Anda di halaman 1dari 10

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 31-40

RENCANA REKLAMASI LAHAN PEMBUANGAN SAMPAH UNTUK RANCANGAN LAHAN PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU DI TPA BENOWO KOTA SURABAYA Oleh ; Didik Sarudji
ABSTRAK Masalah lahan untuk kepentingan tempat pembuangan akhir sampah (TPA) merupakan masalah yang crucial untuk daerah perkotaan seperti Kota Surabaya, sehingga perlu upaya pemanfaatan kembali TPA yang sudah ada menjadi tempat pengolahan sampah terpadu setelah direklamasi/penuh, sehingga diperlukan rancangan penggunaan lahan nantinya. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk jangka pendek adalah tersusunnya rancangan barrier penahan lindi agar tidak mencemari lingkungan; 2) tersusunnya suatu perhitungan luas lahan reklamasi sesuai dengan pemanfaatan lahan menjadi tempat pengolahan sampah terpadu. Penelitian menggunakan metode observasional kasus-ksus terdahulu. dan perhitungan-perhitungan menggunakan analogi

Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Email: ddsarudji@yahoo.com

Hasil penelitian adalah: 1) untuk mengatasi rembasan lindi ke badan air perlu dibuat barrier penahan lindi berupa saluran yang kedalamannya memungkinkan permukaan lindi yang tertampung selalu dibawah garis dasar badan air; 2) reklamasi direncanakan agar sekitar 17,88 ha diurug dengan sampah, direncanakan sebagai area terbuka, dan 6,1 ha diuruk dengan tanah uruk, direncanakan untuk area tertutup (gedung, kantor dsb). Sisa lahan seluas 9,52 ha untuk sanitary landfill. Dianjurkan reklamasi dengan perencanaan sesuai penggunaannya dimulai sejak dini (sekarang). Kata kunci : lindi, reklamasi, pengomposan, insinerasi SOLID WASTES DISPOSAL RECLAMATION PLANNING FOR INTEGRATED SOLID WASTES PROCESSING DESIGN IN SOLID WASTES DISPOSAL SITE BENOWO SURABAYA CITY Land requirement for final disposal site is a crucial problem in cities like Surabaya. That is why the existing final disposal site (TPA Benowo) should be built to become an integrated solid wastes processing site. It is need a design what would be used the land later after reclamation. The aims of this study were : 1) in a short period was needed designing a leachate intrusion barrier; 2) calculating of land using after reclamation for an integrated solid wastes processing site as a base for determining a reclamation method. This research used observational method and in calculating by analogy of some cases. The result were : 1) a design of intrusion leachate barrier as a sewer that has surface of leachate under the river bottom line; 2) a design of reclamation method, ie.: 17.88 ha reclamed by solid wastes, would be used as open areas; and 6,1 ha reclamed by soil or sand, used as indoor areas. The rest of land (9.52 ha) would be used for sanitary lanfilling. We suggest that the reclamation would be started as soon as possible. Key word : leachate, reclamation, composting, incineration

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah sampah padat adalah masalah yang banyak dihadapi oleh setiap Pemerintah Kota atau Kabupaten. Sampah mempunyai pengaruh terhadap kesehatan lingkungan karena sampah dapat menjadi sarang vektor penyakit dan

binatang pengerat. Sampah yang telah terkontaminasi dengan material discharge dari penderita penyakit tertentu menjadi sumber penularan. Sampah sering kali mengandung bahan-bahan toksik, menjadi pencemar air maupun tanah dan dalam hal pencemaran terhadap air dapat mengganggu ekosistem badan air. Demikian banyaknya sampah yang

