Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan kasus yang sering ditemui pada praktik dokter umum maupun di unit gawat darurat. Infeksi virus dengue memiliki beberapa manifestasi dari asimtomatik hingga kasus yang berat seperti syok yang dapat berakibat fatal.1,2 Indonesia merupakan salah satu negara endemis DBD dengan angka pelaporan kasus paling tinggi dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara.3 Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan bahwa pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007).4 Seperti penyakit tropik infeksi lainnya, penyakit DBD dipengaruhi oleh faktor host (manusia), agent (virus dengue), dan lingkungan. Keterkaitan antara hal-hal ini sangat kompleks sehingga DBD sangat sulit diberantas walaupun kasus DBD telah ada sejak abad ke-18 dan pemerintah Indonesia telah mengusahakan pengendalian vektor nyamuk.5-8 Pasien DBD yang datang ke unit gawat darurat bervariasi dari infeksi ringan hingga berat disertai tanda-tanda perdarahan spontan masif dan syok. Diagnosis harus ditetapkan secara cepat dan pentalaksanaan pada keadaan ini tentu harus dilakukan sesegera mungkin. Hingga saat ini penatalaksanaan DBD belum ada yang spesifik dan hanya dilakukan teapi suportif yaitu dengan penggantian cairan. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.4-6

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan demam berdarah dengue? 2. Apa penyebab terjadinya demam berdarah dengue? 3. Bagaimana mekanisme demam berdarah dengue? 4. Bagaimana cara mendiagnosa demam berdarah dengue? 5. Bagaimana penanganan pasien dengan demam berdarah dengue?

1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan demam berdarah dengue. 2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya demam berdarah dengue. 3. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme terjadinya demam berdarah dengue. 4. Untuk mengetahui bagaimana cara mendiagnosa demam berdarah dengue. 5. Untuk mengetahui bagaimana penanganan pasien dengan demam berdarah dengue.

1.4 Manfaat Teoritis Makalah ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan dan landasan teori mengenai demam berdarah dengue. Praktis Makalah ini diharapkan mampu memberikan landasan ilmiah dalam penanganan pada kondisi demam berdarah dengue.

BAB II STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien Nama : An. A

Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 7 th

Suku Bangsa : Jawa Agama Pekerjaan Alamat : Islam : Pelajar : Kepanjen

Tanggal MRS : 28 Januari 2013 No. Registrasi : 311064 2.2 Anamnesis (Heteroanamnesis) 1. Keluhan Utama : Panas 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan panas mendadak tinggi sejak 3 hari yang lalu, terus-menerus, siang sama dengan malam. Panas tidak disertai dengan kejang, menggigil, batuk, pilek, maupun sesak nafas. Sejak 2 hari yang lalu, pasien mengeluh keluar darah dari hidung. Perdarahan keluar 2 kali, darah berwarna kehitaman dan kental, jumlahnya rata-rata tiap kali perdarahan 2 sendok makan. Tidak ada riwayat kepala terkena benturan serta mengorek-ngorek hidung. Selain itu pasien juga mengeluh sakit di bagian ulu hati, mual, dan sakit kepala. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Nafsu makan dan minum pasien menurun. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya 4. Riwayat Penyakit Keluarga Dalam keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini.
3

5. Riwayat Alergi Disangkal. Ayah dan Ibu juga tidak memiliki riwayat alergi. 6. Riwayat Pengobatan Berobat ke dokter 1 hari yang lalu, diberi obat paracetamol syrup dan antibiotik, tetapi panas tidak turun. 7. Riwayat Kehamilan dan Persalinan ANC : Setiap bulan ke bidan, ibu tidak pernah sakit sewaktu hamil. Riwayat kelahiran : lahir cukup bulan ditolong bidan, BBL= 3000 gr, spontan, menangis kuat. 8. Riwayat Imunisasi Imunisasi terakhir campak pada usia 6 tahun. 9. Riwayat Tumbuh Kembang Tumbuh kembang normal sesuai dengan umur.

