Anda di halaman 1dari 8

Faktor Resiko Osteoartritis Etiologi (penyebab) dari osteoarthritis belum diketahui dengan pasti tetapi faktor resiko yang

mempengaruhi adalah 1. Usia Merupakan faktor resiko tertinggi untuk osteoarthritis. Dalam survey radiografik, perempuan berusia kurang dari 45 tahun, 2% menderita :

osteoarthritis. Hal ini berbeda pada wanita berusia antara 45 tahun dan 65 tahun dimana prevalensinya mencapai 30%, sedangkan yang berusia lebih dari 65 tahun memiliki prevalensi 68%. Pada laki-laki, angkanya serupa tetapi sedikit lebih rendah pada kelompok usia tua (Murphy L, 2008). 2. Obesitas Pada keadaan normal, berat badan akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi otot paha bagian lateral sehingga resultan gaya akan melewati bagian tengah/sentral sendi lutut. Sedangkan pada orang yang mengalami obesitas, resultan gaya akan bergeser ke medial sehingga beban gaya yang diterima sendi lutut tidak seimbang (Evidence Report, 2006). Tambahan berat badan biasanya berhubungan dengan osteoarthritis lutut. Kelebihan berat badan memperburuk osteoartritis sejak kerusakan dimulai.

Gambar 2.1.7 Gambar anatomis sendi lutut beserta ligamen 3. Pekerjaan Aktivitas Fisik yang Banyak Pekerja dengan aktivitas yang berat akan mempunyai resiko terserang OA lebih besar (Harrison, 2007). Osteoarthritis lebih sering terjadi pada sendi yang digerakkan secara berulang daripada sendi lain. Laki-laki yang

pekerjaannya memerlukan gerakan lutut berulang dan paling sedikit tuntutan fisik tingkat sedang lebih sering memiliki tanda radiografik OA lutut, dan gambaran radiografiknya cenderung lebih berat daripada laki-laki yang pekerjaannya tidak memerlukan keduanya (Uncu, 2005). 4. Jenis kelamin Wanita lebih banyak daripada pria (Parjoto, 2000). Secara keseluruhan, di bawah usia 45 tahun frekuensi OA pada laki-laki dan wanita kurang lebih sama, tetapi di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita daripada laki-laki. Dalam Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis OA (Engelhardt,, 2010). Dalam buku Primer on the Rheumatic Disease edisi 13, pada wanita yang mengalami menopause deimana esterogen tidak lagi diproduksi dan hal ini meningkatkan resiko osteoporosis maka mekanisme pertama tubuh adalah meningkatkan massa tubuh untuk mencegah osteoporosis. Dalam peningkatan massa tubuh hormon yang paling berperan adalah leptin yang dilepaskan oleh sel lemak. Peningkatan leptin ini akan mempengaruhi metabolisme tulang terutama kinerja osteocalcin. Saat osteocalcin meningkat terjadi peningkatan metabolisme glukosa yang berlebih yang nantinya akan mempengaruhi metabolisme kartilago secara tidak langsung (Fernandes, Jose M., 2011). 5. Faktor hormonal/ metabolism Diabetes melitus berperan sebagai predisposisi timbulnya OA.

Mekanisme hormonal ini merupakan rangkaian sindroma metabolik. Dimana resistensi insulin akan menurunkan produksi adiponektin yang akan

meningkatkan resorbsi tulan. Peningkatan resorbsi tulang yang tidak seimbang akan menstimulasi terjadinya mikrofraktur. Dari mikrofraktur ini akan

menstimulasi kondrosit yang akan menurunkan sintesa glikosamin dan proliferasi kondrosit itu sendiri. Dengan penurunan produksi glikosamin dan kondrosit inilah yang menjadi dasar terjadinya osteoarthritis (Wilder, 2006). 6. Suku bangsa Prevalensi dan pola angka kejadian osteoarthritis berbeda di antara masing-masing suku bangsa. osteoarthritis paha lebih jarang terjadi pada orang

kulit hitam dan Asia. Osteoarthritis lebih sering dijumpai pada orang-orang Amerika asli (Indian) daripada orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan (Urabe, 2008). 7. Keturunan Genetika dapat mempengaruhi timbulnya osteoarthritis. Sebagai contoh, heritabilitas osteoartritis tangan sekitar 65 persen. 8. Kelainan pertumbuhan Berdasarkan Ontario Health Technology Assessment 2005, kelainan pinggul dan lutut dapat menyebabkan osteoartritis dini. Beberapa orang dilahirkan dengan cacat atau tulang rawan sendi cacat, yang dapat

meningkatkan resiko osteoarthritis. 9. Cedera Cedera lutut akut diakui sebagai penyebab umum radang sendi lutut. Luka, seperti yang terjadi ketika bermain olahraga atau pada atlet, dapat meningkatkan resiko osteoarthritis.

10. Faktor Nutrisi Ada bukti bahwa OA terkait dengan radikal bebas dan diet tinggi antioxidants (terutama vitamin C dan D) adalah pelindung terhadap

pengembangan OA. Rendah asupan vitamin C dan D telah dikaitkan dengan peningkatan risiko osteoartritis lutut.. Dilihat dari pathogenesisnya, penuaan kondrosit dianggap hasil dari stres oksidatif kronis (Mussafar, 2005). 11. Densitas tulang yang tinggi Densitas tulang yang tinggi mempunyai hubungan dengan tingginya prevalensi osteoarthritis pada lutut, panggul dan tangan. Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan densitas mineral tulang berhubungan dengan

pengembangan osteoarthritis lutut (Fauci, 2008).

Penatalaksanaan Tujuan dari penatalaksanaan pasien yang mengalami OA adalah untuk edukasi pasien, pengendalian rasa sakit, memperbaiki fungsi sendi yang terserang dan menghambat penyakit supaya tidak menjadi lebih parah. Penatalaksanaan OA terdiri dari terapi non obat (edukasi, penurunan berat badan, terapi fisik dan terapi kerja), terapi obat,tterapi lokal dan tindakan bedah.

1. Terapi Non Farmakologis Terapi non obat terdiri dari edukasi, penurunan berat badan,terapi fisik dan terapi kerja. Pada edukasi, yang penting adalah meyakinkan pasien untuk dapat mandiri, tidak selalu tergantung pada orang lain. Walaupun OA tidak dapat disembuhkan, tetapi kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan (Soeroso, 2006). Penurunan berat badan merupakan tindakan yang penting, terutama pada pasien-pasien obesitas, untuk mengurangi beban pada sendi yang terserang OA dan eningkatkan kelincahan pasien waktu bergerak. Suatu studi mengikuti 21 penderita OA yang mengalami obesitas, kemudian mereka melakukan penurunan berat badan dengan cara diet dan olah raga. Setelah diikuti selama 6 bulan, dilaporkan bahwa pasien-pasien tersebut mengalami perbaikan fungsi sendi serta pengurangan derajat dan frekuensi rasa sakit (Messier et al.,2000).

Terapi fisik dan terapi kerja bertujuan agar penderita dapat melakukan aktivitas optimal dan tidak tergantung pada orang lain.Terapi ini terdiri dari pendinginan, pemanasan dan latihan penggunaan alat bantu. Dalam terapi fisik dan terapi kerja dianjurkan latihan yang bersifat penguatan otot, memperluas lingkup gerak sendi dan latihan aerobik. latihan tidak hanya dilakukan pada pasien yang tidak menjalani tindakan bedah, tetapi juga dilakukan pada pasien yang akan dan sudah menjalani tindakan bedah, sehingga pasien dapat segera mandiri setelah pembedahan dan mengurangi komplikasi akibat pembedahan (Klippel et al,1994 ; Haq et al.,2003).

2. Terapi Obat Parasetamol merupakan analgesik pertama yang diberikan pada penderita OA dengan dosis 1 gram 4 kali sehari, karena cenderung aman dan dapat ditoleransi dengan baik, terutama pada pasien usia tua. Kombinasi parasetamol / opiat seperti coproxamol bisa digunakan jika parasetamol saja tidak membantu. Tetapi jika dimungkinkan, penggunaan opiat yang lebih kuat hendaknya dihindari (Haq et al.,2003). Kelompok obat yang banyak digunakan untuk menghilangkan nyeri penderita OA adalah obat anti inflamasi non steroid (OAINS). OAINS bekerja dengan cara enghambat jalur siklooksigenase (COX) pada kaskade inflamasi. Terdapat 2 macam enzim COX, yaitu COX-1 (bersifat fisiologik, terdapat pada lambung, ginjal dan trombosit) dan COX-2 (berperan pada proses inflamasi). OAINS tradisional bekerja dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2, sehingga dapat mengakibatkan perdarahan lambung, gangguan fungsi ginjal, retensi cairan dan hiperkalemia. OAINS yang bersifat inhibitor COX-2 selektif akan memberikan efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan

penggunaan OAINS yang tradisional. 3. Terapi Lokal Terapi lokal meliputi pemberian injeksi intra artikular steroid atau hialuronan (merupakan molekul glikosaminoglikan besar dan berfungsi sebagai viskosuplemen) dan pemberian terapi topikal, seperti krem OAINS, krem salisilat atau krem capsaicin. Injeksi steroid intra artikular diberikan bila didapatkan infeksi lokal atau efusi sendi (Klippel et al,1994 ; Haq et al.,2003).

4. Operasi Bagi penderita dengan OA yang sudah parah, maka operasi merupakan tindakan yang efektif.43 Operasi yang dapat dilakukan antara lain arthroscopic debridement, joint debridement, dekompresi tulang, osteotomi dan artroplasti. Walaupun tindakan operatif dapat menghilangkan nyeri pada sendi OA, tetapi kadang-kadang fungsi sendi tersebut tidak dapat diperbaiki secara adekuat, sehingga terapi fisik pre dan pasca operatif harus dipersiapkan dengan baik (Dieppe et al.,2005).

Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan sesuai dengan tahapan terapinya. Yang pertama terapi non farmakologis yaitu dengan memberikan edukasi kepada pasien tentang penyakitnya, modifikasi gaya hidup untuk mengurangi makan-makanan yang berlemak dan juga jerohan serta disarankan untuk berolahraga, dan juga memberikan rekomendasi untuk meringankan beban sendi yang sakit (dengan tongat atau alas kaki yang cocok). Selain itu pasien juga diminta untuk menurunkan berat badannya dan menurunkan aktivitas yang banyak membebani lutut seperti naik tangga. Untuk terapi farmakologis OA pada pasien ini yaitu OA ringan hingga sedang dapat menggunakan acetaminophen, berdasarkan anamnesa pasien tidak didapatkan adanya keluhan mual-muntah nyeri perut ataupun nyeri ulu hati, sehingga kami memberikan pengobatan paracetamol perharinya. 3x500 mg tablet

DAFTAR PUSTAKA Messier S.P., Loeser R.F., Mitchell M.N., et al. Exercise and Weight Loss in Obese Older Adults with Knee Osteoarthritis : A Preliminary Study. Journal of American Geriatric Society, 2000; 48 : 1062 1072. Klippel John H., Dieppe Paul A., Brooks Peter, et al. Osteoarthritis. In : Rheumatology. United Kingdom : Mosby Year Book Europe Limited, 1994 : 2.1 10.6. Haq I., Murphy E., Dacre J. OsteoarthritisReview. Postgrad Med J, 2003; 79 : 377 383 Dieppe Paul A., Lohmander L. Stefan. Pathogenesis and Management of Pain in Osteoarthritis. The Lancet, 2005; 365 : 965 973. Murphy L, Schwartz TA,Helmick CG, Renner JB, Tudor G, Koch G, et al. Lifetime risk of symptomatic knee osteoarthritis.Arthritis & Rheumatism 2008;59(9):1207-1213 Clinical Guidelines on the Identification, Evaluation, and Treatment of Overweight and Obesity in Adults: Evidence Report.2006. University of Illionis: National Heart, Lung, and Blood Institute at: www.nhlbi.nih.gov. Yesim Uncu, Ganime Sadkoglu, Levent Afsar, Nazan Bilgel. 2005. SocioDemographic Characteristics of Osteoarthritis Patients in Turkey and Physicians Therapeutic Approaches. The Journal of Applied Research; 5 (3): 480-486 Lars V von Engelhardt, Matthias Lahner, Andr Klussmann; et al.2010. Aesretarhchr aortisclceopy vs. MRI for a detailed assessment of cartilage disease in osteoarthritis: diagnostic value of MRI in clinical practice. BMC Musculoskeletal Disorders ;11:75-83 K Urabe, OM Mahoney, K Mabuchi, M Itoman. 2008. Morphologic differences of the distal femur between Caucasian and Japanese women. Journal of Orthopaedic Surgery 2008;16(3):312-315 Fernandez, Jose M..2011. Osteocalcin: a new link between bone and energy metabolism. Current Opinion in Clinical Nutrition and Metabolic Care; 14: 360-366. Catalonia. Frances V Wilder, John P Barrett, Jr. 2006. The Association Between Medication Usage and Dropout Status Among Participants of an Exercise Study for People With Osteoarthritis. Physical Theraphy;85(2):142-145 Henna Mussafar. 2005. Combined Effects of Diet and Exercise Intervention on Self- Reported Knee Pain Associated with Osteoarthritis. New Delhi: University of CinCinnati. Fauci, Brauwald, Kasper, et al. 2008. PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE. Mc Graw Hill: United States of America.

Anda mungkin juga menyukai