karet bongkah. Standar mutu karet bongkah untuk Indonesia tercantum dalam SIR (Standard Indonesian Rubber) yang dikeluarkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 184/Kp/VI/88 Tanggal 25 Juni 1988.

Universitas Sumatera Utara

Karet Spesifikasi Teknis (Crumb Rubber) Crumb rubber merupakan karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu berdasarkan pada sifat-sifat teknis dimana warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat tidak berlaku. Crumb Rubber dibuat agar dapat bersaing dengan karet sintetis yang biasanya menyertakan sifat teknis serta keistimewaan untuk jaminan mutu tiap bandelanya. Crumb Rubber dipak dalam bongkah-bongkah kecil, berat dan ukuran seragam, ada sertifikast uji laboratorium, dan ditutup dengan lembaran plastik polythene.

Karet siap atau Tyre Rubber Tyre rubber merupakan barang setengah jadi dari karet alam sehingga dapat langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya. Tyre rubber memiliki beberapa kelebihan dibandingkan karet konvensional. Ban atau produk produk karet lain jika menggunakan tyre rubber sebagai bahan bakunya memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan jika menggunakan bahan baku karet konvensional. Selain itu jenis karet ini memiliki daya campur yang baik sehingga mudah digabung dengan karet sintetis.

Karet Reklim (Reclimed Rubber) Karet reklim merupakan karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas, terutama ban-ban mobil bekas. Karet reklim biasanya digunakan sebagai bahan campuran, karena mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat yang dimilikinya juga baik. Pemakaian karet reklim memungkinkan pengunyahan (mastication) dan pencampuran yang lebih cepat. Produk yang dihasilkan juga lebih kukuh dan lebih tahan lama dipakai. Kelemahan dari karet reklim adalah kurang kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet daur ulang. Oleh karena itu kerat reklim kurang baik digunakan untuk membuat ban (Tim Penulis, 1999)

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi lateks dalam penyadapan antara lain : 1. Arah dan sudut kemiringan 2. Panjang irisan sadap

Universitas Sumatera Utara

3. Letak bidang sadap 4. Kedalaman irisan sadap 5. Ketebalan irisan sadap 6. Frekuensi penyadapan dan waktu penyadapan. Waktu penyadapan yang baik adalah dilakukan sepagi mungkin sekitar pukul 05.00-07.30. Komposisi lateks segar secara umum dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel.2.1.Komposisi lateks Segar Komponen Karet Resin atau Lipid Protein Abu Air
(Sumber : eko Nopianto, 2009)