2.3 Pemeriksaan Fisik Status Present - Keadaan Umum - Tekanan Darah - Nadi - Respirasi - Suhu Axillar Status Antropometri - Berat Badan - Tinggi Badan Status Generalis Kepala - Mata : Normocephal, ubun-ubun datar. : Mata cowong -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek cahaya (+/+). : 23 Kg : 116 cm : Tampak sakit sedang, Composmentis, Kesan gizi cukup : 100/70 mmHg : 110 x/menit : 21 x/menit : 37,8 C

- Telinga : Liang telinga lapang, serumen (-), sekret (-). - Hidung : Deviasi septum (-), pernapasan cuping hidung (-), sekret (-), darah (-). - Mulut Leher Thoraks - Paru : Bibir kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-), faring hiperemis (-). : Trakhea di tengah, pembesaran KGB (-) : Bentuk normal, simetris +/+, retraksi -/-

- Jantung : Bunyi jantung I II tunggal, reguler, murmur (-) : Suara dasar vesikuler normal Ronkhi Wheezing -

Abdomen : Flat, timpani, bising usus (+) normal, nyeri tekan epigastrik (-), nyeri tekan regio hipokondrial kanan (+). Hepar teraba (+) 1 jari, lien tidak teraba, Ekstremitas : - Superior : Akral hangat +/+, edema -/- Inferior : Akral hangat +/+, edema -/CRT < 2 detik

2.4 Pemeriksaan Laboratorium (28 Januari 2013) Darah Lengkap - Hb - PCV - Eritrosit - Leukosit - Trombosit : 13,6 gr/dL : 38,4,9 % : 4.43 juta/cmm : 4.530 sel/cmm : 100.200 /l ( 11,3 - 16 gr/dL ) ( 33 43 %) (3 6 juta/cmm) (4000 - 12000sel/cmm) (150.000-450.000/l )

2.5 Resume Pasien anak 7 tahun datang dengan keluhan panas mendadak tinggi sejak 3 hari yang lalu, terus-menerus, siang sama dengan malam. Sejak 2 hari yang lalu, keluar darah dari hidung 2 kali, darah berwarna kehitaman dan kental, jumlah rata-rata tiap kali perdarahan 2 sendok makan. Selain itu pasien juga mengeluh sakit di bagian ulu hati (+), mual (+), dan sakit kepala (+). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Nafsu makan dan minum pasien menurun. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran composmentis. Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD : 100/70 mmHg, N : 110 x/menit, RR: 21 x/menit, dan suhu axillar : 37,8 C. Status antropometri pasien didapatkan BB : 23 kg, TB : 116 cm, kesan gizi normal. Status lokalis didapatkan nyeri tekan regio hipokondrial kanan (+), hepar teraba (+) 1 jari. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil penurunan jumlah trombosit yaitu 100.200 /l. 2.6 Diagnosis Kerja Demam Berdarah Dengue derajat II 2.7 Diagnosis Banding 1. 2. 3. Chikungunya haemorragic fever Idiopathic thrombocytopenic purpura Demam tifoid

2.8 Planning Diagnosa - Darah lengkap - IgG dan IgM Dengue 2.9 Planning Terapi a. Non Medikamentosa - Tirah baring - Minum banyak - Diet nasi tim 3 x 1
6

b. Medikamentosa - Infus IVFD Asering 60 cc/jam 4 tpm - Inj. Ranitidine 2 x 1/2 amp I.V - P.O Paracetamol syr 4 x 2 cth 2.10 Planning Monitoring - Observasi tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu, frekuensi pernafasan) - Awasi perdarahan - Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Tabel 2.1. Follow Up Pasien


29-1-2013 (05.30) S Demam (+), perdarahan dari hidung (-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAK (+) normal, BAB (+) normal, intake (+) 30-1-2013 (05.30) Demam (-), perdarahan dari hidung (-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAK (+) normal, BAB (-), intake (+) 31-1-2013 (05.30) Demam (-), perdarahan dari hidung (-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAK (+) normal, BAB (-), intake (+) 1-2-2013 (05.30) Demam (-), perdarahan dari hidung (-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAK (+) normal, BAB (+) normal, intake (+) , gatal pada kaki dan tangan (+) O K/U : Cukup, CM, Kesan gizi cukup VS : TD : 100/80 mmHg N : 120x/menit RR : 20x/menit Suhu Ax : 38.8 C Kepala : Conj. anemis -/-, ikterik -/, epistaksis (-), bibir kering (+), sianosis (-), gusi berdarah (-). Thorax: simetris +/+, retraksi -/Cor : S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-) Paru : Vesikuler (+) Ronkhi Wheezing K/U : Cukup, CM, Kesan gizi cukup VS : TD : 110/80 mmHg N : 121x/menit RR : 20x/menit Suhu Ax : 36.6 C Kepala : Conj. anemis -/-, ikterik -/, epistaksis (-), bibir kering (+), sianosis (-), gusi berdarah (-). Thorax: simetris +/+, retraksi -/Cor : S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-) Paru : Vesikuler (+) Ronkhi Wheezing K/U : Cukup, CM, Kesan gizi cukup VS : TD : 110/70 mmHg N : 118x/menit RR : 22x/menit Suhu Ax : 36.5 C Kepala : Conj. anemis -/-, ikterik -/, epistaksis (-), bibir kering (+), sianosis (-), gusi berdarah (-). Thorax: simetris +/+, retraksi -/Cor : S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-) Paru : Vesikuler (+) Ronkhi Wheezing K/U : Cukup, CM, Kesan gizi cukup VS : TD : 100/80 mmHg N : 120x/menit RR : 21x/menit Suhu Ax : 36.8 C Kepala : Conj. anemis -/-, ikterik -/, epistaksis (-), bibir kering (-), sianosis (-), gusi berdarah (-). Thorax: simetris +/+, retraksi -/Cor : S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-) Paru : Vesikuler (+) Ronkhi Wheezing -

