Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan millennium (Millennium Development Goals) salah satunya adalah mengurangi angka

kematian anak sebanyak dua pertiga antara tahun 1990 sampai dengan 2015. Pada kenyataaannya meskipun telah banyak kemajuan, masih banyak tugas yang harus dilakukan. Hampir 9 juta anak usia di bawah 5 tahun meninggal tiap tahunnya. Diare merupakan penyebab kematian kedua setelah pneumonia. Mengapa diare, penyakit yang mudah dicegah dan diobati, mampu menjadi penyebab sekitar 1,5 juta anak usia balita tiap tahunnya? 1 Tujuh puluh dua persen dari kematian berhubungan dengan diare dan 81% yang berhubungan dengan pneumonia terjadi pada usia 2 tahun, menunjukan fakta bahwa pencegahan dan penatalaksanaan pada neonatus dan anak usia 2 tahun sangatlah penting. Beban dunia akibat insidensi dan tingkat keparahan penyakit baik diare maupun pneumonia tertinggi di wilayah Asia Tenggara dan Afrika. 2 Diare merupakan salah satu gejala yang sering menjadi alasan pasien mengunjungi dokter, baik diare akut maupun kronis. Meskipun secara umum diperkirakan bahwa prevalensi diare kronik hanya berkisar 3 5% dari populasi, tetapi data ini menunjukan bahwa kondisi ini masih merupakan suatu tantangan bagi kita.3 Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia karena angka kesakitan dan kematiannya masih tinggi. Survey morbiditas yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan RI tahun 2006 angka kesakitan diare semua umur sebesar 423 per 1000 penduduk, angka kesakitan ini meningkat bila dibandingkan dengan hasil survey yang sama pada tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk, tahun 2003 sebesar 374 per 1000 penduduk, walaupun hasil survey 2010 terjadi penurunan yaitu sebesar 411 per 1000 penduduk tetapi penurunan ini sangat kecil. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare masih sering terjadi terutama di wilayah dengan faktor risiko, kesehatan lingkungan yang jelek serta perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masih rendah. 4 Cakupan penemuan diare di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 sebesar 48,5%, mengalami peningkatan bila dibandingkan cakupan tahun 2008 sebesar 47,8%. Data selama lima tahun terakhir menunjukkan bahwa cakupan penemuan diare masih sangat jauh di bawah target yang diharapkan yaitu sebesar 80%. Angka kematian diare (CFR) di Jawa Tengah tahun 2006 mengalami penurunan, tetapi tahun 2007 sampai tahun 2009 mengalami kenaikan, hal ini dapat dinilai bahwa tatalaksana diare yang belum sesuai
1

dengan standar SOP, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pencegahan diare dan pengetahuan petugas tentang upaya penanggulangan diare. Incidence Rate diare di Provinsi Jawa tengah pada tahun 2009 sebesar 1,95%, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 1,86% .5 Penderita diare di Kota Semarang sebagian besar berobat jalan ke Puskesmas yaitu sebanyak 34.593 orang, mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini mungkin disebabkan karena kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat sudah meningkat, sehingga masyarakat merasa apabila ada keluhan diare langsung dengan kesadaran sendiri berobat ke Puskesmas. Sedangkan IR (Incidence Rate) nya sebesar 24 per 1.000 penduduk, hal ini berarti terjadi kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya 6

