Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible (tubuh gagal dalam mempertahankankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit), sehingga menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Gagal ginjal kronis merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung selama beberapa tahun). Gagal ginjal kronis dapat menimbulkan simtoma, yaitu laju filtrasi glomerular berada di bawah 60 ml/ men/ 1.73 m2, atau di atas nilai tersebut yang disertai dengan kelainan sedimen urine (Asadi 2012). Saat fungsi ginjal memburuk seluruh sistem tubuh menjadi terpengaruh. Manifestasi klinisnya berupa tertahannya hasil zat sisa, seperti urea, kreatinin, fenol, hormon, elektrolit, air, dan zat lainnya. Uremia merupakan sindroma dimana fungsi ginjal menurun hingga timbul beberapa gejala di dalam sistem tubuh. Hal ini sering terjadi ketika GFR 10 mL/min. Saat CKD berlangsung, pasien akan mengalami peningkatan retensi cairan dan membutuhkan terapi diuretik. Setelah di dialisis dan setelah periode waktu di dialisis, pasien dapat mengalami anuria. Hal ini disebabkaan oleh penurunan kemampuan ginjal dalam memfiltrasi cairan
1

dalam tubuh. Penatalaksanaan pada gagal ginjal kronis selain hemodialisa antara lain adalah pemberian medikasi, pembatasan konsumsi protein, pembatasan garam dan pembatasan cairan (Lewis, Sharon 2011). Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati hati dalam gagal ginjal lanjut, karena rasa haus pasien bukan merupakan ukuran yang dapat diyakini mengenai keadaan dehidrasi pasien. Berat badan harian merupakan parameter penting yang dipantau, selain catatan yang akurat mengenai asupan dan keluaran. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, hipertensi, gagal jantung kongestif, edema paru, dan intoksikasi cairan. Asupan yang kurang dari optimal dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan dapat memperburuk fungsi ginjal (Price, Wilson 2006 ). Dan saat kerusakan ginjal semakin parah tanpa dilakukan transplantasi ginjal dapat menyebabkan kematian.

(Medscape,2013) Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008 dan Global Burden of Disease (GDB), penyakit ginjal menyebabkan 163.275 kematian setiap tahunnya (WHO 2008). Di Amerika angka kematian karena CKD tahap 5 dan menjalani hemodialisa sebanyak 19% hingga 24% dimana sekitar 90.000 meninggal setiap tahunnya (Lewis, Sharon 2011). WHO memperkirakan di Indonesia akan terjadi peningkatan

penderita gagal ginjal antara tahun 1995-2025 sebesar 41,4%. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Moewardi mencatat penderita penyakit gagal ginjal terus mengalami peningkatan cukup signifikan, bila pada

tahun 2010 terdapat 2.016 pasien yang melakukan cuci darah atau hemodialisa (HD). Lalu pada 2011, terdapat 2.771 pasien. Sedangkan pada 2012 terdapat 3.380 pasien. Menurut dokter spesialis penyakit dalam RSUD Dr Moewardi, dr Agung Susanto SpPD, pasien RSUD yang

berasal dari luar Karesidenan Surakarta dan Jawa Timur bagian barat, seperti Ponorogo, Madiun dan Ngawi paling banyak mengidap penyakit tersebut (Suara merdeka 2013). Hasil studi yang diperoleh dari rekam medik rumah sakit panti waluya malang kasus GGK pada tahun 2010 2011 tercatat 191 kasus, sedangkan pada tahun 2012 - juli 2013 terdapat 259 kasus. Selain itu sarnak dkk th 2008 melaporkan motalitas GGK disebabkan oleh komplikasi kelebihan beban volume cairan yang berupa sekurangnya 40 % kematian akibat PKV. Henti jantung atau aritmia bertanggung jawab sebanyak 20% akibat kematian jantung. Sedangkan menurut penelitian wahyudi dari universitas Diponegoro di ruang ICU HCU RSUP Dr. Kariadi tahun 2012 didapatkan bahwa penyebab kematian pada GGK salah satunya adalah syok hipovolemik sebanyak 11,1%. Fenomena yang didapat oleh peneliti pada saat dinas di ruang rawat inap dewasa pada tanggal 1 Juli 2013, terdapat seorang pasien dengan GGK dan riwayat DM, keadaan pasien tersebut dalam kondisi oedema seluruh tubuh dan tidak pernah menjalani hemodialisa. Untuk mengeluarkan cairan dalam tubuhnya pasien hanya mendapatkan terapi obat anti deuritik rutin. Pasien tersebut selalu mengkonsumsi air mineral dengan ukuran botol 1500 ml/hari, jumlah urine produksinya per-hari