Persentase (%) 20 - 60 2 1-2 0,3 - 0,7 33 - 75

Adapun menurut Tangpakdee (1998) lateks jika disentrifugasi pada 54.000 g (gravitasi) selama 1 jam akan terpisahkan menjadi beberapa komponennya yaitu : 1. Fraksi karet, Fraksi karet sebanyak 37% mengandung protein, fosfolipid, sterol ester, lemak dan resin. 2. Frey wyssling, sedangkan frey wyssling mengandung karotenoid, plastokromanol, dan lipid. Fraksi frey wyssling ini berwarna kuning dan mengandung partikel-partikel berbentuk spiral dengan diameter 3-6m. 3. Serum C (sitosol), Serum C adalah cairan bening yang merupakan sitosol dari sel pembuluh lateks, mengandung berbagai persenyawaan antara lain sukrosa, protein dan asam-asam organik. 4. Fraksi bawah yang terdiri atas partikel lutoid. Fraksi bawah terdiri atas protein, fosfolipid, sterol, trigonolein, labikuinon dan argothionin. Fraksi ini banyak mengandung lutoid yang mengandung protein karet, lipid, ion Ca dan ion Mg (Eko Nopianto, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Sifat-sifat Karet Warnanya agak kecoklat-coklatan, tembus cahaya atau setengah tembus cahaya, dengan berat jenis 0,91-0,93. Sifat mekaniknya tergantung pada derajat vulkanisasi, sehingga dapat dihasilkan banyak jenis sampai jenis yang kaku seperti ebonite. Temperatur penggunaan yang paling tinggi sekitar 990C, melunak pada 1300C dan terurai sekitar 2000C. Sifat isolasi listriknya berbeda karena pencampuran dengan aditif. Namun demikian, karakteristik listrik pada frekuensi tinggi, jelek. Sifat kimianya jelek terhadap ketahanan minyak dan ketahan pelarut. Zat tersebut dapat larut dalam hidrokarbon, ester asam asetat, dan sebagainya. Karet yang kenyal agar mudah didegradasi oleh sinar UV dan ozon (Ompusunngu, 1987). Sejauh ini metode yang vulkanisir paling umum tergantung pada sulfur. Belerang, dengan sendirinya, adalah agen vulkanisir lambat dan tidak vulkanisir poliolefin sintetik. Bahkan dengan karet alam, belerang dalam jumlah besar, serta suhu tinggi dan periode pemanasan yang lama diperlukan dan untuk memperoleh efisiensi silang yang tidak memuaskan dengan kekuatan yang tidak memuaskan dan sifat penuaan. Hanya dengan akselerator vulkanisasi dapat kualitas yang sesuai dengan tingkat teknologi saat ini dapat dicapai. Banyaknya efek vulkanisasi dituntut tidak dapat diperoleh dengan satu substansi universal, sejumlah besar aditif beragam, terdiri dari cure package juga diperlukan. Paket yang dikombinasikan berdasarkan jenis karet terdiri dari belerang dan bermacam-macam senyawa yang memodifikasi kinetika silang dan menstabilkan produk akhir. Para akselerator dan aktivator adalah katalis . Tambahan tingkat kontrol dicapai dengan perlambatan agen yang menghambat vulkanisasi sampai beberapa waktu yang optimal atau suhu. Anti degradants digunakan untuk mencegah degradasi produk vulkanisat oleh panas, oksigen dan ozon (Hans-Wilhelm Engels, 2004) . 2.1.3. Kandungan Lateks Komponen-komponen bukan karet di dalam lateks sangat mempengaruhi sifat lateks, diantaranya ada yang berakibat bagus tetapi ada juga yang berakibat buruk terhadap lateks.

Universitas Sumatera Utara

Protein Kandungan protein yang terdapat dalam lateks segar berkisar antara 1,0-1,5% (b/v) dan sekitar 20 % dari protein tersebut teradsorbsi pada partikel lateks dan sebagian larut dalam serum. Protein yang teradsorbsi pada permukaan partikel karet berfungsi sebagai lapisan pelindung, dimana protein akan memberikan muatan negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya interaksi antara sesama partikel karet, dengan demikian sistem koloid lateks akan tetap stabil. (Walujono, K dan Sumarsono Kartowardojo., 1970). Namun dengan adanya mikroorganisme maka protein tersebut akan terurai sehingga lapisan pelindung partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi antara partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan. Jenis protein yang terdapat dalam lateks telah diindentifikasi adalah globulin dan havein. Globulin teradsorbsi pada permukaan partikel karet. Sifat globulin adalah larut di dalam larutan garam dan oleh pengaruh panas akan mengalami denaturasi, sedangkan havein merupakan protein yang mudah larut dalam air dan lebih kecil kadarnya dari pada globulin serta terdapat di dalam serum (Haradi basri, 1982). Karbohidrat Senyawa karbohidrat yang terkandung dalam lateks adalah sekitar 1% yang meliputi sukrosa, glukosa, galaktosa dan fruktosa. Karbohidrat yang terdapat di dalam lateks merupakan sumber energy bagi pertumbuhan mikroorganisme, sehingga

menyebabkan naiknya bilangan VFA (Volatile Fatty Acid) karena pembentukan asamasam lemak ateris. Akibatnya pH lateks akan turun menuju titik isiolektrisnya dan menggumpal. Lipida Senyawa lipida juga terdapat di dalam lateks yang terdiri dari lipida netral dan lipida polar. Lipida polar merupakan senyawa fosfolipida seperti lesitin, fosfatidat. Senyawa lipida yang terdapat di dalam lateks seperti fosfolipida dapat berfungsi sebagai anti oksidan dan pemacu dalam proses vulkanisasi (Chen, S, F., 1979).