BAB II PEMBAHASAN

Definisi Diare akut adalah buang air besar (BAB) pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya > 3 4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tiak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif, definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali per hari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare. 7 Etiologi dan Transmisi Diare merupakan gejala umum dari infeksi gastrointestinal yang disebabkan berbagai patogen, termasuk bakteri, virus, protozoa. Namun demikian, hanya sejumlah kecil organisme yang bertanggung jawab terhadap sebagian besar kasus diare akut pada anak. rotavirus merupakan penyebab utama pada diare akut, dan bertanggungjawab pada sekitar 40% dari kasus diare anak usia balita yang dirawat di rumah sakit. Bakteri patogen utama lain termasuk E.coli, Shigella, Campylobacter, dan Salmonella bersama dengan V. Cholera pada kondisi epidemi. Cryptosporodium merupakan protozoa yang paling sering ditemukan pada anak anak di fasilitas kesehatan dan pada pasien HIV-positif. Meskipun kolera jarang menjadi penyebab kematian diare anak, sebagian besar kasus terjadi pada remaja dan dewasa. Sebagian besar patogen penyebab diare memiliki transmisi yang serupa dari tinja penderita diare ke mulut anak lainnya. Transmisi ini dikenal sebagai transmisi fecal-oral. Bagaimanapun terdapat beberapa perbedaan dalam transmisinya, baik dalam jumlah organisme yang dibutuhkan hingga menyebabkan sakit diare, atau rute perjalanan patogen tersebut (sebagai contoh, dari tinja ke makanan, atau air, yang dikonsumsi).
8

Cara

penularan diare melalui cara fecal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 5F = feces, flies, food, fluid, finger ).
3

Faktor risiko terjadinya diare adalah : faktor perilaku dan lingkungan. Faktor perilaku antara lain: a. Tidak memberikan ASI (ASI eksklusif), memberikan MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu c. Tidak menerapkan Kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi ASI/makan, setelah BAB, dan setelah membersihkan BAB anak d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis Faktor lingkungan : a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan MCK b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk Disamping faktor risiko tersebut ada beberapa faktor dari penderita yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain : kurang gizi/malnutrisi terutama anak dengan gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosuoresi dan penderita campak 4

Sumber : Impact of Infectious Diseases on Cognitive Development in Childhood and Beyond. The Open Infectious Diseases Journal, 2012, Volume 6 Diagram F pertama kali diperkenalkan oleh Wagner dan Lanois tahun 1958, menggambarkan rute patogen fecal melalui lingkungan mencapai host baru. Semua rute trasmisi dapat dihambat dengan peningkatkan higien dasar. Mencuci tangan dapat mengganggu transmisi patogen dengan berlaku sebagai barier primer ( menghilangkan
4

material fecal setelah kontak dengan tinja ) atau sebagai barier sekunder ( sebelum menyiapkan makanan, menyiapkan air, menyusui, dan makan). Praktek higien tangan yang baik menggunakan sabun dan air untuk cuci tangan efektif dalam menginaktivasi atau menghilangkan bakteri, virus, parasit ova/oosit dari tangan yang terkontaminasi. Sebagai contoh, mencuci tangan dengan sabun antibakteri telah menunjukkan manfaatnya mengusir lebih dari 99,9% telur Ascaris dari tangan dalam waktu 30 detik. 9 Dampak Diare Terhadap Tumbuh Kembang Beberapa penelitian mengemukakan dampak diare terhadap pertumbuhan dari sebagian besar anak. Kontribusi diare terhadap kegagalan pertumbuhan pada anak di beberapa negara berkembang diperkirakan sangat tinggi, sekitar 25- 30%. Namun demikian dampak yang sama tidak ditemukan pada anak anak di negara maju. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh lebih rendahnya dampak penyakit tersebut di negara maju, status nutrisi anak di negara maju yang lebih baik, dan bias dalam pengukuran episode morbiditas. 10. Dalam suatu penelitian yang dilakukan Checkley et al, 2003 dikemukakan dampak dari diare pada tinggi badan anak tidak bermanifestasi secara langsung; melainkan, muncul paling tidak 2 bulan keterlambatan. Diare yang terjadi 1 bulan sebelum pemeriksaan tinggi badan ( k = 1) tidak secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan linier. Namun demikian, diare yang terjadi 2-4 bulan sebelum pengukuran tinggi badan ( k= 2, 3, 4 ) menunjukkan dampak pada pertumbuhan linier 11 Lima tahun pertama kehidupan merupakan momentum penting dalam pertumbuhan dan perkembangan fungsi kognitif, fisik dan emosional anak. Menurut WHO, pengalaman anak selama awal awal kehidupan membentuk pondasi penting untuk perjalanan seluruh kehidupannya. Hal ini menjadi bukti yang semakin nyata bahwa penyakit infeksi yang dialami anak pada awal kehidupan merupakan komponen signifikan pada perjalanan kehidupan.
9