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 31-40

dihasilkan, maka permasalahan yang selalu timbul adalah mengenai makin terbatasnya lahan untuk pembuangan akhir sampah. Keterbatasan lahan disebabkan diantaranya karena tekanan penduduk. Dengan makin meningkatnya jumlah penduduk diprediksi Indonesia pada tahun 20002026 memerlukan lahan seluas 11,7 juta ha atau 450.000 ha/tahun (Gerakan penyelamatan kehidupan.2000).. Permasalahan lahan tempat pembuangan akhir (TPA) di Keputih-Sukolilo yang melibatkan pertentangan yang tajam antara Pemerintah Kota dengan masyarakat sekitar TPA menjadi suatu contoh betapa rentannya masyarakat dalam menghadapi timbunan sampah pada setiap TPA. Semua pihak baik masyarakat maupun Pemerintah setempat secara melembaga belum mampu mengangkat sampah menjadi suatu barang yang bernilai ekonomi. Nilai energi, barang yang masih dapat di-recycle ataupun produk berupa kompos belum menarik perhatian Pemerintah, sehingga pengelolaan sampah hanya sampai pada sekedar memindahkan permasalahan lingkungan dari suatu komunitas penghasil sampah ke lokasi yang dianggap aman karena relatif jauh dari pemukiman. Padahal sesungguhnya masalah di lokasi TPA itu tetap mengancam lingkungan di sekitarnya Salah satu ancaman terhadap lingkungan TPA adalah ditimbulkannya lindi (leachate). Lindi berbentuk cair terdiri atas cairan yang dihasilkan dari proses dekomposisi sampah dan cairan yang berasal dari luar yang masuk ke dalam timbunan sampah seperti yang berasal dari air permukaan, air hujan, air tanah, dan air dari mata air bawah tanah. Lindi yang mencemari badan air akan menekan oksigen terlarut didalamnya karena dalam lindi masih kaya akan ikatan organik yang dalam proses penguraian selanjutnya memerlukan kegiatan mikroba aerobik, sehingga akan menghabiskan kandungan oksigen terlarut (dissolved oxygen/D.O.). Kondisi ini akan mengubah keadaan ekosistem seperti kematian ikan ataupun biota yang memerlukan oksigen lainnya. Dari observasi di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Benowo ternyata lindi yang dihasilkan oleh onggokan sampah masih mencemari (merembas) ke badan air

disekitarnya, dan lindi yang disalurkan ke dalam bak penampungan masih belum mampu diolah secara tuntas (belum memenuhi baku mutu limbah cair) disamping kapasitas instalasi pengolahan limbah (IPAL) nya masih termasuk skala kecil (sekitar 300 kubik/hari). Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan oleh lindi ini di samping membangun barrier, dan mengolah lindi, yang pada dasarnya adalah memecahkan masalah jangka pendek, maka untuk jangka panjang perlu rancangan penggunaan lahan setelah reklamasi oleh open dumping yang sekarang sedang berlangsung. Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut, maka perlu adanya pemikiran-pemikiran bagaimana mengatasi masalah tersebut, dalam suatu penelitian tentang rencana reklamasi lahan pembuangan sampah untuk rancangan lahan pengolahan sampah terpadu di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Benowo Kota Surabaya. Permasalahan Dari uraian tersebut maka masalah yang dapat dirumuskan adalah : - Bagaimana mengatasi pencemaran badan air dari rembasan lindi TPA ? - Bagaimana meningkatkan efektifitas pengolahan lindi sampai memenuhi syarat baku mutu yang ditetapkan ? - Bagaimana rancangan penggunaan lahan yang telah direklamasi dengan sampah (TPA) untuk pemanfaan pengolahan sampah dimasa mendatang ? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : - Tersusunnya suatu rancangan barrier pencegah intrusi lindi agar tidak mencemari lingkungan. - Tersusunnya rancangan pengolah lindi yang efektif. - Tersusunnya suatu rancangan penggunaan lahan bekas TPA yang telah direklamasi menjadi lahan untuk pengolahan sampah secara terpadu.

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 31-40

Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menentukan langkah-langkah jangka pendek dalam mencegah lindi agar tidak mengganggu lingkungan. Sedangkan untuk jangka panjang sebagai bahan pemikiran bagaimana merancang pemanfaatan lahan yang telah direklamasi dengan sampah (bekas TPA Benowo) untuk pengolahan sampah terpadu sehingga mengatasi masalah terbatasnya lahan dan pencemaran oleh lindi khususnya dan sampah pada umumnya. Lindi adalah cairan yang berperkolasi melalui sampah padat dan telah mengektraksi bahanbahan yang terlarut atau tersuspensi dari sampah tersebut. Apabila lindi ini berperkolasi selama dalam proses dekomposisi, kedua bentuk konstituen biologis maupun kimia akan terkandung didalamnya. Jumlah lindi umumnya merupakan fungsi dari jumlah air dari luar yang masuk ke dalam timbunan sampah, termasuk air hujan, sehingga kadar zat dalam lindi lindi dimusim kemarau akan berbeda dengan kadar pada musim hujan. Jumlah lindi ini akan menjadi masalah karena meresap ke dalam tanah sehingga mencemari air tanah dan pada musim hujan akan mengikuti gerak aliran air hujan baik di atas permukaan maupun didalam tanah. Dalam sejumlah kasus TPA juga diperlukan fasilitas pengolahan untuk mereduksi dampak dari lindi ini. Komposisi lindi umumnya yang paling menonjol adalah konsentrasi yang tinggi pada parameter biochemical oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), total organic carbon (TOC), total suspended solids (TSS), amonia, nitrat, phosphat, beberapa logam berat, dan zat-zat lain yang sangat dipengaruhi oleh jenis sampah yang dibuang. Gangguan Lindi terhadap Lingkungan Sesuai dengan komposisi lindi itu sendiri maka gangguan lingkungan yang ditimbulkan dapat dikelompokkan sebagai berikut: Mengganggu ekosistem Konsentrasi yang tinggi pada parameter BOD, COD dan TOC memungkinkan penguraian partikel organik masih berlangsung pada media yang menerima lindi tersebut. Badan air yang menerima lindi akan melanjutkan proses