Universitas Sumatera Utara

Ion-ion Logam Ion-ion logam atau ion-ion anorganik yang dijumpai dalam lateks seperti ion Ca2+, Mg2+, Fe2+, Cu2+, Na2+, dan Mn2+. Ion-ion logam seperti Ca2+ dan Mg2+ yang terdapat dalam lateks dapat menetralkan muatan negatif dari partikel lateks dan menyebabkan terganggunya kemantapan lateks serta rusaknya kestabilan sistem koloid lateks. Pecahnya partikel koloid lateks serta rusaknya kestabilan sistem koloid lateks. Pecahnya partikel koloid lateks akan menyebabkan terbentuknya flokulasi dan lateks menggumpal. Oleh karena itu kandungan ion logam dari lateks sebaiknya rendah selain dapat menggangu kemantapan serta kestabilan sistem koloid lateks juga dapat mempercepat proses oksidasi karet oleh udara yang menyebabkan terjadinya pengusangan karet (Budiman. S., dkk, 1983).

2.2. Stabilitas Koloid Lateks Lateks dikatakan mantap apabila sistem koloidnya stabil, yaitu tidak terjadi frokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks tersebut adalah sebagai berikut : 1. Ada kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum) misalnya assosiasi komponen-komponen bukan karet pada permukaan partikel-partikel karet. 2. Adanya interaksi antara partikel-partikel karet itu sendiri (Robert, A. D., 1988). Disamping kedua faktor di atas ada tiga faktor lain yang dapat menyebabkan sistem koloid partikel-partikel karet menjadi tetap stabil, yaitu : 1. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya tolak menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut. 2. Adanya interaksi antara molekul air dengan partikel karet yang menghalangi terjadinya penggabungan partikel-partikel karet tersebut. 3. Energy bebas antara permukaan yang rendah. Sistem koloid lateks terbentuk karena adanya lapisan lipida yang teradsorpsi pada pernukaan partikel karet (lapisan primer) dan lapisan protein pada lapisan luar (lapisan

Universitas Sumatera Utara

sekunder) memberikan muatan pada permukaan partikel koloid. Penambahan bahan pengawet ammonia dan bahan pemantap ammonium laurat akan menyempurnakan lapisan pelindung tersebut (Ompusunggu, M dan A. Darussamid, 1989). 2.3. Penggumpalan Lateks

Rusaknya kemantapan sistem koloid lateks mengakibatkan terjadinya penggumpalan. Kerusakan ini dapat terjadi antara lain dengan jalan penetralan muatan protein dengan penambahan asam sehingga muatan negatif dan muatan positif lateks setimbang (tercapai titik isoelektrik). Titik isoelektrik dari lateks pada umumnya sekitar pH 4,7. Penggumpalan diawali dengan flokulasi yaitu interaksi antara partikel karet dengan partikel karet lainnya selanjutnya terjadilah koagulasi. 2.3.1. Bahan Penggumpal Lateks Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Hal ini pertama-tama berlaku untuk alat-alat yang digunakan dalam pekerjaan penggumpalan lateks bersentuhan dengannya. Selain dari kemungkinan pengotor lateks oleh kotoran-kotoran yang kelak sukar dihilangkan, kotoran tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya prokougulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks sampai di pabrik untuk diolah. Penggumpalan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Dalam keadaan tertentu, pada saat penggumpalan lateks biasa juga menggunakan obat anti koagulasi (antikoagulan) untuk mencegah terjadinya prokougulasi. Tetapi penggunaan anti koagulasi ini harus dibatasi sampai batas sekecil-kecilnya, karena biasanya cukup besar dan kadang-kadang lateks yang dibubuhi antikoagulan memerlukan obat koagulan (misalnya asam semut) yang terpaksa kadarnya harus dinaikkan. Penambahan asam yang berlebihan dalam proses koagulasi juga dapat menghambat proses pengeringan (Setyamidjaja, 1993). Penggumpalan dengan cara penetralan muatan dalam lateks dapat juga terjadi dengan sendirinya akibat kontaminasi dengan mikroba yang terdapat disekelilingnya. Mikroba ini merombak senyawa-senyawa bukan karet seperti karbohidrat, protein atau lipid menghasilkan lemak eteris (asam asetat dan asam propionat). Penggumpalan dapat juga terjadi dengan cara dehidrasi yaitu dengan penambahan alcohol yang bersifat menarik air. Penggumpalan dapat juga dilakukan dengan penambahan larutan