Petri et al, 2008 mengemukakan salah satu dampak diare dan parasit usus

yang terjadi pada awal kehidupan anak adalah berkurangnya pertumbuhan tinggi anak hingga 88,2 cm pada usia 7 tahun. Namun demikian, dampak jangka panjang pada kebugaran, kognisi, dan sekolah juga menjadi perhatian. Telah dilakukan perhitungan bahwa kejadian diare yang berulang pada 2 tahun awal kehidupan dapat menyebabkan berkurangnya 10 poin IQ dan total 12 bulan hari sekolah pada usia 9 tahun. 12 Hubungan antara diare dan malnutrisi sifatnya dua arah: diare menyebabkan malnutrisi sedangkan malnutrisi dapat memperburuk periode diare. Pada satu sisi, episode diare yang parah dan lama dapat menyebabkan malnutrisipada inidividu pasien; di sisi lain, anak yang malnutrisi cenderung akan mengalami komplikasi diare. Banyak penelitian yang
5

telah membahas hubungan antara diare dan malnutrisi menunjukkan efek merugikan dari diare terhadap status nutrisi anak. 10 Penanganan Komprehensif dan Holistik Dampak diare pada anak yang begitu besar mendasari pentingnya penanganan komprehensif dan holistik guna mencapai keberhasilan penanganan diare. Patogen enterik dapat ditransmisikan secara langsung (melalui kontak tangan ke tangan) atau secara tidak langsung (melalui kontak dengan makanan atau permukaan lingkungan). Tanpa memandang rute transmisi, tangan manusia menjadi salah satu faktor penting dalam transmisi dari patogen enterik. Efektifitas higien tangan dalam mengontrol penyakit infeksi berperan sangat besar. Pada sebuah metaanalisis tahun 2008 dari 30 penelitian menunjukkan perbaikan higien tangan mengurangi penyakit gastrointestinal hingga 31% ( CI 95% 19-42%), sedangkan pada penelitian berikutnya menunjukkan mencuci tangan dengan sabun menurunkan kasus diare pada anak balita hingga 48% (CI 95% 15-71%). 9 Menurut UNICEF/WHO, 2009 tatalaksana diare secara komprehensif pada anak mencakup 7 poin rencana yang terbagi dalam dua paket yaitu, paket tatalaksana dan pakaet pencegahan. Paket tatalaksana memfokuskan pada 2 elemen utama: 1) rehidrasi untuk mencegah dehidrasi dan 2) pemberian zinc. Terapi rehidrasi oral yang telah disebut-sebut menjadi salah satu kemajuan perkembangan ilmu kedokteran abad ke-20 merupakan fondasi dari rehidrasi. Aspek baru dari pendekatan terapi ini termasuk oralit rendah osmolaritas ( Low-osmolarity oral rehydration salts/ORS ), yang lebih bermanfaat dalam menggantikan cairan dibanding formula ORS sebelumnya, dan pemberian zinc, yang menurunkan tingkat keparahan dan durasi diare. Komponen penting dari paket ini adalah melanjutkan pemberian makan, termasuk menyusui, selama periode diare dan penggunaan cairan yang tersedia di rumah jika ORS tidak tersedia.8 Preventif dan Promotif Paket pencegahan menekankan pada 5 elemen utama yang membutuhkan pendekatan terpadu dalam implementasinya. Paket ini diantaranya : 3) vaksinasi campak dan rotavirus, 4) penggalakkan menyusu dini dan eksklusif serta suplementasi vitamin A, 5) penggalakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, 6) meningkatkan kualitas dan kuantitas pasokan air, termasuk di dalamnya perbaikan dan penyimpanan air rumah tangga yang aman, dan 7) peningkatan sanitasi lingkungan. 8