Abdomen : Flat, timpani, BU (+)

Abdomen : Flat, timpani, BU (+)

Abdomen : Flat, timpani, BU (+)

Abdomen : Flat, timpani, BU (+)

normal, nyeri tekan hipokondrial kanan (+). Hepar teraba (+) 1 jari, lien tidak teraba, Ekstremitas Akral hangat + + + + : Edema -

normal, nyeri tekan hipokondrial kanan (+). Hepar teraba (+) 1 jari, lien tidak teraba, Ekstremitas Akral hangat + + + + : Edema -

normal, nyeri tekan hipokondrial kanan (+). Hepar teraba (+) 1 jari, lien tidak teraba, Ekstremitas Akral hangat + + + + : Edema -

normal, nyeri tekan hipokondrial kanan (+). Hepar dan lien tidak teraba, Ekstremitas Akral hangat + + + + : Edema -

Confalesence rush + + + +

CRT < 2 detik

CRT < 2 detik

CRT < 2 detik

Demam Berdarah Dengue derajat II Hari ke IV

Demam Berdarah Dengue derajat II Hari ke V Planning Diagnosa Cek Hb, Ht, trombosit tiap 12 jam Planning Terapi - Inf. IVFD Asering 60 cc/jam 4 tpm - Inj. Ranitidine 2 x 1/2 amp I.V - P.O Paracetamol syr 4 x 2 cth - Diet nasi tim 3 x 1 Planning Monitoring - Observasi tanda-tanda vital - Awasi perdarahan

Demam Berdarah Dengue derajat II Hari ke VI Planning Diagnosa Cek Hb, Ht, trombosit tiap 12 jam Planning Terapi - Inf. IVFD Asering 60 cc/jam 4 tpm - Inj. Ranitidine 2 x 1/2 amp I.V - P.O Paracetamol syr 4 x 2 cth - Diet nasi tim 3 x 1 Planning Monitoring - Observasi tanda-tanda - Awasi perdarahan

Demam Berdarah Dengue derajat II Hari ke VII Planning Diagnosa Cek Hb, Ht, trombosit tiap 12 jam Planning Terapi - Inf. IVFD Asering 60 cc/jam 4 tpm - Inj. Ranitidine 2 x 1/2 amp I.V - P.O Paracetamol syr 4 x 2 cth - Diet nasi tim 3 x 1 Planning Monitoring - Observasi tanda-tanda vital - Awasi perdarahan

Planning Diagnosa Cek Hb, Ht, trombosit tiap 12 jam Planning Terapi - Inf. IVFD Asering 60 cc/jam 4 tpm - Inj. Ranitidine 2 x 1/2 amp I.V - P.O Paracetamol syr 4 x 2 cth - Diet nasi tim 3 x 1 Planning Monitoring - Observasi tanda-tanda vital - Awasi perdarahan

Tabel 2.2. Monitoring pemeriksaan laboratorium 29 - 1 - 2013 Hb (gr/dL) PCV (%) Eritrosit (juta/cm2) Leukosit (sel/cm2) Trombosit (sel/cm2) Ig G Dengue Ig M Dengue 10,8 32,5 3,71 3.200 61.500 (+) (+) 30 - 1 - 2013 10,5 31,7 3,60 5.100 43.600 31 - 1 - 2013 10,6 32,7 3,71 5.450 51.400 1 - 2 - 2013