Universitas Sumatera Utara

elektrolit bermuatan positif yang menetralkan muatan negatif dari sistem koloid seperti kalsium dan magnesium (Roberts, 1988) Adapun bahan-bahan penggumpal lateks yang sering digunakan adalah asam asetat (CH3COOH) dan asam formiat (HCOOH). Pada waktu penggumpalan lateks harus diperhatikan hal-hal berikut : 1. Jumlah asam yang harus sesuai dengan yang dianjurkan yaitu 20 ml CH3COOH 2,5% atau 20 ml HCOOH 2% tiap 1 liter lateks. 2. Pengadukan harus hati-hati dan sempurna karena dapat menyebabkan gelembung udara, ketebalan dan kekerasan koagulum yang tidak merata. 2.3.2. Asam Asetat Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7C. Asam Asetat (Acetic Acid, Ethanoic Acid, Methyl Carboxylic Acid) adalah senyawa kimia dengan rumus molekul CH3COOH, berupa cairan jernih tidak berwarna, berbau tajam, dan berasa asam. Bahan kimia ini memiliki titik didih sekitar 117,9C pada tekanan 1 atm, dan pada konsentrasi tinggi akan menimbulkan korosi pada berbagai jenis logam (Togeas, James B, 2005). Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati (Wagner, Frank S., 1978).

Universitas Sumatera Utara

Asam asetat (CH3COOH) berbentuk cairan tidak berwarna dengan bau yang menusuk. Zat ini korosif terhadap kulit manusia. CH3COOH dapat dibuat dengan cara sintetis dan dengan cara fermentasi. Secara fermentasi asam asetat dapat dibuat melalui proses pengubahan karbohidrat atau bahan-bahan yang mengandung gula dengan bantuan mikroba (Zahara, 2005). 2.4. Bahan Pengisi

Pengisi adalah bahan yang banyak digunakan untuk ditambahkan pada bahan polimer yang dapat meningkatkan sifat-sifatnya dan kemampuan pemrosesan atau untuk mengurangi biaya. Bahan pengisi dapat digunakan sebagai penguat, perbaikan temperatur deformasi termal, pelindung, ketahanan cuaca dan perbaikan sifat percetakan (Surdia, 1992). Ada dua macam bahan pengisi dalam proses pengolahan karet antara lain : 1. Bahan pengisi yang tidak aktif. Yang hanya menambah kekerasan dan kekakuan pada karet yang dihasilkan, tetapi kekuatan dan sifat lainnya menurun. Biasanya bahan pengisi tidak aktif lebih banyak digunakan untuk menekan harga karet yang dibuat karena bahan ini berharga murah, contohnya kaolin, tanah liat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, barium sulfat dan barit. 2. Bahan pengisi aktif atau bahan pengisi yang menguatkan. Contohnya karbon hitam, silika, aluminium silikat, dan magnesium silikat. Bahan ini mampu menambah kekerasan, ketahan sobek, ketahan kikisan, serta tegangan putus yang tinggi pada karet yang dihasilkan. Kadang-kadang bahan pengisi aktif atau tidak aktif diberikan dalam campuran sebagai alternatife penghematan biaya (Tim penulis, 1997). Tanah liat merupakan salah satu bahan pengisi non arang yang sering dipakai sebagai bahan pengisi pada industri karet. Tanah liat adalah mineral murah dan telah menjadi bagian penting dalam industri karet dimana penggunaannya sebagai bahan pengisi ekonomis untuk memodifikasi penciptaan dan performa karet alami maupun karet sintesis. Ada banyak jenis tanah liat, tapi montmorillonite mempunyai catatan