Di Indonesia strategi pengendalian diare menjadi perhatian cukup besar. Kebijakan bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian karena diare bersama lintas program dan lintas sektor terkait. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian karena diare adalah sebagai berikut : 1. Melaksanakan tata laksana penderita diare yang sesuai standar, baik di sarana kesehatan maupun di rumah tangga 2. 3. 4. Melaksanakan surveilans epidemiologi dan Penanggulan Kejadian Luar Biasa Mengembangkan Pedoman Pengendalian Penyakit Diare Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam pengelolaan program yang meliputi aspek manejerial dan teknis medis. 5. 6. 7. Mengembangkan jejaring lintas sektor dan lintas program Pembinaan teknis dan monitoring pelaksanaan pengendalian penyakit diare. Melaksanakan evaluasi sabagai selanjutnya Strategi pengendalian penyakit diare yang dilaksanakan pemerintah adalah : 1. Melaksanakan standar di sarana kesehatan melalui lima langkah tuntaskan diare ( LINTAS Diare). 2. 3. 4. 5. Meningkatkan tata laksana penderita diare di rumah tangga yang tepat dan benar. Meningkatkan SKD dan penanggulangan KLB diare. Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif. Melaksanakan monitoring dan evaluasi.4

Imunisasi Imunisasi membantu mengurangi kematian akibat diare dalam 2 cara: dengan mencegah infeksi yang menyebabkan diare secara langsung, seperti rotavirus, dan dengan cara mencegah infeksi yang dapat menyebabkan diare sebagai komplikasi dari penyakit utama, seperti campak. 8 Air Susu Ibu (ASI) Air susu ibu (ASI) mengandung nutrien, antioksidan, hormon, dan antibodi yang dibutuhkan seorang anak untuk bertahan hidup dan berkembang. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama dan dilanjutkan hingga 2 tahun dan melewati masa perkembangan dengan lebih sedikit periode infeksi dan selama sakit lebih sedikit mengalami keparahan dibandign anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, bahkan hal ini berlaku pada anak anak yang ibunya HIV positif. Proteksi ini nampak lebih tinggi pada orang tua/ ibu yang buta huruf dan dimana sanitasi lingkungannya buruk. Dibandingkan bayi yang mendapat ASI, bayi yang tidak mendapatkan ASI memiliki risiko 6 kali lebih besar meninggal akibat penyakit infeksi pada 2 tahun kehidupannya, termasuk akibat diare.
8

Pemberian ASI diberikan terus dan lebih sering selama anak diare. Jika anak mendapatkan susu formula, penting untuk memberikan edukasi kepada ibu, pengasuh anak, maupun orang orang terdekat bagaimana mempersiapkan susu formula yang benar untuk memperkecil risiko kontaminasi yang akan memperburuk kejadian diare. Ibu yang memberikan susu formula dengan menggunakan botol harus memahami pentingnya langkah persiapan, sterilisasi botol, dan penyimpanan yang benar dan higienis. WHO, 2007 mengemukakan guidline persiapan susu formula dengan menggunakan botol di rumah.13

Langkah I Pencucian Botol 13 Langkah 1 Cuci tangan dengan sabun dan air dan keringkan menggunakan kain bersih

Langkah 2 Cuci semua peralatan dengan sabun dan air panas yang mengalir. Gunakan sikat botol dan dot untuk menyikat bagian dalam dan luar botol dan dot guna memastikan semua sisa makanan/susu hilang terutama pada lokasi yang susah untuk dibersihkan Langkah 3 Bilas dengan air bersih dan aman

Langkah II Sterilisasi13 Langkah 1 Isi sebuah panci besar dengan air

Langkah 2 Masukkan semua peralatan makan dan menyusu ke dalam air. Pastikan semua peralatan terendam air dan tidak terdapat gelembung udara didalam botol

Langkah 3 Tutup panci dan tunggu hingga mendidih, pastikan air tidak habis

Langkah 4 Setelah api dimatikan, biarkan panci dalam kondisi tertutup hingga peralatan siap digunakan

