Anda di halaman 1dari 33

1

I. PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Dinoflagellata merupakan suatu kelompok besar fitoplankton yang

memiliki rambut getar. Kebanyakan dinoflagellata menghuni lautan, walaupun juga ada yang menempati perairan tawar, merupakan organisme kedua yang paling banyak di jumpai di ekosistem laut dan air tawar setelah diatom. Selain itu, dapat juga ditemukan di perairan bentik maupun perairan kutub. Populasi Dinoflagellata ini terbagi bergantung pada suhu, kadar garam dan kedalaman laut. Dinoflagellata merupakan penyebab dari "pasang merah", peristiwa memerahnya perairan laut karena ledakan populasi plankton ini yang berakibat kematian massal organisme laut lainnya karena mengalami keracunan. Menurut (Fukuyo, 1981) spesies dinoflagellata yang paling sering menyebabkan keracunan di perairan adalah Gambirdiscus, Prorocentrum, dan Ostreopsis yang tersebar di perairan dangkal tropis maupun subtropis. Organisme ini banyak ditemukan di daerah terumbu karang dan lamun yang merupakan organisme bentik. Peranannya terhadap lingkungan belum diketahui tetapi berpengaruh negatif terhadap ikan dan manusia. Gambirdiscus, Prorocentrum, dan Ostreopsis merupakan racun pada hewan, dicurigai sebagai penyebab penurunan sistem imun yang menyebabkan penyakit pada manusia atau yang lebih dikenal ciguatera fish poisoning (CFP). Ciguatera adalah penyakit pada makanan yang berasal dari ikan. Daging ikan akan terkontaminasi dengan racun setelah memakan dinoflagellata seperti Gambierdiscus toxicus. Dinoflagellata ini hidup di daerah karang, ganggang dan rumput laut, dan dimakan oleh ikan herbivora yang selanjutnya dimakan lagi oleh

ikan karnivora besar. Dengan cara ini racun akan tersebar ke rantai makanan melalui proses bioakumulasi. Gambierdiscus toxicus adalah jenis dinoflagellata utama yang dapat menghasilkan sejumlah racun dan dapat menyebabkan Ciguatera. Ciguatoxin tidak berbau, hambar dan sangat tahan panas, sehingga ciguatoxin pada ikan tidak dapat didetoksifikasi dengan memasak. Penelitian tentang bentik dinoflagellata beracun sudah banyak dilakukan diseluruh dunia, seperti di Amerika (Loeblich, 1968; Norris et al., 1985), Mediterranean (Aligizaki and Nikolaidis, 2006; Ismael and Halim, 2006), di Australia (Pearce et al., 2001; Murray et al., 2006), di Jepang (Watanabe et al., 2000; Yamatogi et al., 2005; ), di Vietnam (Iwataki et al., 2009), di Singapura (Holmes, 1998), di Malaysia (Chui-Pin et al., 2010, 2011; Al-Has dan Mohammad-Noor, 2011), namun secara umum penelitian yang berhubungan dengan bentik dinoflagellata masih sangat terbatas di Indonesia, dan khususnya di pantai cerocok mungkin belum pernah dilakukan. Daerah Pantai Cerocok merupakan daerah kawasan objek wisata. Terletak di Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Daerah ini memiliki ekosistem lamun, yang merupakan habitat salah satu organisme bentik seperti Dinoflagellata. (Pemerintah Daerah Pesisir Selatan, 2008). Mikro algae epibentik dinoflagellata dapat ditemukan di pasir, patahan karang mati dan seagrass (lamun) dan dapat ditemukan di seluruh perairan dunia. Perairan Pantai Cerocok memiliki terumbu karang, namun sebagian besar telah mengalami degradasi. Pada terumbu karang yang telah rusak umumnya memiliki seaweed/sea grass lebih dominan. Peningkatan dinoflagellata beracun

diperkirakan memiliki hubungan dengan degradasi terumbu karang (Kaly and

Jones 1994). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang kelimpahan dinoflagellata di perairan pantai Cerocok. 1.2. Perumusan Masalah Keberadaan spesies dinoflagellata terutama Gambirdiscus, Prorocentrum, dan Ostreopsis dalam keadaan berlimpah di perairan dapat menyebabkan penyakit /keracunan (CFP) dan gangguan ekosistem perairan. Jumlah dinoflagellata yang berlebihan akan menutupi permukaan perairan dan akan menghambat penetrasi cahaya masuk ke kolom air, sehingga merusak proses fotosintesis dan mengganggu keseimbangan ekosistem perairan. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengamatan mengenai analisis bentik dinoflagellata diperairan, khususnya di perairan pantai cerocok painan provinsi sumatera barat.

1.3.

Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah untuk : 1. Membandingkan kelimpahan epibentik dinoflagellata (prorocentrum sp, ostreopsis sp, dan gambierdiscus sp) pada jenis alga dan lamun. 2. Melihat perbedaan individu dinoflagellata pada jenis Padina sp dan Halophila sp. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi dan data

dasar yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian berikutnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Karakteristik Fitoplankton Plankton merupakan organisme mikroskopis yang hidup melayang di

perairan. Pergerakannya terbatas dan selalu mengikuti arus air (Sachlan, 1974). Farid (2002) mengemukakan bahwa plankton merupakan organisme yang sangat kecil. Memiliki ukuran 0,45 m yang tak nampak oleh mata telanjang dan tersebar luas diperairan tawar dan laut. Plankton ada dua jenis yaitu zooplankton yang memiliki karakteristik seperti hewan dan fitoplankton yang memiliki karakteristik seperti tumbuhan, misalnya melakukan fotosintesis. Menurut Fachrul (2007) fitoplankton adalah mikroorganisme nabati yang hidup melayang di dalam air, relatif tidak mempunyai alat gerak dan mampu berfotosintesis. Nama fitoplankton diambil dari istilah Yunani, phyton atau "tanaman" dan planktos berarti "pengembara" atau "penghanyut". Sebagian besar fitoplankton berukuran kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Akan tetapi, ketika berada dalam jumlah yang besar, mereka dapat tampak sebagai warna hijau di air karena mereka mengandung klorofil dalam sel-selnya (walaupun warna sebenarnya dapat bervariasi untuk setiap spesies fitoplankton karena kandungan klorofil yang berbeda beda atau memiliki tambahan pigmen seperti phycobiliprotein) (Thurman, 1997). Fitoplankton memperoleh energi melalui proses yang dinamakan fotosintesis sehingga mereka harus berada pada bagian permukaan permukaan (disebut sebagai zona euphotic) lautan, danau atau kumpulan air yang lain.