Universitas Sumatera Utara

panjang sebagai bahan anorganik paling penting yang ditambahkan sebagai pengisi lateks (getah pohon karet) alami (Frounchi dkk., 2006; Dong dkk., 2006). 2.5. Arang

Arang adalah residu hitam berisi karbon tidak murni yang dihasilkan dengan menghilangkan kandungan air dan komponen volatil dari hewan atau tumbuhan. Arang umumnya didapatkan dengan memanaskan kayu, gula, tulang, dan benda lain. Arang yang hitam, ringan, mudah hancur, dan meyerupai batu bara ini terdiri dari 85% sampai 98% karbon, sisanya adalah abu atau benda kimia lainnya. Arang gas adalah suatu bentuk dari karbon yang tidak berbentuk dan mempunyai area permukaan yang tinggi dibandingkan dengan volume. Arang digunakan sebagai suatu pigmen dan penguat dalam karet dan produk plastik. Arang juga dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Arang atau kayu dibakar di dalam generator gas kayu untuk menggerakan mobil dan bus. Di Perancis pada saat Perang Dunia II, produksi kayu dan arang untuk kendaraan bermotor meningkat dari 50.000 ton sebelum perang menjadi 500.000 ton pada tahun 1943. Arang adalah bahan yang dihasilkan dari pembakaran produk minyak seperti FCC, batubara , ethylene cracking, dan sejumlah minyak nabati . Arang adalah bentuk karbon amorf yang memiliki tinggi permukaan area-untuk volume rasio, walau permukaan area-untuk rasio-volume rendah dibandingkan dengan karbon aktif. Arang dapat digunakan sebagai pigmen dan penguatan pada karet dan plastik produk. Sekitar 70 % penggunaan Arang sebagai pigmen dan fase untuk memperkuat ban mobil. Arang juga membantu mengurangi kerusakan termal dan meningkatkan mutu ban, partikel arang juga digunakan sebagai bahan penyerap radar pada mesin fotokopi dan printer laser toner (Meyer, Ralph, 1991). Arang merupakan suatu padatan berpori yang terdiri dari karbon yang berbentuk amorf. Karbon amorf meliputi sejumlah besar senyawa yang bagian terbesarnya adalah karbon, termasuk didalamnya, arang, arang aktif dan karbon black. Arang diperoleh dari hasil pembakaran bahan-bahan yang mengandung karbon dengan udara terbatas pada suhu tinggi. Arang bukan merupakan karbon murni tetapi

Universitas Sumatera Utara

masih mengandung hidrokarbon dari abu yang teradsorpsi pada permukaannya. Besarnya kandungan karbon yang terdapat dalam arang tergantung pada bahan baku dan cara pembuatannya. Arang yang bermutu baik biasanya mengandung 75 % atau lebih karbon dengan kandungan hidrokarbon tidak lebih dari 28 % (Ganda Tua, 2004). 2.5.1. Proses Pembuatan Arang Proses pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap yaitu: 1. Dehidrasi : Proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170 0C. 2. Karbonisasi : Pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Suhu diatas 170 0C akan menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pada suhu 275 0C, dekomposisi menghasilkan ter, metanol dan hasil samping lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400 0C 600 0C. 3. Aktifasi : Dekomposisi tar dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan dengan uap atau CO2 sebagai aktifator. Proses aktifasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping bahan baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Menurut SII No.0258 -79, arang aktif yang baik mempunyai persyaratan seperti yang tercantum pada tabel berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2. Spesifikasi karbon aktif Jenis Bagian yang hilang pada pemanasan 950 0C Air Abu Bagian yang tidak diperarang Daya serap terhadap larutan I Persyaratan Maksimum 15% Maksimum 10% Maksimum 2,5% Tidak nyata Minimum 20%