Langkah III Penyimpanan13 Bersihkan dan keringkan tangan sebelum memegang peralatan yang sudah steril. Disarankan menggunakan forsep steril untuk mengambil alat yang steril. Jika peralatan diambil dari sterilisator sebelum akan digunakan, pastikan peralatan tetap dibungkus kain bersih dan di tempat bersih. Siapkan botol susu segera sebelum digunakan untuk mencegah kontaminasi ulang. Langkah menyiapkan susu formula dalam botol Langkah 1 Bersihkan dan disinfeksi alas / meja yang akan digunakan untuk menyiapkan susu formula

Langkah 2 Cuci tangan dengan sabun dan air sabun dan keringkan dengan handuk sekali pakai

10

Langkah 3 Masak air sampai mendidih dan keluar gelembung udara. Bila menggunakan ketel otomatis, tunggu sampai ketel mati sendiri

Langkah 4 Baca instruksi pada kaleng /kotak susu, berapa jumlah air dan susu yang diperlukan. Terlalu banyak / sedikit susu akan menyebabkan sakit

Langkah 5 Tuangkan air mendidih secara hati hati ke dalam botol susu yang sudah disterilkan. Suhu tidak boleh < 70 C, jadi jangan diamkan air lebih dari 30 menit setelah mendidih

Langkah 6 Tuang susu bubuk dalam jumlah yang tepat ke dalam botol

Langkah 7 Kocok atau putar pelan pelan botol tersebut sehingga susu tercampur merata

11

Langkah 8 Segera dinginkan susu cair di bawah air mengalir atau mengkok berisi air dingi. Pastikan tinggi air tidak melebihi bibir botol

Langkah 9 Keringkan botol dengan kain bersih atau disposible

Langkah 10 Teteskan susu ke tangan. Pastikan susu tidak terlalu panas. Apabila terlalu panas, dinginkan kembali

Langkah 11 Minumkan susu kepada bayi

Langkah 12 Buang sisa susu yang tidak diminum dalam waktu 2 jam

Suplementasi Mikronutrien Suplementasi vitamin A merupakan langkah pencegahan yang penting, dan banyak penelitian telah menunjukkan berkurangnya mortalitas ( 19 54% ) pada anak yang mendapat suplementasi. Suplementasi vitamin A efektif dalam mengurangi durasi, tingkat
12

keparahan dan komplikasi yang berhubungan dengan kejadian diare akut pada anak balita.8, 14, 15 Intake zinc adekuat pada anak sangat penting bagi pertumbhan dan perkembangan. Berdasarkan penelitian kadar zinc yang adekuat dalam tubuh menunjukan penurunan kasus diare pada anak anak.8 defisiensi mikronutrien berhubungan dengan malnutrisi dan diare persisten. Absorbsi folat, vitamin B12, vitamin A dan mineral seperti zinc, magnesium, dan beberapa mineral lain telah terbukti menurun selama diare. Defisiensi mikronutrien ini juga meningkatkan risiko terjadinya infeksi. Hasil dari beberapa penelitian menganjurkan pemberian suplementasi mikronutrien khusus selama periode diare persisten. 16 Higien Sanitasi Perbaikan akses air bersih dan sanitasi yang adekuat, bersama dengan peningkatan praktik higien dalam berperilaku ( seperti kebiasaan cuci tangan dengan sabun ), dapat membantu mencegah diare pada anak. pada kenyataannya, sekitar 88% dari kematian akibat diare diakibatkan oleh air tak bersih, sanitasi tak adekuat dan higien yang buruk.

Sumber : Impact of Infectious Diseases on Cognitive Development in Childhood and Beyond. The Open Infectious Diseases Journal, 2012, Volume 6 Program air bersih, sanitasi dan higien melibatkan sejumlah intervensi guna menurunkan kasus diare. Program intervensi diantaranya : membuang kotoran manusia dengan sanitasi yang benar, mencuci tangan dengan sabun, meningkatkan akses air bersih, meningkatkan kualitas air dari sumbernya, dan penyimpanan air rumah tangga dengan aman.
13

Higien tangan secara terminologi merujuk pada semua kegiatan yang dilakukan dalam rangka membersihkan tangan, termasuk di dalamnya adalah mencuci tangan dengan air dan sabut atau larutan sabun, bain antimikroba maupun non-antimikroba atau memebersihkan tangan dengan cairan hand rub (sebagai contoh alcohol-based hand rub). Ketika hal ini dilakukan dengan benar akan mengurangi jumlah mikroorganisme di tangan. Berikut langkah langkah mencuci dan membersihkan tangan sesuai anjuran WHO 17, 18:

14

Perbaikan sanitasi mengurangi transmisi dari patogen yang menyebaban diare dengan mencegah kontaminasi feses terhadap lingkungan. Peningkatan fasilitas sanitasi telah dikaitkan dengan penurunan rata rata insiden diare hingga 36%.8 Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularan penyakit pada anak anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar. Yang perlu diperhatikan oleh keluarga : Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban Bantu anak BAB di tempat yang bersih dna mudah dijangkau olehnya Bila tidak adak jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun

15

Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus BAB di jamban. Yang harus diperhatikan oleh keluarga: Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga Bersihkan jamban secara teratur Gunakan alas kaki bila akan buang air besar 4

Masalah diare juga merupakan tanggung jawab masyarakat sehingga peran masyarakat dalam penyehatan lingkungan juga sangat berperan dalam menurunkan angka kesakitan diare. Program penyehatan lingkungan diantaranya : a. Penyediaan air bersih Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas yang cukup disetiap rumah tangga harus mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan. b. Pengelolaan sampah Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat,nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu, pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.

16

c. Sarana pembuangan air limbah Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit.4 Kuratif Rehabilitatif Senada dengan guideline tatalaksana diare yang dikeluarkan oleh WHO, Kementrian Kesehatan RI Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan mengeluarkan kebijakan tatalaksana standar penyakit diare di sarana pelayanan kesehatan melalui lima langkah tuntaskan diare (Lintas Diare)4 LINTAS DIARE ( Lima Langkah Tuntaskan Diare )

1.

Berikan Oralit Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga

dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi : a) Diare tanpa dehidrasi Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih : Kadaan umum Mata Rasa haus : baik : normal : normal, minum biasa
17

Turgor kulit

: kembali cepat

Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb: Umur < 1 tahun Umur 1 4 tahun Umur di atas 5 tahun b) Diare dehidrasi ringan/sedang Keadaan umum Mata Rasa haus Turgor kulit : gelisah, rewel : cekung : haus, ingin minum banyak : kembali lambat : - gelas setiap kali anak mencret : - 1 gelas setiap kali anak mencret : 1 - 1 gelas setiap kali anak mencret

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/kgBB dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi. c) Diare dehdrasi berat Keadaan umum Mata Rasa haus Turgor kulit : lesu, lunglai, atau tidak sadar : cekung : tidak bisa minum atau malas minum : kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)

Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk diinfus. 2. Berikan zinc Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducable Nitric Oxide Synthase), dimaa ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Dosis pemberian zinc pada balita : Umur < 6 bulan Umur > 6 bulan : tablet ( 10 mg) per hari selama 10 hari : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian tablet zinc : larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudh larut berikan pada anak. 3. Pemberian ASI/Makanan Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi terutama anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberikan ASI. Anak yang minum susu formula juga
18

diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit demi sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan. 13 Memberikan makanan kepada balita selama diare ( usia 6 bulan ke atas ) akan membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang terkena diare jika tidak diberikan asupan makanan yang sesuai umur akan menyebabkan anak kurang gizi. Bila anak kurang gizi akan risiko terkena diare kembali. Oleh karena itu perlu diperhatikan : a. Bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap menususi bahkan meningkatkan pemberian ASI selama diare dan selama masa penyembuhan (bayi 0-24 bulan atau lebih) b. Dukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi berusia 0-6 bulan, jika bayinya sudah diberikan makanan lain atau susu formula berikan konseling kepada ibu agar kembali menyusui eksklusif. Dengan menyusu lebih sering maka produksi ASI akan meningkat dan diberikan kepada bayi untuk mempercepat kesembuhan karena ASI memiliki antibodi yang penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh bayi c. Anak berusia 6 bulan ke atas, tingkatkan pemberian makanan: makanan pendamping ASI (MP ASI) sesuai umur pada bayi 6 24 bulan dan sejak balita berusia 1 tahun sudah dapat diberikan makanan keluarga secara bertahap. d. Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak. Pemberian makanan sesuai umur sangat penting saat sakit maupun sehat a. Bayi berusia 0 6 bulan Saat usia ini, bayi HANYA diberikan ASI saja sesuai keinginan anak, paling sedikit 8 kali sehari; pagi, siang, maupun malam hari. Jangan berikan berikan makanan atau minuman lain selain ASI. Jika ibu memberikan susu formula atau makanan lain: Bangkitkan rasa percaya diri ibu untuk HANYA memberikan ASI saja, jelaskan keuntungan ASI dan dengan memberi ASI saja mencukupi kebutuhan bayi meskipun bayi sedang diare. Susui bayi lebih sering, lebih lama; pagi, siang, maupun malam. Secara bertahap mengurangi pemberian susu formula atau makanan lain.
19

b. Bayi berusia 6 24 bulan Teruskan pemberian ASI Mulai memberikan MP ASI yang teksturnya lembut seperti bubur, sus, pisang Secara bertahap sesuai pertambahan umur berikan bubur tim lumat ditambah kuning telur/ayam/ikan/tempe Setiap hari berikan makanan sebagai brikut: Usia 6 bulan Usia 7 bulan Usia 8 bulan : 2 x 6 sdm peres : 2 3 x 7 sdm peres : 3 x 8 sdm peres

c. Balita umur 9 sampai 12 bulan Teruskan pemberian ASI Berikan MP ASI lebih padat dan kasar seperti nasi tim, bubur nasi Tambahkan telur/ayam/ikan/tempe/wortel/sapi/kacang hijau Setiap hari berikan makanan sebagai berikut : Usia 9 bulan Usia 10 bulan Usia 11 bulan : 3 x 9 sdm peres : 3 x 10 sdm peres : 3 x 11 sdm peres

Berikan selingan 2 kali sehari di antara waktu pemberian makanan sesuai umur sangat penting

d. Balita umur 12 sampai 24 tahun Teruskan pemberian ASI Berikan makanan eluarga secara bertahap sesuai dengan kemampuan anak Berikan 3 x sehari sebanyak 1/3 porsi makan orang dewasa terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, buah Beri makanan selingan kaya gizi 2 kali sehari diantara waktu makan Perhatikan variasi makanan Sejak umur 12 bulan, anak sudah bisa makan makanan keluarga Berikan makanan keluarga 3 x sehari, sebanyak 1/3 porsi makan orang dewasa Berikan makan selingan kaya gizi 2 x sehari diantara waktu makan Anjuran makan untuk diare persisten Jika anak masih mendapat ASI: berikan lebih sering dan lebih lama, pagi, siang, dan malam
20

e. Balita umur 2 tahun lebih

Jika anak mendapat susu selain ASI: kurangi pemberian susu tersebut dan tingkatkan pemberian ASI. Gantikan setengah bagian susu dengan bubur nasi ditambah tempe. Jangan diberi susu kental manis. Untuk makanan lain ikuti anjuran makan sesuai dengan kelompok umur.4

Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera. Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecualimuntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan berakibat fatal. Obat antiprotozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia). 4. Pemberian Nasehat Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang : Cara memberikan cairan dan obat di rumah Kapan harus membawa balita ke petugas kesehatan, bila: diare lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan/minum sedikit, timbul demam, tinja berdarah, dan tidak membaik dalam 3 hari. Berikan pengetahuan kepada ibu / pengasuh bagaimana membuat dan memberikan larutan oralit. Cara membuat larutan oralit : Cuci tangan dengan air dan sabun Sediakan 1 gelas air minum yang telahdimasak (200cc) Masukkan satu bungkus ORALIT 200cc Aduk sampai larut benar Berikan larutan ORALIT kepada balita

Cara memberikan larutan oralit : Berikan dengan sendok atau gelas Berikan sedikit sedikit sampai habis, atau hingga anak tidak kelihatan haus Bila muntah, dihentikan sekitar 10 menit, kemudian lanjutkan dengan sabar sesendok setiap 2 atau 3 menit
21

Walau diarere berlanjut, ORALIT tetap diteruskan Bila larutan ORALIT pertama habis, buatkan satu gelas larutan ORALIT berikutnya 4

22

BAB III KESIMPULAN

1. Diare masih merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas di dunia terutama negara negara berkembang seperti Indonesia. 2. Angka kesakitan diare yang masih tinggi menunjukkan tatalaksana diare yang belum sesuai dengan standar SOP, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pencegahan diare dan pengetahuan petugas tentang upaya penanggulangan diare. 3. Diare memberikan dampak jangka pendek dan jangka panjang bagi tumbuh kembang anak 4. Upaya penanganan komprehensif dan holistik dalam mengatasi diare merupakan kunci untuk mencapai keberhasilan penanganan diare.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

10. 11.

12.

13.

14. 15. 16. 17. 18.

Nations U. The Millennium Development Goals Report 2009. In: Ki-Moon B, editor. New York2009. Walker CLF, Rudan I, Liu L, Nair H, Theodoratou E, Bhutta ZA, et al. Global burden of childhood pneumonia and diarrhoea. wwwthelancetcom. 2013. Abdullah M, Firmansyah MA. Clinical Approach and Management of Chronic Diarrhea. The Indonesian Journal of Internal Medicine. 2013;45(2):157-165. RI KK. Pengendalian Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan 2011 2011:19-25. Tengah DKPJ. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. In: Tengah DKPJ, editor. Semarang2009. Semarang DKK. Profil Kesehatan Kota Semarang. Semarang: Dinas Kesehatan; 2012. p. 35. Subagyo B, Santoso NB. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Edisi I ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010. UNICEF/WHO. Diarrhoea: Why children are still dying and what can be done 2009. Ijaz MK, Rubino JR. Impact of Infectious Diseases on Cognitive Development in Childhood and Beyond: Potential Mitigational Role of Hygiene. Open Infect Dis J. 2012;6:65-70. Nel. Diarrhoea and malnutrition. J Clin Nutr. 2010;23(1):15-18. Checkley W, Epstein LD, Gilman RH, Cabrera L, Black RE. Effects of Acute Diarrhea on Linear Growth in Peruvian Children. Am J Epidemiol. 2003;157(2):166-175. Jr. WAP, Miller M, Binder HJ, Levine MM, Dillingham R, Guerrant RL. Enteric infections, diarrhea, and their impact on function and development. J Clin Invest. 2008;118(4):1277-1290. FAO/WHO. Safe preparation, storage and handling of powdered infant formula: guidline: epartment of Food Safety, Zoonoses and Foodborne Diseases, WHO, in collaboration with the Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO); 2007. Marpaung M, Supriatmo, Sinuhaji AB. Effect of vitamin A on severity of acute diarrhea in children. Paediatr Indones. 2013;53(3):125-131. Walker CLF, Black RE. Micronutrients and Diarrheal Disease. CID. 2007;45(1):73-77. Iqbal I. Role of micronutren in treatment of persistent diarrhea. A randomized controlled trial. NMJ. 2009;1(4):3-6. WHO. WHO guidelines on hand hygiene in health care. Switzerland: WHO Press; 2009. WHO. Hand Hygiene: Why, How & When? In: WHO, editor. Sitzerland2009.

24

Anda mungkin juga menyukai