10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Overview Infeksi Dengue 3.1.1. Virus Dengue Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai genus Flavivirus. Virus ini memiliki empat jenis serotipe yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Antibodi yang terbentuk dari infeksi salah satu jenis serotipe tidak memberikan perlindungan yang memadai untuk serotipe lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan paling banyak menimbulkan manifestasi klinis yang berat.1,2,5,8 Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yakni dua hari sebelum panas hingga 5 hari setelah demam timbul. Virus yang terdapat pada kelenjar liur kemudian berkembang biak dalam waktu 8-10 hari dan selanjutnya dapat ditularkan kepada manusia lain melalui gigitan. Sekali virus masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus (infektif) sepanjang hidupnya.2,8

3.1.2. Patogenesis Patogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder, akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu dan menyebabkan kenaikan titer tinggi IgG antidengue. Replikasi virus dengue mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi menyebabkan peningkatan sistem komplemen. Pelepasan C3a dan permeabilitas dinding pembuluh darah C5a dan

merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar

11

hematokrit (Ht), penurunan natrium (Na) dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam dan bila tidak ditangani secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat berakibat fatal.1,2 Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi syok.1,2 mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan

3.1.3. Perjalanan Penyakit Setelah masa inkubasi, penyakit ini diikuti oleh tiga fase, yaitu febris, kritis, dan recovery (penyembuhan) (gambar 3.1).5

Gambar 3.1. Perjalanan Penyakit DBD.5

12

Fase Febris Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas. Fase ini biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka kemerahan, eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala. Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri tenggorokan atau mata merah (injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan penyakit lainnya secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat dijadikan parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan tidak gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan (warning signs) dan parameter lain sangat penting untuk mengenali progresi ke arah fase kritis.2,5,10 Warning signs meliputi:5 - Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan mukosa, pembesaran hati >2 cm - Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit. Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5 demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih jarang.2,5,10 Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan adanya peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD mempunyai hasil positif.2 Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam. Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae. Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yang dapat meningkatkan kecurigaan ke arah dengue.2,5

13

Fase Kritis Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam mulai cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini harus diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga dibawah 37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis biasanya terjadi selama 24-48 jam.2,5 Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi. Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.2,5 Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis akibat kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba. Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik, dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat.
1,2,5

Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat dikatakan menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang menjadi fase kritis kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada pasien perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya kebocoran plasma.5

Fase Penyembuhan (Recovery) Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi gradual cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum

14

pasien membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik meningkat, dan diuresis normal. Beberapa pasien akan mengalami ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya dan pruritus generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera setelah demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian cairan pada fase ini perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan edema paru atau gagal jantung kongestif.5

3.2. Manajemen Kasus DBD Manajemen kasus DBD meliputi beberapa tahap yakni:5 1. Penilaian : a. Riwayat penyakit sekarang, riwayat pengobatan lalu, dan riwayat keluarga b. Pemeriksaan fisik, termasuk fisik umum dan mental c. Investigasi, termasuk laboratorium rutin dan spesifik-dengue 2. Diagnosis, penilaian fase penyakit, dan keparahan 3. Manajemen: menetapkan tatalaksana berdasarkan manifestasi klinis dan hal-hal terkait lainnya: - Rawat jalan (kelompok A) - Rawat inap (kelompok B) - Membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi (kelompok C)

3.2.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Anamnesis harus meliputi:5 (1) Onset demam/penyakit, (2) Jumlah intake oral, (3) Warning signs, (4) Diare, (5) Perubahan status

mental/kejang/ketidaksadaran, (6) Urin output (frekuensi, volume, dan waktu terakhir kencing), (7) Riwayat keluarga atau tetangga yang mengalami DBD, riwayat bepergian ke daerah endemis, kondisi penyerta (bayi, kehamilan, obesitas, diabetes mellitus, hipertensi), bepergian ke hutan dan berenang di air terjun

15

(mengarahkan leptospirosis, tipus, malaria), riwayat penggunaan narkoba dan seks bebas (HIV serokonversi akut). Sedangkan pemeriksaan fisik harus meliputi:5 (1) Status mental, (2) Status hidrasi, (3) Status hemodinamik, (4) Takipnoe/pernapasan asidosis/efusi pleura, (5) Nyeri abdomen/ hepatomegali/asites, (6) Ruam dan manifestasi perdarahan, (7) Uji torniquet.