2.5.2. Pembagian Karbon Aktif Ada dua macam tipe karbon aktif yaitu : 1. Arang aktif sebagai pemucat Biasanya berbentuk serbuk yang sangat halus dengan diameter pori mencapai 1000 A0 yang digunakan dalam fase cair. Umumnya berfungsi untuk memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan dan membebaskan pelarut dari zat zat penganggu dan kegunaan yang lainnya pada industri kimia dan industri baru. Arang aktif ini diperoleh dari serbuk serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah. 2. Arang aktif sebagai bahan penyerap uap Biasanya berbentuk granula atau pellet yang sangat keras dengan diameter pori berkisar antara 10-200 A0. Tipe porinya lebih halus dan digunakan dalam fase gas yang berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut atau katalis pada pemisahan dan pemurnian gas. Umumnya arang ini dapat diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai struktur keras. Sehubungan dengan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan arang aktif untuk masing- masing tipe, pernyataan diatas bukan merupakan suatu keharusan. Karbon aktif merupakan bahan yang multifungsi dimana hampir sebagian besar telah dipakai penggunaannya oleh berbagai macam jenis industri (Doerner, Max, 1984).

Universitas Sumatera Utara

2.6.

Cangkang Kelapa Sawit

Kelapa sawit adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Tempurung kelapa sawit merupakan limbah padat pengolahan kelapa sawit cukup besar dan belum mendapat perhatian yang optimal dalam hal pengolahannya. Salah satu usaha dalam rangka pengembangan, dilakukan penelitian tentang pemanfaatan cangkang atau tempurung kelapa sawit sebagi pengisi (filler) yang telah melalui proses karbonasi dengan proses Thermal Cracking dalam pembuatan kompon karet. 2.6.1. Tipe Kelapa Sawit Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis: Elaeis guineensis dan Elaeis oleifera. Jenis pertama adalah yang pertama kali dan terluas dibudidayakan orang. Elaeis oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik. Penangkar seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang, yang terdiri dari: Dura, Pisifera, dan Tenera.

Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat

Universitas Sumatera Utara

cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.

2.7.

Pengujian Mutu Karet

Sifat-sifat karet alam untuk menjamin mutunya adalah : 1. Viskositas harus tinggi 2. Ketahanan oksidasi harus cukup tinggi 3. Sifat-sifat pematangan harus cukup cepat matang tanpa penyaluran yang terlalu cepat 4. Kadar zat tambahan dan kotoran harus serendah mungkin (Kartowardoyo, S., 1980).

2.7.1. Plastisitas Suatu bahan yang plastisitasnya tinggi mudah sekali berubah bentuk atau dengan kata lain mudah sekali mengalir, sehingga telah didefenisikan, bahwa plastisasi adalah kepekaan terhadap deformasi, pengertian ini merupakan kebalikan dari pada ketahanan terhadap deformasi. Metode pengujian viskositas umunya bersifat mengukur konsistensi (ketahanan terhadap deformasi) (Kartowardoyo, S., 1980). Plastisitas awal adalah plastisitas karet mentah yang langsung di uji tanpa perlakukan khusus sebelumnya. Akibatnya jika nilai Po Rendah adalah :

Plastisitas awal (Po) menggambarkan kekuatan karet. Kegagalan pemenuhan syarat Po dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bahan baku yang telah mengalami degradasi akibat perlakuan yang tidak tepat seperti perendaman dalam air, penggunaan formalin sebagai pengawet lateks kebun dan umur bahan olah yang terlalu lama dapat menyebabkan penurunan nilai Po.

Nilai Po rendah juga bisa disebabkan oleh pengeringan pada suhu terlalu tinggi (lebih dari 130 0C) dalam waktu yang lama dan pengeringan ulang karet yang kurang matang. Pemeraman dapat menyebabkan karet menjadi keras dengan disertai peningkatan nilai viskositas atau Po, serta penurunan PRI.

Universitas Sumatera Utara

Nilai Po crumb rubber juga dipengaruhi oleh karakter bahan baku, yaitu lateks kebun. Lateks kebun dari klon yang berbeda memiliki nilai Po atau viskositas yang mungkin berbeda sebagaimana ditunjukkan oleh hasil penelitian pada table berikut.