penguraian secara aerobik yang akan menguras oksigen terlarut, sehingga kehidupan biota yang memerlukan oksigen akan mengalami kematian, misalnya ikan, udang dan lain sebagainya yang hidup di tambak yang berakibat terjadinya kerugian secara ekonomi. Partikel organik yang terurai akan membentuk sulfat, nitrat, fosfat dan lain sebagainya. Ketiga zat hasil urai tersebut merupakan bahan yang dalam konsentrasi cukup tinggi akan mengakibatkan eutrofication atau penyuburan, sehingga akan terjadi ledakan pertumbuhan flora air, dan komposisi biota dalam ekosistem badan air berubah (Sarudji,D. 2005). Apabila ekosistem badan air tersebut adalah ekosistem buatan, maka perubahan ekosistem akan merugikan produktifitasnya sesuai dengan tujuan dibentuknya ekosistem buatan yang diharapkan. Menimbulkan gangguan kesehatan Adanya logam berat seperti merkuri (Hg), Cd (Cadmium, Pb (Timah hitam) dan logam berat lainya, apabila masuk ke dalam rantai makanan bawah dan atas, sampai masuk ke tubuh manusia akan menyebabkan gangguan kesehatan sebagaimana di kenal dengan minamata disease yang disebabkan keracunan merkuri dan itai-itai disease yang disebabkan oleh Cd. (Cadmium), yang pada umumnya adalah merusak sistem syaraf pusat, sebagaimana juga diakibatkan oleh peracunan Pb (Sarudji,D.2004). Pengolahan lindi Pengolahan lindi sama dengan pengolahan air limbah. Secara konvensional pengolahan air limbah menggunakan koagulan, umumnya tawas (Al2 (SO4)3 atau polimer disusul dengan pemberian kapur tohor untuk proses penjernihan dan netralisasi keasaman, dilanjutkan dengan pengolahan lain seperti penyaringan pasir cepat untuk penjernihan lebih lanjut (bila diperlukan).

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 31-40

Kebutuhan Lahan untuk Pengolahan Sampah Terpadu

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode observasional, dengan menggunakan beberapa uji laboratorium untuk melengkapi data sebagai landasan dalam pemecahan masalah yang telah dirumuskan. Lokasi penelitian adalah di TPA Benowo Kota Surabaya. Diambilnya lokasi ini sebagai lokasi penelitian karena lokasi seluas 33,5 ha tersebut perlu rancangan dalam pemanfaatan lahan ke depan. Perencanaan diarahkan bahwa seusai lokasi tersebut menjadi tempat open dumping masih dimanfaatkan untuk lokasi pengolahan sampah selanjutnya, sehinga rancangan pemanfaatannya harus disusun sejak awal. Data primer dikumpulkan melalui metode observasi dan pengukuran, sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Kebersihan Kota dan Petamanan serta dari literatur. Dalam menyusun perencanaan menggunakan analisis komparasi berdasarkan teori-teori yang terkait dengannya. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Jenis Sampah Dari hasil observasi dan pengukuran sampah yang terkumpul di TPA Benowo, dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel tersebut dapat dihitung rata-rata truk yang beroperasi 200 truk/hari, dengan mengangkut sampah ratarata 16,87 m3/truk, sehingga dalam sehari terangkut 3.374 m3 sampah.
Tabel 1 Jumlah sampah selama satu minggu yang dibuang ke TPA Benowo
No. 1 2 3 4 5 6 7 Tanggal 28 Februari 2006 1 Maret 2006 2Maret 2006 3 Maret 2006 4 Maret 2006 5 Maret 2006 6 Maret 2006 1.402 Jumlah Truk 194 251 255 236 236 230 227
Jml. Sampah Ratarata/truk

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa masalah kebutuhan lahan untuk pembuangan sampah terutama di daerah perkotaan, merupakan kebutuhan yang sangat urgen dan sulit serta mahal untuk memperoleh-nya. Oleh karena itu rancangan pemanfaatan tempat pembuangan akhir sampah harus diarahkan untuk dapat dimanfaatkan kembali sebagai tempat pengolahan sampah selanjutnya, yang memfokuskan reduksi sampah serta pemanfaatan kembali hasil pengolahan, sehingga masalah kebutuhan lahan terjawab dan masalah pencemaran lindi dapat diatasi. Pada prinsipnya dalam merancang pemanfaatan lahan bekas TPA harus dimulai dari saat penimbunan sampah dilakukan. Sampah diperlakukan sebagai bahan untuk reklamasi. Lahan yang akan digunakan sebagai
area terbuka dalam pengolahan sampah yang akan datang boleh ditimbun sampah sebagai bahan reklamasi. Tetapi area yang dirancang akan didirikan bangunan gedung (perkantoran, ruang mesin dan sejenisnya) tidak boleh diuruk dengan sampah. Lahan yang diuruk dengan sampah memungkinkan

timbulnya gas metan sehingga apabila gas metan tersebut timbul dan terakumulasi di dalam ruangan/ gedung dalam konsentrasi tertentu (515%) dan bercampur dengan oksigen udara dapat menimbulkan ledakan/kebakaran. Dalam pengo-lahan sampah khususnya untuk daerah yang komposisi sampah organik (garbage) nya tinggi maka prioritas pengolahan sampah adalah pemanfaatan sampah garbage ini, yang umumnya dibuat kompos atau gas bio. Karena jumlah yang besar dan memerlukan pengolahan dalam waktu yang cukup lama, maka sebagian besar lahan akan terpakai untuk keperluan ini. Dalam pengompo-san secara aerobik (windrow composting) untuk tempat pengolahan dengan kapasitas 50 ton/hari diperlukan sekitar 2,5 acre atau sekitar 1,01 hektar lahan. Dari jumlah ini 1,5 acre untuk pembangunan gedung, tempat peralatan, dan jalan, 1 acre untuk proses pengomposan. Dan setiap penambahan kapasitas 50 ton diperkirakan 1,0 acre lahan ditambahkan untuk pengoperasian pengomposan dan 0,25 acre untuk tambahan gedung dan jalan. (Tchobanoglous,.G. 1977)

Jumlah sampah 3.273 4.234 4.302 3.981 3.981 3.829 3.880 23.651

16,87 16,87 16,87 16,87 16,87 16,87 16,87 16,87

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 31-40

Menurut data dari Dinas Kebersihan dan Petamanan, komposisi sampah di Kota Surabaya dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2 Prosentase komposisi jenis sampah di Kota Surabaya
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jenis Organic (Organik) Plastic (Plastik) Paper (Kertas) Wood/grass (kayu/rumput) Textile (Tekstil) Stone/ceramic (Batu/keramik) Bones (Tulang) Metal (ferrous) (Logam besi) Metal (non ferrous) (Logam non besi) Glass Gelas) Leather/rubber (Kulit/karet) Others (Lain-lain) Prosen 54,66 13,11 10,86 4,72 2,66 2,56 2,23 1,78 1,42 1,25 0,89 3,86

tampak pada Tabel 3 (hanya di tampilkan parameter yang melebihi baku mutu limbah cair). Pada table yang sama dapat dilihat hasil pengolahan IPAL TPA Benowo. Table 3 Data komposisi lindi yang dihasilkan di TPA Benowo Kota Surabaya
No. Parameter Satuan Baku mutu limbah cair 1500 0,1 0,1 0,1 0,5 10 30 80 0,5 1 Sebelum diolah 8.740,8 2,175 2,230 2,000 129,125 16,322 1.160,21 1.695,71 0,931 1,60 Setelah diolah 7.660,8 1,165 0,871 1,986 92,500 13,726 412,75 752,32 0,974 2,00

1 2 4 4 5 7 8 10 11

Total

100

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa sebagian besar (54,66%) jenis/komposisi sampah terdiri dari sampah organik (yang dapat mengurai). Pemanfaatan sampah menjadi kompos merupakan alternatif yang sangat rasional untuk mereduksi dan memanfaatkan sampah di kota ini. Sampai saat ini data tentang jumlah sampah yang dikelola Dinas Kebersihan dan Petamanan Kota Surabaya masih dalam satuan kubik, sehingga perkiraan jumlah sampah organik yang dihasilkan adalah 0,5466 X 3.374 m3 = 1844 m3/hari. Tanggul/barrier Penahan Lindi Dari observasi masih ditemukan adanya kebocoran tanggul penahan lindi yang terdapat di sebelah timur TPA tersebut. Menurut penjelasan petugas lapangan tanggul tersebut dibangun dengan konstruksi yang terdiri atas dua lapis pasangan batu kali dan kedua dinding dan dasar diantara pasangan batu kali tersebut dilapisi dengan plastik agar tidak tembus lindi dan diuruk dengan tanah/pasir. Karena masih terdapat kebocoran diperkirakan kedalamannya masih kurang, sehingga lindi meresap melalui tanah di bawab bangunan tersebut. Dari sampel yang diperiksa di laboratorium, komposisi lindi yang dihasilkan TPA Benowo adalah seperti

Jumlah Padatan terlarut Kadmium (Cd) Timbal (Pb) Nikel (Ni) Amoniak (NH3- sebagai N) Nitrat (NO3) Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) Deterjen anionik Minyak/lemak

mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

Dari table tersebut tampak bahwa logam berat (Cd dan Pb) masih jauh diatas baku mutu sehingga apabila limbah yang rtelah diolah oleh IPAL di lepas ke lingkugan (tambak) akan membahayakan manusia yang mengkonsumsi hasil tambak tersebut. Logam berat tersebut akan berakumulasi dalam tubuh manusia sehingga dalam konsentrasi tertentu akan menimbulkan kerusakan jaringan syaraf pusat. Demikian juga masih tingginya kandungan bahan organic yang ditunjukkan masih tingginya BOD dan COD dan ikatan nitrogen yang masih tinggi juga maka apabila dilepas ke ekosistem air akan menekan konsentrasi oksigen (DO) sehingga akan mematikan biota yang membutuhkan tersedianya oksigen. Masih merembasnya lindi ke lingkungan sekitar khususnya ke sungai, sekalipun telah dibangun tanggul/barrier, kemungkinan disebabkan oleh tekanan lindi yang besar dari ketinggian sampah yang terguyur air hujan, sehingga lindi melewati bagian bawah tanggul. Hasil

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 31-40

percobaan E.G. Wagner dan J.N.Lanoix menjelaskan bahwa dispersi bahan kimia di dalam tanah akan mencapai jarak maksimum 95 meter (Sarudji,D.2004). Menurut ekspirimen ini maka lindi tidak akan mencemari lingkungannya apabila tumpukan sampah setidak-tidaknya berjarak 95 meter dengan sungai/badan air. Alternatif yang lain adalah pembuatan saluran penangkap lindi dengan kedalaman sampai di bawah permukaan dasar badan air di sekitarnya (Gambar 1). Di beberapa titik saluran lindi dibangun bak pengendali (bak kontrol) yang dilengkapi dengan pompa untuk memompa lindi ke instalasi pengolah lindi (IPAL) agar permukaan lindi selalu terjaga di bawah garis dasar badan air.

Pasangan batu kali sampah permukaan air pasangan batu kosong permukaan lindi saluran lindi dasar badan air

Gambar 1 Bagan konstruksi saluran penangkap lindi

Luas Lahan Luas lahan TPA Benowo seluruhnya ada 33,5 ha. Lahan ini seyogyanya direncanakan untuk pembuangan akhir sekaligus reklamasi lahan dengan sampah, dan hasil reklamasi selanjutnya dimanfaatkan untuk lahan pengolahan sampah, yang bertujuan untuk (1) meningkatkan efisinsi system manajemen pembuangan sampah padat, (2) penemuan kembali bahan-bahan untuk dimanfaatakan dan (3) pengubahan hasil yang diperoleh menjadi produk bermanfaat dan energi.

Perencanaan Pengaturan Penimbunan Sampah Penghitungan kebutuhan area terbuka dan tertutup Kebutuhan lahan untuk pengembangan instalasi pengolahan lindi (IPAL) diperlukan 0,75 ha, tanpa penimbunan sampah. Sampah yang terkumpul 3.374 m3/hari. Dengan asumsi bahwa densitas sampah 550 kg/m3 sebagaimana yang pernah diperkirakan oleh Ir Soewedo Hadiwiyoto(1983), maka sampah yang terkumpul 550X3374 kg/hari = 1856 ton/hari. George Tchobanoglous memperkirakan untuk produksi 50 ton sampah yang diolah menjadi kompos dengan pengolahan secara windrow composting diperlukan 2,5 acre lahan yaitu untuk pengomposan 1 acre dan untuk gedung, tempat peralatan dan jalan 1,5 acre. Maka untuk 50 ton pertama dibutuhkan lahan pengomposan = 1 acre dan untuk gedung, jalan, tempat peralatan = 1,5 acre. Setiap penambahan kapasitas 50 ton diperlukan tambahan 1 acre untuk pengomposan dan 0,25 acre untuk gedung, jalan dan peralatan. Untuk jumlah sampah 1.856 ton diperlukan 38 kelipatan dari 50 ton sehingga dibutuhkan : Lahan pengomposan 1 acre + 37 acre = 38 acre, untuk gedung dan lain-lain diperlukan 1,5 acre + 37 X 0,25 acre = 10.75 acre. Jumlah lahan yang dibutuhkan = 38 acre + 10,75 acre = 48,75 acre. Apabila dikonversi ke dalam hektar ( 1 acre = 0,4047 ha) maka untuk lahan pengomposan (lahan terbuka) = 15,38 ha, dan lahan untuk gedung, jalan dan peralatan(lahan tertutup) 4,35 ha. Dalam hal ini jalan diantara gedung digolongkan sebagai lahan tertutup. Total kebutuhan lahan = 19,73 ha. Perhitungan lain berdasarkan satuan volume: Sampah organik yang terkumpul = 0,5466 X 3.374 m3 = 1.844 m3/hari. Proses pengomposan dengan windrow composting memerlukan waktu 35 minggu (George Tchobanoglous). Apabila diperlukan stabilisasi 2 minggu untuk penyempurnaan kompos, maka diperlukan waktu 7 minggu atau 50 hari.

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 31-40

Sampah yang dikompos pada tahap pertama menjadi 50 X 1.844 m3 = 92.200 m3. Metode windrow composting memerlukan lahan untuk membuat alur-alur sampah organik dengan ketinggian 0,75 meter sehingga perlu lahan seluas 92.200 m3 : 0,75 m = 122.933 m2 = 12,3 ha. Untuk jalan diantara alur-alur kompos yang ditebar memerlukan lahan 25% atau 25 % X 12,3 ha = 3,1 ha, sehingga keseluruhan area pengomposan (area terbuka)= 12,3 ha + 3,1 ha = 15,4 ha. (Tidak jauh berbeda dengan perkiraan menurut perhitungan George Thobanoglous). Sedangkan tempat peralatan,perkantoran dan jalan diantaranya (area tertutup) diperkirakan 25 % atau sekitar 3,85 ha. Total lahan yang dibutuhkan 19,25 ha. Permasalahan yang dihadapi adalah proses pemasaran atau tersedianya tempat penyimpanan hasil produksi kompos untuk menunggu proses pemasaran, yang juga memerlukan lahan tambahan. Untuk mengatasi hal ini perlu pengemasan hasil kompos agar menjadi ringkas dalam penyimpanannya, misalnya dicetak dalam bentuk seperti batu merah, sehingga gudang penyimpanan hasil pengomposan yang dibutuhkan tidak terlalu luas. Diperkirakan 2,5 ha lahan sudah mencukupi untuk pergudangan termasuk gudang penyimpanan hasil olahan yang bersifat non degradable (yang tidak membusuk). Keperluan lahan untuk pengolahan selanjutnya dari hasil pemisahan dari sampah jenis lain sejumlah 45,34 % dapat diperhitungkan sbb: Tempat pengolahan sampah secara umum yang meliputi penghancuran (grinding, milling, schredding) dan pemisahan komponen sudah termasuk dalam penyediaan lahan untuk gedung, peralatan dan kantor pada proses perhitungan pengomposan. Sedangkan yang belum dihitung adalah luas area yang digunakan untuk pengolahan sampah yang tidak menjadi kompos. Setelah sampah dipisahkan dari bagian yang digunakan untuk pembuatan kompos, maka tinggal bagian yang dapat dibakar sejumlah 34,47%, logam sejumlah 3,20 % dan bahanbahan yang sulit pemasarannya atau tak

memiliki nilai ekonomi (batu/keramik, gelas dan jenis lain-lain) 7,67% (25,88 m3)(Tabel 4) Apabila sampah yang dapat dibakar (34,47%) dimanfaatkan energinya atau hanya dibakar saja maka diperkirakan sisa pembakaran tinggal 5% nya atau 1,72% (5,80 m3) dibuang bersama-sama ke TPA yang baru dengan bahan yang sulit pemasarannya. Tabel 4 Jenis sampah setelah diambil bahan untuk pembuatan kompos
No. 1 Jenis sampah Dapat dibakar: Plastik Kertas Kayu/rumput Tekstil tulang kulit/karet Jumlah 34,47 2 Logam besi Logam non besi Jumlah 3,20 3 Gelas Jenis lain-lain Jumlah Dimanfaatkan (%) 13,11 10,86 4,72 2,66 2,23 0,89 5%*) = 1,72 1,78 1,42 1,25 3,86 37,67 5,11 6,83 Dibuang ke TPA (%)

Apabila sampah yang dapat terbakar dimusnahkan/dimanfaatkan menggunakan incinerator, maka dapat diperkirakan lahan untuk membangunnya. Menghitung luas dasar insinerator Luas dasar insinerator dapat diformulasikan sebagai berikut(Hadiwiyoto,S.)
Panas pembakaran/jam L = ---------------------------------------Pemindahan panas/jam

Domestic solid wastes are assumed to have a heating value of appoximately 5000 BTU (British Thermal Units) as reseived (P.Walton Purdom.1980). Jumlah sampah yang akan dibakar34,47% X1.856 ton = 639,76 ton = 1.279.526,4 lbs/hari.

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 31-40

Tiap jam berarti terkumpul 1.279.526,4 lbs/24 jam = 53.313,6 lbs/jam. Panas pembakaran sampah sebanyak itu ialah 53.313,6 X 5000 btu = 266.568.000 btu/jam. Apabila kecepatan pemasukan sampah kedalam insinerator misalnya 60 lbs/ft2/jam, maka pemindahan panasnya adalah 60X5000 2 2 btu/ft /jam = 300.000 lbs/ft /jam
266.568.000 btu/jam. L = ------------------------------ = 888,56 ft2 = 888,56 x 0,0929 m2 = 300.000 lbs/ft2/jam 82,55 m2

Dengan luas TPA Benowo 33,5 ha maka masih tersisa lahan seluas 9,52 ha untuk lokasi TPA berikutnya yang diharapkan menggunakan metode sanitary landfill karena sampah yang ditimbun hanya sekitar 9,39% (31,68 m3)/hari (sampah yang tiak memiliki nilai ekonomi dan sisa pembakaran) Teknik penimbunan sampah sebagai usaha reklamasi Teknik reklamasi tanah menggunakan sampah mengikuti prinsip-prinsip sanitary landfill. Oleh karenanya dalam peletakan sampah pada open dump perlu disesuaikan dengan rencana peruntukan lahan yang akan datang. Setidaktidaknya sampah pada open dump dipadatkan dengan alat-alat berat seperti Croawler tractor with trash blade, Self loading scraper, dan steel wheel compactor with trash blade, sampai sampah rata pada permukaannya. Idealnya setiap ketebalan paling tinggi 60 cm dipadatkan, baru dilapisi dengan ketebalan yang sama dan dipadatkan lagi. Di bagian atas dilapisi tanah penutup setidak-tidaknya ketebalan 2 feet atau 60 cm.(Sarudji, D. 2004) Gas yang terbentuk dari proses dekomposisi sampah dalam landfill 90 % adalah methan atau karbon dioksida. Konsentrasi 5 15 % methan di udara bersifat eksplosif apabila terakumulasi dalam suatu ruangan. Tetapi bila di atmosfer bebas tidak berbahaya. Untuk menghindari itu sampah yang selama ini ditimbun/dionggokkan sebagai open dumping perlu diatur lokasinya, yaitu pada area yang rencananya akan digunakan untuk proses pengomposan seluas 15,38 ha dan gudang kompos terbuka 2,5 ha sebagai tempat terbuka. Untuk perkantoran, ruang peralatan/pemisahan sampah dan jalan seluas 4,35 ha. diuruk dengan tanah uruk atau sirtu. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:Untuk mencegah intrusi lindi ke badan air di sekitarnya disarankan untuk membuat saluran penagkap lindi di sepanjang tepian sebelah dalam tanggul dengan kedalaman

Luas tersebut diperhitungkan apabila insinerator bekerja selama 24 jam sehari. Karena sampah ini telah dipisahkan dari sampah yang membusuk, maka nilai panasnya diperkirakan lebih tinggi dari 5000 btu, sehingga lahan tersebut sudah diperhitungkan sebagai lahan yang cukup. Demikian pula seandainya panas ini akan dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga uap, maka akan lebih terjamin keberlangsungannya karena kemacetan pembakaranan karena sampah yang sulit terbakar tidak ada lagi. Penyediaan lahan lokasi insinerator untuk parkir kendaraan pengangkut sampah, perkantoran, tempat peralatan, jalan serta pengembangan ke depan, maka apabila disediakan 1 ha tanah lelah cukup.
Dari uraian di atas dapat dijumlahkan kebutuhan lahan yang diperlukan untuk pengolahan sampah terpadu sbb

(1 ft 2 = 0,0929 m2)

Tabel 5 Rencana pemanfaatan lahan setelah reklamasi TPA Benowo Kota Surabaya
No. 1 2 Rencana penggunaan lahan IPAL dan pengembangannya Pengomposan Lahan untuk windrow compisting Lahan untuk gedung, kantor, jalan Gudang terbuka Incenerator Sampah lain-lain dan sisa pembakaran Dibuang ke landfill (sisa lahan yang tersedian) Jumlah Luas 0,75 ha Metode reklamasi Tanpa reklamasi

15,38 ha 4,35 ha 2,50 ha

3 4

1,00 ha 9,52 ha

Reklamasi dengan sampah Reklamasi dengan tanah Reklamasi dengan sampah Reklamasi dengan tanak Tanpa reklamasi untuk TPA dengan metode sanitary landfill

33,5 ha

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 31-40

permukaan lindi di bawah garis dasar badan air. Untuk menjaga kondisi ini diperlukan bak pengendali yang dilengkapi pompa lindi untuk memompa ke IPAL. Pengolahan lindi masih belum memenuhi syarat baku mutu limbah cair Luas TPA Benowo cukup untuk dimanfaatkan menjadi tempat pengolahan sampah terpadu setelah TPA penuh dan direklamasi. Untuk pengomposan (windrow composting) diperlukan lahan seluas 22,23 ha, pengolahan limbah IPAL) 0,75 ha, incenerator 1 ha, dan sisa lahan untuk keperluan pengembangan dan sanitary landfilling. Permasalahan yang masih timbul adalah proses pemasaran hasil pengomposan.Untuk keperluan ini diperlukan kebijaksanaan politis oleh Pemerintah Provinsi bahkan Nasional. Tentang perlunya wilayah pedesaan memanfaatkan kompos sebagai soil conditioning daerah pertanian. Produktivitas lahan pertanian saat ini mengalami penurunan karena kerangnya unsure hara yang dibutuhkan tanaman. Unsur-unsur yang dibutuhkan tumbuhan sekitar 17 unsur pindah ke wilayah perkotaan bersama sayurmayur dan buah-buahan, sementara pupuk kimia hanya mengganti satu atau dua jenis unsur saja. Kondisi ini harus dipulihkan dengan pemupukan kompos untuk mengembalikan produktifitasnya lebih meningkat. Saran-saran Perlu metode baru untuk mengolah lindi sehingga menghasilkan hasil olahan yang memenuhi syarat baku mutu limbah cair. (metode pre ekspirimen belum dapat disampaikan). Sejak awal (sekarang) harus sudah mulai direncanakan penggunaan lahan hasil reklamasi TPA Benowo. Dianjurkan diwaktu mendatang digunakan untuk lahan pengolahan sampah. Untuk pemasaran kompos diperlukan kebijakan potilik Pemerintah Provinsi agar Pemerintah Kabupaten tertarik untuk mengambil kompos di

TPA Benowo untuk kepentingan pertanian di daerahnya. Unsur hara yang ada dipertanian setempat/pedesaan terangkut bersama sayurmayur, buah-buahan dan sejenisnya ke kota, sehingga lahan pertanian kekurangan unsurunsur yang tak terpenuhi oleh pemupukan kimia. Adalah sangat beralasan untuk meningkatkan hasil pertanian dan memperbaiki kandisi tanah yang telah kurang produktif memberikan kompos untuk lahan pertanian tersebut. Tanpa membelipun bagi pihak yang membutuhkan kompos sudah memecahkan sebagian besar masalah sampah kota. DAFTAR PUSTAKA Bhattacharya, S. 1994. Biochemical effects of industrial pollutant in animals. Environmental Toxicology in South East Asia. Hadiwiyoto, Soewedo, Ir.1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu. Jakarta. Kantor Menteri Negara dan Lingkungan Hidup. 2000. Lingkungan Hidup dan Kependudukan, Prospek dan Masalah. Mitchell Bruce, B. Setiawan, Dwita Hadi Rahmi. 2000. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogjakarta. Purdom, P. Walton.1980.. Environmental Health. Academic Press. New York. Sarudji, Didik. 2004. Kesehatan Lingkungan.. Media Ilmu. Surabaya. Sarudji, Didik. 2005 Wawasan Lingkungan. Media Ilmu. Surabaya. Notoatmodjo, Soekidjo DR. Prof. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. P.T. Rineka Cipta. Jakarta. Tchobanoglous, George et

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 31-40

Anda mungkin juga menyukai