500 cc. Ketika ditanya apakah pasien mengerti tentang jumlah cairan yang harus dikonsumsi per-harinya, pasien mengatakan tidak mengerti. Pasien selalu merasa kehausan sehingga dia selalu mengkonsumsi banyak air putih. Pada tanggal 6 Agustus 2013, peneliti melakukan studi pendahuluan pada 4 orang pasien yang sedang menjalani cuci darah di ruang hemodialisa RS Panti Waluya . Dari tanya jawab yang dilakukan oleh peneliti kepada para pasien, didapatkan bahwa pasien A mengerti tentang jumlah cairan yang harus dia konsumsi sebanyak 900 cc / hari, pasien mengerti dari anjuran dokter , pasien A mengatakan bahwa dirinya lebih sering mengkonsumsi cairan 600 cc / hari dengan jenis cairan air putih dan susu, untuk cairan yang masuk dari makanan pasien tidak menghitungnya. Produksi urine pasien 750 cc/hari. Pasien B

mengatakan tidak mengerti tentang berapa jumlah cairan yang harus dia konsumsi per-hari, dan konsumsi cairannya per hari tidak sampai 500 cc / hari, pasien lebih suka mengkonsumsi teh daripada air putih. Produksi urine pasien 500 cc/ hari . Pasien C mengatakan kurang mengerti tentang berapa jumlah cairan yang harus dia konsumsi per-hari, tetapi pasien mempunyai inisiatif sendiri untuk membatasi konsumsi cairannya, pasien mengkonsumsi cairan sebanyak 750 / hari dan pasien mengusahakan cairan yang lebih banyak masuk adalah air putih. Produksi urine pasien 500 cc /hari. Pasien D mengatakan tidak mengerti tentang jumlah cairan

yang harus dikonsumsi, pasien biasanya mengkonsumsi cairan 600 cc /hari. Produksi urine pasien 300 cc /hari. Dalam masalah ini diharapkan peran perawat sebagai pelayan kesehatan professional dalam aspek promotif dapat dijalankan dengan baik, yakni dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang kebutuhan cairan pasien GGK dan bagaimana upaya yang harus dilakukan pasien dalam memenuhi kebutuhan cairannya . Begitu juga menurut Notoatmojo (2007) pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Overt behavior). Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis tertarik untuk meneliti tentang Hubungan Pengetahuan tentang Kebutuhan Cairan dengan Upaya Pemenuhannya pada Penderita Gagal Ginjal Kronik di Ruang Dewasa Rumah Sakit Panti Waluya Malang.

1.2 Rumusan masalah Rumusan masalah yang dapat dikemukakan peneliti adalah adakah Hubungan Pengetahuan tentang Kebutuhan Cairan dengan Upaya Pemenuhannya pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Dewasa Rumah Sakit Panti Waluya Malang?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Secara Umum, tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan tentang Kebutuhan Cairan dengan Upaya Pemenuhannya pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Dewasa Rumah Sakit Panti Waluya Malang 1.3.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengidentifikasi Hubungan Pengetahuan tentang Kebutuhan Cairan dengan Upaya Pemenuhannya pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Dewasa Rumah Sakit Panti Waluya Malang yang meliputi : 1. Untuk mengidentifikasi pengetahuan penderita GGK tentang pemenuhan kebutuhan cairan. 2. Untuk mengidentifikasi upaya penderita GGK dalam memenuhi kebutuhan cairannya. 3. Untuk mengidentifikasi Hubungan Pengetahuan tentang Kebutuhan Cairan dengan Upaya Pemenuhannya pada Penderita Gagal Ginjal Kronik.

1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Sebagai tambahan data mengenai pengetahuan penderita GGK tentang pemenuhan kebutuhan cairan sehingga dapat

dipertimbangkan

untuk

meningkatkan

pengetahuan

dan

keterampilan mahasiswa dalam memberikan penyuluhan tentang upaya pemenuhan kebutuhan cairan dan pencegahan kelebihan maupun kekurangan cairan pada penderita GGK 1.4.2 Manfaat Praktis Bagi peneliti sendiri diharapkan dalam proses penelitian ini peneliti dapat mengaplikasikan ilmu riset keperawatan yang telah dipelajari diperkuliahan. Hasil dari penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan acuan bahan bagi peneliti selanjutnya tentang pengetahuan kebutuhan cairan dan penderita GGK. upaya pemenuhannya pada

1.5 Batasan Penelitian 1.5.1 Topik Topik pada penelitian ini dibatasi pada hubungan pengetahuan tentang kebutuhan cairan dengan upaya pemenuhannya pada penderita gagal ginjal kronik.

Anda mungkin juga menyukai