Jenis bahan penggumpal berpengaruh baik terhadap nilai Po maupun ketahan karet terhadap pengusangan (PRI) Plastisitas retensi indeks adalah cara pengujian untuk mengukur ketahanan

karet terhadap degradasi oleh oksida pada suhu tinggi. Plastisitas retensi indeks dapat ditentukan dengan Wallace Plastimer. Dengan alat ini ditentukan (plastisitas dari karet sebelum dipanaskan pada suhu 1400C selama 30 menit). Akibatnya jika nilai PRI Rendah adalah :

PRI menggambarkan ketahanan karet terhadap proses pengusangan. Proses penggumpalan yang tidak tepat, seperti menggunakan bahan penggumpal tawas, pupuk atau asam sulfat dapat mengakibatkan karet tidak tahan proses pengusangan karena panas dan cahaya.

Koagulum yang diperoleh dari lateks encer (KKK rendah) cenderung menghasilkan crum rubber dengan PRI rendah, karena lateks encer menyebabkan semakin banyak bahan antioksidan alami tercuci dan terbuang. Pencemaran karet skim yang biasanya banyak mengandung bahan proksidan (Cu, Mn, Fe, Ca) ke dalam bahan olah untuk produksi crumb rubber bisa mengakibatkan penurunan PRI.

Hasil percobaan lain menunjukkan perlakuan penjemuran (sinar matahari), KKK, dosis amonia, lama predrying, jenis koagulan, garam oksida logam dan jumlah penggilingan dengan kreper berpengaruh nyata terhadap sifat pengusangan (PRI).

Penjemuran di bawah sinar matahari selama 6 jam bagi lum yang masih basah tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai PRI crumb rubber yang dihasilkan. Tapi untuk lum yang telah kering, penjemuran dapat mengakibatkan nilai PRI menurun hingga hamper separuhnya.

Universitas Sumatera Utara

Semakin encer lateks kebun sebagai bahan olah maka semakin rendah Po maupun PRI crumb rubber yang diperoleh. Pada pengolahan crumb rubber dengan bahan olah koagulum, biasanya lateks kebun digumpalkan atau dibiarkan menggumpal secara alami tanpa pengenceran

Penggunaan ammonia sebagai pengawet lateks kebun dengan dosis semakin tinggi mengakibatkan nilai Po semakin tinggi, namun PRI crumb rubber yang diperoleh semakin rendah. Pada pengolahan crumb rubber berbahan olah lum lapangan, penggunaan ammonia hampir tidak pernah dilakukan. Oksida logam seperti Cu, Fe dan Mn bersifat proksidan terhadap rantai molekul karet .

Perbaikan PRI dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia yang bersifat dapat mencegah oksidai selama proses pengering. Selain itu upaya perbaikan PRI dapat dilakukan melalui pencampuran dengan bahan olah bermutu baik. Beberapa jenis bahan olah memiliki nilai PRI yang cukup tinggi sehingga bisa dicampurkan dengan bahan olah lain agar mendapatkan crumb rubber dengan PRI yang memadai.

Nilai plastisitas dari karet dapat menurun oleh karena faktor-faktor : 1. Karet dijemur dibawah sinar matahari 2. Karet dipanaskan terlalu tinggi 3. Karet terlalu banyak di gililing atau di rendam terlalu lama 4. Karet mengandung banyak kotoran Karet-karet yang sudah teroksidasi terlalu banyak memang mempunyai plastisitas retensi indeks rendah dan karet demikian tidak dapat diperbaiki plastisitas retensi indeksnya (Walujono, 1970).

2.7.2. Viskositas Mooney Viskositas Mooner karet alam (Heave Brasiliensi) menunjukkan panjangnya rantai molekul karet atau berat molekul serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Pada umumnya semakin tinggi berat molekul (BM) hidrokarbon karet semakin panjang rantai molekul dan semakin tinggi tahanan terhadap aliran dengan dengan kata lain karetnya semakin kental dan keras, sebaliknya karet yang memiliki viskositas