3.2.2. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin (Hb), kadar hematokrit (Ht), jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke-3).1 Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil. Pada akhir demam, jumlah leukosit, dan sel neutrofil bersama-sama menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat.1,2,10 Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000/l. Pada umumnya trombosit terjadi sebelum ada peningkatan hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Jumlah trombosit <100.000/l biasanya ditemukan antara hari sakit 3-7. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun.1,2 Peningkatan kadar hematokrit (>20%) yang menggambarkan

hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma sehingga perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh penggantian cairan dan perdarahan.1,2 Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.1,2,5

3.2.3. Pemeriksaan Radiologi Pada foto toraks (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II) didapatkan efusi pleura, terutama di hemitoraks sebelah kanan. Pemeriksaan foto

16

toraks sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.1 2.2.4. Pemeriksaan Antigen dan Antibodi Virus Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 12 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.1,11 Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima seelah onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan menurun hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG muncul beberapa hari setelah IgM dan pada infeksi primer, produksi IgG lebih rendah dibandingkan IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi, bahkan seumur hidup.11 Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat lebih banyak dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG merupakan antibodi predominan pada infeksi sekunder.11 Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen spesifik virus dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena itu, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.

3.2.5. Diagnosis Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan bila semua hal di bawah ini terpenuhi:1,9 1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

17

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan melena. 3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml). 4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut: - Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar. - Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. - Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, dan hiponatremia. Menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD ditegakkan dengan melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan), menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta apakah pasien memerlukan rawat.5 Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun, dan/atau trombositopenia uji torniquet positif.

3.2.6. Penatalaksanaan Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah terapi suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur intravena.1,4 Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A), membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi (kelompok C).5

18

Kelompok-A5 Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam, dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda. Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila warning signs muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah: o Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang hilang akibat demam. o Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam. Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam. o Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan trombosit (kelompok-B). Kelompok-B5 Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis. Kriteria rawat pasien DBD adalah:5 1. Adanya warning signs 2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum, hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin. 3. Perdarahan 4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis). 5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites 6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua

19

7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa transpor memadai. Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah: o Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis. o Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit, lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5 10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa kecepatan cairan infus berkala. o Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht menurun. o Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat. Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap 14 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ sesuai indikasi. Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan: o Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9% atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk pasien obese atau overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan volume minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-48 jam. o Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.

20

Kelompok-C5 Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila mengalami DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah. Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer (takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat dan hangat, dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran membaik, urin output >0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).

Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi

Gambar 3.2. Algoritma Pasien Syok Terkompensasi

21

Terapi pada Syok Hipotensi

Gambar 3.3. Algoritma Pasien Syok Hipotensi

3.2.7. Indikasi Pulang Pasien DBD Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:5 Klinis: o Bebas demam selama minimal 48 jam

22

o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu makan makan membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal, tidak ada gangguan pernapasan) Laboratoris: o Peningkatan jumlah trombosit o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena

23

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan Pada pasien ini didiagnosis DBD berdasarkan adanya demam akut 2-7 hari, terdapat mainfestasi perdarahan (epistaksis), trombositopenia, dan kebocoran plasma. Pemeriksaan serologi anti Ig-M dan Ig-G juga menunjukkan hasil positif. Pasien ini mengalami DBD derajat II karena terdapat perdarahan spontan berupa epistaksis. Adanya warning signs menjadi indikasi rawat bagi pasien ini. Tatalaksana yang diberikan infus Asering 60cc/jam. Selain itu diberikan terapi simtomatik berupa parasetamol dan ranitidin.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo, A. et.al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2009.p.2773-9. 2. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2004. 3. Situation update of dengue in the SEA Region, 2007 diunduh dari www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_dengue-SEAR-2008.pdf 4. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue. Medicines 2009:22;1. 5. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. World Health Organization, 2009. 6. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control. 2nd edition. Geneva : World Health Organization. 1997. 7. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospitals. 1999. diunduh dari

http://www.searo.who.int/LinkFiles/Dengue_Guideline-dengue.pdf 8. Infections Caused by Arthropod- and Rodent-Borne Viruses. In: Braunwald, et al. Harrisons Principles of Internal Medicine. Companies, 2008. 9. Anonim. Demam Berdarah Dengue (DBD). Dalam: Sastroasmoro S, et.al. (editor). Panduan Pelayanan Medis. Jakarta: RSUPN Dr. Cipto
17

th ed. USA: McGraw Hill

Mangunkusumo, 2007.p.156-7. 10. Fact Sheet on Dengue and Dengue haemorrhagic fever. World Health Organization Sudan, 2005. Diunduh dari

www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ 11. World Health Organization. Dengue Fever. Diunduh dari

www.emro.who.int/sudan/pdf/cd_trainingmaterials_dengue.pdf

25

12. Estuningtyas A, Arif A. Obat Lokal. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007. P.522.

26

LAMPIRAN

27

Anda mungkin juga menyukai