BERANDA
ASKEP
IMAGE
BARCELONA FC
DOWNLOAD
YOUTUBE
ABOUT ME
ARTIKEL
Askep HIPERBILIRUBIN
HIPERBILIRUBIN
A. PENGERTIAN
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas
nilai normal bilirubin serum.
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan
sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai
kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada
sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan
oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis. (Markum,
1991:314)
B. ETIOLOGI
Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
Gangguan konjugasi bilirubin.
Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah. Disebut juga
ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup.
Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya Hipoalbuminemia
atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat
langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.
C. MANIFESTASI KLINIS
Kulit berwarna kuning sampe jingga
Pasien tampak lemah
Nafsu makan berkurang
Reflek hisap kurang
Urine pekat
Perut buncit
Pembesaran lien dan hati
Gangguan neurologik
Feses seperti dempul
Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
- Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir,
sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
- Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-4 dan
menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.
D. PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan
saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas
terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut
dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi di otak disebut kernikterus. Pada
umumnya dianggap bahwa kadar bilirubin indirek lebih dari 20mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat
keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia. (Markum, 1991)
E. PATHWAY
F. KLASIFIKASI
Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah.
Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga
menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi
gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi
bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan
regurgitasi.
Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi
tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi
dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7. penyebabnya organ
hati yang belum matang dalam memproses bilirubin
Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat
badan tidak bertambah.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan bilirubin serum
- Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir.
Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah
lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada
pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan
keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan
pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan
pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
H. PENCEGAHAN
dapat menyebabkan gangguan metabolic dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.
Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi
misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler
ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan transfuse tukar.
Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi
untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan
merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada
neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
Terapi transfuse
digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
Terapi obat-obatan
misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati yang
menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya
bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.
Menyusui bayi dengan ASI
Terapi sinar matahari
Tindak lanjut
Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi berkala
terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi dengan rehabilitasi
terhadap gejala sisa.
Pathways:
C. INTERVENSI
Dx I : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
integritas kulit kembali baik / normal.
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
o Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
o Tidak ada luka / lesi pada kulit
o Perfusi jaringan baik
o Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera
berulang
o Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Indicator Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan.
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC : Pressure Management
Intervensi :
o Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
o Hindari kerutan pada tempat tidur
o Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
o Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali
o Monitor kulit akan adanya kemerahan.
o Oleskan lotion / minyak / baby oil pada daerah yang tertekan
o Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat
5 : Selalu dilakukan
NIC : Penurunan Kecemasan
Intervensi :
o Tenangkan klien.
o Jelaskan seluruh prosedur pada klien/keluarga dan perasaan yang mungkin muncul pada saat
melakukan tindakan.
o Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan.
o Sediakan aktivitas untuk mengurangi kecemasan.
NIC II : Peningkatan Koping.
o Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit.
o Sediakan informasi actual tentang diagnosa, penanganan.
o Dukung keterlibatan keluarga dengan cara tepat.
Dx V : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
keluarga dapat mendapat pengetahuan mengenai penyakit yang diderita anaknya.
NOC : Knowledge : Disease Process
Kriteria Hasil :
o Pasien dan keluarga mengatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan
o Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
o Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat / tim kesehatan
lainnya
Indicator Skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NIC : Teaching : Disease Process
Intervensi :
Dx III : Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau peningkatan kadar bilirubin.
Kriteria Hasil :
o Klien terbebas dari cidera (skala 5)
o Klien mampu menjelaskan metode untuk mencegah injuri/ cidera (skala 5)
o Klien mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injuri. (skala 5)
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.
Doengoes,M.E. 1999. Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta : EGC.
Http://www.medicastore.com
Http://www.google.com
Jhonson,Marion,dkk. 1997. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC) Edisi 2. St.
Louis ,Missouri ; Mosby.
Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.
Mc Closkey, Joanner. 1996 . Iowa Intervention Project Nursing Intervention Classification (NIC)
Edisi 2. Westline Industrial Drive, St. Louis :Mosby.
Santosa,Budi . 2005 - 2006. Diagnosa Keperawatan NANDA . Jakarta : Prima Medika.
Staf pengajar ilmu keperawatan anak. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.
Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta : EGC.
Separman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 2. Jakarta : FKUI.
Dibuat Oleh Trinoval Yanto Nugroho at Tuesday, April 06, 2010