Universitas Sumatera Utara

sangat rendah akan memberikan sifat karet jadi lembek dan kuat. Dalam pembuatan ban dari karet alam dengan berat molekul tinggi cukup menarik karena sifat fisika ban yang dihasilkan seperti daya kenyal, tegangan tarik, perpanjangan putus dan sebagainya cukup baik. Tetapi energi yang dibutuhkan untuk melumatkan karet dengan berat molekul tinggi cukup besar sehingga kurang menguntungkan. Sebaliknya hidrokarbon karet dengan berat molekul rendah membutuhkan energy yang lebih sedikit jumlahnya pada proses pembuatan ban, tetapi sifat fisika yang dihasilkan kurang baik. Oleh karena itu karet alam dengan berat molekul yang sedang dapat memberikan titik temu antara energi yang hemat dengan sifat fisika yang unggul. Derajat pengikat silang rantai molekul yang tinggi menyatakan semakin banyak reaksi ikatan silang (cross linking reaction) yang terjadi, sehingga akan meningkatkan nilai viskositas mooney karet alam. Karet mempunyai nilai viskositas yang berbeda-beda dan nilai ini naik terus selama penyimpanan atau disebut juga dengan pengerasan selama penyimpanan. Reaksi pengerasan selama penyimpanan ini bisa dihambat, dimana gugus-gugus aldehid pada rantai karet ini merupakan pusat reaksi ikatan silang yang dijadikan tidak aktif dengan jalan mereaksikannya dengan senyawa amina. Karet yang sudah direaksikan dengan bahan kimia ini akan mempunyai nilai viskositas yang tetap dan tidak berubah lagi untuk beberapa waktu. Karet yang mempunyai viskositas konstan disebut viscosity stabilized rubber. Viskositas dari karet pada umunya diuji dengan alat mooney viskosimeter yang prinsip kerjanya adalah memutar sebuah rotor yang berbentuk silider di dalam karet tersebut. Makin besar viskositas karet, makin besar pula perlawanan yang diberikan oleh karet tersebut kepada rotor. Besarnya torak yang dialami oleh sumbu rotor diukur oleh sebuah pegas yang berbentuk U dan dihubungkan micrometer yang mempunyai skala 0 sampai 100 (Lim, HS., 1989). dengan

Universitas Sumatera Utara

2.7.3. Kadar Abu Penentuan maksimal dari kadar abu dimaksudkan agar karet yang dijual tidak kemasukan bahan-bahan kimia dalam jumlah banyak. Dalam pengolahan karet memang beberapa bahan kimia dipakai misalnya natrium bisulfit atau natrium karbonat. Banyaknya abu lebih dari 1,5% menunjukkan bahwa pengujian kurang bersih (Walujono, 1970). Tingginya kadar abu dapat disebabkan beberapa faktor seperti tanah yang mengandung kalsium tinggi, musim gugur (dimana daun akan membusuk). Kadar abu ini dapat tinggi akibat perlakukan yang tidak dianjurkan misalnya penggumpalan lateks dengan menggunakan ammonium sulfat mengakibatkan kadar abu karet kering tinggi. Faktor pengolahan dapat mempengaruhi kadar abu, dimana makin besar tinggkat pengolahan maka kadar abu semakin rendah, misalnya lateks yang digumpalkan tanpa pengenceran mempunyai kadar abu yang lebih tinggi dari pada dengan pengenceran. Dengan kata lain semakin encer lateks yang digumpalkan maka semakin rendah kadar abu karet yang diperoleh karena sebagian besar akan tercuci bersama serum (Kartowardoyo, 1980). Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan-bahan pengisi ke dalam karet pada waktu pengolahan (Setiamidjaja, 1993). Penyebab nilai Kadar Abu Tinggi adalah :

Kadar abu yang tinggi disebabkan karet banyak mengandung garam-garam oksida logam seperi kalsium, posfat, sulfat yang berasal dari kontaminan karet seperti kontaminasi oleh tanah, kaolin, penggunaan penggumpal tawas atau pupuk.

Bahan olah mutu rendah yang biasa diperoleh dari penggumpalan lateks dengan penggumpal tawas atau pupuk dan bahan penggumpal lain seperti air aki dan dibarengi dengan penyimpanan ditempat yang kotor, berair atau perendaman biasanya mengandung kadar abu tinggi. Crumb rubber yang

Universitas Sumatera Utara

dihasilkan dari bahan olah mutu rendah biasanya juga memperlihat nilai Po dan PRI yang rendah (Setiamidjaja, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai