BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Appendix adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada secum (bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih. Secara anatomi appendix sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau umbai cacing. Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendix berada di sebelah postero-medial secum.dari topografi anatomi, letak pangkal appendix berada pada titik mc.burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan sias kanan yang berjarak 1/3 dari sias kanan.
1.2
Skenario Anam seorang laki-laki berusia 19 tahun datang ke tempat praktek dr.handi dengan
keluhan nyeri pada perut,terutama pada perut bagian kanan bawah,awalnya dia merasa mual dan ingin muntah,tapi seiring berjalan waktu sakit semakin terasa di bagian kanan bawah,selain itu anam juga merasa demam,tidak mau makan dan minum ,buang air kecil dan buang air besar lancer,sebelumnya anam juga merasakan nyeri perut seperti ini namun tidak disertai demam dan sembuh setelah minum obat anti nyeri. 1.3 Masalah 1. 2. kenapa tidak mau makan dan minum? kenapa nyeri bagian kanan bawah?
1.4
Pembahasan 1. Kemungkinan ada inflamasi pada organ pada perut kanan bawah sehingga meningkatnya produksi sitokin (1L-1) menjadi meningkatnya leptin hormon sehingga nafsu makan menurun. 2. Ada RDQ ada nerfus torakalis yang dimana nervus ini sebagao aferen saraf
spinal N.thorakal 10 nyeri abdomen. Organ yang dipersarafi oleh saraf otonom bergabung dengan N thorakalis 10 , dan akan menggambarkan daerah yang sakit.
Sgd 10.4 | kelompok 3
.Anatomi Appendix adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada secum (bagian
awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih. Secara anatomi appendix sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau umbai cacing. Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara appendix berada di sebelah postero-medial secum.dari topografi anatomi, letak pangkal appendix berada pada titik mc.burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan sias kanan yang berjarak 1/3 dari sias kanan. Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga mempunyai mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan appendix pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan appendix dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendix yang panjang menyebabkan appendix bergerak masuk ke pelvis (antara organ-organ pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan appendix bergerak ke belakang colon yang disebut appendix retrocolic. Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti a. Mesenterica superior dan a. Appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. Thoracalis x. Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar umbilicus.vaskularisasinya berasal dari a.appendicularis cabang dari a.ileocolica, cabang dari a. Mesenterica superior
B.
Fisiologi Fungsi appendix pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga berhubungan
dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendix dan secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada patogenesis appendicitis appendiks menghasilkan lendir 1 2 ml perhari yang
Sgd 10.4 | kelompok 3
C.
Definisi appendicitis Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun
C.
Etiologi Apendiksitis
a.
Peranan lingkungan Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis diet memainkan peran utama pada pembentukan sifat feses, yang mana penting pada pembentukan fekalit. Kejadian apendisitis jarang di negara yang sedang berkembang, dimana diet dengan tinggi serat dan konsistensi feses lebih lembek. Kolitis, divertikulitis dan karsinoma kolon adalah penyakit
3
yang sering terjadi di daerah dengan diet rendah serat dan menghasilkan feses dengan konsistensi keras b. Peranan obstruksi
kedalam rongga peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan pada peritoneum parietale hasil akhir dari proses peradangan tersebut sangat tergantung dari kemampuan organ dan omentum untuk mengatasi infeksi tersebut, jika infeksi tersebut tidak bisa diatasi akan terjadi
Sgd 10.4 | kelompok 3
C.
Peranan flora bakterial Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya beragam
bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam apendisitis sama dengan penyakit kolon lainnya penemuan kultur dari cairan peritoneal biasanya negatif pada tahap apendisitis sederhana. Pada tahap apendisitis supurativa, bakteri aerobik terutama escherichia coli banyak ditemukan, ketika gejala memberat banyak organisme, termasuk proteus, klebsiella, streptococcus dan pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri aerobik yang paling banyak dijumpai adalah e. Coli. Sebagian besar penderita apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforasi banyak ditemukan bakteri anaerobik terutama bacteroides fragilis .