Melalui fotosintesis, fitoplankton menghasilkan banyak oksigen yang memenuhi atmosfer Bumi (Thurman, 1997). Kemampuan mereka untuk mensintesis sendiri bahan organiknya menjadikan mereka sebagai dasar dari sebagian besar rantai makanan di ekosistem lautan dan di ekosistem air tawar (Richtel, 2007). Disamping ketersediaan cahaya, untuk fitoplankton juga sangat tergantung ini dengan terutama

nutrisi

pertumbuhannya.

Nutrisi-nutrisi

makronutrisi seperti nitrat, fosfat dan silikat, yang ketersediaannya diatur oleh kesetimbangan antara mekanisme yang disebut pompa biologis dan upwelling pada air bernutrisi tinggi dan dalam. Akan tetapi, pada beberapa tempat di Samudra Dunia seperti di Samudra bagian Selatan, fitoplankton juga dipengaruhi oleh ketersediaan makro nutrien besi (FeCl3). Hal ini menyebabkan beberapa ilmuan menyarankan penggunaan pupuk besi untuk membantu mengatasi karbondioksida akibat aktivitas manusia di atmosfer (Richtel, 2007). 2.1.1. Habitat Fitoplankton dapat ditemukan di beberapa jenis perairan, yaitu laut, danau, sungai, kolam dan waduk. Fitoplankton dapat hidup di berbagai kedalaman, asalkan masih terdapat cahaya matahari yang mencukupi untuk melakukan fotosintesis (Fachrul, 2007). Sifat khas fitoplankton menurut Nontji (1974) dalam Fachrul (2007) adalah mampu berkembang secara berlipat ganda dalam waktu yang relatif singkat, tumbuh dengan kerapatan tinggi, melimpah dan terhampar luas. Fitoplankton memperoleh energi melalui proses yang dinamakan fotosintesis, sehingga harus berada pada bagian permukaan laut, danau atau perairan lainnya.

2.1.2. Morfologi Struktur morfologi fitoplankton bermacam-macam, ada yang uniseluler dan multiseluler, berbentuk benang , bulat, oval, hidup tunggal maupun berkelompok (Reynolds, 1984). Sel dari fitoplankton memiliki dinding sel, membran plasma, membran nukleus, mitokondria, lisosom, badan golgi, retikulum endoplasma, pyrenoid dan plastid tetapi memiliki ribosom (Reynolds, 1984). Dinding sel pada fitoplankton ada yang terdiri dari selulosa, silika, pektin dsb. Fitoplankton dapat bergerak sedikit, dengan silia ataupun flagela, tetapi tidak mempunyai daya untuk melawan arus air dan fitoplankton umumnya berwarna, hal ini dikarenakan fitoplankton memiliki klorofil yang terkandung dalam kloroplas (Sachlan, 1974). 2.2. Biologi Dinoflagellata Epibentik Para pakar biologi telah lama mengetahui pentingnya dinoflagellata sebagai produser utama di laut yang telah dipelajari sejak 35 tahun yang lalu dalam studi paleontologi, khususnya dalam biostratigrafi untuk mencari tambang minyak. Saat ini para ilmuwan tersebut sedang mempelajari biogeografi dinoflagellata berdasarkan distribusi jenis beracun (toxic dinoflagellates) yang kemungkinan menyebar keseluruh dunia dan distribusi kehidupan kistanya (cyst) untuk memperdalam paleobiogeografi serta

paleoenvironment dari fosil tersebut (Backus 1986). Menurut Fukuyo & Taylor (1989), dinoflagellata merupakan sel tunggal yang pre-dominan, eukariyotik, termasuk organisme kelompok berflagel baik yang berfotosintesis dan non-fotosintesis. Tercatat sedikitnya 2000 jenis dan 2000 fosil sudah dideskripsikan, dimana diantaranya hanya 80 jenis yang

mempunyai kista (resting cyst), dimana dalam siklusnya mengalami proses pembelahan menjadi zigot (diploid stage).

Gambar 1. Ostreopsis, Prorocentrum, dan Gambirdiscus (Fukuyo, 1981) Bentuk tubuh dari Ostreopsis berbentuk bulat lebar, pada bagian depan berbentuk pipih, bergerak menggunakan bagian dorsal. Didalam tubuh memiliki katup atas dan bawah yang hampir sama, cingulum yang sempit dan mendalam (Fukuyo, 1981). Prorocentrum memiliki distribusi yang luas di perairan seluruh dunia, dari daerah beriklim subtropis sampai tropis, mampu berfotosintesis dan jarang membentuk red tide (Fukuyo, 1981). Umumnya Gambierdiscus menyukai habitat yang lebih banyak

dipengaruhi air laut dengan salinitas tinggi dan menghindari habitat dekat mulut sungai (Taylor, 1985 dalam Anderson dan lobel, 1987). Menurut Carlson dan Tindal (1984) dalam Anderson dan Lobel (1987), Gambierdiscus menempel pada banyak substrat tanpa melihat strukturnya, hanya saja umumnya cenderung menghindari substrat karang dan padang lamun (Nitajohan, 2008). Dinoflagellata epibentik merupakan istilah untuk dinoflagellata yang hidupnya menempel pada substrat yang ada di perairan laut. Dinoflagellata epibentik umumnya hidup dan menetap di pasir, detritus yang mengapung,

menempel di permukaan makroalga dan lamun, serta sisanya kadang berenang bebas tetapi masih dekat dengan permukaan tempat berasosiasi (Fukuyo, 1981). Faust (2000) menambahkan bahwa dengan keberadaannya yang bisa ditemukan di berbagai tempat tersebut, maka dinoflagellata epibentik mempunyai sifat ekologi yang kompleks. Dinoflagellata epibentik secara spesifik berasosiasi dengan lamun dan makroalga dimana konsentrasi nutrien yang tinggi tersedia untuk tumbuh. Spesies dinoflagellata epibentik meliputi Gambierdiscus toxicus,

Prorocentrum sp., Ostreopsis sp., Amphidinium sp., dan Coolia monotis, semua spesies tersebut dapat melakukan fotosintesis. Spesies dinoflagellata epibentik dapat dikatakan bersifat autotrof, tetapi tiga diantaranya, yaitu Ostreopsis, Gambierdiscus, dan Prorocentrum merupakan mixotrof, yaitu hidup sebagai autotrof dan heterotrof (Faust, 2000). Selanjutnya Jacobson dan Anderson (1986) dalam Faust (2000) menambahkan bahwa mixotrof dapat dijelaskan sebagai suatu fenomena yang dapat menyediakan energi untuk pertumbuhan sel, dan sebagai upaya perkembangan potensial pada dinoflagellata pada saat kondisi nutrien sedikit di perairan laut. Blooming dinoflagellata epibentik terjadi ketika spesies tersebut tumbuh dan berkembang sangat pesat dengan jumlah yang melebihi rata-rata produksi bulanan dalam keadaan normal serta berlangsung dalam waktu singkat (beberapa hari). Blooming menyebabkan perubahan warna air laut menjadi merah, merah kecoklatan hijau atau kuning hijau, bahkan putih. Blooming tersebut juga dapat menghasilkan racun dan dapat mengurangi oksigen di perairan setempat, maka peristiwa tersebut dapat disebut dengan istilah Harmful Algal Bloom (HAB). Adanya HAB akan mengakibatkan kematian massal pada ikan dan biota lainnya,

mencemari makanan laut dengan racun, yang selanjutnya menyebabkan masalah kesehatan manusia secara serius dan berlanjut pada perubahan ekosistem secara global (GEOHAB, 2012). Semua spesies dinoflagellata epibentik dapat berpotensi menghasilkan racun. Penelitian yang dilakukan Nakajima et al. (1981), Tindall et al. (1984), Yasumoto (1987), mendapatkan hasil bahwa banyak dinoflagellata di daerah tropis yang hidup atau berasosiasi dengan makroalga, lamun atau permukaan lain adalah beracun. Survei terhadap dinoflagellata epibentik dari Okinawa, Jepang, menunjukkan adanya racun disemua (sembilan) spesies yang diamati. Lebih lanjut, spesies-spesies tersebut menghasilkan toksin polyeter (ciguatoxin dan maitotoxin) yang dapat masuk kedalam rantai makanan di perairan dan menyebabkan penyakit Ciguatera fish Poisoning (CFP) pada manusia akibat memakan ikan yang terakumulasi oleh racun tersebut (Steidinger, 1983 in Vila et al., 200l). Penyakit CSP tersebut menyerang pencernaan dan lebih parah lagi, mengakibatkan kematian. 2.2.1. Reproduksi Dinoflagellata Pada kondisi lingkungan yang sesuai reproduksi aseksual dinoflagellata dapat berlangsung dengan singkat. Pembelahan ganda yang tergantung dari jenisnya berlangsung dengan kisaran waktu antara 1-15 hari. Dale (1986) telah membuat siklus hidup dinoflagellata yang bersifat non-motile resting (Gambar 1).

10

Gambar 2. Siklus pembelahan sel Dinoflagellata (Fukuyo, 1981) Keterangan : (A) (1) (10) (11) (B) (1) (2) (3a) (9) (4) (5) (6) (7) (8a) (8b) : asexsual plankton vegetatif periode motile : pembelahan beganda : membentuk kist (non-motile) : pengaruh lingkungan : sexual plankton vegetatif periode motile : gamet : planozigot : reduksi : terbentuk kista : proses berlangsung : hypnozigot : exysmant : membentuk planozigot : proses tahap 3; 9 : 1 : jenis lain proses reduksi langsung saat encysment

11

Dinoflagellata

mempunyai

si fat

khusus ,

yaitu

d inamika

pertumbuhan organisme ini dapat secara cepat berlipat ganda dalam waktu yang relatif singkat, tumbuh dengan kerapatan tinggi, melimpah dan terhampar luas atau wring disebut peledakan populasi (blooming) (Thoha 1991). Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi dinamika diatom dan dinoflagellata, disuatu perairan adalah cahaya, suhu, salinitas dan zat hara (Nybakken 1988). 2.2.2. Distribusi Dinoflagellata Secara umum distribusi tanaman dan hewan pada ekosistem pelagis dipengaruhi oleh kondisi fisik dan biotik. Batas biogeografi di laut disebabkan adanya perbedaan massa air dan distribusi planktonik yang dapat dibedakan secara mendasar (horizontal distribution) dan tegak (vertical distribution). Kolom suatu air laut mempunyai karakteristik tegak yang sangat erat dengan hubungannya dengan faktor abiotik, seperti kondisi kimia dan fisika perairan yang mencakup faktor suhu, kecerahan, oksigen (Angel 1986). Menurut Yentsch & Garside (1986), distribusi biogeografi pada proses biologi di laut sangat mempengaruhi produktifitas primer suatu perairan dengan faktor-faktor pembatas sebagai berikut: hubungan perbandingan antara faktor fotosintesa dan respirasi (P:R) diberbagai kedalaman, kandungan nitrat dan nitrogen dan perubahan kepadatan fitoplankton akibat perbedaan garis lintang (Latitude).