E.
Patofisiologi appendicitis Apendiks vermiformis pada manusia biasanya dihubungkan dengan organ sisa yang
tidak diketahui fungsinya. Pada beberapa jenis mamalia ukuran apendiks sangat besar seukuran sekum itu sendiri, yang ikut berfungsi dalam proses digesti dan absorbsi dalam sistem gastrointestinal pada percobaan stimulasi dengan rangsangan, apendiks cenderung menekuk ke sisi antimesenterial. Hal ini mengindikasikan serabut muskuler pada sisi mesenterial berkembang lebih lemah. Secara anatomi pembuluh arteri masuk melalui sisi muskuler yang lemah ini. Kontraksi muskulus longitudinal akan diikuti oleh kontraksi muskulus sirkuler secara sinergis, lambat, dan berakhir beberapa menit. Gerakan aktif dapat dilihat pada bagian pangkal apendiks dan semakain ke distal gerakan semakin berkurang. Pada keadaan inflamasi, kontraksi muskuli apendiks akan terganggu
5
Pada keadaan normal tekanan dalam lumen apendiks antara 15 25 cmh2o dan meningkat menjadi 30 50 cmh2o pada waktu kontraksi. Pada keadaan normal tekanan panda lumen sekum antara 3 4 cmh2o, sehingga terjadi perbedaan tekanan yang berakibat
Sgd 10.4 | kelompok 3
ditemukan setelah 30 bulan sebelumnya dilakukan apendektomi, lebih besar dibandingkan jumlah kasus pada usia yang sama.
Beberapa penelitian klinis berpendapat bahwa entamoeba histolytica, trichuris trichiura, dan enterobius vermikularis dapat menyebabkan erosi membrane mukosa apendiks dan perdarahan. Pada kasus infiltrasi bakteri, dapat menyebabkan apendisitis akut dan abses pada awalnya entamoeba histolytica berkembang di kripte glandula intestinal. Selama infasi pada lapisan mukosa, parasit ini memproduksi ensim yang dapat menyebabkan nekrosis mukosa sebagai pencetus terjadinya ulkus. Keadaan berikutnya adalah bakteri yang menginvasi dan berkembang pada ulkus, dan memprovokasi proses inflamasi yang dimulai dengan infiltrasi sel radang akut konstipasi dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal sekum, yang dapat diikuti oleh obstruksi fungsional apendiks dan berkembangbiaknya bakteri. Penyebab utama konstipasi adalah diet rendah serat. Diet rendah serat dapat menyebabkan feses menjadi memadat , lebih lengket dan berbentuk makin membesar, sehingga membutuhkan proses transit dalam kolon yang lama diet tinggi serat tidak hanya memperpendek waktu transit feses dalam kolon, tetapi dapat juga mengubah kandungan bakteri Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum. Hambatan aliran dalam muara apendiks berperan besar dalam patogenesis apendisitis. Jaringan limfoid pertamakali terlihat di submukosa apendiks sekitar 2 minggu setelah kelahiran. Jumlah jaringan limfoid meningkat selama pubertas, dan menetap dalam waktu 10 tahun berikutnya, kemudian mulai menurun dengan pertambahan umur. Setelah umur 60 tahun, tidak ada jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh galt (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran pencernaan termasuk apendiks adalah ig a. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh, sebab jaringan limfoid disini kecil jika dibandingkan jumlah di saluran pencernaan dan seluruh tubuh.
7
Peradangan apendiks biasanya dimulai pada mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks mulai dari submukosa, lamina muskularis dan lamina serosa . Proses awal ini terjadi dalam waktu 12 24 jam pertama. Obstruksi pada bagian yang lebih
Sgd 10.4 | kelompok 3
Apabila kemudian terjadi pernanahan maka akan terbentuk suatu rongga yang berisi nanah di sekitar apendiks,terjadilah keadaan yang disebut abses periapendikular. Apabila omentum belum berfungsi baik, material infeksius dari lumen apendiks tersebut akan menyebar di sekitar apendiks dan terjadi peritonitis lokal. Selanjutnya apabila keadaan umum tubuh cukup baik, proses akan terlokalisir , tetapi apabila keadaan umumnya kurang baik maka akan terjadi peritonitis general . Pemakaian antibiotika akan mengubah perlangsungan proses tersebut sehingga dapat
8
terjadi keadaan keadaan seperti apendisitis rekurens, apendisitis khronis, atau yang lain. Apendisitis rekurens adalah suatu apendisitis yang secara klinis memberikan serangan yang berulang, durante operasi pada apendiks terdapat peradangan dan pada pemeriksaan
Sgd 10.4 | kelompok 3
ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare). bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat
h.
Komplikasi
acute
appendicitis
dengan
komplikasi
merupakan appendicitis yang berbahaya, karena appendix menjadi lingkaran tertutup yang berisi fecal material, yang telah mengalami dekomposisi. Perbahan setelah terjadinya sumbatan lumen appendix tergantung daripada isi sumbatan. Bila lumen appendix kosong, appendix hanya mengalami distensi yang berisi cairan mucus dan terbentuklah mucocele. Sedangkan bakteria penyebab, biasanya merupakan flora normal lumen usus berupa aerob (gram + dan atau gram ) dan anaerob pada saat appendix mengalami obstruksi, terjadi penumpukan sekresi mucus, yang akan mengakibatkan proliferasi bakteri, sehingga terjadi penekanan pada moukosa appendix, dikuti dengan masuknya bakteri ke dalam jaringan yang lebih dalam lagi. Sehingga timbulah proses inflamasi dinding appendix, yang diikuti dengan proses trombosis pembuluh darah setempat. Karena arteri appendix merupakan end arteri sehingga menyebabkan daerah distal kekurangan darah, terbentuklah gangrene yang segera diikuti dengan proses nekrosis dinding appendix.
Dikesempatan lain bakteri mengadakan multiplikasi dan invesi melalui erosi mukosa, karena tekanan isi lumen, yang berakibat perforasi dinding, sehingga timbul peritonitis. Proses obstruksi appendix ini merupakan kasus terbanyak untuk appendicitis. Dua per tiga kasus gangrene appendix, fecalith selalu didapatkan bila kondisi penderita baik, maka perforasi tersebut akan dikompensir dengan proses pembentukan dinding oleh karingan sekitar, misal omentum dan jaringan viscera lain,
10
terjadilah infiltrat atau (mass), atau proses pultulasi yang mengakibatkan abses periappendix
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi. Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi awal berupa antibiotik dan drainase melalui ct-scan pada absesnya. The surgical infection society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24 jam untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi. Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis dengan perforasi. 1. Cairan intravena ; cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti
segera dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena central. Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan. 2. Antibiotik : pemberian antibiotik intravena diberikan untuk antisipasi bakteri patogen , antibiotik initial diberikan termasuk generasi ke 3 cephalosporins, ampicillin sulbaktam, dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman anaerob. Pemberian antibiotik postops harus di ubah berdasarkan kulture dan sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan normal leukosit .
11
Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan pipa
nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari appendisitist perforasi
J.
Prognosis
Mortalitas adalah 0.1% jika appendicitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada atau emboli paru orangtua. Kematian biasanya berasal dari sepsis aspirasi; prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum rupture dan antibiotic yang lebih baik. Morbiditas meningkat dengan rupture dan usia tua. Komplikasi dini adalah sepsis. Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi terjadinya robekan. Abses intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonealis setelah gangren dan perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari seccum oleh abses atau kontriksi dari jahitan kantong. Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut meliputi pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis dan hernia. Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis kronis sebenarnya tidak ada
12
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun.
13
Sudoyo, Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV jilid 3.Jakarta : FKUI.
Mansjoer, Arief, et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI GJ tortora & NP Anagnostakos, Prinsip Anatomi dan Fisiologi, edisi 6, New York: Harper Collins, 1990, ISBN 0060466693 , p. 707 707
14