12

2.2.3

Distribusi Dinoflagellata Pada Halophila sp dan Padina sp Jumlah jenis tumbuhan berbunga (angiospermae) di laut tidak banyak

yaitu sekitar 52 jenis. Di Indonesia hanya terdapat 12 jenis yang tergolong dalam tujuh marga. Ke tujuh marga lamun di Indonesia terdiri dari 3 marga dari suku Hydrocharitaceae yaitu Enhalus, Thallassia, dan Halophila, serta 4 marga dari suku Pomatogetonaceae yaitu Halodule, Cymodocea, Syringodium dan

Thalassodendron (Tomascik et al, 1997). Halophila sp merupakan lamun yang hidup di daerah aquatik dengan mempunyai ciri-ciri dan fungsi yakni memiliki pucuk yang berdaun tegak dan mempunyai batang yang menjalar/rhizome, yang efektif untuk berkembang biak. Bunga lamun membentuk buah dan menghasilkan biji, juga memiliki akar sejati dalam suatu internal untuk transportasi gas dan nutrien. Daun Halophila sp ada yang berbentuk bulat panjang menyerupai telur, pisau wali, bulan, atau bentuk taji. Panjang daun 5-15 mm, permukaan daun licin, mempunyai 4 7 pasang tulang daun. Halophila sp dapat tumbuh di perairan dangkal dengan substrat berpasir dan berlumpur atau kadang kadang di terumbu karang. Mempunyai akar rimpang yang berbuku-buku (Endarwati, H. 2010). Dinoflagellata epibentik berasosiasi dengan lamun, bertujuan untuk memperoleh substansi organik dan nutrien lain yang biasanya dikeluarkan oleh lamun, yang nantinya digunakan untuk pertumbuhan. Di ekosistem lamun, individu dinoflagellata epibentik bersaing dengan organisme heterotropik dalam memperebutkan sumber makanan yang sama (Bochstahler dan Coats, 1993 in Faust, 2000).

13

Padina sp merupakan spesies dari filum Phaeyophyta (ganggang coklat) yang pada umumnya hidup di perairan laut, dari perairan laut dangkal hingga perairan dalam. Padina sp biasanya ditemukan di pingiran pantai, dan biasanya jumlahnya paling banyak. Ukuranya lebih besar dari gangang coklat lainnya. Ganggang ini berwarna transparan, dan berbentuk seperti jamur yang saling

menyatu (Juliana, 2010). Ganggang ini berwarna coklat karena di dalam talusnya terkandung pigmen fikosantin (coklat) dan xantofil. Selain fikosantin, ganggang ini juga memiliki klorofil a dan c, fikosantin dan klorofil itu terdapat di dalam plastid talusnya. Padina sp memiliki berbentuk seperti batang, berdaun banyak atau seperti pedang, berbentuk seperti kipas dan mempunyai warna cokelat. Akarnya berbentuk serabut yang disebut holdfast untuk menempel kuat pada substrat sehingga dapat digunakan untuk beradaptasi terhadap gerakan ombak pada daerah intertidal (Serigana, 2009).

2.3.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi dinoflagellata epibentik Dinoflagellata epibentik merupakan jenis fitoplankton yang

keberadaannya dipengaruhi dan saling berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya dalam tumbuh dan mempertahankan hidupnya. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan dinoflagellata epibentik sebagai fitoplankton yang menempel di lamun seperti berikut ini: 2.3.1. Suhu Menurut Pescod (1973), suhu air mempengaruhi sifat fisika, kimia, dan biologi perairan. Kenaikan suhu akan mempengaruhi kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen.

14

Suhu akan mempengaruhi keberadaan fitoplankton disuatu tempat. Adanya fluktuasi suhu akan menyebabkan turunnya kelimpahan kelompok fitoplankton. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20-30 0C (Effendi, 2003). Suhu optimum bervariasi pada masing-masing jenis fitoplankton. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh adanya intensitas cahaya dan konsentrasi nutrien. 2.3.2. Salinitas Salinitas adalah jumlah semua garam dalam air setelah semua karbonat diubah menjadi oksida-oksidanya, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida dan dinyatakan dalam satuan perseribu (Effendi, 2003). Menurut Nontji (2006), salinitas berpengaruh penting terhadap organisme dalam mempertahankan tekanan osmosis antara protoplasma dengan perairan. Salinitas tinggi akan mengakibatkan tekanan osmosis tubuh terhadap lingkungan meningkat sehingga energi yang diperlukan untuk menyesuaikan diri juga meningkat. Salinitas berpengaruh langsung terhadap laju pembelahan sel, distribusi, dan produktivitas fitoplankton. Fitoplankton laut dapat berkembang secara optimum pada salinitas 350/00. Penurunan salinitas menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan pertumbuhan. 2.3.3. Kedalaman Kedalaman perairan dapat mempengaruhi penetrasi cahaya matahari menembus kolom perairan yang nantinya akan mempengaruhi laju fotosintesis. Menurut Nybakken (1992), fitoplankton dapat melakukan aktivitas produksi

15

hanya pada kedalaman penetrasi cahaya. Dengan semakin bertambahnya kedalaman, maka penetrasi dan intensitas cahaya akan semakin berkurang. 2.3.4. Nitrat Nitrat merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton. Nitrat digunakan sebagai salah satu bahan pembentukan protein dan metabolisme seluler. Ketersediaan nitrat juga menentukan perkembangan lamun di komunitasnya. Mackentum (1969) menyatakan bahwa kadar nitrat yang dibutuhkan oleh fitoplankton laut adalah 0,203 0,790 mg/l. Effendi (2003) menambahkan bahwa kadar nitrat yang melebihi 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan, yang selanjutnya mempercepat pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara cepat (blooming). 2.3.5. Fosfat Sumber utama fosfat di laut berasal dari sungai, penguraian sisa organisme dan pengadukan di dasar laut (Odum, 1998). Selain itu juga berasal dari pelapukan batuan yang masuk ke laut terutama melalui transportasi sungai, degradasi bahan organik, serta buangan limbah deterjen dari daratan juga akan menghasilkan fosfat (Sanusi, 2006). Mackentum (1969) menjelaskan bahwa senyawa ortofosfat merupakan kadar pembatas bila kadarnya di bawah 0,009 mg/l, sementara pada kadar lebih dari 1 mg/l fosfat dapat menimbulkan blooming. Terjadinya blooming tersebut akan merangsang perairan menjadi bersifat anaerob yang akan menyebabkan kematian massal organisme perairan.

16

Jika konsentrasi fosfat di kolom air padang lamun cukup tinggi karena menerima masukan unsur hara dari luar perairan padang lamun (dekat sungai), maka dapat memacu perkembangan epifit yang hidup di daun lamun. 2.3.6. Arus Pergerakan fitoplankton sangat tergantung dari pergerakan air. Arus perairan dapat membantu penyebaran dan migrasi horizontal fitoplankton. Keberadaan padang lamun dapat mengurangi pengaruh arus, sehingga mengurangi transpor sedimen. Arus perairan yang kecil menyebabkan daun lamun dipadati oleh alga epifitik dan partikel halus sedimen yang terperangkap diantara alga epifitik. Hicks (1986) dan Armonies (1988) dalam Susetiono (1994) membuktikan bahwa laju penempelan biota terhadap lamun dipengaruhi oleh adanya gaya-gaya hidrodinamika didalam massa air seperti arus dan gelombang yang menyebabkan pengadukan sedimen. 2.3.7. pH pH perairan merupakan aktivitas ion hidrogen dan digambarkan sebagai logaritma dari timbal balik aktivitas ion hidrogen dalam mol per liter pada temperatur tertentu. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain aktivitas biologis seperti fotosintesis dan respirasi organisme, suhu dan keberadaan ion-ion dalam perairan (Pescod, 1973). Perubahan nilai pH air laut mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas biologis. Kisaran pH yang baik untuk fitoplankton adalah pH yang mendekati basa. Perairan dengan pH tinggi merupakan perairan yang produktif dan dapat

17

mengubah bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh fitoplankton (Musa, 1992 in Widhiasari, 2003).

18

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2013. Pengambilan dilakukan di sekitar perairan Pantai Cerocok Pesisir Selatan Sumatera Barat. Setelah itu dilanjutkan dengan analisis di Laboratorium Kimia Laut Jurusan Ilmu Kelautan dan Laboratorium Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau.

3.2. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan parameter fisika, kimia dan biologi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Bahan dan Alat di Lapangan Parameter (satuan) FISIKA 1. Suhu (0C) 2. Kecepatan arus (m/s) 3. Kecerahan KIMIA 1. Derajat keasaman (pH) 2. Salinitas (ppt) 3. Nitrat (ppm) 4. Posfat (ppm)

Alat

Bahan

Thermometer Current drogue Secchi disk

Air sampel Air sampel Air sampel

pH meter Hand refractometer Botol sampel 100 ml Botol sampel 100 ml

Air sampel Air sampel Air sampel,H2SO4 Air sampel

BIOLOGI 1. Sampel Dinoflagellata Vacum pump, corong, Aquades dan lugol 4% bentik (Cells g-1 algae) kertas saring, timbangan, kantong plastik, ice box, botol sampel, dan Scuba set.

Tabel 2. Bahan dan Alat di Laboratorium

19

Parameter (satuan) BIOLOGI 1. Sampel Dinoflagellata

Alat

Bahan

Mikroskop binokuler, Sampel Dinoflagellata Sedgwick-Rafter, pipet makro, tissue, dan buku identifikasi

KIMIA 1. Nitrat

Spektrofotometer, kertas saring

2. Posfat

Spektrofotometer, erlenmeyer

Air sampel, buffer nitrat, larutan hidrazin sulfat, larutan kupri sulfat, larutan aseron, dan larutan sulfanilamide, dan larutan nepthylenediamine (Saeni dan Latifah dalam Anggiat, 2008) Air sampel, H2SO4, potasium antymonil tartrat/ PAT, amonium molibdat, dan asam absorbat (Saeni dan Latifah dalam Anggiat, 2008)

3.3. Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey dengan melakukan pengambilan sampel dinoflagellta secara langsung di lapangan, kemudian dilanjutkan dengan analisis di Laboratorium Kimia Laut Jurusan Ilmu Kelautan dan Laboratorium Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau. Penelitian ini difokuskan pada 3 jenis bentik dinoflagellata (Ostreopsis sp, Prorocentrum sp, Gambierdiscus sp) pada Halophila sp dan Padina sp.

20

3.4. Prosedur Penelitian 3.4.1. Penentuan Lokasi Sampling Lokasi pengambilan sampel Dinoflagellata ditentukan secara purposive sampling pada kawasan lamun di daerah perairan Pantai Cerocok yang dibagi menjadi 2 (dua) stasiun berdasarkan kondisi kawasan tersebut. Stasiun 1 pada daerah yang hanya di tumbuhi oleh lamun dan stasiun 2 pada daerah lamun yang berasosiasi dengan karang. Pada setiap stasiun dilakukan pengambilan sampel sebanyak 7 (tujuh). 3.4.2. Pengambilan Sampel Sampel dinoflagellata diambil pada perairan yang memiliki alga. Dalam hal ini alga yang diambil berjenis halophila sp dan padina sp. Pengambilan sampel diambil mulai dari batang sampai daun dan pengambilannya dengan mengunakan pisau. Setiap stasiun dilakukan tujuh pengambilan sampel agar data yang diperoleh lebih akurat. Sampel diambil secara acak, dengan prosedur (GEOHAB, 2012) dan (YESOU, 2013) sebagai berikut: Lamun dan makro alga yang diambil langsung dimasukan kedalam kantong plastik Kantong plastik berisi lamun dan makro alga yang air laut dibawa ke darat Kantong plastik berisi sampel dikocok 3-5 detik untuk memisahkan bentik dinoflagellata dari lamun dan makro alga. Kemudian disaring dengan saringan bertingkat 350 mikron, kemudian 150 mikron dan terakhir disaring dengan kertas saring ukuran 20 mikron mengunakan vacum pump Lamun dan makro alga yang didapat ditimbang beratnya

21

Volume air dan berat yang didapat dicatat kedalam lembaran data untuk digunakan menghitung kelimpahan Masukan kertas saring kedalam botol, lalu tambahkan air laut yang tersaring sebanyak 15 ml lalu tutup rapat Untuk mengawetkan sampel ditambahkan 2 tetes larutan lugol 4%, sampel disimpan pada ice box Sebelum menghitung sampel terlebih dahulu kocok botol secara perlahan untuk memberikan kesempatan yang sama saat diamati di mikroskop.

3.4.3. Pengukuran Parameter kualitas Air Pengukuran parameter lingkungan perairan dilakukan pada saat siang hari (10.00 15.00 wib) pengukuran ini hanya dilakukan 1 kali pengulangan setiap stasiun. Adapun yang diukur meliputi suhu, pH, salinitas, nitrat, fosfat, kecerahan dan kecepatan arus. Parameter ini diukur pada permukaan perairan di sekitar stasiun penelitian. Tujuannya adalah untuk menggambarkan kondisi fisika kimia pada perairan yang menjadi faktor pembatas kehidupan dinoflagellata. 3.4.3.1. Salinitas Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan Handrefraktometer. Cara kerja pengukuran adalah sebagai berikut : a. Handrefractometer terlebih dahulu dikalibrasi dengan Aquades hingga garis biru yang tampak pada lensa okuler tepat pada posisi 0 0/00. b. Air laut diteteskan pada permukaan kaca pada Handrefractometer. c. Handrefractometer dihadapkan ke arah cahaya, lalu diamati dari lensa okuler. d. Nilai salinitas ditunjukkan oleh garis biru horizontal yang akan menunjuk pada suatu nilai dalam satuan permil.

22

3.4.3.2. Suhu Pengukuran suhu perairan yaitu dengan mencelupkan Thermometer ke permukaan perairan selama 1 menit, kemudian dilihat batas naiknya air raksa pada Thermometer dan dilihat angka yang ditunjuk oleh air raksa tersebut. 3.4.3.3. Kecerahan Pengukuran kecerahan perairan diukur dengan menggunakan Secchi disk yang diturunkan ke dalam perairan. Kemudian, diukur jarak panjang tali Secchi disk dari permukaan secchi disk yang masih tampak hingga kedalaman Secchi disk tidak terlihat. Untuk menghitung kecerahan digunakan Rumus :
(Jarak hilang Jarak tamp ak) 2

Jarak tampak adalah jarak dari permukaan perairan ditambah dengan jarak mata peneliti ke permukaan perairan sampai lempengan Secchi disk terlihat, sedangkan jarak hilang adalah jarak antara permukaan perairan sampai lempengan secchi disk tidak terlihat. 3.4.3.4. Kecepatan Arus Kecepatan arus diukur dengan memberikan tali pada current drouge dan diletakkan pada permukaan perairan kemudian diukur jarak tempuh current drogue tersebut dalam satuan waktu yaitu meter per detik (m/det) dari jarak awal diletakkan. Nilai kecerahan diperoleh dengan rumus:
v= s t
0))

Dimana : v s t

: Kecepatan (m/det) : Jarak Tempuh (m) : Waktu (det)

23

3.4.3.5. Derajat Keasaman (pH) Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Caranya yaitu dengan mencelupkan pH meter ke perairan, kemudian nilai pH dapat dilihat pada layar pH meter. 3.4.3.6. Pengambilan dan Penanganan Sampel Nitrat dan Fosfat Pengambilan sempel nitrat dan fosfat yaitu dengan menggunakan botol sampel. Untuk nitrat ditambahkan dengan H2SO4 sebagai pengawetnya.

Sementara untuk sempel posfat tidak diberikan perlakuan apapun. Kedua sampel nitrat dan posfat tersebut diberi label sesuai dengan lokasi pengambilan sampel dan disimpan dalam ice box. Kemudian sampel dianalisis di laboratorium menggunakan spektrofotometer. Analisis sampel nitrat dilakukan dengan sampel air diambil sebanyak 12,5 ml dan disaring menggunakan kertas saring, kemudian ditambah buffer nitrat 0,4 ml. Sampel air ditambahkan larutan pereduksi sebanyak 0,2 ml (larutan hidrazin sulfat dan kupri sulfat dengan perbandingan1:1), kemudian dibiarkan selama satu malam. Keesokan harinya larutan ditambah dengan larutan aseron 0,4 ml dan dicampur dengan baik dan ditambah larutan sulfanilamide 1,2 ml, kemudian dicampur dengan baik. Larutan sampel ditambahkan larutan nepthylenediamine 1,2 ml kemudian dicampur dengan baik, setelah 15 menit dilihat hasilnya pada pembacaan spektrofotometer gelombang 543 nm. Analisis sampel fosfat dilakukan dengan mengambil sampel air sebanyak 12,5 ml untuk disaring dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Sampel air ditambahkan combined reagent masing-masing 1,6 ml yang terdiri dari campuran H2SO4 (10ml), potasium antymonil tartrat/ PAT (1 ml), amonium molibdat (3 ml)

24

dan asam absorbat (6 ml), kemudian larutan didiamkan selama 30 menit. Setelah itu dilakukan pengamatan optik pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 880 nm (Saeni dan Latifah dalam Anggiat, 2008).

3.4. Pengolahan Data 3.4.3. Identifikasi dan Penghitungan Kelimpahan Identifikasi dilakukan sampai tingkat genus. Pengamatan dinoflagellata menggunakan mikroskop Olympus CX 21 dengan perbesaran 10 x 10 dan melakukan pengulangan 3 kali setiap botol sampel. Sampel air dinoflagellata epibentik diaduk agar dinoflagellata tersebar secara merata dan mempunyai kesempatan yang sama untuk terambil. Dinoflagellata yang diamati diidentifikasi menggunakan Omura (2012). Nilai kelimpahan dinoflagellata dihitung dengan menggunakan rumus YESOU (2013) :

Cells g-1 algae =

Keterangan : Avg cells Vol counted Vol tube Vol filltered Vol sample : Rata-rata sell : Volume satu tetes (1 ml) : Volume botol sempel (20 ml) : Volume air yang tersaring (300 ml) : Volume air yang diambil (550 ml)

Mass of algae : Berat alga yang diambil (18 g)

25

3.5. Analisis Data Data yang diperoleh dari pengambilan sampel disajikan dalam bentuk tabel, kemudian dilakukan uji t, selanjutnya dibahas secara deskriptif. Uji-t dilakukan untuk melihat perbedaan kelimpahan antara yang menempel pada Padina sp dan Halophila sp, serta antara kedua stasiun pada Halophila sp.

3.6. Asumsi Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. 2. Penempatan stasiun dianggap mewakili wilayah perairan yang diteliti. Dinoflagellata mempunyai kesempatan yang sama untuk terambil pada saat pengamatan di bawah mikroskop. 3. Parameter yang tidak diukur dianggap memberikan pengaruh yang sama.

26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil

4.1.1. Kondisi Umum Daerah Penelitian Pantai Cerocok adalah salah satu kawasan wisata yang terletak di Painan Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Secara geografis, Pantai Cerocok berada pada titik 122'1.0" LS dan 10033'50.4" BT. Didaerah ini tidak terdapat pabrik atau industri yang membuang limbah ke perairan. Hal tersebut menyebabkan kondisi lingkungan Pantai Cerocok masih terkategori baik. Limbah yang ada hanya dihasilkan dari aktifitas manusia yaitu pariwisata dan nelayan. 4.1.2. Komposisi Dinoflagellata Pada Halophila sp Dan Padina sp Komposisi Dinoflagellata yang diperoleh saat penelitian dari Perairan Pantai Cerocok dari masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Dinoflagellata pada masing-masing stasiun Dinoflagellata Yang Ditemukan (ind/sel) No Nama Genus stasiun 1 Halophila sp 1 2 3 Prorocentrum sp Ostreopsis sp Gambierdiscus sp Total Sumber : data primer 2013 Tabel diatas merupakan hasil perhitungan jumlah individu pada masingmasing stasiun. Pada stasiun 1 ditemukan Halophila sp dan Padina sp, dengan total individu terbanyak ditemukan pada Padina sp (298 ind/sel) sedangkan pada stasiun 2 hanya ditemukan Halophila sp (204 ind/sel). Pada stasiun 2 hanya 68 21 0 89 Padina sp 200 95 3 298 142 60 2 204 stasiun 2 Halophila sp Padina sp 0 0 0 0

27

terdapat Halophila sp diduga karena pada stasiun 2 kondisi terumbu karang rusak tidak sama halnya dengan stasiun 1 yang kondisi terumbu karangnya bagus. Habitat dari spesies Padina sp adalah di laut khususnya di perairan pantai dan hidup menempel pada batu karang (Ellysapurfianti, 2011). 4.1.3. Kelimpahan Dinoflagellata Kelimpahan dinoflagellata yang didapat pada saat penelitian di perairan pantai cerocok dari masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kelimpahan Dinoflagellata Kelimpahan Dinoflagellata (sel/g) stasiun 1 stasiun 2 Halophila sp Padina sp Halophila sp Padina sp 14,59 5,05 0 19,64 38,04 19,47 0,87 58,38 15,24 7,51 0,21 22,96 0 0 0 0

No 1 2 3

Nama Genus Prorocentrum sp Ostreopsis sp Gambierdiscus sp

Total Sumber: data primer 2013

Tabel diatas merupakan nilai kelimpahan dinoflagellata. Nilai yang paling tinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu jenis padina sp dengan total 58,38 sel/g dan individunya Prorocentrum sp dengan nilai 38,04 sel/g, sedangkan kelimpahan yang terendah di temukan pada stasiun 1 jenis Halophila sp dengan total 19,64 sel/g dan individunya Gambierdiscus dengan nilai 0 sel/g. Hasil tabel diatas menunjukan individu yang paling sering di temukan adalah Prorocentrum sp dan yang paling jarang ditemukan Gambierdicus sp. Total individu setiap alga pada stasiun dengan masing-masing pengulangan dan perhitungan jumlah kelimpahan individu dinoflagellata dapat di lihat pada lampiran 6.

28

4.1.4. Parameter Kualitas Perairan Parameter kualitas air dijadikan sebagai data pendukung, pengukuran dilakukan disekitar kawasan stasiun untuk pengambilan sampel dinoflagellata. Pengukuran kualitas air hanya dilakukan satu (1) kali. Nilai yang diukur dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Parameter Kualitas Air No. Parameter Kualitas Air Stasiun 1 8 29 0,22 33 0,02 0,04 2 8 29 0,20 33 0,03 0,05

1 pH 0 2 Suhu C 3 Kecepatan arus (m/det) 4 Salinitas (ppt) 5 Fosfat (mg/l) 6 Nitrat (mg/l) Sumber : Data Primer 2013

Hasil pengukuran parameter kualitas perairan diperoleh data untuk pH (8), suhu (29 0C), kecepatan arus (0,2 - 0,22 m/det), salinitas (33 ppt), fosfat (0,02 0,03 mg/l), dan nitrat (0,14 - 0,15 mg/l). 4.2. Pembahasan Komposisi dinoflagellata Pada stasiun 1 ditemukan Halophila sp dan Padina sp, dengan total individu terbanyak ditemukan pada Padina sp (298 ind/sel). Stasiun 2 hanya ditemukan Halophila sp dengan total individu 204 ind/sel. Jumlah dinoflagellata yang paling banyak terdapat pada stasiun 1, dimana pada stasiun 1 terdapat alga berjenis Padina sp dan Halophila sp sedangkan stasiun 2 tidak terdapat Halophila sp. Dinoflagellata yang paling banyak ditemukan pada masing masing alga adalah Prorocentrum. Kelimpahan yang paling tinggi yaitu Padina sp pada stasiun 1, dengan kelimpahan 16,83 sel/g dan

29

yang paling jarang dijumpai Gambierdiscus 0,49 sel/g pada stasiun 1 yang lamunnya berjenis Halophila sp. Pada stasiun 1 terdapat Halophila sp dan padina sp dimana stasiun 1 berada dekat di daerah terumbu karang yang masih baik. stasiun 2 hanya terdapat Halophila sp karena stasiun 2 berada di daerah terumbu karang dimana keadaan karangnya telah banyak mati. Jenis Prorocentrum mendominasi pada setiap stasiun penelitian, dibandingkan dengan jenis Gambierdiscus. Hal ini menunjukan lingkungan pada stasiun penelitian tidak sesuai bagi kehidupan jenis Gambierdiscus. Menurut Yasumoto (1977) Dinoflagellata jarang ditemukan pada kedalaman perairan yang dangkal atau pada tempat dengan intensitas cahaya tinggi. Spesies Gambierdiscus biasanya ditemukan pada makrofita, pasir detritus, dan permukaan terumbu karang bersama dengan spesies dinoflagellata lain dari ostreopsis genera, Coolia, Prorocentrum dan Amphidinium (Fukuyo, 1981). Berdasarkan perhitungan kelimpahan, kelimpahan dinoflagellata tertinggi di jumpai pada stasiun 1 berjenis padina sp sebanyak 32,94 sel/gr serta yang terendah pada stasiun 1 berjenis Halophila sp sebanyak 2,76 sel/gr. Perbedaan kelimpahan disebabkan oleh perbedaan jenis alganya dimana daun halophila sp berukuran kecil sedangkan daun padina sp berukuran lebih besar dari pada halophila sp. Kelimpahan dinoflagellata berhungan dengan kekayaan nutrien yang dipengaruhi topografi dan komponen biotik setempat (Rutzler dan Feller, 1996 dalam Nitajohan, 2008). Selain dipengaruhi oleh kondisi stasiun dan kerapatan lamun yang berbeda, kelimpahan dinoflagellata juga di pengaruhi oleh kandungan nutrien dan kondisi lingkungan di sekitarnya (Nitajohan, 2008).

30

Dengan

sedikitnya

Gambierdiscus

di

temukan

maka

peluang

berkembangnya racun ciguatera juga semakin rendah. Kondisi ini akan menguntungkan lingkungan sekitarnya, karena Gambierdiscus merupakan konstributor utama penyebab penyakit ciguatera fish poisoning (CFP) pada manusia. Biasanya Ciguatera dapat muncul pada daerah yang sebelumnya belum pernah terjangkit penyakit ini (Anderson dan Lobel, 1987). Nitrat merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga (Effendi, 2003). Nilai konsentrasi nitrat pada saat penelitian adalah 0,04 mg/l untuk stasiun 1 dan 0,05 mg/l untuk stasiun 2. Fosfat digunakan oleh

dinoflagellata untuk fotosintesis dan metabolisme (Nitajohan, 2008). Nilai kadar konsentrasi fosfat yang di dapat adalah 0,02 mg/l untuk stasiun1 dan 0,03 mg/l untuk stasiun 2. Effendi (2003) mengatakan bahwa kadar nitrat yang lebih dari 0,2 mg/l dapat menimbulkan eutrofikasi (pengayaan) perairan sehingga dapat menstimulasi pertumbuhan algae dan pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming), sedangkan kandungan fosfat pada perairan umum tidak lebih dari 0,1 mg/l kecuali mendapat penambahan dari air buangan dan pelimpahan daerah pertanian. Suhu permukaan air yang optimal bagi organisme perairan berkisar antara 28-31oC dan kisaran di daerah tropis yang layak mendukung kehidupan organisme akuatik adalah 25-32oC (Nontji, 2006). Suhu yang diukur pada stasiun penelitian berada pada suhu 29oC. Suhu pada masing masing stasiun masih tergolong optimal untuk pertumbuhan dinoflagellata. Namun ada beberapa spesies dinoflagellata epibientik, seperti Gambierdiscus toxicus, tumbuh pada suhu optimum 26
0

C, dengan

cepat

akan membunuh

sel,

dan umumnya

31

pertumbuhannya lambat pada suhu di bawah 22

C. Kisaran suhu untuk

pertumbuhan optimum biasanya terbatas, kemungkinan tergantung pada kondisi asli tempat ditemukannya spesies dinoflagellata epibentik, dimana biasanya terjadi sedikit variasi suhu (Clement, 1987). Kecepatan arus sangat berperan penting dalam sebaran spesies dinofllagelata. Pada penelitian ini kecepatan arus yang diperoleh pada lokasi penelitian adalah 0,20-0,22 m/detik. Kecepatan arus yang besar dapat mengurangi jenis organisme. Sifat dinoflagellata epibentik yang menempel pada substrat, tetap di pengaruhi oleh arus karena pada dasarnya adalah fitoplankton diamana memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga pergerakannya sangat tergantung pada arus. Salinitas berpengaruh penting terhadap keberadaan dinoflagellata

epibentik dalam mempertahankan tekanan osmosis antara protoplasma dengan perairan. Pertahanan tersebut digunakan untuk penyesuaian diri terhadap lingkungan di sekitarnya. Dari hasil pengukuran salinitas didapat salinitas 33 0/00, sedangkan fitoplankton laut dapat berkembang secara optimum pada salinitas 35
0

/00 (Nitajohan, 2008). Hal tersebut berarti nilai salinitas yang terukur sudah

cukup sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan dinoflagellata epibentik. Nilai pH yang didapat pada saat penelitian adalah 8. Nilai pH dapat menunjukkan kualitas perairan sebagai lingkungan hidup, walaupun kualitas perairan dipengaruhi dari sebagai faktor lainnya. Organisme air memiliki kemampuan yang berbeda dalam mentolelir pH perairan. Hasil dari pengukuran pH masih dalam kategori baik untuk pertumbuhan dinoflagellata karena mendekati basa. Menurut Nitajohan (2008) semakin tinggi nilai pH di suatu

32

perairan maka kelimpahan dinoflagellata epibentik diperairan tersebut akan bertambah. Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan uji-t untuk komposisi dan jumlah dinoflagellata diperoleh data tidak berbeda nyata dengan nilai sig > 0,05. Terjadinya perbedaan komposisi dinoflagellata pada setiap stasiun karena dinoflagellata yang ditemukan memiliki perbedaan habitat.

33

V. 5.1. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka kelimpahan dinoflagellata paling banyak dijumpai pada stasiun 1 dengan total 387 individu, sedangkan total yang dijumpai untuk stasiun 2 adalah 204 individu. Perbedaaan kelimpahan pada stasiun 1 dan stasiun 2 dikarenakan pada stasiun 1 terdapat makro alga (Padina sp) dan lamun (Halophila sp), sedangkan stasiun 2 tidak terdapat makro alga hanya lamun. Berdasarkan dari hasil perhitungan statistik dengan menggunakan uji-t, didapat bahwa jumlah dinoflagellata tidak berbeda nyata dengan nilai sig > 0,05.

5.2.

Saran Untuk penyempurnaan skripsi disarankan bagi peneliti yang ingin

melakukan penelitian tentang analisis epibentik dinoflagellata agar dikaitkan dengan kerapatan lamun apakah berpengaruh terhadap kelimpahannya.

Anda mungkin juga menyukai